Pendahuluan
Asam amino merupakan molekul organik dengan masa molekul rendah (antara 100-
200 Da) yang mengandung setidak-tidaknya satu gugus karboksil (-COOH) dan satu gugus
amino (-NH2). Asam amino ini merupakan komponen penting untuk biosintesis protein.
Dalam protein terdapat sekitar 20 jenis asam amino standar. Semuanya merupakan asam -
amino, kecuali prolin dan hidroksi prolin. Variasi yang terjadi antara asam-asam amino
terletak pada gugus R atau rantai sampingnya (Gambar 1.1). Berdasarkan gugus R-nya
akan dapat diramalkan sifat-sifat suatu asam amino. Sebaliknya, berdasarkan sifat-sifat
yang teridentifikasi akan dapat diketahui gugus R yang terkandung dalam asam amino
tersebut atau akan diketahui jenis asam aminonya.
R
O
H
Gugus -amino N C C Gugus -karboksil
H O H
H
Gambar 1.1 Struktur Asam -amino. Bagian asam amino yang ditunjukkan dalam kotak
merupakan bagian yang umum untuk semua asam -amino. Gugus R yang
mewakili rantai samping memiliki struktur yang berbeda untuk setiap asam
amino. Gugus karboksil dan gugus amino dapat dimanfaatkan untuk
menganalisa suatu asam amino secara umum dalam campuran. Gugus R
dimanfaatkan dalam menganalisa asam amino secara spesifik.
Berdasarkan strukturnya, asam amino diklasifikasikan menjadi tujuh kelompok
(Tabel 1.1). Klasifikasi ini didasarkan pada sifat kimia dari gugus R-nya sehingga akan
memudahkan dalam mengingat sifat-sifat umum dari setiap asam amino. Dengan
klasifikasi ini, akan dapat dirancang metode untuk analisa suatu asam amino tertentu
(Tabel 1.2).
Tabel 1.1 Klasifikasi Asam Amino Berdasarkan Struktur Kimianya
Percobaan
Alat :
Pipet tetes dan tabung reaksi
Reagen dan bahan :
Reagen Millon (larutan 10 g merkuri dalam 20 mL asam nitrat pekat kemudian encerkan
dengan 60 mL air),
Larutan protein (buat larutan albumin telur (1:5)),
Larutan asam amino 1 % (tirosin, fenilalanin, triptofan, glisin).
Prosedur :
Pertanyaan
a. Apa yang terjadi jika garam merkuri ditambahkan ke dalam larutan protein?
b. Mengapa larutan albumin teragulasi?
c. Asam amino mana yang menunjukkan uji positif? Mengapa?
Percobaan
Alat :
Pipet tetes dan tabung reaksi
Reagen dan bahan :
Reagen Hopkins-Cole (asam glioksilat),
H2SO4 pekat,
Larutan protein [buat larutan albumin telur (1:5)],
Larutan asam amino 1 % (tirosin, fenilalanin, triptofan, glisin).
Prosedur :
Ke dalam 2 mL larutan protein ditambahkan 2 mL reagen Hopkins-Cole. Tambahkan
sedikit demi sedikit H2SO4 pekat sampai kira-kira 5 mL melalui sisi tabung. Amati
warna yang terbentuk pada pertemuan kedua cairan. Bila perlu putar perlahan-lahan
Pertanyaan
a. Asam amino mana yang menunjukkan uji positif ?
b. Gugus apa yang memberikan reaksi uji positif ?
O O O O
C H C C C
OH H
+ N + N
OH H H HO C C C
C
O O O O
Kompleks berwarna biru
Pertanyaan
a. Warna apa yang terbentuk ? Mengapa ?
b. Gugus apa yang memberikan uji positif ?
Percobaan
Alat :
Pipet tetes dan tabung reaksi
Reagen dan bahan :
Reagen Pb-asetat
Larutan NaOH
Larutan sistein
Prosedur :
Ke dalam 5 mL larutan sistein tambahkan 2 mL larutan NaOH dan 2 tetes Pb-asetat,
kemudian panaskan di atas penangas air. Jika hasilnya positif, larutan mula-mula
berwarna kuning kemudian coklat dan akhirnya hitam.
Percobaan
Alat :
Pipet tetes dan tabung reaksi
Reagen dan bahan :
Larutan natrium nitroprusida
Sistein
Prosedur :
Larutkan beberapa kristal sistein hidroklorida ke dalam 5 mL air. Tambahkan 0,5 mL
larutan natrium nitroprusida 1%. Tambahkan 0,5 mL amonium hidroksida.
Pertanyaan
a. Warna apa yang terbentu ?
b. Apakah sistein memberi uji positif ?
c. Senyawa apa selain asam amino sistein yang memberikan uji positif ?
Pendahuluan
Protein merupakan komponen yang terdapat dalam berbagai jaringan mahluk hidup,
yaitu hewan, tumbuhan dan bakteri. Protein mempunyai fungsi sebagai arsitektur sel,
katalis, pengendali metabolit, proses kontraktil, dan senyawa penting lainya dalam
organisme tingkat tinggi. Dengan demikian, protein berkaitan erat dengan hampir semua
aktivitas fisiologis.
Protein adalah suatu polimer dari asam amino. Hidrolisis lengkap suatu protein
menghasilkan campuran 20 macam asam amino. Dengan jenis monomer sebanyak itu,
maka dapat dibayangkan besarnya kemungkinan susunan asam-asam amino dalam suatu
molekul protein. Sebagai contoh, bila suatu protein terdiri dari 100 unit monomer, maka
jumlah susunan atau urutan asam amino yang mungkin terdapat dalam protein tersebut
adalah 20100. Oleh karena itu tidaklah mengherankan kalau protein dapat memerankan
berbagai fungsi fisiologis dalam berbagai organisme. Untuk memahami fungsi biologi dari
protein, maka terlebih dahulu harus dipelajari struktur dari protein tersebut.
Struktur protein dapat dikelompokkan menjadi empat kelas, yaitu struktur primer,
sekunder, tersier, dan kwarterner. Keempat struktur protein tersebut pada dasarnya
dibedakan atas jenis dan jumlah ikatan/interaksi kimia. Struktur primer hanya terdiri dari
satu jenis ikatan, yaitu ikatan kovalen yang menghubungkan gugus amino dan gugus
karboksil antar asam-asam amino atau disebut juga sebagai ikatan amida atau peptida
(Gambar 2.1). Oleh karena itu, pada struktur primer terdapat informasi tentang urutan dari
asam-asam amino yang menyusun suatu protein.
H H O R2
N C C N C C
R1 H H O
Gambar 2.2 Struktur Protein. (a) Struktur primer, (b) struktur sekunder, (c) struktur tersier,
dan (d) struktur kwarterner
Percobaan
Alat :
Pipet tetes dan tabung reaksi
Reagen dan bahan :
Larutan NaOH 2,5 N,
Larutan protein,
Larutan CuSO4 0,01 N
Prosedur :
Tambahkan 1 mL larutan NaOH 2,5 N ke dalam 3 mL larutan protein dan aduk.
Tambahkan tetes demi tetes larutan CuSO4 0,01 N. Aduk, jika tidak timbul warna,
tambahkan lagi satu atau dua tetes larutan CuSO4.
Pertanyaan
a. Warna apa yang terjadi?
b. Mengapa harus dihindari kelebihan penambahan larutan CuSO4?
c. Mengapa garam amonium mengganggu?
d. Sebutkan dua macam senyawa selain protein yang memberikan uji positif terhadap uji
Biuret!
Percobaan
Alat :
Pipet tetes dan tabung reaksi
Reagen dan bahan :
Larutan protein
Larutan HgCl2 0,2 M
Larutan Pb-asetat 0,2 M
Prosedur :
Ke dalam 3 mL larutan protein tambahkan 5 tetes larutan HgCl2 0,2 M. Ulangi
percobaan dengan menggunakan larutan Pb-asetat 0,2 M.
Pertanyaan
a. Perubahan apa yang terjadi ?
b. Terangkan mengapa putih telur dapat digunakan sebagai antidote pada keracunan
logam Pb dan Hg!
Percobaan
Alat :
Pipet tetes dan tabung reaksi
Reagen dan bahan :
Larutan protein
Larutan (NH4)2SO4
Pertanyaan
a. Jelaskan peranan garam amonium sulfat!
b. Jelaskan perbedaan salting in dan salting out pada percobaan di atas!
Percobaan
Alat :
Pipet tetes dan tabung reaksi
Reagen dan bahan :
Larutan asam asetat 1 M
Larutan protein
Reagen Millon
Prosedur :
Pertanyaan
a. Apa fungsi asam asetat?
b. Bagaimana kelarutan endapan dalam air ?
Percobaan
Alat :
Pipet tetes dan tabung reaksi
Reagen dan bahan :
Larutan albumin
Bufer asetat pH 4,7 (1M)
Larutan HCl 0,1 M
Larutan NaOH 0,1 M
Etil alkohol 95%
Prosedur :
Masing-masing tabung (1,2,3) diisi larutan sesuai dengan tabel di bawah :
Tabung 1 2 3
Larutan albumin 5 mL 5 mL 5 ml
Larutan HCl 0,1 N 1 mL - -
Larutan NaOH 0,1 N - 1 ml -
Bufer asetat, pH 4,7 - - 1 mL
Etil alkohol 95 % 6 mL 6 mL 6 mL
Pertanyaan
Percobaan
Alat :
Pipet tetes dan tabung reaksi
Reagen dan bahan :
Larutan albumin
Bufer asetat pH 4,7 (1M)
Larutan HCl 0,1 M
Larutan NaOH 0,1 M
Prosedur :
Isi masing-masing tabung (1,2,3) dengan larutan seperti tabel berikut:
Tabung 1 2 3
Larutan albumin 9 mL 9 mL 9 ml
Bufer asetat, pH 4,7 - - 1 mL
Larutan HCl 0,1 N 1 ml - -
Larutan NaOH 0,1 N - 1 mL -
Tempatkan ketiga tabung dalam air mendidih selama 15 menit dan dinginkan pada
temperatur kamar.
Pertanyaan
Percobaan
Alat :
Pipet tetes dan tabung reaksi
Reagen dan bahan :
Fusion mixture (3 bagian Na2CO3 anhidrous dan 1 bagian KNO3)
Serbuk albumin telur
Larutan HCl
Larutan BaCl2
Prosedur :
Campur 0,5 gram serbuk albumin dengan dua kali berat fusion mixture. Panaskan dalam
cawan porselin sampai tak berwarna. Dinginkan dan larutkan dalam air panas. Saring
jika perlu. Asamkan filtrat dengan HCl. Panaskan hingga mendidih dan tambahkan
beberapa tetes larutan BaCl2.
Pertanyaan
a. Mengapa albumin memberikan uji positif untuk belerang?
b. Senyawa apa yang berupa endapan putih ?
c. Unsur-unsur apa yang biasa terdapat dalam protein, tetapi tidak terdapat dalam lipid
dan karbohidrat?
Pendahuluan
Semua asam amino mempunyai gugus ionisasi yang berperan sebagai asam dan
basa lemah, menerima dan memberikan proton pada saat perubahan pH berlangsung.
Seperti halnya ionisasi molekul yang lain, ionisasi asam amino juga mengikuti persamaan
Henderson-Hasselbalch :
[bentuk tidak terprotonasi ( basa )]
pH pKa log
[bentuk terprotonasi (asam )]
Dari persamaan Henderson-Hasselbalch di atas dapat didefinisikan bahwa pKa adalah nilai
pH pada saat konsentrasi spesies bentuk tidak terprotonasi sama dengan spesies bentuk
terprotonasi.
Salah satu contoh aplikasi persamaan Henderson-Hasselbalch adalah pada titrasi
asam amino glisin dengan asam dan basa. Glisin memiliki dua gugus ionnisasi, yaitu gugus
karboksil dan gugus amino, dengan nilai pKa masing-masing 2,4 dan 9,6. Dalam air, pada
pH 6,0, glisin berada dalam bentuk ion dipolar, atau zwitter ion, di mana gugus
karboksilnya berada dalam keadaan tidak terprotonasi (COO-) dan gugus aminonya
terpotonasi (NH3+). Panambahan asam pada larutan glisin ini akan menurunkan pH dengan
cepat, tetapi kemudian turun perlahan-lahan karena memasuki daerah bufer. Titrasi lebih
lanjut akan memprotonasi sisa karboksil dalam larutan. Titrasi gugus amonium dengan
basa mengikuti pola yang sama. Secara spesifik, konsentrasi spesies tidak terprotonasi dan
terprotonasi pada setiap ion dapat dihitung dengan persamaan Henderson-Hasselbalch.
Titik potong antara titrasi gugus karboksil dan gugus amino, yaitu pada kondisi di mana
glisin secara keseluruhan tidak bermuatan (zwitter ion), disebut titik isoelektrik (pI,
Gambar 3.1).
Sebagian besar asam amino yang mengandung gugus karboksil dan gugus amino
memiliki nilai pKa yang mirip dengan glisin. Di samping kedua gugus ini, beberapa asam
amino memiliki gugus ionisasi lain yang turut mempengaruhi kurva titrasinya. Contohnya,
asam amino aspartat dan asam amino glutamat, keduanya memiliki gugus karboksil
tambahan, sedangkan asam amino lisin dan asam amino arginin memiliki gugus amino
tambahan.
pKa2
pI
pKa1
100 50 0 50 100
Asam (%) Basa (%)
Percobaan
Alat :
Gelas kimia, buret, statif, pengaduk magnet, pH meter, Erlenmeyer,
Reagen dan bahan :
Kristal asam amino : glisin, lisin, dan glutamat
Larutan NaOH 2 N
Larutan H2SO4 2 N
Prosedur :
Larutkan 400 mg asam amino glisin ke dalam 40 mL aquades. Dengan menggunakan
pH-meter, buret dan pengaduk magnetik, larutan asam amino tersebut dititrasi dengan 2
N larutan H2SO4. Tiap penambahan volume larutan H2SO4 dan juga perubahan pH yang
terjadi dicatat. Titrasi diteruskan sampai tercapai pH 1,2. Pada tempat yang lain,
larutkan 400 mg asam amino yang sama ke dalam 40 mL aquades. Sekarang larutan ini
dititrasi dengan 2 N larutan NaOH dan catat volume larutan NaOH dan perubahan pH
yang terjadi. Titrasi dihentikan setelah tercapai pH 12,0. Lakukan juga titrasi 40 mL
aquadest sebagai blanko. Coba juga untuk asam-asam amino yang lain, seperti lisin dan
glutamat.
Pertanyaan
a. Buatlah kurva titrasi asam amino yang diselidiki (pH terhadap mL 2 N larutan H2SO4
dan 2 N larutan NaOH)!
Pendahuluan
Pada percobaan ini dibuat kurva titrasi dari asam amino yang diperoleh dari hasil
hidrolisis protein dengan menggunakan enzim protease. Selama hidrolisis suatu protein,
sejumlah gugus karboksil dan gugus amino bertambah terus. Penentuan secara kuantitatif
salah satu gugus akan dapat memberikan indikasi untuk mengetahui derajat hidrolisis dari
suatu protein. Menurut teori zwitterion, kalau satu asam amino dalam larutan dititrasi
dengan basa, berarti ion hidrogen dari gugus amonium yang dititrasi. Gugus amonium dari
asam amino bersifat bufer pada daerah pH tinggi, di atas pH 11, sehingga tidak mungkin
dititrasi pada titik akhir. Hal yang sama juga terjadi pada gugus karboksil yang bersifat
bufer pada pH rendah sehingga tidak mungkin juga dititrasi dengan basa.
Untuk mengatasi hal tersebut, formaldehid ditambahkan ke dalam larutan asam
amino agar bereaksi dengan gugus amino yang tidak bermuatan sehingga memungkinkan
gugus amonium membufer di daerah pH yang lebih rendah dan dapat dititrasi pada titik
akhir secara kuantitatif menggunakan suatu indikator.
Percobaan
Alat :
Gelas kimia, Erlenmeyer, buret, statif, inkubator air, labu takar
Reagen dan bahan :
Larutan gelatin 5%
Larutan NaOH 0,2 M
Larutan HCl 0,1 M
Larutan fenolftalein 1%
Larutan formaldehid 40%, netralkan dengan alkali
Larutan larutan tripsin atau pankreatin 1%
Prosedur :
Siapkan 100 mL larutan gelatin. Tambahkan ke dalamnya 1 ml fenolftalein dan larutan
NaOH 0,2 M tetes demi tetes sampai warna merah muda timbul. Tambahkan 0,1 M HCl
tetes demi tetes sampai tepat warna merah muda tadi hilang (pH 8,0). Hati-hati jangan
terlalu asam. Rendam larutan gelatin yang telah dinetralisir tadi dalam inkubator air
Pertanyaan
a. Buatlah kurva yang menunjukkan hubungan antara volume basa terhadap waktu!
b. Buatlah kurva yang menunjukkan hubungan antara mg nitrogen asam amino terhadap
waktu!
c. Mengapa harus ditambahkan basa, asam dan fenolftalein pada formalin sampai
merah muda!
d. Apa tujuan titrasi formal ini !
Catatan : 1 mL larutan NaOH 0,1 N equivalen dengan 1,4 mg nitrogen asam amino.
Pendahuluan
Kromatografi merupakan suatu cara pemisahan secara fisik, di mana unsur-unsur
yang akan dipisahkan terdistribusi di antara dua fasa, yaitu fasa diam dan fasa gerak. Pada
proses kromatografi, berbagai komponen dipisahkan berdasarkan afinitas diferensial dari
komponen-komponen tersebut terhadap fasa diam (zat padat atau cairan) yang dibawa oleh
fasa gerak (gas atau cairan).
Kromatografi kertas merupakan salah satu jenis kromatografi yang memiliki fasa
diam dan fasa gerak berupa cairan yang tidak saling bercampur. Pada sistem ini biasanya
digunakan larutan jenuh dari suatu pelarut non polar (misalnya n-butanol) dan pelarut polar
(misalnya air). Campuran pelarut ini bermigrasi ke seluruh kertas, komponen polar
teradsorpsi pada media pendukung (selulosa) menghasilkan ribuan tetes-tetes kecil yang
terabsorpsi pada pendukung. Tetesan fasa diam yang teradsorpsi ini dilewati oleh fasa
gerak yang berupa pelarut non polar sehingga partisi atau pemisahan sampel campuran
terjadi.
Pada kromatografi kertas (campuran zat) diteteskan dengan pipa kapiler pada
kertas, kemudian campuran pelarut (eluen) bermigrasi melewati noda (spot) dengan arah ke
atas (ascending) atau ke bawah (descending). Lamanya proses migrasi bergantung pada
kestabilan kertas, pelarut yang dipilih, dan temperatur.
Gambar 5.1 Kromatografi kertas. (a) Posisi ascending (mendaki), (b) posisi descending
(menurun)
Percobaan
Alat :
Pipa kapiler, kertas, ruang kromatografi, gelas kimia
Reagen dan bahan :
Larutan elusi (fase gerak) :
Ada 3 macam larutan elusi yang sering dipakai. Untuk kromatografi satu dimensi
hendaknya dipilih salah satu di antaranya, sedangkan untuk kromatografi dua dimensi
dipilih dua di antaranya :
(a) n-butanol : asam cuka : air = 25 : 6 : 25 (v/v). Campurlah sambil dikocok-kocok
dalam corong pisah : 100 mL n-butanol, 100 mL aquades, dan 24 mL asam asetat
glasial. Dua lapisan akan terjadi. Lapisan bawah dikumpulkan dalam beaker glass
dan ditaruh di dalam ruang kromatografi untuk menjenuhkan ruangan tersebut
dengan uapnya. Lapisan atas dikumpulkan juga dan lapisan inilah yang dipakai
sebagai larutan eluen.
Pertanyaan
a. Hitung harga Rf tiap-tiap noda dan catat warnanya!
b. Tetapkan komponen asam-asam amino dalam larutan yang diselidiki dengan
membandingkan Rf-nya dengan Rf asam-asam amino standar!
Pendahuluan
Penentuan konsentrasi protein merupakan suatu proses yang rutin digunakan dalam
analisis biokimia. Ada beberapa metode yang biasa digunakan dalam rangka menentukan
konsentrasi protein, yaitu metode Biuret, metode Lowry, dan lain sebagainya. Masing-
masing metode mempunyai kekurangan dan kelebihan. Pemilihan metode yang terbaik dan
tepat untuk suatu pengukuran tergantung pada beberapa faktor, seperti banyaknya material
atau sampel yang tersedia, waktu yang tersedia untuk melakukan pengukuran, alat
spektrofotometer yang tersedia ( spektofotometer VIS atau UV).
Reagen pendeteksi gugus-gugus fenolik, seperti reagen Folin-Ciocalteu telah
digunakan dalam penentuan konsentrasi protein oleh Lowry (1951) yang kemudian dikenal
dengan metode Lowry. Dalam bentuk yang paling sederhana reagen Folin-Ciocalteu dapat
mendeteksi residu tirosin (dalam protein) karena kandungan fenolik dalam residu tirosin
yang mampu mereduksi reagen fosfotungstat dan fosfomolibdat menjadi tungstat dan
molibdenum yang berwarna biru. Reagen fosfotungstat dan fosfomolibdat ini merupakan
konstituen utama reagen Folin-Ciocalteu. Hasil reduksi ini menunjukkan puncak absorpsi
yan lebar pada daerah merah dari spektrum sinar tampak (600-800 nm).
Sensitifitas dari metode Folin-Ciocalteu ini mengalami perubahan yang cukup
signifikan apabila digabung dengan ion-ion Cu2+ (metode Biuret). Kompleks Cu-protein
yang dihasilkan oleh reagen Biuret akan menyebabkan reduksi pula pada fosfotungstat dan
fosfomolibdat dalam reagen Folin-Ciocalteu. Kira-kira 75% dari reduksi yang terjadi
diakibatkan oleh adanya kompleks Cu-protein tersebut, sementara residu-residu tirosin dan
triptofan mereduksi 25% sisanya.
Reagen Folin-Ciocalteu merupakan suatu komposisi kompleks yang diperoleh
dengan cara pemanasan refuks dari Na-tungstat dan Na-molibdat dengan asam ortofosfat.
Selain itu disertakan pula komponen-komponen lain untuk meningkatkan kestabilan reagen
yang dalam kondisi normal berwarna kuning pucat.
Pada saat menentukan konsentrasi protein dalam suatu sampel, harus dilakukan
pula pengukuran terhadap beberapa larutan protein standar yang memiliki rentang
konsentrasi tertentu di mana konsentrasi sampel protein berada di dalam rentang tersebut.
Percobaan
Alat :
Tabung reaksi, spektrofotometer, stopwatch, batang pengaduk atau vortex
Reagen dan bahan :
Reagen A : 2% Na2CO3 dalam 0,1 N larutan NaOH
Reagen B : 0,5% CuSO4.5H2O dalam 1% larutan Na atau K tartrat
Reagen Biuret : campur 50 mL reagen A dengan 1 mL reagen B. Buang setelah 1 hari
Reagen Folin-Ciocalteu 1 N (reagen fenol)
Larutan standar protein : buatlah larutan bovine serum albumin (BSA) dengan
konsentrasi antara 20 sampai 200 ug per mL.
Prosedur :
Campur larutan protein standar dan air sehingga volume akhir 1,0 mL. Campurkan pula
larutan sampel protein dengan air sehingga volume akhir 1,0 mL (lihat Tabel 6.1).
Tambahkan 5 mL reagen Biuret yang telah disiapkan ke dalam masing-masing tabung.
Inkubasi tepat 10 menit pada suhu lamar. Selang waktu ini sangat kritis. Gunakan
stopwatch (hidupkan start) ketika menambahkan larutan Biuret pada rabung 1, tunggu
hingga selang waktu tertentu (minimal 30 detik) sebelum menambahkan larutan Biuret
pada tabung 2, dan seterusnya. Setelah 10 menit, tambahkan 0,5 mL reagen fenol ke
dalam masing-masing tabung. Kocok segera dengan alat vortex atau pengaduk. Inkubasi
selama 30 menit pada suhu kamar. Waktu inkubasi ini dapat dimulai (start) setelah
penambahan/pencampuran reagen fenol ke dalam tabung terakhir. Baca absorbansinya
pada = 700 nm dengan spektrofotometer dengan menggunakan tabung 1 sebagai
blanko.
Tabel 6.1 Komposisi setiap Tabung pada Penentuan Kadar Protein dengan Metode Lowry
Pertanyaan
a. Buatlah kurva (A700nm terhadap g protein) dan tentukan konsentrasi protein dalam
larutan sampel !
b. Apakah kebaikan dan keburukan metode Lowry ini?
c. Berikan sedikitnya dua metode lain selain metode Lowry (secara spektrometri) yang
biasa digunakan untuk menentukan konsentrasi protein !
Pendahuluan
Enzim merupakan protein yang mengkatalisis reaksi-reaksi kimia dalam sistem
biologi. Seperti halnya katalis lain, enzim mempengaruhi laju reaksi pada saat
kesetimbangan tercapai, tetapi tidak mempengaruhi kesetimbangan total dari reaksi. Enzim
membantu reaksi dengan menyediakan jalur reaksi yang memiliki energi aktivasi lebih
rendah untuk transisi substrat menjadi produk dibandingkan dengan proses yang tidak
dikatalisis.
Tidak seperti reaksi yang tidak dikatalisis. Laju reaksi awal (Vo) dari reaksi yang
dikatalisis oleh enzim meningkat dengan bertambahnya konsentrasi substrat hingga dicapai
keadaan, di mana penambahan substrat tidak lagi meningkatkan laju reaksi awal. Keadaan
di mana laju reaksi awal maksimum (Vmaks) dicapai pada kondisi substrat jenuh,
diilustrasikan pada Gambar 7.1. Pengamatan ini, seperti yang terjadi pada reaksi enzimatis
atau hidrolisis substrat tunggal, telah dijelaskan dengan postulat reaksi berikut, di mana E,
S, dan P masing-masing merupakan enzim, substrat, dan produk reaksi.
k1 k3
E+S ES E+
k2 k4
P
Reaksi berlangsug melalui pembentukan kompleks enzim-substrat (ES). Bila semua enzim
berada dalam keadaan ES (enzim dijenuhkan oleh substrat), maka laju reaksi akan
mencapai nilai maksimum (Vmaks).
Vo
Vmaks
½ Vmaks
KM
Gambar 7.1 Hubungan Konsentrasi Substrat dan Laju Reaksi Enzimatis
Percobaan
Alat :
Stopwatch, inkubator air, sentrifuge klinis, kuvet, tabung reaksi, pipet ukur (1 mL, 5
mL, 10 mL), pengaduk, spektrofotometer, gelas kimia
Reagen dan bahan :
Larutan TCA (tri chloro acetate) 20%
Larutan Kasein 2% (b/v)
Bufer fosfat 0,1 M (pH 8,0)
Larutan Tripsin
Larutan NaOH 0,5 M
Reagen Folin-Ciocalteu
Prosedur :
Sediakan 10 buah tabung reaksi. Setiap tabung diisi dengan larutan seperti tabel
berikut.
Waktu t = 0 menit
Dalam tabung reaksi berisi pengaduk, masukkan larutan bufer dan larutan enzim,
tambahkan masing-masing 3 mL larutan TCA 20%, inkubasi 30 menit dalam penangas
35oC. Terakhir tambahkan larutan kasein (semua pengukuran sesuai dengan tabel).
Diamkan selama 30 menit dalam air es, selanjutnya sentrifugasi selama 10 menit,
kemudian saring menggunakan kertas saring. Filtrat dikerjakan melalui cara ANSON (lihat
di bawah).
Metode ANSON
Campurkan 2 mL TCA-filtrat (dari percobaan di atas) dengan 4 mL larutan NaOH
0,5 M. Tambahkan 1 mL larutan Folin-Ciocalteu, lalu aduk. Diamkan selama 10 menit,
kemudian tetapkan serapannya pada 650 nm.
Pertanyaan
a. Gambarkan grafik yang menunjukkan hubungan antara 1/V terhadap 1/[S]!
b. Dari grafik pada soal nomor a, tentukan Vmaks dan KM !
c. Apa yang harus dilakukan seandainya warna larutan yang hendak diukur dengan
spektrofotometer terlalu gelap ?
Pendahuluan
Jumlah enzim dalam larutan atau ekstrak jaringan tertentu dapat diuji secara
kuantitatif dari daya katalitiknya. Untuk tujuan ini, perlu diketahui : 1) persamaan
keseluruhan reaksi yang dikatalisis, 2) suatu prosedur analitik untuk menentukan
berkurangnya substrat atau terbentuknya produk reaksi, 3) apakah enzim memerlukan
kofaktor, seperti ion logam atau koenzim, 4) ketergantungan aktivitas enzim pada
konsentrasi substrat, yaitu KM bagi subtrat, 5) pH optimum, dan 6) daerah suhu yang
memungkinkan enzim diuji dalam keadaan stabil dan memiliki aktivitas tinggi. Biasanya,
enzim diuji pada pH optimum, pada suhu kisaran 25oC sampai dengan 38oC, dan pada
konsentrasi substrat mendekati jenuh. Pada keadaan ini, laju reaksi awal biasanya
sebanding dengan konsentrasi enzim, sedikitnya pada kisaran konsentrasi enzim tertentu
(yaitu pada daerah linier kurva laju reaksi sebagai fungsi dari konsentrasi enzim (Gambar
8.1). Setelah melewati daerah linier, aktivitas enzim terhambat atau menurun. Dengan
demikian, daerah tersebut tidak tepat digunakan dalam pengkajian aktivitas enzim.
mol/min
Konsentrasi Enzim
Gambar 8.1 Karakteristik Kurva Laju Reaksi sebagai Fungsi dari Konsentrasi Enzim
Aktivitas didefinisikan sebagai ukuran jumlah berkurangnya substrat (atau
terbentuknya produk) per satuan waktu, yang dipengaruhi oleh jumlah enzim yang
digunakan untuk pengujian. Pada tahun 1961, komisi enzim dari IUB (International Union
of Biochemistry) mendefinisikan satuan aktivitas enzim, unit (U), yang kemudian dikenal
sebagai International Unit (IU), yaitu jumlah enzim yang menyebabkan berkurangnya 1
mol substrat per menit pada kondisi tertentu. Kemudian pada tahun 1973, komisi
Biochemical Nomenclature memperkenalkan katal (kat) sebagai satuan aktivitas enzim
Percobaan
Alat :
Tabung reaksi, pengaduk, stopwatch, thermostat, corong, spektrofotometer
Reagen dan bahan :
Larutan TCA 20% (asam trikloroasetat). Larutan ini harus disimpan dalam lemari es
sehingga tetap baik untuk beberapa bulan.
Larutan kasein 1%. Larutkan 1 gram kasein dalam 100 mL 0,1 M bufer fosfat (pH=8,0)
dengan jalan pemanasan di atas air mendidih selama 20 menit. Kalau perlu
tambahkan aquadest untuk mengganti air yang menguap. Pakailah Erlenmeyer 250
mL, larutan ini harus disimpan dalam lemari es. Walaupun begitu sesudah 10 hari
hendaknya jangan dipakai.
Larutan bufer fosfat 0,1 M (pH=8,0). Timbang NaH2PO4 yang diperhitungkan untuk
membuat larutan 250 mL. Senyawa ini dilarutkan dalam air (lebih kurang 200 mL)
dan dengan penambahan 0,5 M larutan NaOH pH-nya dibuat tepat 8,0. Untuk ini
dipakai pH meter. Kemudian larutan tersebut dipindahkan secara kuantitatif ke dalam
labu takar 250 mL dan ditambahkan air sampai garis. Larutan bufer ini disimpan
dalam lemari es.
Larutan tripsin. Larutkan 8 gram tripsin ke dalam 20 mL 0,1 M bufer fosfat (pH=8,0).
Simpan larutan ini dalam lemari es dan dengan demikian larutan akan tetap baik
selama kurang lebih 1 minggu.
Prosedur :
1. Inkubasi 5 mL 1% larutan kasein dalam tabung reaksi selama 5 menit pada 35oC.
Metode ANSON
1. Campurkan 2 mL TCA-filtrat dengan 4 mL larutan NaOH 0,5 M.
2. Tambahkan 1 mL larutan encer reagen fenol Folin-Ciocalteu (1 vol. reagen fenol di
tambah 1 vol. air sehingga mengandung 1 N asam).
3. Diamkan campuran selama 10 menit.
4. Tetapkan esktingsinya pada 650 nm.
Pendahuluan
Inhibitor merupakan suatu senyawa yang dapat menghambat atau menurunkan laju
reaksi yang dikatalisis oleh enzim. Terdapat dua jenis inhibitor utama, yaitu inhibitor yang
bekerja secara tidak dapat balik (irreversible) dan inhibitor yang bekerja secara dapat balik
(reversible).
Inhibitor tidak dapat balik bekerja dengan mengikat sisi aktif enzim melalui reaksi
irreversibel, E + I EI, sehingga setelah inhibitor mengikat enzim, inhibitor tidak dapat
dipisahkan dari sisi aktif enzim. Keadaan ini menyebabkan enzim tidak dapat mengikat
substrat terhadap atau inhibitor merusak beberapa komponen (gugus fungsi) pada sisi
katalitik molekul enzim.
Inhibitor dapat balik mengikat sisi aktif enzim melalui reaksi reversible dan
inhibitor ini dapat dipisahkan atau dilepaskan kembali dari ikatannya, misalnya dengan
dialisis. Inhibitor dapat balik terdiri dari tiga jenis, yaitu inhibitor yang bekerja secara
kompetitif, non-kompetitif, dan un-kompetitif.
Inhibitor yang bekerja secara kompetitif umumnya mempunyai struktur tiga
dimensi yang mirip dengan substrat yang reaksinya dikatalisis oleh inhibitor tersebut. Oleh
karena itu, dalam suatu campuran reaksi, inhibitor akan berkompetisi dengan substrat
untuk terikat pada sisi aktif enzim. Enzim yang telah mengikat inhibitor tidak dapat
bereaksi dengan substrat untuk menghasilkan produk, sedangkan enzim yang telah
mengikat substrat dapat menghasilkan produk, tetapi tidak dapat berikatan dengan
inhibitor.
E+S ES E + P
E+I EI
Contoh inhibitor kompetitif adalah malonat yang menginhibisi reaksi yang dikatalisis oleh
enzim suksinat dehidrogenase.
Suksinat
Enzim suksinat dehidrogenase mengkatalisis pembebasan dua atom hidrogen dari suksinat,
yaitu satu dari masing-masing kedua gugus metilennya (-CH2-). Dehidrogenasi suksinat ini
dihambat oleh malonat yang menyerupai suksinat karena sama-sama memiliki gugus
karboksil bermuatan negatif yang berjarak tepat sehingga dapat menempati sisi aktif enzim.
Akan tetapi, malonat tidak terhidrogenasi oleh enzim suksinat dehidrogenase; malonat
hanya menempati sisi aktif enzim tersebut dan menguncinya sehingga enzim tidak dapat
bekerja pada substrat.
Pengaruh inhibitor kompetitif dalam menginhibisi reaksi tergantung pada
konsentrasi inhibitor, konsentrasi substrat serta afinitas relatif substrat dan inhibitor
terhadap enzim. Pada konsentrasi tertentu dari inhibitor dan enzim, jika konsentrasi
substrat rendah, maka inhibitor mempunyai kemampuan berkompetisi lebih besar
dibandingkan dengan substrat dalam mengikat enzim sehingga tingkat atau derajat
inhibisinya tinggi. Namun, pada konsentrasi inhibitor dan enzim yang sama, jika
konsentrasi substrat tinggi, maka inhibitor mempunyai kemampuan berkompetisi lebih
kecil daripada substrat dalam mengikat enzim, sehingga derajat inhibisinya menjadi
rendah. Jika konsentrasi substrat sangat tinggi, maka jumlah molekul substrat jauh
melebihi jumlah molekul inhibitor. Pada keadaan ini pengaruh inhibitor menjadi sangat
kecil (dapat diabaikan).
Vo
Tanpa inhibitor
Vmaks
Dengan inhibitor
½ Vmaks
KM KM’ [S]
E+S ES E + P
-I +I
ESI
Kompleks substrat-enzim-inhibitor adalah kompleks yang tidak aktif karena tidak dapat
menghasilkan produk.
Inhibitor yang bekerja secara nonkompetitif dapat berikatan baik dengan molekul
enzim bebas maupun dengan kompleks enzim-substrat menghasilkan kompleks inhibitor
yang tidak aktif (tidak menghasilkan produk).
+
E+S ES E + P
-SS
-I +I -I +I
+
EI ESI
-SS
Inhibitor nonkompetitif mengikat enzim pada sisi pengikatan yang berbeda dengan
substrat. Dengan terikatnya inhibitor, aktivitas katalitik enzim menjadi rusak. Hal ini
mungkin disebabkan oleh inhibitor terikat pada sisi katalitik enzim atau inhibitor terikat
pada sisi lain (bukan sisi katalitik). Tetapi pengikatannya menyebabkan perubahan
konformasi enzim yang mempengaruhi keadaan sisi katalitik walaupun tidak
mempengaruhi sisi pengikatan substrat.
Percobaan
Alat :
Tabung reaksi, batang pengaduk
Reagen dan bahan :
Larutan metilen biru 0,01%
H2O
Bufer fosfat 0,1 M (pH=7,4)
Pertanyaan
a. Jelaskan reaksi enzim yang menerangkan perubahan warna dalam percobaan !
b. Jelaskan pengaruh inhibitor pada tabung 1,2,3,4. Urutkan tingkat atau derajat
inhibisinya dari yang terkecil sampai yang terbesar ! Jelaskan mengapa demikian !
c. 1) Termasuk jenis inhibisi apakah percobaan yang dilakukan ?
2) Bagaimana cara menurunkan atau meniadakan pengaruh inhibitor terhadap jenis
reaksi inhibisi pada nomor 2 ?
Pendahuluan
Pada metabolisme asam amino, gugus -amino dari ke-20 asam L-amino yang
biasa dijumpai dalam protein dapat dipindahkan melalui reaksi degradasi oksidatif.
Pemindahan gugus -amino dari kebanyakan asam L-amino dikatalisis oleh enzim yang
disebut transmainase atau aminotransferase. Pada reaksi ini gugus -amino dipindahkan
secara enzimatik ke atom karbon pada -ketoglutarat sehingga dihasilkan asam -keto,
analog dari asam amino yang bersangkutan. Reaksi ini menyebabkan aminasi -
ketoglutarat, membentuk L-glutamat.
Asam L--amino + -ketoglutarat asam -keto + L-glutamat
COO- COO-
CH2 CH2
R R
transami nase
CH2 CH2
H C NH3+ + H C NH3+ +
H C O (piridoksoal fosfat) H C NH3+
COO- COO-
COO- COO-
Asam L-ami no -ketoglutarat Asam -keto Glutamat
Percobaan
Alat :
Termostat
Tabung reaksi
Batang pengaduk
spektrofotometer
Reagen dan bahan :
Bufer fosfat pH 4,7 (larutkan 11,3 gram Na2HPO4 anhidrous bersama dengan 2,7 gram
KH2PO4 anhidrous dalam 1 liter air)
Substrat (larutkan 8,9 gram asam L-alanin ke dalam NaOH 1 N sehingga pH-nya 7,4
dengan pH meter, diperlukan sekitar 90 mL NaOH. Tambahkan 0,146 gram asam -
ketoglutarat sampai larut dan tambahkan sedikit NaOH 1 N sampai pH-nya 7,4.
Akhirnya tambahkan bufer fosfat sampai volumenya 500 mL. Larutan substrat ini
konsentrasinya masing-masing 200 mM asam L-alanin dan 2 mM asam -ketoglutarat)
Larutan standar piruvat (4 mM)
Larutan 2,4-dinitrofenilhidrazin (larutkan 19,8 2,4-dinitrofenilhidrazin ke dalam 10 mL
HCl pekat. Encerkan dengan aquades sampai volumenya 100 mL dan simpan pada
suhu kamar dalam botol coklat)
Larutan 0,4 N NaOH (larutkan 16 gram NaOH ke dalam aquades sampai volumenya 1
liter).
Serum
Prosedur :
Pipet 0,5 mL substrat ke dalam tabung reaksi dan inkubasi dalam termostat panangas air
pada suhu 37oC selama 3 menit. Tambahkan 0,1 mL serum, campur dengan baik dan
inkubasi selama 60 menit. Kemudian ambillah tabung tersebut dari penangas air dan
masukkan segera 0,5 mL larutan 2,4-dinitrofenilhidrazin (DNFH), Kocok dengan baik.
Sebagai kontrol (campurkan 0,5 mL substrat dengan 0,5 mL larutan DNFH. Setelah
tercampur, tambahkan 0,1 mL serum). Sebagai blanko (campurkan 0,5 mL substrat
dengan 0,1 mL aquades dan 0,5 mL larutan DNFH). Sebagai standar (campurkan 0,1
Batas tertinggi untuk harga normal adalah 23 mmol piruvat per menit per liter serum.
Pertanyaan
a. Bandingkan hasil perhitungan dari percobaan dengan harga normal !
b. Mengapa dilakukan pengujian terhadap larutan kontrol, blanko, dan standar?
c. Jelaskan dengan disertai reaksi-reaksi kimianya penentuan transaminase glutamat-
oksaloasetat secara kolorimetri dengan 2,4-dinitrofenilhidrazin !
d. Sebutkan beberapa penyakit yang menyebabkan kenaikan aktivitas transaminase
glutamat-oksaloasetat !
Pendahuluan
DNA (deoxyribonucleotide acid) merupakan suatu polinukleotida yang disusun
oleh monomer dATP, dTTP, dGTP, dCTP yang terikat melalui ikatan fosfodiester (Gambar
11.1). DNA merupakan untai ganda berbentuk heliks yang kedua untainya mempunyai
urutan nukleotida yang komplemen dan terikat oleh ikatan hidrogen. DNA merupakan
materi genetik yang menentukan sifat dari suatu organisme. DNA terdapat dalam
kromosom, mitokondria, plasmid, dan virus.
Gambar 11.1 Struktur DNA double helix, (a) padangan struktur skematik, (b) struktur yang
lebih detail
Sebanyak3’---CCTAGG---5’ 3’---CCTAG
kurang lebih 200 enzim restriksi G---
telah disiolasi dan dikarakterisasi.
5’
Enzim ini digunakan dalam rekayasa genetika untuk memotong DNA. Enzim ini sering
digunakan untuk memotong plasmid sehingga dapat digabungkan dengan fragmen DNA
asing untuk menghasilkan DNA rekombinan. Enzim restriksi juga digunakan untuk analisa
DNA dan konstruksi peta restriksi dari suatu plasmid. Gambar 11.2 menunjukkan plasmid
restriksi pBR322. Plasmid pBR322 mempunyai urutan pasang basa dan mempunyai
beberapa tempat pemotongan enzim restriksi.
Tujuan percobaan ini adalah untuk membuat analisa restriksi plasmid DNA setelah
dipotong dengan beberapa enzim restriksi. DNA adalah suatu molekul bermuatan negatif.
Pemotongan plasmid DNA oleh enzim restriksi akan menghasilkan fragmen DNA linier.
Fragmen DNA akan bermigrasi dalam medium pendukung agarosa dalam suatu medan
listrik dengan kecepatan berbanding terbalik dengan ukurannya (Gambar 11.3).
No. Fragmen DNA Ukuran dalam kilobasa Ukuran dalam Dalton (x106)
1 23,3 15,1
2 9,5 6,1
3 6,4 4,2
4 4,2 2,7
5 2,2 1,4
6 1,8 1,2
7 0,53 0,34
8 0,125 0,08
Pada percobaan ini akan dilakukan pemotongan plasmid pBR322 oleh berbagai enzim
restriksi. Fragmen DNA yang dihasilkan dielektroforesis dalam gel agarosa. Hasil
elektroforesis divisualisasikan di bawah lampu UV.
Percobaan
Alat :
Alat elektroforesis, power supply, lampu UV, inkubator 37oC
Reagen dan bahan :
Enzim restriksi EcoRI, EcoRV, dan PstI
Bufer TAE (0,04 M Tris-asetat; 0,002 M EDTA, pH 7,8)
1% gel agarosa dalam TAE
Gel-loading buffer (0,04 M Tris-asetat mengandung 50% gliserol dan 0,25%
bromphenol blue, pH = 8,0).
Perhatian : Etidium bromida adalah senyawa mutagenik dan karsinogenik. Gunakan sarung
tangan dan jas lab selama bekerja di bawah lampu UV karena sinar UV dapat merusak
mata dan kulit. Jangan menyentuh alat elektroforesis yang sedang dihidupkan.
Pertanyaan
a. Buat kurva kalibrasi untuk fragmen DNA standar!
b. Tentukan ukuran fragmen DNA plasmid pBR322 yang telah dipotong dengan
enzim restriksi dan buat peta plasmidnya!
Pendahuluan
Perubahan konsentrasi senyawa tertentu dalam tubuh dapat memberikan indikasi
mengenai fungsi metabolisme dalam tubuh. Glukosa merupakan senyawa penting dalam
tubuh yang berfungsi sebagai sumber energi. Kadar glukosa normal dalam darah adalah 70-
110 mg/dL. Kadar glukosa yang terlalu tinggi dalam darah menunjukkan bahwa seseorang
sedang mengalami diabetes.
Darah mengandung sel darah merah, sel darah putih, protein, dan glukosa yang
terlarut dalam plasma darah. Untuk menentukan kadar glukosa dalam darah, sampel darah
harus diberi perlakuan khusus. Protein harus diendapkan terlebih dahulu agar tidak
mengganggu analisa darah. Sampel darah kemudian dipanaskan dengan larutan Cu2+ dalam
suasana basa. Glukosa mempunyai gugus aldehid bebas yang dalam larutan berada dalam
bentuk setimbang dengan bentuk enediol (Gambar 12.1). Dalam suasana basa, bentuk
enediol dominan dan mereduksi ion kupri (Cu2+). Cu2O yang terbentuk kemudian
direaksikan dengan asam fosfomolibdat yang akan memberikan warna biru (molybdenium
blue). Intensitas warna yang terbentuk diukur dengan spektrofotometer. Konsentrasi
glukosa ditentukan dengan menggunakan kurva standar.
CH2OH CH2OH
O OH OH
O
OH OH H
HO HO
OH OH
Gambar 12.1 Struktur glukosa dalam bentuk hemiasetal dan aldehid
Percobaan
Alat :
Sentrifuge klinis, spektrofotometer, tabung reaksi
Reagen dan bahan :
Larutan Ba(OH)2 0,3 N
Larutan ZnSO4 5 %
Larutan standar glukosa 1,00 mg/mL
Pertanyaan
a. Buat kurva standar glukosa !
b. Hitung kadar glukosa darah dalam mg/100 mL darah (mg %) !