Anda di halaman 1dari 34

PERTEMUAN II

PENGUKURAN JARAK DAN


MEMBUAT GARIS LURUS DI LAPANGAN

A. PENGUKURAN JARAK
Alat Pengukur Jarak
Alat pengukur jarak yang dapat digunakan untuk
mengukur jarak antara dua titik, baik secara langsung maupun
tidak langsung, adalah sebagai berikut :
Alat Pengukur Jarak Langsung
Alat pengukur jarak langsung terdiri atas :
Kayu ukur jarak
Rantai ukur jarak
Langkah
Pita ukur (fiber, baja, dan inver)
EDM (Electronic Distance Meter)
Alat Pengukur Jarak Tidak Langsung
Alat pengukur jarak tidak langsung ini merupakan
instrumen pengukuran jarak yang didasarkan pada metode
optik.
Didalam pelaksanaan pengukuran seringkali diper-
lukan alat bantu pengukuran dan tergantung dari metode dan
alat yang dipilih. Alat bantu tersebut antara lain: yalon,
waterpass (kayu, logam), unting-unting, spedometer, rambu
ukur (baak ukur), dan alat pengukur sudut miring.
Secara singkat akan dijelaskan alat bantu seperti diuraikan
terdahulu sebagai berikut :
a. Kayu Ukur Jarak
Kayu ukur jarak dibuat dari kayu yang kering betul dan
panjangnya 3 meter atau 5 meter. Penampangnya berbentuk
oval dengan ukuran di tengah 5 cm dan diujungnya 3 cm.
Kedua ujung kayu ukur dilengkapi besi dengan bentuk

Pengukuran Jarak 13
sedemikian rupa, hingga garis yang menyatakan ujung kayu
ukur dari dua buah kayu ukur dapat diletakkan saling tegak
lurus.
Pada pengukuran jarak dengan kayu ukur, selalu
digunakan dua batang kayu ukur jarak. Untuk dapat mem-
bedakan dua kayu ukur ini, maka satu kayu ukur diberi warna
merah-putih-merah dan kayu ukur lainnya diberi warna putih-
hitam-putih dari jarak satu meter ke satu meter lainnya. Tiap
decimeter diberi tanda dengan paku dari kuningan, sedang
jumlah centimeter harus diperkirakan.
b. Rantai Ukur
Rantai ukur jarak terdiri atas mata rantai yang dibuat
dari kawat baja atau besi galvanis dengan diameter 3 mm atau
4 mm. Tiap ujung mata rantai diberi mata rantai dan digabung
sedemikian rupa satu sama lain dengan gelangan sedemikian
rupa, hingga jarak antara dua gelangan = 0,50 meter. Pada tiap-
tiap meter gelangan dibuat dari kuningan dan tiap 5 meter
gelangan diberi bentuk lain dan dibuat lebih besar.
Panjang rantai ukur jarak ini adalah 10 m, 20 m, 25 m,
dan 30 m. Sebagai perlengkapan rantai ukur digunakan pen
dari besi untuk menyatakan ujung rantai ukur pada waktu
melakukan pengukuran jarak.
c. Langkah
Karena ketelitiannya yang rendah, dewasa ini langkah
(pacing) hanya digunakan untuk membantu penempatan
instrumen sifat datar di tengah-tengah antara dua buah rambu
pada pengukuran sipat datar. Pada hakekatnya sangatlah sukar
untuk mempertahankan jarak langkah yang tetap. Pengalaman
menunjukkan bahwa untuk jarak ukur 100 meter, seorang
petugas (pengukur) yang berpengalaman dapat membuat
kesalahan sampai beberapa meter. Sebagai contoh yang
sederhana, apabila jumlah langkah = n dan jarak satu langkah =
L, maka :

14 Ilmu Ukur Tanah


D = n L (Persamaan Dasar)
Misalkan L = 0,75 m, maka D = n x 0,75
= n (1 – 0,25)
= n (1 - )
Jadi:
D = (n - ) meter
Apabila satu bentangan = 2 L dan jumlah bentangan = M, maka
M = ½ n atau 2 M = n sehingga rumus (1) menjadi :

D = 2M-

= 2M-  1½M

D = M+  1½M

atau :
D = n L (Persamaan Dasar)
= 2ML
= 2 . M . 0,75
= M (1,5)
= M (1 + ½)
D = M+

Contoh : Jumlah langkah n = 52, maka M = ½ n = 26 sehingga


jaraknya menjadi :
D = 26 + = 39 meter
Jika digunakan persamaan dasar
D = n.L sama
= 52 . 0,75
= 39 meter

Pengukuran Jarak 15
d. Pita Ukur
Dewasa ini pita ukur (tapes) digunakan dalam
pengukuran jarak biasa (langsung). Tipe yang banyak
digunakan adalah pita ukur fiber (fiber tape), pita ukur baja (steel
tape) dan pita ukur inver (inver adalah bahan campuran tahan
panas terdiri dari baja dan nikel).
1) Pita ukur fiber
Termasuk tipe ini adalah : (a) pita ukur yang terbuat
dari serat rami dan diperkuat dengan anyaman kawat
halus, (b) pita ukur yang terbuat dari campuran serat rami
dan serat katun (Gambar 2.1), dan (c) pita ukur yang
terbuat dari campuran serat gelas (fiber glass) dan serat
kimia. Biasanya pita ukur ini dibungkus dengan semacam
lapisan cat, kemudian di atasnya angka-angka atau tanda-
tanda graduasi ditempatkan (Gambar 2.2).

Gambar 2.1 Pita Ukur Kain (Sosrodarsono, 1983 : 56)

Kelebihan-kelebihan dari pita ukur tipe ini adalah


sifatnya yang ringan, tidak mudah bengkok serta mudah
pemakaiannya terutama pita ukur serat gelas. Akan tetapi
kelemahannya adalah sangat mudah memuai dan

16 Ilmu Ukur Tanah


menyusut akibat pengaruh kelembaban udara. Dengan
demikian tidak dapat digunakan untuk pengukuran teliti.
Dimensi pita ukur biasanya adalah dengan panjang 10 m, 20
m, 30 m, 50 m, dan seterusnya dan dengan graduasi 5 mm
serta lebar pita umumnya 16 mm. Toleransi (untuk
temperatur dan tegangan standar) sebesar 10 mm untuk
panjang pita 5 m dan sebesar 70 - 80 mm untuk panjang pita
50 m. Jadi besarnya kesalahan relatif pita ukur adalah 1/500
- 1/600, yang berarti merupakan angka ketelitian yang
rendah.
Pita ukur fiber yang sudah tua, biasanya retak-retak
dan mengelupas, sebaiknya tidak dipergunakan lagi karena
sangat mudah terpengaruh oleh perubahan cuaca, sehingga
tingkat ketelitiannya akan lebih rendah dari standar.

Gambar 2.2 Pita Ukur dengan Campuran Serat Gelas


dan Serat Kimia (Sosrodarsono, 1983 : 56)

Pengukuran Jarak 17
2) Pita ukur baja
Pita ukur baja (Gambar 2.3) umumnya mempunyai ketelitian
yang lebih tinggi dari pita ukur fiber dan ketahanannyapun
cukup lama. Karenanya pita ukur tipe ini dipergunakan
untuk pengukuran teliti, misalnya peng-ukuran untuk
pelaksanaan konstruksi dan penempatan titik-titik kontrol.

Gambar 2.3 Pita Ukur Baja (Sosrodarsono, 1983 : 56)

Pita ini terbuat dari baja karbon atau baja anti karat
yang dibungkus dengan cat putih, cat metalik atau cat
berwarna lainnya. Selain untuk meningkatkan ketahanan
terhadap asam dan karat, cat pembungkus tersebut
digunakan untuk menempatkan graduasi serta tanda-tanda
lainnya. Biasanya satuan graduasinya adalah 1 mm.
Pemuaian dan penyusutan pita ukur baja, bukanlah
disebabkan oleh pengaruh kelembaban udara, melainkan
oleh temperatur dan tegangan. Guna memberikan koreksi
terhadap hasil pengukuran, maka selama proses
pengukuran harus diketahui temperatur pita pada
ketegangan tertentu.

18 Ilmu Ukur Tanah


Toleransi kalibrasi untuk pita ukur baja (pada
temperatur dan tegangan standar) adalah 1 mm untuk 5 m
dan 10 mm untuk 50 m. Jadi ketelitian relatifnya adalah
1/5.000, yang berarti suatu ketelitian yang dapat dikatakan
cukup tinggi.
Dalam penggunaannya, dianjurkan agar tegangan
pita ukur disesuaikan dengan tegangan pada saat kalibrasi.
Apabila dalam penggunaannya terjadi tegangan yang
berbeda dengan tegangan kalibrasi, maka harus diadakan
koreksi dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Frick,
1985 : 57) :

dimana :
dl1 = Koreksi panjang (cm)
l = Panjang pada tegangan 10 kg (standar)
W = Tegangan dalam penggunaan
A = Luas penampang pita (cm2)
E = Konstanta elastik (2,1 x 106 kg/cm2)
Apabila dalam penggunaannya temperatur pita berbeda
dengan temperatur standar, maka koreksi dilakukan dengan
persamaan sebagai berikut :
dl2 =  (t – t0) l (3)
di mana :
dl2 = Koreksi panjang (cm)
t0 = Temperatur standar
t = Temperatur dalam penggunaan
l = Jarak ukur
 = Koefisien perpanjangan linier pita baja
(12 x 10-6/C)
Untuk pengukuran dengan ketelitian yang tinggi, baik
sebelum maupun sesudah proses pengukuran, disarankan

Pengukuran Jarak 19
agar mengkalibrasi konstanta dari skalanya (angka
karakteristiknya).
3) Pita ukur invar
Pita ukur invar (Gambar 2.4) biasanya dipergu-
nakan untuk mengukur garis basis (basic line), di mana
kesalahan relatif yang diizinkan hanya sebesar 1/500.000 -
1/1.000.000, seperti misalnya untuk penempatan titik-titik
jaringan triangulasi tingkat pertama, pengukuran untuk
penetapan perubahan bentuk tubuh sebuah bendungan,
pengukuran dalam pelaksanaan jembatan besar, dan lain-
lain. Kelebihan dari pita ukur invar ini adalah koefisien
perpanjangan liniernya hanya sebesar 1 x 10 -6/C, yang
berarti 1/10 dari pita ukur baja.

Pita ukur invar

Gambar 2.4 Pengukuran dengan Pita Ukur Invar


(Sosrodarsono, 1983 : 58)

Pita ukur invar biasanya dibuat berbentuk semacam


kawat berdiameter 1,7 mm atau berbentuk pita
berpenampang 0,5 x 4 mm dan panjangnya 25 m.
20 Ilmu Ukur Tanah
Graduasinya ditempatkan pada kedua ujung skala, yaitu
dengan jarak 8 cm dan dengan interval 1 mm, seperti yang
tertera pada gambar 2-4.
Kalibrasi pita ukur invar didasarkan pada panjang
gelombang cahaya Kr86 (di mana 1 m = 1.650.763,73 x Kr)
yang telah disetujui secara internasional. Akhir-akhir ini
telah dikembangkan interferometri dengan sinar laser yang
sangat memudahkan kalibrasi pita ukur invar. Walaupun
demikian, kalibrasi pita ukur ini membutuhkan peralatan
yang memadai dan petugas yang berpengalaman.
Bagaimanapun stabilnya sepanjang masa penggunaannya,
dimensi pita ukur invar dapat berubah-ubah juga, sehingga
secara periodik harus dikalibrasikan.

e. EDM (Electronic Distance Meter)


EDM adalah alat ukur yang memanfaatkan gelombang
elektromagnetik sebagai unsur jarak yang diukur. Untuk
maksud tersebut diperlukan alat tambahan berupa reflektor
yang berfungsi untuk mengembalikan gelombang elektro-
magnetik tersebut ke alat agar dapat dilakukan proses per-
hitungan jarak yang diukur. Dengan demikian alat ukur jarak
ini memberikan informasi hasil ukurannya secara digital dan
dengan sendirinya memiliki ketelitian yang tinggi.

Pengukuran Jarak 21
Gambar 2.5 Electronic Distance Meter (Sinaga, 1997 : 86)

Keterangan :

1. tombol sudut vertikal 8. tombol sudut mendatar


2. tombol suhu dan tekanan 9. sajian koordinat ukuran
udara 10. sajian koordinat
3. konstanta prisma pengamat
4. tombol mode 11. tombol stake out
5. tombol signal 12. tombol reduksi tanjakan
6. sajian jarak ukuran 13. tombol pengukuran
7. pemasukan suhu dan tracking
tekanan 14. tombol On/Off

f. Instrumen Pengukuran Jarak yang Didasarkan pada


Metode Optik
Metode di mana suatu jarak antara dua buah titik
diukur secara tidak langsung, disebut takimetri (tacheometry).
Pada prinsipnya metode ini dilakukan dengan penempatan
sebuah instrumen ukur jarak pada ujung titik permulaan (atau
bagian yang telah diukur) dan instrumen tersebut diarahkan

22 Ilmu Ukur Tanah


pada titik sasaran yang ditempatkan pada ujung lainnya.
Dalam hal ini digunakan alat Theodolit lengkap dengan statif
dan rambu pembacaan (lebih lanjut lihat Alat Penyipat Datar).
Alat-alat bantu pengukuran seperti tersebut di atas
yang perlu dijelaskan adalah spedometer dan alat pengukur
sudut miring. Untuk alat bantu rambu ukur (baak pembacaan)
akan dijelaskan tersendiri pada pembahasan alat penyipat
datar.
g. Spedometer
Alat ini digunakan untuk menghitung jumlah langkah,
apabila kita akan mengukur jarak antara dua titik dengan
langkah kaki.
Spedometer ini bentuknya menyerupai arloji katalog,
dilengkapi dengan jarum. Tiap kali alat ini menerima getaran,
jarum akan bergerak menunjuk angka-angka yang tertera pada
bak spedometer itu, sedangkan arah putarannya searah dengan
arah putaran jarum jam.

Gambar 2.6 Spedometer (Noor & Hidayat, 1979 : 17)

Pengukuran Jarak 23
h. Alat Pengukur Sudut Miring
Untuk mendapat jarak mendatar dari jarak miring yang
diukur diperlukan sudut miring  dari lapangan. Sudut miring
 ini dapat ditentukan dengan alat pengukur sudut miring.
Banyak macam alat pengukur sudut miring yang dapat dibeli
di pasaran.
1) Alat pengukur sudut miring rangka kayu/besi
Alat pengukur sudut miring ini terdiri dari suatu rangka
yang berbentuk segitiga dari kayu atau dari besi. Pada salah
satu titik sudutnya digantungkan suatu batang dengan
engsel yang dibawahnya diperberat dan diberi bentuk ujung
anak panah. Ujung ini berjalan melalui suatu skala yang
dibuat pada pelat dengan bentuk busur lingkaran. Skala
pada busur lingkaran ini dibuat dengan cara empiris dan
harus menunjuk besarnya sudut miring . Akibat beratnya,
maka batang dengan tanda panahnya, akan selalu terletak
tegak lurus. Bila alas rangka segitiga itu ditempatkan di atas
garis yang mendatar ( - 0), maka anak panah berimpit
dengan garis nol skala, dan dengan menggunakan beberapa
harga  yang tertentu, dapatlah dibuat skala pada busur
lingkaran. Titik nol skala terletak di tengah-tengah busur,
sedangkan skala dengan angka-angkanya akan simetris
terhadap titik nol. Alat pengukur sudut miring rangka
kayu/besi dapat dilihat pada Gambar 2.7.

24 Ilmu Ukur Tanah


Gambar 2.7 Pengukur Sudut Miring Rangka Kayu/Besi
(Wongsotjitro, 1983 : 51)

2) Alat pengukur sudut miring menggunakan teropong


Alat pengukur sudut miring yang menggunakan suatu
teropong yang diperlengkapi dengan alat bidik. Teropong
dapat berputar dengan sumbu mendatar sebagai sumbu
putar dan bersama-sama dengan teropong dapat berputar
pula suatu rangka yang bagian bawahnya berbentuk busur
lingkaran. Busur lingkaran ini diberi skala yang menyatakan
sudut miring garis bidik teropong dalam derajat atau dalam
persen. Pada batang G disekrupkan suatu pelat P yang
diberi garis, yang digunakan untuk menentukan sudut
miring pada skala. Sudut miring garis bidik teropong sama
dengan angka skala yang berimpit dengan garis pada pelat
P. Cara pembuatan skala sama dengan alat pada gambar 2. 8.
Pada waktu digunakan, alat pengukur sudut miring ini
ditempatkan di atas tongkat seperti yalon. Untuk mengukur
sudut miring lapangan, teropong diarahkan ke titik yang
sama tingginya dengan teropong pada tongkat yang
ditancapkan di titik lain pada lapangan. Dengan
mengeraskan sekrup S keadaan teropong tetap, sedang pada

Pengukuran Jarak 25
skala dengan garis yang ada pada pelat P dapat dibaca
besarnya sudut miring.

Gambar 2.8 Pengukur Sudut Miring Menggunakan Teropong


(Wongsotjitro, 1983 : 52)

B. Pengukuran Jarak
Pengukuran jarak pada keadaan lapangan yang datar
tanpa halangan tidaklah menjadi masalah, namun jika
sebaliknya, yakni permukaan tanah yang akan diukur misalnya
berbukit, ada halangan sungai, danau, dan lain-lain, maka akan
timbul masalah yang harus dipecahkan dengan teknik
pengukuran tertentu. Persoalan ini akan dijelaskan lebih lanjut.
1. Pengukuran Jarak pada Lapangan Miring
a. Cara I
Kayu ukur jarak diletakkan mendatar. Kayu ukur pertama
ujung belakangnya disentuhkan pada titik P, diletakkan
mendatar dengan sebuah perantaraan nivo (waterpas) dan
di ujung mukanya diletakkan tali unting-unting yang akan
menggantung tegak lurus. Pada kaki unting-unting di atas
tanah diimpitkan ujung belakang kayu ukur kedua, sedang

26 Ilmu Ukur Tanah


pada ujung mukanya diletakkan lagi unting-unting yang
menggantung tegak lurus lagi. Pada kaki unting-unting ini
diletakkan ujung belakang kayu ukur pertama yang
dipindahkan dari belakang, dan seterusnya. Dengan
demikian dapat diukur jarak mendatar antara dua titik P
dan Q. Pada cara ini diperlukan : (1) dua kayu ukur, (2)
sebuah waterpas (nivo), dan (3) satu atau dua unting-unting.

Kayu ukur I

Waterpas (nivo)
P
Kayu Ukur II

Unting-unting
Kayu
ukur I

D
Q

Gambar 2.9 Pengukuran Jarak pada Lapangan Miring Cara I


(Wongsotjitro, 1983 : 47)

Tentunya pengukuran jarak pada lapangan miring


ini mempunyai kesalahan. Sumber-sumber kesalahan
adalah sebagai berikut :
1. Alat ukur jarak tidak atau kurang dibentangkan secara
horizontal.
2. Adanya angin yang meniup alat ukur jarak dan unting-
unting.
3. Pelurusan yang kurang benar.
Pengukuran Jarak 27
4. Kesalahan karena ketidaktepatan unting-unting
menunjuk titik akhir dari alat ukur jarak.
5. Panjang alat ukur yang tidak benar.
6. Kesalahan penghitungan jumlah bentangan.
7. Kesalahan pencatatan (recorder), dan lain-lain.
b. Cara II
Kayu ukur jarak seperti pada pengukuran lapangan
datar diletakkan di atas tanah, sehingga didapat ukuran
jarak miring antara dua titik P dan Q.

d = L cos 


Q
Gambar 2.10 Pengukuran Jarak pada Lapangan Miring Cara II
(Wongsotjitro, 1983 : 47)

Bila sudut miring lapangan antara titik P dan Q


diketahui besarnya () dan kayu ukur diketahui panjangnya (L)
yang diletakkan miring sesuai keadaan lapangan, maka jarak
mendatar didapat sebagai berikut :

Cos  =
d = L cos 
di mana :
d = Jarak mendatar
28 Ilmu Ukur Tanah
L = Jarak miring (diukur di lapangan)
 = Sudut kemiringan permukaan tanah
Untuk menentukan besar sudut  digunakan alat pengukur
sudut miring dengan cara sebagai berikut :
Alat pengukur sudut rangka kayu/besi
Alas rangka segitiga dipasang di atas permukaan tanah
yang akan diukur sudut miringnya. Dengan demikian
anak panah yang digunakan pada salah satu titik sudut
akan bergerak/berjalan dan menunjuk angka pada
busur lingkaran; angka yang ditunjuk itu sama dengan
besar sudut miring  yang akan dicari.

Gambar 2.11 Penggunaan Alat Pengukur Sudut Rangka


Kayu/Besi (Wongsotjitro, 1983 : 51)

Alat pengukur sudut menggunakan teropong


Alat pengukur sudut ini dipasang di atas yalon
(tongkat), teropong diarahkan ke titik yang sama
tingginya dengan teropong pada tongkat yang
ditancapkan di titik lain (misalnya : tingginya = h).
Dengan mengeraskan sekrup S pada teropong,
kedudukan teropong menjadi tetap, sedang pada skala
dapat dibaca besarnya sudut miring () yang akan
dicari.
Pengukuran Jarak 29
h
Alat (pasang di atas
Tongkat
P

h
Q

Gambar 2.12 Cara Penggunaan Alat Pengukur Sudut


Teropong

Pengukuran jarak cara II (kayu ukur diletakkan di


atas permukaan tanah miring), kemungkinan dapat
dilakukan bila kemiringan lapangan tidak terlalu berge-
lombang. Kayu ukur itu harus ditempatkan sejajar dengan
bidang permukaan tanah. Cara I hasilnya lebih teliti
dibanding cara II.

2. Pengukuran Jarak dengan Rintangan


Apabila jarak antara dua titik (A dan B) tidak dapat
diukur secara langsung akibat adanya danau, sungai, dan
bangunan-bangunan. Oleh karena itu tidak mungkin diadakan
pembidikan dan pengukuran langsung di lapangan, untuk itu
ditempuh cara sebagai berikut :

B D B

a. Antara Titik A dan Titik B terdapat Danau

A C A C
30 Ilmu Ukur Tanah

(a) (b)
Danau

B
B

C
A
A D
(c) (d)

B D B
E

C C

D
A E A

(e) (f)
Gambar 2.13 Pengukuran Jarak dengan Rintangan Danau
(Sosrodarsono, 1983 : 211)

Dari Gambar 2.13 dapat dilakukan pengukuran dengan


metode yang persamaannya sebagai berikut :
Gambar (a). Jika AC = BD, maka AB = CD
Pengukuran Jarak 31
Gambar (b). Jika AC dan BC diukur, AB =

Gambar (c). Jika AC dan BC diukur, AB =


Gambar (d). Jika AC, AD, BC, dan BD diukur, maka :
AB2 =

Gambar (e). Jika AC = CD dan BC = CE, maka AB = ED


Gambar (f). AC dan BC diukur.
Jika CD = , maka :
AB = n DE

b. Antara Titik A dan Titik B terdapat Sungai

B B

Sungai

D
A D A C
B

E B B
C
E
(a) (b)

C
F A
A D
C
A D
C E

32 Ilmu Ukur Tanah D

(c) E
(d) (e)
Gambar 2.14 Pengukuran Jarak dengan Rintangan Sungai

Berdasarkan Gambar 2.14 dapat dilakukan pengukuran jarak


dengan metode yang persamaannya sebagai berikut :
Gambar (a) Dengan titik C pada garis AB ditentukan titik
E sehingga EC  CA, tentukan titik D pada
garis BE sehingga DA  AC. Jika AC, AD,
dan CE diukur, maka : AB =

Gambar (b) Apabila AC  AB, D tertentu pada garis AC


dan E ditentukan pada garis BD sehingga

EC  DC, maka : AB =

Gambar (c) Dengan memilih titik D, AD, dan CD diukur.


Bila titik E dan F dipilih sedemikian sehingga
DE = AD dan DF = CD dan perpotongan
perpanjangan garis-garis FE dan BD adalah
G, maka : AB = EG

Pengukuran Jarak 33
Gambar (d) Apabila ditentukan titik C sehingga AB  AC
dan titik D ditentukan pada garis BA agar

 BCD = 90, maka : AB =

Gambar (e) Apabila titik C ditentukan agar  C = 90


pada segitiga ABC, titik D ditentukan agar
AD = AC dan dari D ditarik garis DE
sehingga  D = 90, maka : AB = AE
c. Antara Ttik A dan Titik B terdapat Bangunan
Apabila di antara titik A dan titik B terdapat
bangunan yang tidak memungkinkan pembidikan dan
pengukuran secara langsung, dapat digunakan metode
seperti terlihat pada Gambar 2. 15.

Bangunan
C
H F
F
A
G E G E
(a)

A
C
A C

34 Ilmu Ukur Tanah B


B D

(b) (c)
Gambar 2.15 Pengukuran Jarak dengan Rintangan Bangunan
(Sosrodarsono, 1983 : 212)

Gambar (a) Buat garis AC, kemudian buat BC  AC. AC


dan BC diukur, maka : AB =

Gambar (b) Garis-garis AC dan BD tegak lurus AB dan


AC = BD. Pada perpanjangan garis DC,
EF = CD, GE dan HF tegak lurus EF. Apabila
GE = HF = AC, maka GH terletak pada
perpanjangan BA dan AG = CE

Gambar (c) Garis BC dicari agar AB = AC dan  A = 90.


Titik D ditentukan pada perpanjangan BC.
Titik-titik E dan F ditentukan agar DF  BD,
DF = DB dan DE = DC. Titik G ditentukan
pada jarak yang sama dengan AC dari kedua
titik. Garis GF terletak pada garis BA dan
AG = CE

Pengukuran Jarak 35
C. Ketelitian Pengukuran Jarak
Berdasarkan Ilmu Hitung Kemungkinan dan
pengalaman dalam jangka waktu yang panjang, maka
kesalahan yang diperbolehkan pada waktu melakukan
pengukuran jarak dengan kayu ukur, pita ukur jarak baja, dan
rantai ukur dapat dinyatakan dengan rumus-rumus sebagai
berikut (Wongsotjitro, 1983 : 52) :
 Untuk lapangan yang mudah (datar) :

 Untuk lapangan yang agak sukar (lereng) :

 Untuk lapangan yang sukar (curam) :

di mana s merupakan kesalahan yang diperbolehkan dan D


panjang jarak yang diukur dalam meter. Untuk dapat
membayangkan besarnya s dengan berbagai jarak D dapat
dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Besar Kesalahan (s) dengan Berbagai Jarak (D)

D s1 s2 s3
(meter) (meter) (meter) (meter)
36 Ilmu Ukur Tanah
20 0,092 0,103 0,114
30 0,103 0,117 0,131
40 0,113 0,129 0,146
50 0,122 0,141 0,160
60 0,130 0,152 0,173
70 0,138 0,162 0,185
80 0,146 0,171 0,197
90 0,153 0,181 0,209
100 0,160 0,190 0,220
150 0,193 0,232 0,272
200 0,223 0,271 0,320
250 0,252 0,308 0,365
300 0,279 0,343 0,408
350 0,305 0,377 0,450
400 0,330 0,410 0,490
450 0,355 0,442 0,530
500 0,379 0,474 0,568
Sumber : Wongsotjitro, 1983 : 53
Dengan rumus untuk s atau daftar di atas dapat
ditentukan ketelitian pengukuran jarak. Bila kesalahan yang
dibuat lebih besar dari pada harga-harga yang ditentukan oleh
rumus, maka pengukuran jarak harus diulangi lagi.

D. Kesalahan Pengukuran Jarak


Dalam pengukuran jarak, mungkin saja terjadi
kesalahan hasil pengukuran. Beberapa penyebab kesalahan
dalam pelaksanaan pengukuran akan dijelaskan berikut ini.
Wongsotjitro (1983 : 53) membagi kesalahan peng-
ukuran jarak menjadi kesalahan yang teratur dan kesalahan
yang tidak teratur. Kesalahan yang teratur adalah kesalahan
panjang alat ukur jarak yang digunakan, kesalahan karena
tidak tepatnya menempatkan alat ukur jarak pada garis yang
akan diukur, kesalahan pada mendatarkan alat ukur jarak,
lenturan alat ukur jarak, dan sebagainya. Sedangkan kesalahan

Pengukuran Jarak 37
yang tidak teratur adalah tidak tepatnya mengimpitkan kedua
ujung alat ukur jarak dari kesalahan pada pembacaan titik akhir
alat ukur jarak.
Selanjutnya Sinaga (1997 : 94) mengemukakan beberapa
penyebab kesalahan pengukuran jarak sebagai berikut :
1. Kesalahan Ukur
Sesungguhnya kesalahan ini tidak dapat ditoleransi, sehingga
setiap kesalahan yang tidak dapat dipertang-gung-jawabkan
harus dibuang dari buku ukur serta pengukuran diulangi
kembali. Untuk menghindari kesalahan ini umumnya
dianjurkan melakukan pengukuran dua kali, yaitu dari kedua
titik yang menghubungkan garis lurus dan horizontal tersebut.
2. Kesalahan Konstan
Sebagai akibat dari beberapa faktor yang tidak mungkin
dihindarkan, baik pada peralatan ukur maupun kondisi fisik di
lapangan, maka umumnya hasil pengukuran akan mempunyai
kesalahan yang besarnya konstan. Kesalahan-kesalahan ini
meliputi :
a. Penyimpangan (misalignment) dari Pita Ukur
Apabila pada suatu jalur pengukuran terdapat sebuah
rintangan kecil sehingga pengukuran terpaksa menghindar
dari rintangan tersebut, maka akan terjadi penyimpangan
seperti yang terlukis pada Gambar 2.16.

D
d d
A B
1 2
e e
1 2
Gambar 2.16 Penyimpangan yang Terjadi pada Pita Ukur

38 Ilmu Ukur Tanah


Pelaksanaannya dilakukan penyimpangan sebesar e dan
diukur jarak-jarak d1 dan d2. Jarak sebenarnya : D

= d1 + 2 +2 + ......

b. Standarisasi Peralatan
Sudah dimaklumi bahwa usia, benturan, dan pemakaian
alat yang berkepanjangan akan membawa akibat pada
ketelitian alat itu. Namun dengan teknik peneraan dari
setiap pita ukur yang akan dipakai terhadap pita standar
(yang diakui kebenarannya), dapat menghilangkan
kesalahan tersebut, maka koreksi kalibrasi :
Kk = c du
di mana :
c = Konstanta kalibrasi
du = Jarak yang diukur
Dengan demikian sebelum pita ukur dipakai perlu ditera
(dikalibrasi) lebih dahulu untuk menentukan nilai c dengan
membandingkan pita ukur standar.
c. Suhu Udara
Umumnya pemakaian pita ukur dari bahan logam akan
sangat dipengaruhi oleh suhu udara pada saat pengukuran
berlangsung, sehingga hasil pengukuran perlu dikoreksi
sebagai berikut :
Ks = d c (t – ta)
dimana :
d = Jarak yang diukur
c = Koefisien muai
t = Suhu lapangan
ta = Suhu standar (baku)
d. Tegangan Pita Ukur

Pengukuran Jarak 39
Umumnya pita ukur dibuat dari bahan logam, mempunyai
massa yang cukup besar, dan semakin besar dengan
bertambahnya rentangan pita tersebut. Koreksi yang dapat
diberikan pada hasil pengukuran adalah :
Kt = d (T – Ts)/AE
dimana :
T = Tegangan lapangan
Ts = Tegangan standar (baku)
E = Modulus elastis
A = Luas penampang pita ukur
d = Jarak yang diukur
Usahakan agar panjang rentangan dibuat sekecil mungkin
untuk menghindari regangan yang terjadi dan berakibat
pada penambahan panjang pita yang bersangkutan.
e. Kemiringan Pengukuran (Permukaan Tanah)
B

d ukur h

A
d dikoreksi
Koreksi :
Km = - h2/2 d ukur
Gambar 2.17 Kemiringan Pengukuran
f. Kelengkungan Pita
Kelengkungan pita sering terjadi sebagai akibat dari berat
pita ukur sendiri, secara umum koreksi kelengkungan
adalah :

Kd =

40 Ilmu Ukur Tanah


dimana :
W=

h
y
d ukur

Gambar 2.18 Kelengkungan Pita

3. Kesalahan Pengukur
Kesalahan ini terjadi disebabkan oleh kelemahan yang
dimiliki pengukur pada penglihatan dan rasa, yaitu pada saat
memberikan tanda pada titik pengukuran dan membaca hasil
pengukurannya. Hal ini dapat dibuktikan dengan melakukan
pembacaan dengan orang yang berbeda, maka akan didapat
hasil yang berbeda pula.
Kesalahan ini sesungguhnya terdiri atas dua bagian,
yaitu : (1) bagian yang tetap (konstan) dan (2) bagian yang
bervariasi. Bagian yang tetap terjadi akibat dari kebiasaan atau
kecenderungan seseorang melakukan kesalahan yang sama.
Bagian yang bervariasi terjadi sebagai akibat dari gejala emosi
pengukur yang berpengaruh sesaat, yaitu pada pengukuran itu
saja.
Mengingat sumber-sumber kesalahan seperti tersebut di
atas, maka ada baiknya bila pada waktu mengerjakan
pengukuran hal-hal itu mendapat perhatian dan dikerjakan
dengan sebaik-baiknya.

B. MEMBUAT GARIS LURUS DI LAPANGAN


Pengukuran Jarak 41
Bagian penting pada pengukuran suatu bidang tanah
adalah membuat garis lurus. Dapat dimengerti bahwa garis
lurus ini tidak dapat dibuat seperti menarik garis lurus di atas
kertas.
Garis lurus yang dibuat, harus diketahui kedua titik
ujungnya. Untuk menentukan garis lurus ini, maka ditentukan
titik-titik di lapangan yang terletak di garis lurus yang meng-
hubungkan dua titik ujung dengan jumlah yang cukup banyak,
sehingga garis lurus itu kelihatan dengan jelas. Titik-titik ini
dinyatakan dengan yalon. Tiap-tiap bagian garis lurus yang
terletak antara dua yalon dianggap sebagai garis lurus.
Syarat utama untuk mencapai ketelitian yang cukup
besar ialah tiap-tiap yalon harus terletak tegak lurus, sehingga
selalu diusahakan supaya semua yalon diletakkan tegak lurus
dengan menggunakan garis sudut-garis sudut gedung-gedung
atau, bila ada dengan nivo yalon.

Beberapa cara membuat garis lurus di lapangan :

Membuat Garis Lurus antara Dua Titik


Antara dua titik P dan Q harus dibuat garis lurus dengan
menentukan titik-titik a, b, c, dan selanjutnya diletakkan
sedemikian rupa, sehingga titik-titik itu terletak di garis lurus PQ.
P Q
A b c d
Gambar 4.1 Membuat Garis Lurus antara Dua Titik

42 Ilmu Ukur Tanah


Untuk pekerjaan ini diperlukan dua orang. Orang
pertama berdiri di sebelah kiri titik P, pada titik mana ditem-
patkan suatu yalon. Orang yang kedua membawa beberapa
yalon. Yalon yang akan ditancapkan ke dalam tanah dipegang
antara ibu jari dan jari telunjuk, sehingga dapat berdiri tegak.
Melalui petunjuk orang pertama, yalon yang akan ditancapkan
di titik a harus digeser sedemikian rupa, sehingga yalon itu
kelihatan terletak di satu garis dengan yalon-yalon di titik P
dan Q. Orang pertama hanya dapat melihat yalon P, sedang
yalon a dan yalon Q tidak kelihatan sama sekali. Tanda bahwa
yalon a telah terletak di satu garis lurus dengan P dan Q, ialah
oleh orang yang berdiri di sebelah kiri yalon P ketiga yalon itu
kelihatan sebagai satu yalon.
Setelah yalon a ditanam, maka orang pertama pindah ke
sebelah kiri yalon a dan orang kedua dengan petunjuk orang
pertama menanam yalon b. Pekerjaan ini dilanjutkan dengan
yalon-yalon c, d, dan seterusnya.

Memperpanjang Garis Lurus


Memperpanjang garis lurus PQ dapat dilakukan oleh
satu orang. Yalon ditempatkan di titik a, sehingga yalon a, Q,
dan P kelihatan satu, karena yalon P, yalon Q, dan yalon a
berimpit. Demikian pula dikerjakan dengan yalon b, maka yalon
P, yalon Q, yalon a, dan yalon b kelihatan berimpit.
P Q
a b

Gambar 4.2 Memperpanjang Garis Lurus

Membuat Garis Lurus antara Dua Titik pada


Suatu Bangunan
Bila titik-titik P dan Q diletakkan di lapangan, sehingga orang tidak dapat berdiri di
belakangnya untuk dapat melihat ke titik lainnya, seperti misaInya titik P dan Q adalah
titik-titik suatu gedung besar. Untuk itu diperlukan lagi dua orang untuk menempatkan
titik-titik yang terletak di satu garis dengan P dan Q dan yang terletak antara P dan Q.

Pengukuran Jarak 43
Satu orang memegang yalon a dan orang lainnya
memegang yalon b. Orang yang kedua menempatkan yalonnya
di titik b1, dan menyuruh orang pertama menempatkan
yalonnya di titik a1, sehingga orang kedua melihat tiga titik b l,
a1, dan P di satu garis lurus.

Gambar 4.3 Membuat Garis Lurus antara Dua Titik pada


Gedung

Orang pertama yang menanam yalon a1 melihat, bahwa


yalon b1 tidak terletak di satu garis a 1 – Q. Mintalah orang
kedua dengan petunjuk orang pertama memindahkan yalonnya
ke b2, sehingga orang pertama dapat melihat, bahwa a 1, b2, dan
Q terletak di satu garis lurus.
Orang yang kedua meneliti yalon a1 yang kelihatan dari
b2 tidak segaris lurus dengan P. Dengan petunjuk orang kedua
Yalon a1 dipindahkan ke a2, sehingga b2 dan P terletak di satu
garis lurus.
Secara bergiliran saling meneliti, maka dengan cepat
didapat titik-titik a3 dan b3 yang letaknya di satu garis lurus PQ.

Membuat Garis Lurus antara Dua Titik yang


Terhalang Bangunan
Keadaan lain yang menyulitkan pembuatan garis lurus di lapangan,
ialah bila antara titik-titik ujung P dan Q terdapat suatu bangunan
berupa rumah atau tanam-tanaman, sehingga satu titik ujung tidak
kelihatan dari titik ujung lainnya. Pembuatan garis lurus PQ
dengan menentukan titik-titik di antara P dan Q dapat dilakukan
dengan dua cara.

44 Ilmu Ukur Tanah


Gambar 4.4 Membuat Garis Lurus yang Terhalang Bangunan
Cara I

Pada cara pertama, dibuat suatu garis lurus lainnya


yang sejajar dengan PQ. Pilihlah titik A dan titik B sedemikian
rupa, hingga jarak dari P dan Q ke garis lurus AB sama
panjangnya = p. Dengan demikian haruslah dibuat  PAB dan
 QBA kedua-duanya 90. Cara membuat sudut siku-siku
dapat dilihat pada Bab III.
Tentukan titik-titik a, b, c, dan d. Selanjutnya di garis lurus AB
buatlah pada titik-titik ini garis tinggi, garis yang dibuat sama
dengan p. Maka didapatlah titik-titik a', b', c', d', dan selanjutnya
yang merupakan titik-titik dari garis lurus PQ.
Pada cara kedua, tentukan titik A di lapangan yang
letaknya sedemikian rupa, hingga titik P kelihatan dari titik A.
Buatlah di lapangan garis lurus PA dengan titik-titiknya a, b, c,
dan d. Tentukan dengan cara yang sama jarak p dari titik Q ke
garis lurus PA.
Hitunglah berturut-turut :
; ; dan

Buatlah jarak p1, p2, p3, dan p4 sebagai garis tinggi berturut-turut
di titik a, b, c, dan d, maka didapatlah titik-titik a', b', c', dan d'
yang letaknya di garis lurus PQ.

Pengukuran Jarak 45
Berikutnya dibuat sudut-sudut di titik-titik a, b, c, dan d yang
besarnya sama dengan 90.
Cara kedua ini memerlukan hitungan jarak-jarak p1, dan
seterusnya. Bila garis PQ panjang, maka banyak pula hitungan
yang harus dilakukan. Pada cara pertama tidak ada hitungan
yang harus dikerjakan, karena jarak-jarak yang harus dibuat
pada lapangan sama panjangnya dengan jarak p yang
ditentukan.

Gambar 4.5 Membuat Garis Lurus yang Terhalang Bangunan


Cara II

46 Ilmu Ukur Tanah

Anda mungkin juga menyukai