Anda di halaman 1dari 40

 

TUG S RESUME B J

Disusun Oleh :

MUHAMMAD SALIM RAMADHAN

1117030029

2 GEDUNG 3

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA


 

Pendahuluan

Material baja mempunyai kemampuan sama dalam memikul gaya Tarik atau gaya tekan. Mutu bahannya juga relatif
tinggi, sehingga dimensinya cenderung langsing. Untuk elemen struktur seperti itu , maka pemakaian baja hanya efisien
terhadap tarik.

Batas kelangsingan

Karena mutu material baja relatif tinggi, dimensi batang tariknya bisa sangat langsing. Secara teoritis batang tarik ttidak
idak
mengalami tekuk, oleh karena itu AISC (2010) tidak membatasi kelangsingan, hanya disarankan L/r ≤ 300. Saran
didasarkan pengalaman praktis segi ekonomis, kemudahan pembuatan, dan resiko rusak kecil selama konstruksi.

Konsep perencanaan.

Hal yang mendominasi batang tarik produksi massal diatas adalah basambungan, yang terlihat lebih besar dari batang
tarik itu sendiri. Selain itu material keduanya berbeda, sepintas material sambungan dipilih yang mutunya lebih tinggi
dibandingkan batand yang disambung. Itu menunjukan bahwa sambungan merupakan bagian yang penting, sehingga
perlu diperbesar, tanpa dianggap pemborosan

Adanya konsentrasi tegangan yang nilainya beberapa kali lebih besar dari tegangan rencana diatasi oleh material
daktail ( ada tegangan leleh Fy ).

Adanya strain-hardening material menyebabkan kekuatannya dapat ditingkatkan sebesar tegangan (Fu) atau kuat
tariknya

Perilaku keruntuhan Fy dan Fu tidak sama, oleh karena itu diberikan faktor keamanan yang berbeda, yang tercemin
pada faktor ketahanan tarik ( φ) yang diberikan.

Kuat tarik nominal

Kuat tarik rencana φtPn dengan φt sebagai faktor ketahanan tarik, dan Pn sebagai kuat aksial nominal, adalah nilai
terkecil dari dua tinjauan batas keruntuhan yang terjadi pada penampang utuh, dan penampang berlubang

Kuat tarik penampang utuh terhadap keruntuhan leleh (yield) :

Pn = Fy Ag 

φt = 0.9 terhadap keruntuhan leleh

Ag = luas penampang utuh/kotor (gross)

Kuat tarik penampang berlubang (ditempat sambungan) akan memanfaatkan perilaku strain-hardening (peningkatan
tegangan) yang berkonsentraisi di sekitar lubang.

Pn = Fu Ae = Fu An U

φt = 0.75 terhadap keruntuhan fraktur

An = luas penampang bersih (netto), dikurangi lubang

Ae = luas penampang efektif

U = faktor shear lag

Nilai Fy dan Fu tergantung mutu material, yaitu kuat leleh dan kuat tarik minimum (kuat batas) dari bahannya.
Keruntuhan leleh (yield) tingkat daktilitasnya lebih tinggi dari keruntuhan fraktur, oleh sebab itu faktor ketahanan tarik
(φt) antara keduanya berbeda. Faktor keamanan untuk fraktur tentunya lebih tinggi.

KONSEP LUAS PENAMPANG


 

Pengaruh lubang dan cara penyambungan 

Parameter An dan Ae tergantung dari sistem sambungan. Untuk itu sebaiknya perencanaan batang tarik dan
sambunggannya harus bersama karena saling terkait. Dapat diungkapkan dalam uraian berikut :

1.  Reduksi luas penampang batang tarik akibat lubang untuk alat sambung. Sehingga ada istilah luas penampang
utuh atau gross ( Ag) dan luas penampang netto (An). yaitu luasan setelah memperhitungkan pengaruh
pengar uh lubang.
Oleh karena itu sambungan las lebih baik karena Ag = An tidak memiliki reduksi luasan 
2.  Efektifitas sambungan pada pelaksanaan, akibat keperluan
ke perluan untuk kemudahan pelaksanaan atau keterbatasan
alat sambung, maka bidang permukaan penampang batang tarik tersebut tidak semuanya tersambung
ter sambung secara
sempurna. Kondisi itu tentu akan menimbulkan aliran tegangan yang tidak merata, disebut efek shear-lag dan
harus diperhitungkan karena mempengaruhi kinerja batang tarik. Selanjutnya luas penampang batang tarik
setelah diperhitungkan efek shear-lag disebut luas penampang efektif, Ae, yang merupakan fungsi luas
penampang netto berikut. 

Ae = An U

Ketentuan diatas berlaku pada batang tarik, bukan sambungan. Karena sistem struktur keseluruhan akan tergantung
pada bagian terlemah, maka sabungan herus mempunyai kekuatan lebih dibanding batang tarik. Itulah kenapa
perencanaan batang tarik dan sambungan harus terintegrasi dan konsisten.

Diameter lubang baut – real dan imajiner

Kekuatan batang tarik sangat dipengaruhi oleh lubang. Parameter yang mewakili hal tersebut dalam desain adalah luas
penampang netto (Ag) atau lubang penampang bersih setelah dikurangi lubang

Untuk menghitung luas penampang netto An maka diameter baut ditambah 1/16 in (2 mm) lebih besar dari diameter

lubang nominal.
Jadi pada lubang batang tarik ada tiga parameter. Yaitu diameter baut, diameter lubang nominal, dan diameter lubang
imajiner untuk perhitungan dengan luas penampang netto.

Diameter lubang nominal adalah diameter lubang real terpasang. Besarnya tergantung baut (d), yang nilainya sesuai
tabel (AISC 2010) untuk menghitung luas penampang netto dipakai luas penampang imajiner, yaitu d + 1/16 in atau d +
1/8 in, untuk sauan SI adalah d + 2 + 2 (mm)

Lubang-lubang berpola staggered

Diameter lubang baut relatif kecil dibanding dimensi penampang, tetapi jika jumlahnya banyak dan berdekatan tentu
berpengaruh. Lubang-lubang segaris, tegak lurus arah gaya, maka An adalah luas penamang kecil pada potongan
dengan lubang terbanyak
 

 
Untuk mencari penampang kritis lubang berpola staggered , perlu meninjau berbagai kemungkinan potongan
penampang yang terjadi. Panjang bersih dihitung dari tinggi penampang dikurangi jumlah lubang (yang terdapat pada
 jalur potongan), ditambah pengaruh diagonal
diagonal (jarak s dan g diagonal bisa berbeda tergantung detailnya)
de tailnya) yang dihitung
dengan pendekatan memakai rumus berikut :

s2/4g

s adalah jarak lubang as-ke-as arah menanjang (searah gaya), dan

g adalah jarak lubang as-ke-as arah tranversal (tegak lurus gaya)

contoh soal :

pelat baja, dibebani tarik di dua sisinya, lebar 90mm, tebal 10mm, panjang sembarang (tidak berpengaruh). Pada pelat
baja ada 5 lubang Ø 24mm secara staggered/zigzag dengan maksud agar optimal. Hitunglah luas penampang netto

 jawab :

ukuran lubang Ø 24mm diatas adalah diameter nominal, yaitu diameter pengeboran di bengkel, yang direncanakan
untuk baut Ø 22mm (ada toleransi pemasangan). Untuk memasukkan pengaruh kerusakan akibat mesin
pelubang/punch maka ditambah 2mm, menjadi diameter lubang imajiner sebesar 26mm.

cari potongan yang menghasilkan penampang lurus atau penampag dengan nilai An terkecil

tinjau potongan a-b-c (1 lubang) : An = (90-26)x10 = 640 mm 2 

tinjau potongan d-e-f-g yang memotong 2 lubang secara diagonal, sehingga pengaruhnya harus dimasukan sebagai
berikut :

An = (90-2x26)x10 + 302/(4x40)x10 = 436.25 mm 2 

Ternyata potongan melalui lubang secara diagonal memberi An yang terkecil, yang menentukan (kritis). Pola staggered  
 jika dipelajari, maka yang mempengaruhi adalah besarnya sudur
sudur diagonal terhadap arah gaya. Jadi semakin besar
sudut (maks. 90O), maka kinerja batang akan semakin terpengaruh. Tujuan memakai pola staggered  umumnya
 umumnya adalah
penghematan ruang. Meskipun demikian, tidak setiap konfigurasi
ko nfigurasi dari pola staggered  pasti
 pasti akan memberikan
keuntungan yang maksimal.

Untuk mempelajari pengaruh konfigurasi lubang, maka


m aka beberapa pola lubang akan dievaluasi dan dibandingkan satu
sama lain.
 

 
Pada pola staggered   akan
akan dihitung luas penampang netto dengan diameter lubang imajiner = 24 + 2 = 26mm

Pola a): non-staggered , hanya 1 potongan yang perlu ditinjau,

a-b-c : An = (90-26)x10 = 640mm 2 (100%) sebagai acuan

Pola b): staggered , ada 2 potongan yang harus ditinjau

a-b-c : An = (90-26)x10 = 640mm 2 

d-e-f-g : An = (90-2x26)x10 + 522/(4x30)x10 = 605mm2 (95%)*

pola c): staggered, ada 2 potongan yang harus ditinjau

a-b-c : An = (90-26)x10 = 640mm 2 

d-e-f-g : An = (90-2x26)x10 + 302/(4x45)x10 = 430mm2 (67%)*

pola d): non-staggered , hanya ada 1 potongan yang perlu ditinjau

a-b-c-d : An = (90-2x26)x10 = 380mm 2 (59%)

catatan : (*) jalur yang menentukan keruntuhan

pola staggered tidak sebidang

batang tarik umumnya memakai baja berbentuk profil (bukan pelat datar). Pemasangan bautnya juga bisa staggered  
tetapi tidak sebidang. Untuk perhitungan, perlu dibuat bidang ekivalen berdasarkan pada garis berat elemen profil atau
bidang di tengah tebal masing-masing elemen profilnya sebagai berikut
 

contoh, ditinjau penempatan lubang pada dasarnya bebas saja, sehingga bisa saja pada kondisi tertentu terjadi
terj adi pola
staggeed. Adapun bidang ekivalen untuk membantu dalam memperhitungkan luas penampang netto.

Lubang untuk baut Ø 20mm, sehingga lubang nominal 20 + 2 = 22mm, yaitu ukuran dengan memperhitungkan
m emperhitungkan
toleransi pelaksanaan. Untuk pengaruh kerusakan akibat bor atau punching dianggap ada diameter imajiner, yaitu 22 +
2= 24mm

Jalur a-b-d-e : non-staggered , 2 lubang yang ditinjau

An = 2867-2x24x12 = 2291mm2 ≈ 80% Ag 

Jalur a-b-c-d-e : staggered, 3 lubang dan 2 diagonal yang ditinjau

An = 2867-3x24x12 + 352/(4x50)x12+352/(4x88)x12 = 2118mm2 ≈ 74% Ag*

Catatan (*) yang menentukan, sebagai penampang kritis

Faktor shear-lag dibuat untuk mengantisipasi adanya ketidaksempurnaan sambungan, yaitu jika ada elemen
penampang yang tidak tersambung, sehingga distribusi tegangan menjadi tidak merata dan ada konsentrasi tegangan
reduksi  untuk memperhitungkan kondisi
yang akan mengurangi kinerja. Faktor shear-lag dalam hal ini adalah  faktor reduksi 
tersebut.

Tabel berikut memuat faktor shear-lag (U) dari berbagai konfigurasi sambungan batang tarik.
t arik. Rumusan terlihat
sederhana meskipun demikian telah teruji pada ±100 sampel sambungan dengan baut dan paku keling. Walaupun
terjadi simpangan, hanya terjadi sekitar 10% saja (Munse-Chesson, 1963).
1963 ). Penelitian terkini masih mendukung
pendekatan tersebut.
 

 
Ilustrasi perencanaan batang tarik

Kinerja batang tarik ditentukan oleh efektifitas kuat penampang, yang diwakili oleh tiga kondisi luasan, yaitu Ag , An dan
 Ae . Serta kinerja sistem sambungan yang digunakan. Kedua parameter diatas saling terkait. Jadi pada daerah
sambungan perlu ditinjau parameter An (luas netto dikurangi lubang) dan Ae (pengaruh shear-lag terhadap luas netto
tersebut). Seorang insinyur harus tahu sistem sambungan yang digunakan. Untuk hal itu, ditinjau tiga konfigurasi
batang tarik sebagai berikut

Dari gambar tersebut dapa dievaluasi sebagai berikut :

Struktur Tipe-A dan Tipe-B mempunyai sistem sambungan yang sama. Dari potongan c-c, terlihat
t erlihat bahwa keseluruhan
penampang profil H dapat tersambung penuh, jadi faktor shear-lag atau U=1.
 

Kuat tarik rencana Tipe-A adalah 0.9 FyAg, sedangkan Tipe-B adalah 0.9 FyAg atau 0.75 FuAe, pilih yang nilainya terkecil.

Material baja modern saat ini banyak yang mensyaratkan Fy/Fu ≤ 0.8.

Beban tarik berdasarkan kriteria leleh (yield ) penampang utuh

P u = 0.9 F y 
y A
  g 

Beban tarik berdasarkan kriteria fraktur penampang berlubang.

P u = 0.75 F u Ae

Karena Ag = An, juga F y 
y =
   = 0.8 F u dan F u = 1.25 F y y,  maka

An = 0.9 Fy Ag / ( 0.75 x 1.25 Fy ) = 0.96 Ag 


Jika luas lubangnya tidak lebih dari 4% luas penampang utuh (Ag) maka keberadaannya dapat diabaikan, atau tidak
mempengaruhi kinerja dalam memikul beban tarik.

Pada Tipe-C, akibat sambungan, yang dipilih hanya menyambung sebagian elemen tarik maka pada daerah sambungan
tersebut akan terjadi perubahan aliran tegangan tarik yang tidak
t idak menerus, sehingga U < 1, yang be rarti Ae < An , tetapi
berarti
untuk prediksi awal dapat digunakan tabel 4.1, dimana diperoleh nilai U = 0.6 
0.6 - 0.7. diambil 0.7, maka kekuatan struktur
Tipe-C dibanding Tipe-A, berbeda pada kriteria frakturnya, sehingga :

P u = 0.75 F u Ae 

y   x 0.7 Ag = 0.656 F y Ag


P u = 0.75 x 1.25 F y 

  g,
Kekuatan struktur Tipe-A pada dasarnya sama dengan kekuatan batang dengan penampang utuh, yaitu, P u = 0.9 F yy  A
maka kinerja Tipe-C hanya 0.656/0.9 ≈ 0.73 dari struktur Tipe-A.

Contoh perencanaan batang tarik

II.  KONSEP
DESAIN Soal 2 :

Penyelesaian :

Penentuan beban kerja (Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983) :


 Penutup atap (genteng) = 50 kg/m2
= 0,50 kN/m2
  Air hujan = 40 - (0,8* ) dengan  = kemiringan atap
O
= 40 - (0,8*29) = 29
= 17 kg/m2
= 0,17 kN/m2 -----> Bidang datar
  Angin = 25 kg/m2 * ka dengan ka = koefisien angin
= 25*0,18 kg/m2 = (0,02* ) - 0,4
= 4,50 kg/m2 = (0,02*29) - 0,4
= 0,05 kN/m2 = 0,18
(Arah tegak lurus bidang atap) (Nilai positif berarti
menekan bidang atap)
Penentuan berat sendiri gording (tabel profil baja)
Profil lipped channel C 150x50x20x3,2 = 6,76 kg/m'
= 0,07 kN/m'

Kedudukan dan posisi gording pada kuda-kuda :



  Jarak antar gording 1,80 meter
 

   Posisi gording miring ( = 29O) mengikuti kemiringan atap  


 

 
1,80 m

290

1,57 m

w sin 290

290

0
w cos 29

Perhitungan beban mati (D), beban hidup (L), beban air hujan (H) dan beban angin
(W). Arah beban dibagi ke dalam dua sumbu (terhadap sumbu x dan sumbu y)

  Genteng D1 = 0,50 * 1,80 = 0,90 kN/m


Berat lipped channel D2 = 0,07 kN/m
Total D = 0,97 kN/m
 

  Beban mati terhadap sumbu x, Dx = D cos 29O


= 0,97 * 0,87
= 0,84 kN/m
Beban mati terhadap sumbu y, Dy = D sin 29O
= 0,97 * 0,48
= 0,47 kN/m

  Air hujan H = 0,17 * 1,57 = 0,27 kN/m


O
Beban air hujan terhadap sumbu x, Hx = H cos 29
= 0,27 * 0,87
= 0,23 kN/m
Beban air hujan terhadap sumbu y, Hy = H sin 29O
= 0,27 * 0,48
= 0,13 kN/m

  Angin W = 0,05 * 1,80 = 0,09 kN/m


Beban angin bekerja tegak lurus bidang atap maka,
Beban angin terhadap sumbu x, Wx = W
= 0,09 kN/m
Beban angin terhadap sumbu y, Wy = 0,00

Perhitungan beban terfaktor :


 Terhadap sumbu x, U1 = 1,4 Dx

=  1,4 * 0,84
=  1,18kN/m 

=  (1,2 * 0,84) + (1,6 * 0) + (0,5 * 0,23)


=  1,12kN/m 

=  (1,2 * 0,84) + (1,6 * 0,23) + (0,8 * 0,09)


=  1,45kN/m 

=  (1,2 * 0,84) + ( 1,3 * 0,09) + (0,5 * 0,23)

=  1,24  kN/m

 Terhadap sumbu y, U1 = 1,4 Dy


= 1,4 * 0,47
= 0,66 kN/m
U2 = 1,2 Dy + 1,6 Ly + 0,5 Hy
= (1,2 * 0,47) + (1,6 * 0) + (0,5 * 0,13)
= 0,63 kN/m
U3 = 1,2 Dy + 1,6 Hy + 0,8 Wy
= (1,2 * 0,47) + (1,6 * 0,13) + (0,8 * 0)
= 0,77 kN/m
U4 = 1,2 Dy + 1,3 Wy + 0,5 Hy
= (1,2 * 0,47) + ( 1,3 * 0) + (0,5 * 0,13)
 

  = 0,63 kN/m

Beban terfaktor yang menentukan yaitu :


 Terhadap sumbu x, U3 = 1,45 kN/m
 Terhadap sumbu y, U3 = 0,77 kN/m
 

III.  BATANG
TARIK Soal 4 :

Sistem sambungan pada profil baja siku 150.100.10, diameter nominal alat penyambung
dn = 25 mm. Hitunglah luas penampang netto.

Gambar 4.6. Profil siku, dengan sambungan berselang-seling

Penyelesaian :

Diameter baut dn = 25 mm
Diameter lubang, d = (dn + 3) mm -------> dn > 24 mm
= 25 + 3
= 28 mm
Tebal pelat siku, t = 10 mm
ga = 60 mm
gb = 55 mm
u1 = 60 mm
u2 = ga + gb - t
= (60 + 55) - 10
= 105 mm
s = 75 mm
Luas profil, Ag = 2420 mm2 --------> lihat tabel profil siku

a.  Potongan a - b

=  2420 - (2 x 28 x 10)
=  1860mm2 

b.  Potongan a - c - b
Terdapat 3 lubang (n = 3)

=  2420 - (3 x 28 x 10) + (75 2 x 10)/(4 x 60) + (75 2 x 10)/(4 x 105)
=  1948,3 mm2
 

b.  Potongan a - c - d
Terdapat 3 lubang (n = 3)

=  2420 - (3 x 28 x 10) + (75 2 x 10)/(4 x 60) + (75 2 x 10)/(4 x 105)
=  1948,3 mm2

Diambil Anet terkecil maka,


 A 
 net = 1860mm2
Syarat A net
net menurut SNI 03-1729-2002 Pasal 10.2.1. yaitu,

 A net    85% x Ag  mm2


=  85% x 2420 mm2
=  2057  mm2  -------> Tidak memenuhi

Solusi :

a.  Diameter paku dikecilkan.


b.  Susunan paku pada satu potongan vertikal dirobah dari 3 (tiga) buah menjadi 2 (dua) buah.
 

Soal 5 :

Hitunglah luas netto dari profil CNP 20 seperti tampak pada gambar di bawah. Baut
yang digunakan berdiameter 16 mm.

Soal 6 :

Hitung luas netto efektif (Ae) dari penampang IWF Gambar 4.11 di bawah ini.

 Apabila baut yang digunakan berdiameter 1/2" (12,7 mm).


 

Penyelesaian :

Penentuan letak garis netral penampang setengah profil IWF,

y 300

II 15

I 13
5

10 x

bi hi Fi xi yi Fi . xi Fi . yi
Elemen
(mm) (mm) (mm2) (mm) (mm) (mm3) (mm3)

I 10 135 1.350 150 67,5 202.500 91.125


II 300 15 4.500 150 142,5 675.000 641.250
 5.850  877.500 732.375
 

Titik berat profil, x =  Fi . xi)/( Fi) = 877500/5850 = 150,0 mm


y =  Fi . yi)/( Fi) = 732375/5850 = 125,2 mm
y

125,
2

10

Maka,x = 150 - 125,2


= 24,8 mm
L = 50 + 50
= 100 mm

U = 1 - (x/L)  0,90
= 0,75  0,90 ------> Memenuhi

Luas penampang profil IWF, Ag = 11980 mm2


Diameter baut, dn = 12,7 mm
Diameter lubang, d = dn + 2
= 12,7 + 2
= 14,7 mm
Tebal profil (bagian flens), t = 15 mm
Posisi baut sejajar (tidak berselang-seling)
Jumlah baut dalam 1 potongan, n = 4 buah

Sehingga, net = Ag  – (n . d . t)


= 11980 - (4 x 14,7 x 15)
= 11098 mm2

Syarat A net
net menurut SNI 03-1729-2002 Pasal 10.2.1. yaitu,

net  85% x Ag mm2


> 85% x 11980 mm2
11098 > 10183 mm2-------> Memenuhi

Sehingga luas penampang netto efektif,Ae = U x A net


= 0,75 x 11098
= 8323,5 mm2

Soal 7 :
 

Diketahui sistem sambungan baja siku L 60x60x6 dengan pelat buhul seperti tampak
pada Gambar 4.17. Evaluasi sistem sambungan tersebut bila mutu baja ST 34 diameter
baut 12,7 mm dan panjang batang tarik 2,50 m !
 

Penyelesaian :

Diketahui :Mutu baja St 34, fy = 210 MPa


fu = 340 MPa
Diameter baut, dn = 12,7 mm
Profil siku L 60x60x6,  Ag = 691 mm2
t= 6 mm
r = ix = iy = 18,2 mm ----> Jari-jari girasi
c= 16,9 mm

Panjang batang, Lk = 2,5 m


= 2500 mm
Maka, d= dn + 2
= 12,7 + 2
= 14,7 mm
x=c= 16,9 mm ----> c = center of gravity
L= 50 + 50
= 100 mm
Faktor tahanan komponen struktur yang memikul gaya tarik aksial,

  Terhadap kuat tarik leleh  = 0,9


  Terhadap kuat tar


tarik
ik fraktur
 = 0,75
1)  Kekuatan tarik nominal terfaktor (Nu).

a)  Kondisi leleh (didaerah yang jauh dari sambungan)

=  0,90 x 691 x 210


= 130599 N
= 130,599 kN

b)  Kondisi fraktur/putus (terletak pada


sambungan) A net
net = Ag - (n . d . t )
=  691 - (1 x 14,7 x 6)
=  602,8mm2 

U = 1 - (x/L)  0,90
= 1 - (16,9/100) 0,90

= 0,83  0,90 --------> Memenuhi

 Ae =  A net
net x U
=  602,8 x 0,83
=  500,927 mm2

Nu =   Nn  =   Ae fu

=  0,75 x 500,93 x 340


=  127737 N
=  127,737 kN

c)  Kondisi geser blok


 Agt = 30 x 6 = 180 mm2
 

 Agv = 130 x 6 = 780 mm2


 Ant = Agt - (0,5 x d x t) = 180 - (0,5 x 14,7 x 6)
= 135,9 mm2
 Anv = Agv - (2,5 x d x t) = 780 - (2,5 x 14,7 x 6)
= 559,5 mm2
 

fu . Ant = 340 x 135,9


= 46206 N
= 46,206 kN

0,6 fu . Anv  =  0,6 x 340 x 559,5

=  114138 N
=  114,138 kN

-------> fu . Ant < 0,6 . fu . Anv Maka,

Nn = 0,6 . fu . Anv + fy . Agt

=  (0,6 x 340 x 559,5) + (210 x 180)


=  151938 N
=  151,938 kN

Kekuatan tarik nominal terfaktor,


Nu =   Nn

=  0,75 x 151,94
=  113,955 kN

Kekuatan tarik nominal terfaktor (Nu) yang menentukan adalah yang terkecil dari
ketiga kondisi tersebut, yaitu
Nu =  113,955  kN

2)  Kelangsingan.
Kelangsingan batang tarik dihitung sebagai berikut,

=  2500/18,2
=  137,363  <  240  -------> Memenuhi untuk batang tarik utama

3)  Luas penampang netto minimum

 A net  85% Ag
602,8  85% x 691
602,8  587,35 mm2 --------> Memenuhi

Soal 8 :

Suatu elemen batang tarik pada suatu sistem struktur baja memikul beban mati D = 100
kN, beban hidup L = 50 kN dan beban angin 20 kN. Elemen batang tarik tersebut
berupa profil siku ganda dengan panjang Lk = 2,00 meter dan mutu St 37. Sambungan
dengan pelat buhul digunakan diameter baut 12 mm dan jumlah baut 3 buah (dalam 1
baris), jarak antar baut seperti tampak pada gambar (jarak atas dan bawah ½ tinggi
flens). Rencanakan dimensi batang tersebut (tebal pelat buhul 8 mm) !
 

30

Penyelesaian :
1) Diketahui, Mutu baja St 37, fy = 240 MPa
fu = 370 MPa
Diameter baut, dn = 12 mm
Panjang batang, Lk = 2,00 m
= 2000 mm
Beban mati, D= 100 kN
Beban hidup, L= 50 kN
Beban angin, W= 20 kN
 

2) Kombinasi pembebanan, U1 = 1,4D


= 1,4 x 100
= 140 kN
0,5(La atau H)
U2 = 1,2D + 1,6L +
= (1,2 x 100) + (1,6 x 50)
= 200 kN

 

= (1,2 x 100) + (0,8 x 20)
136kN


(1,2 x 100) + (1,3 x 20)

146kN
atau 1,0E)
U5 = 0,9D + 1,3W
= (0,9 x 100) + (1,3 x 20)
= 116 kN

Kombinasi pembebanan yang menentukan yaitu U2 sehingga, Nu = 200 kN.


= 200000 N

3)  Tentukan profil


Kondisi leleh (di daerah yang jauh dari sambungan) :
Nu =  Nn
200000 =  Ag fy
200000 = 0,90 x Ag x 240
200000 = 216 Ag
 Ag = 925,926 mm2

Dicoba digunakan profil siku 2L 60x60x6, Ag = 1382 mm2

4)  Cek kondisi fraktur/putus (terletak pada sambungan) :


Diameter lubang, d= dn + 2
= 12 + 2
= 14 mm
Center of gravity, c= 16,9 mm
x= c
= 16,9 mm
L= 50 + 50
= 100 mm
Jumlah lubang, n= 1
Tebal profil 2L, t= 12 mm

 A net
net  =   Ag - (n . d . t )

=  1382 - (1 x 14 x 12)
=  1214mm2 
 A 
net  85% Ag
1214  85% x 1382
 

1214  1174,7 mm2 --------> Memenuhi

U = 1 - (x/L) 0,90

= 1 - (16,9/100)  0,90
= 0,83  0,90 --------> Memenuhi

 Ae =  A net
net x U
=  1214 x 0,83
=  1007,62 mm2

Kekuatan rencana penampang,  Nn =  Ae fu


0,75 x 1007,6 x 370
279609 N
Syarat : Nu <  Nn
200000 N < 279609 N -------> OK !
 

5)  Cek geser blok


Peninjauan terhadap geser blok dilakukan pada tebal pelat terkecil, antara pelat
yang disambung (t = 6 + 6 = 12 mm) dengan pelat buhul (t = 8 mm).

Geser blok pada pelat penyambung dapat terjadi dalam dua


du a kemungkinan
seperti gambar b dan c.

  

  Tinjauan geser blok gambar c

60 m
m Bidang
tarik

30 mm

130 mm

Bidang geser

 Agt = 60 x t = 60 x 8 = 480 mm2


 Agv = 130 x t = 130 x 8 = 1040 mm2
 Ant = Agt - (0,5 x d x t) = 480 - (0,5 x 14 x 8) = 424 mm2
 Anv = Agv - (2,5 x d x t) = 1040 - (2,5 x 14 x 8) = 760 mm2
fu . Ant = 370 x 424
= 156880 N

0,6 fu . Anv  =  0,6 x 370 x 760

=  168720 N
 

 
-------> fu . Ant < 0,6 . fu . Anv  Maka,

Nn =  0,6 . fu . Anv + fy . Agt

=  (0,6 x 370 x 760) + (240 x 480)


=  283920 N

Kekuatan rencana penampang,  Nn = 0,75 x 283920


= 212940 N

Syarat : Nu <  Nn


200000 N < 212940 N -------> OK !

  Tinjauan geser blok gambar b


 

Bidang geser = 130 mm

Bidang geser = 130 mm


 

 Agt = 0 mm2 ------> Tidak ada bidang tarik


 Agv = 130 x t x 2 = 130 x 8 x 2
 Ant = 0 mm2
 Anv = Agv = 2080mm2
fu . Ant = 370 x 0
= 0

0,6 fu . Anv  =  0,6 x 370 x 2080 x1

 
= 461760 N x
2
-------> fu . Ant < 0,6 . fu . Anv  Maka,

Nn =  0,6 . fu . Anv + fy . Agt

=  (0,6 x 370 x 2080) + (240 x 0)


=  461760 N

Kekuatan rencana penampang,  Nn = 0,75 x 461760


= 346320 N

Syarat : Nu <  Nn


200000 N < 346320 N -------> OK !

6)  Cek kelangsingan


Sectional properties profil L 60x60x6 :
B = 60 mm
H = 60 mm
t = 6 mm
F = 691 mm2
Ix = 228000 mm4
Iy = 228000 mm4
cx = 16,9 mm
cy = 16,9 mm

t buhul = 8 mm

Perhitungan sectional properties profil 2L 60x60x6 :

a)  Center of gravity

y cx cx
 

=  2080  mm2

y1=y2

Elemen Fi (mm2) xi (mm) yi (mm) Fi.xi (mm3) Fi.yi (mm3)


1 691 43,1 16,9 29782,1 11677,9
2 691 84,9 16,9 58665,9 11677,9
Jumlah 1382 88448 23355,8

Titik berat, x = 88448/1382 = 64,0 mm


y = 23355,8/1382 = 16,9 mm
 

b)  Momen inersia

ai = xi - x

di = yi - y

d1=d2=0
x

a1  a2

cx  cx
 

a  =  jarak titik berat profil


profil tunggal terhadap titik
titik berat
berat profil ganda dalam sumbu
sumbu

d  =  jarak titik berat profil
profil tunggal terhadap titik
titik berat
berat profil ganda dalam sumbu
sumbu

ai = xi - x
di = yi - y

2 2
Elemen Fi (mm2) Ixi (mm4) Iyi (mm4) di (mm) ai (mm) di Fi (mm4) ai Fi (mm4)
1 691 228.000 228.000 0,0 -20,9 0 301.836
2 691 228.000 228.000 0,0 20,9 0 301.836
1.382 456.000 456.000 0 603.671

Momen inersia profil ganda, Ix =  Ix +  d2F


=  456.000
Iy  =   Iy +  a2F
=  1.059.671

c)  Jari-jari inersia

I
Ix r y  y
r x  = 18,2 mm  = 27,7 mm
F F

Jari-jari girasi minimum, r min  = rx


= 18,2 mm

Kelangsingan batang tarik dihitung sebagai berikut,

= Lk/r min

=  2000/18,2
=  109,89  <  240  -------> Memenuhi untuk batang tarik utama

Batang Tekan

5.1 Pendahuluan

Batang tekan ditujukan untuk komponen struktur yang memikul beban tekan
sentries tepat pada titik berat penampang, atau kolom dengan gaya aksial saja. Namun,
umumnya pastilah terdapat eksentrisitas, oleh ketidak lurusan batang, atau oleh ketidak
tepatan pembebanan, juga kekangan dari tumpuannya yang menimbulkan momen.
5.2 Tekuk dan Parameter Penting Batang Tekan
Selain material, maka batang tekan juga dipengaruhi oleh parameter lain, yaitu konfigurasi
 bentuk fisik atau geometri.
geometri. Parameter
Parameter geometri
geometri terjadi
terjadi dari :

-  Luas penampang (A) 

-  Pengaruh bentuk penampang terhadap kekauan lentur (Imin)

-  Panjang batang dan kondisi pertambatan atau tumpuan, yang diwakili oleh

panjang efektif (KL) 

Ketiganya dapat diringkas lagi menjadi satu parameter tunggal, yaitu rasio

kelangsingan batang (KL/r min ), dimana


min adalah radius girasi pada arah 
arah 

tekuk.

Keruntuhan tekuk umumnya terjadi pada kondisi tegangan yang relative rendah, dibawah
tegangan leleh. Secara visual, tekuk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tekuk local pada
elemen penampang dan tekuk global pada kolom atau batang tekan secara menyeluruh. Jika
elemen-elemen profil penampang relatif langsing dan panjang kolomnya relatif pendek, dapat
terjadi tekuk local. Sebaliknya, jika elemen-elemen profil penampang relatif tebal dan batang
kolomnya
kolomnya langsing maka akan terjadi tekuk global yang sifatnya menyeluruh.
menyeluruh.  

5.3 Klasifikasi Penampang dan Tekuk Lokal

Penyelesaian Perilaku tekuk dibedakan, yaitu tekuk local dan tekuk global. Itu terjadi
karena tempat terjadinya tekuk dan solusi penyelesaian untuk kedua fenomena itu ternyata
 berbeda. masalah tekuk local
local lebih kompleks dibanding tekuk global. Agar strukturnya optimal,
maka risiko tekuk local harus dihindari. Untuk itu dibuat klasifikasi untuk memisahkan
 penampang tidak langsing dan langsing.

Tabel II.5. Klasifikasi elemen pada batang tekan aksial (Table B4.1a AISC 2010) 
2010)  
Tabel II.5. mengklasifikasikan profil penampang batang sebagai tidak langsing
atau langsing. Struktur efisien jika penampangnya tidak langsing, karena tidak ada
risiko tekuk local. Penyelesaian AISC 2010 untuk batang tekan dengan klasifikasi
langsing, juga sekedar memberikan factor reduksi, sehingga beban kritis terhadap
tekuk local tidak tercapai terlebih dahulu. Jadi pada dasarnya strategi perencanaan
 batang tekan AISC
AISC 2010 adalah didasarkan
didasarkan pada tekuk global.

 
5.4 Teori Tekuk (Buckling)

5.4.1 Umum

Perilaku tekuk perlu dipelajari karena menjadi salah satu penyebab keruntuhan batang
tekan.Analisa struktur yang diberikan pada level sarjanan umumnya analisis ebrbasis elastic
liner, yang belum bisa memperhitungkan masalah tekuk.

Pada material beton yang relative lemah dibanding bahan baja menyebabkan dimensi komponen
strukturnya relative besar (tidak langsing). Oleh sebab itu pada perencanaan kolom beton, jarang
yang memperhitungkan tekuk, cukup diatasi dengan diagram interaksi penampang berdasarkan
 prinsip kompatibilitas tegangan regangan pada material
material penampangnya.

Gambar II.5.1.3. Model kolom ideal dari Euler  

Teori kolom ideal pada model diatas, dirumuskan oleh Leonhard Euler tahun
1744. Rumus Euler menghubungkan parameter geometri (L,A,I) ; material (E), dan
 beban aksial tekan P sesaat sebelum tekuk (Pcr). Rumus t ekuk kolom
kol om yang terkenal
itu adalah :
 

 
5.4.2 Panjang Efektif

Gambar II.5.2. Konsep panjang efektif dan daya dukung kolom

Dengan cara panjang efektif kolom, maka rumus tekuk Euler dapat dipakai
untuk berbagai kondisi kolom, dengan format berikut : 

Karena rumus diatas hanya valid digunakan untuk memprediksi kolom pada kondisi
elastic, yaitu kondisi tegangan sebelum nmencapai batas proposionalnya, maka setiap kali
diapakai perlu dievaluasi terlebih dahulu terhadap kondisi tegangannya. Oleh sebabab itu
 bentuk rumus dalam format tegangan kritis memudahkan
memudahkan melihat validitas pemakainnya.
Format yang dimaksud adalah

Dimana : 

atau “radius girasi penampang”, tergantung sumbu penampang yang


ditinjaunya. Pada format tegangan kritis muncul pa ramenter KL/r atau “rasio

kelangsingan kolom”. Ini parameter penting bagi insinyur karena berkorelasi langsung 


langsung 

 
dengan daya dukung kolom. Sejak itu, untuk menjelaskan
menjelaskan perilaku kuat tekan kolom

maka digunakan variable rasio kelangsingan KL/r. 


KL/r.  

Perhitungan komponen struktur tekan haruslah memenuhi : 


dengan : 

K = Faktor panjang efektif  

L = panjang tanpa dibreising lateral dari komponen struktur


R = radius girasi

5.4.3 Rangka Tidak  –  Bergoyang


 Bergoyang dan Rangka

Bergoyang

Panjang efektif kolom atau

5.4.5 Pengaruh Bentuk Penanmpang Terhadap Tekuk

Batang tekan pendek tidak mengalami tekuk, jika dibebani aksial tekan tanpa
eksentrisitas, tegangan bertambah dan dapat mencapai kondisi leleh, batang memendek.
Perilakunya seperti batang tarik, kekuatannya tergantung luas penampangnya, bentuk tidak
 berpengaruh. 
 berpengaruh. 

Terhadap tekuk, yang berpengaruh adalah luas dan momemn inersia


 penampang. Keduanya bersama panjang batang disebut factor kelangsingan batang,
atau KL/rmin yang diperoleh dari

Bentuk penampang mempengaruhi perilaku tekuk yang berbeda. Ada tiga


fenomena tekuk yang dijumpai, yaitu : tekuk lentur, tekuk torsi,
t orsi, dan tekuk lentur-torsi. 
lentur-torsi.  

 
Gambar II.5.3. Bentuk penampang dan perilaku tekuk kolom

Parameter kelangsingan penampang, yaitu radius girasi atau adalah tinjauan


terhadap tekuk lentur. Parameter kelangsingan terhadap tekuk lentur, yaitu radius girasi r min
min 

merupakan cara mudah membayangkan kapasitas tekuk. Cara yang sama dapat digunakan juga
untuk menghitung radius girasi ekivalen terhadap tekuk torsi, yaitu r t sebagai berikut

I pS adalah momen inersia polar terhadap pusat geser. Pada penampang simetri ganda, pusat berat

 berhimpit dengan
dengan pusat
pusat geser, sehingga I pS = I pG = Ix + Iy.Dengan membandingkan nilai r t terhadap r x 
atau r y maka r yang terkecil akan menunjukkan fenomena tekuk mana yang terjadi lebih dahulu,
tekuk torsi atau tekuk lentur, jika dipakai penamapng kolom simetri ganda.

5.5 Kuat Tekan Nominal

5.5.1 Peta Petunjuk Pemakaian Rumus AISC

Secara umum, kuat tekan nominal suatu batang ditentukan oleh persamaan

 berikut ini. 
ini. 

Pu = φPn

Dengan : 

Pu  = Gaya tekan terfaktor.


terfakt or.  
ø = Faktor reduksi kekuatan, 0.9 
0.9 

Pn = Kuat tekan nominal komponen struktur. 


struktur. 

Tekuk global ditentukan oleh kelangsingan elemen penampang dan bentuknya.

Ada tiga perilaku tekuk, yaitu tekuk lentur, tekuk tori, dan tekuk torsi lentur. Adapun

tekuk global atau local tergantung kalsifikasi penampang. Jika penamapnanya tidak

langsing maka tidak terjadi tekuk local, dan sebaliknya penampang langsing berisiko

tekuk local terlebih dahulu. Karena tekuk terjadi pada kondisi elastic, sebelum leleh

maka agar efisien, perlu dipilihi kolom penampang tidak langsing.

5.5.2  Tekuk lentur 


lentur 
Tekuk lentur yang dimaksud adalah fenomena tekuk global pada penampang
dengan klasifikasi elemen tidak langsing. Beban kritis yang menyebabkan tekuk tersebut

telah dirumuskan oleh Euler.

Pn = Fcr Ag

Tegangan kritis, Fcr  dihitung


 dihitung berdsarkan syarat berikut :
a. 

 Nb : Tegangan kritis kolom pada daerah kelangsingan


kelangsingan ini banyak dipengaruhi oleh : tegangan
residu dan konfisi imperfection atau tidak kelurusan dari batang. Fenomena keruntuhannya
disebut tekuk inelastic. Rumus Euler tidak bisa memprediksi tekuk jenis ini,
i ni, sehingga
dikembangkan teori Double Modulus (Considere) dan Modulus Tangent (Engesser) tahun
1889 secara terpisah. Itupun hasilnya masih perlu dikoreksi lagi berdasarkan data hasil uji
empiris yang diolah secara statistic.

 b. 

Catatan : Tegangan kritis di daerah kelangsingan ini disebut tekuk elastic. Rumus
R umus Euler tidak
 bisa dipakai secara langsung karena belum memperhitungakan imperfection. Koreksi yang
diberikan didasarkan hasil kalibrasi dengan data uji kolom secara empiris.

maka mutu baja tidak berpengaruh. Hal itu bisa dilihat dari perbandingan kurva

tegangan kritis (Fcr ) dari berbagai mutu baja ASTM terhadap kelangsingan kolom.

Gambar II.5.4.1. Perbandingan kurva F cr  berbagai


 berbagai mutu baja
baja ASTM terhadap
terhadap KL/r

5.5.3  Tekuk Torsi dan Tekuk Lentur-Torsi 


Lentur-Torsi  
 

Fenomena tekuk, selain lentur ada lagi yaitu puntir (tekuk torsi) atau gabungan

keduanya yaitu tekuk lentur-torsi. Biasa terjadi pada penampang dengan kekakuan

torsi yang relative kecil atau pusat geser dan pusat beratnya tidak berhimpit.
berhimpit.  

Penampang dengan kekakuan torsi relative kecil, yaitu profil built-up simetri

ganda bentuk I atau X, atau penampang simetri tunggal dengan pusat geser dan pusat

 berat tidak berhimpit, missal profil siku atau tee


tee,, harus dihitung kapasitasnya terhadap

tekuk torsi atau tekuk lentur torsi. Jika kapasitasnya lebih kecil dibanding kapasitas
tekuk lentur, maka perilaku tekuk torsi atau lentur-torsi yang akan terjadi lebih dahulu

(menentukan).  
(menentukan).

Kapasitas tekan nominal penampang kolom tidak langsing terhadap tekuk torsi

dan lentur torsi adalah sebagai berikut.

Pn = Fcr Ag

Pada profil dengan simetri ganda, tegangan kritis, Fcr dihitung berdasarkan syarat
berikut :

Dengan : 

E = Modulus elasticitas baja (200000 MPa) 


MPa) 

G = Modulus elastisitas
elastisitas geser baja (77200 Mpa)

J = konstanta torsi (mm4)

K zL = factor panjang efektif untuk tekuk torsi

Cw = konstanta pilin/warping (mm6)

IxIy = momen inersia terhadap sumbu utama , mm 4

Berikut parameter penentuan tekuk yang terjadi merupakan tekuk inelastic atau elastic.

 
 

5.7.1 Umum
Batang tekan dikhususkan untuk
unt uk gaya aksial tekan melalui titik berat penampang, tanpa timbul
momen. Batang tersebut dijumpai pada struktur rangka batang (truss), dan dibebani pada titik nodal.
Kenyataannya, meskupun struktur rangka batang tetepi jika detail sambungan menghasilkan
eksentrisitas, maka pengaruhnya perlu diperhitungkan. Tidak bias dianggap sebagai batang tekan
murni, tetapi telah menjadi elemen “balok -kolom”, yang memerlukan evaluasi terhadap kombinasi
gaya aksial dan momen lentur. Cara ini tentunya akan lebih panjang prosedurnya. Untuk
menghindarinya dapat menggunakan ketentuan E5 (AISC 2010).

5.7.2. Kuat Tekan Profil Siku Tunggal


Batang Tekan dengan profil siku tunggal yang tesambung pada satu kakinya saja, tetepi
 persyaratan
 persyarata n ketentuan
ketentuan E5 ini,
ini, maka
maka eksentrisita
eksentrisitasnya
snya dapat
dapat diabaika
diabaikan.
n. Selanjutnya
Selanjutnya cukup direncanakan
direncanakan
seperti batang tekan biasa mengikuti ketentuan E3 (AISC 2010), yaitu Tekuk Lentur. Jiak elemen
 profil siku tunggal tersebut langsing, rasio b/t > 20 maka harus dievaluasi jugaj uga terhadap puntir
memakai ketentuan E4 (AISC 2010), yaitu tekuk lentur-torsi

5.7.3. Modifikasi Kelangsingan Profil Siku Tunggal


Modifikasi kelangsingan ditentukan oleh kondisi sambungannya, jika tidak memenuhui
ketentuan berikut, maka profil siku tunggal tersebut harus tetap disesain sebagai elemen “balok -
kolom” 
kolom” 

Persyaratan kondisi sambungan yang diperlukan adalah :


1. Profil siku sama kaki, atau siku tidak sama kaki trsambung pada kaki panjang

2. Profil siku sama kaki atau tidak sama kaki, tersambung pada bagian kaki yang panjang

5.8.1. Umum
Pada luas penampang sama, factor kelangsingan ditentukan oleh momen inersianya. Intinya,
 jika dapat
dapat ditempatkan
ditempatkan semakin
semakin jauh dari pusat
pusat berat (momen
(momen inersia meningkat),
meningkat), maka kapasitas
dukung tekan meningkat karena factor kelangsingan berkurang. Untuk menem[atkan elemen
 penampang
 penampa ng jauh dari
dari pusat berat
berat akan lebih mudah
mudah dikerjakan
dikerjakan penampang
penampang batang
batang tekan terdiri dari
dari
 banyak elemn-ele
elemn-elemen
men yang saling terpisah.
terpisah.

5.8.2 Konfigurasi Penampang Gabungan


Prinsip menempatkan elemen penyusun batang tekan sejauh-jauhnya dari pusat penampang
tentu akan efektif jika dikaitkandengan kelangsingan. Seperti diketahui kapasitas tekan berbanfing
terbalik kelangsingannya. Untuk mewujudkan ide tersebutperlu sambung khusus agar elemn-elemen
itu menjadi satu kesatuan. Oleh sebab itu, secara umum batang tekan dengan profil gabungan terdiri
dari elemen penyusun (utama) dan alat sambung berupa elemen penyambung (sekunder).

5.8.3 Kuat Tekan Nominal


Jika syarat pendetailan profil gabungan, yaitu sambungan ujung dan pemasangan plat kopel
sejarak a, telah dipenuhi. Juga factor kelangsingan telah dimodifikasi sesuai ketentuan E6-1 dan E6-
2 (AISC 2010), selanjutnya batang gabungan dapat dianggap sebagai batang tekan utuh, dievaluasi
dengan ketentuan E3 dan E4 (AISC 2010). Nilai terkecil keduanya akan menentukan.

5.9. Kolom dengan Elemen Langsing (AISC  –  E7)  E7)


5.9.1. Umum
Kolom dengan elemen langsing dihindari, karena beresiko tinggi mengalami instabilitas
akibat tekuk local, yang bias terjadi pada kondisi beban rendah (elastis). Struktur menjadi tidak
ekonomis. Itu sebabnya proporsi geometri profil gilas atau hot-rolled umumnya adalah profil tidak

langsing. Itu diperlukan agar penggunaan bahan material baja menjadi efisien
5.9.2. Kuat Tekan Kolom dengan Elemen Langsing
Kuat tekan kolom dengan elemen langsing, berdasarkan b/t rasio, terhadap tegangan merata
adalah nilai terkecil dari kuat tekuk lentur, kuat tekuk torsi atau kuat tekuk torsi-lentur sperti kolom
tidak langsing biasa, tetepi memakai factor reduksi Q untuk memperhitungkan pengaruh adanya
elemen langsing tersebut

 
5.9.3. Faktor Reduksi karena Elemen Langsing, Q
Cari perencanaan kolom dengan elemen langsing ada pada factor reduksi Q, yaitu rasio
tegangan kritis terjadinya tekuk local terhadap tegangan lelehnya (Commentary AISC 2010). Ini
digunakan untuk memperhitungkan pengaruh elemen-elemen langsing.
Faktor reduksi elemen langsing yang tidak terkekang, Qs
 

Dimana
D = tinggi penih profil tee

Faktor reduksi elemen yang terkekang Qa didefinisikan sebagai


 =  
Dimana
Ae : Jumlah luas efektif penampang kolom berdasarkan reduksi lebar efektif be
Ag : Luas penampang kolom utuh

Lebar efektif dihitung sevagai berikut


1. Untuk elemen langsing
 ≥ 1.49√   dengan beban tekan merata
 
 

2. Untuk elemen langsing


 ≥ 1.49√  plat sayam penampang bujur sangkar tebalnya merata
 

3. Untuk ketebalan kolom pipa yang memenuhi kriteria langsing

5.10. Soal Penyelesaian Batang Tekan


5.10.1 Kolom
Kolom Built-Up Simetri Tunggal
Tunggal

Anda mungkin juga menyukai