Menikah Muda untuk Menakan Angka HIV/AIDS di Indonesia
Baru-baru ini, Wakil Gubernur Jawa Barat, Uu Ruzhanul Ulum, memberikan pendapatnya akan berita yang sedang naik di Indonesia, yaitu angka HIV/AIDS di provinsi Jawa Barat adalah yang tertinggi dibandingkan dengan provinsi lainnya di Indonesia. Pendapat dari Wakil Gubernur Jawa Barat mengenai hal ini yaitu menyarankan anak-anak muda di Jawa Barat agar menikah muda dan para laki-laki untuk berpoligami untuk menekan angka HIV/AIDS pada Kawula Muda di Jawa Barat maupun Indonesia. Perkataannya ini berhasil mencuri perhatian dari para pengguna Sosial Media Indonesia. Menyarankan para anak-anak muda di Indonesia untuk menikah muda atau berpoligami bukanlah hal terbaik yang bisa di lakukan. Ada banyak dampak buruk lainnya yang akan muncul bagi anak-anak muda dan keseimbangan ekonomi negara, jika para kaum muda memutuskan untuk mengikat tali pernikahan di usia dini. Sebagai seorang remaja, saya berpendapat bahwa menikah muda atau berpoligami adalah salah satu hal yang dapat memberikan efek negatif bagi pelaku maupun orang-orang di sekitarnya. Studi penelitian menyebutkan, salah satu dampak negatif nya adalah gangguan psikologis pada anak-anak yang menikah di usia dini, gangguan kecemasan, stress, sampai depresi dapat menyerang mental suami istri usia muda. Kita sebagai warga negara yang tinggal di negara dengan ekonomi yang masih berkembang, akan sangat merasakan dampak negatif dari banyaknya penduduk yang menikah muda ini. Salah satunya adalah ekonomi yang semakin merosot akibat Sumber Daya Manusia di usia produktif justru di gunakan untuk mengurus rumah tangga, mengurus istri atau suami, serta mengurus anak. Banyak orang tua yang menikahkan anaknya di usia dini karena alasan ekonomi, maka dengan menikah, tanggungan mereka berkurang. Namun, dampak negatifnya adalah ekonomi rumah tangga sang anak akan sangat buruk karena belum mendapatkan pendidikan yang cukup untuk mencari pekerjaan yang layak, anak-anak yang lahir dari hasil pernikahan dini pun akan mengalami kekurangan gizi, kesulitan pendidikan, serta berdampak pada kondisi fisik yang mengalami stunting atau perkembangan fisik yang tidak sempurna. Selain itu, dampak negatif dari menikah muda adalah kekerasan rumah tangga, penceraian, dan masalah ekonomi. Sebuah studi menunjukkan bahwa kemungkinan untuk bercerai pada pasangan yang menikah di usia kurang dari 20 tahun adalah 50 persen lebih tinggi dibandingkan pasangan yang menikah di usia 25 tahun ke atas. Ini disebabkan oleh belum matang nya tingkat kedewasaan pada psikis atau kepribadian orang-orang yang menikah di usia muda. Bagi kita semua, tentu saja penceraian bukanlah hal yang di inginkan, maka dari itu lebih baik kita menghindarinya dengan cara menghindari pernikahan di usia anak-anak. Di usia produktif seperti kita yaitu remaja, seharusnya kita dapat melakukan hal-hal yang dapat memperkaya keunggulan dan nilai pribadi masing-masing. Memperbanyak pengalaman, melakukan travelling dan mengenali banyak budaya dan kultur Dunia, serta mengisi masa muda kita dengan ilmu dan pengetahuan yang dapat berdampak bagi kemajuan negara, yaitu kemajuan Sumber Daya Manusia. Jika kita menaikkan value atau nilai diri kita masing-masing, menjadi orang yang berpendidikan, cerdas, dan berilmu, maka Pasangan yang akan kita temukan adalah orang yang setara dengan kita atau bahkan lebih tinggi dari kita. Tentunya hal ini adalah keinginan dan harapan kita semua, bukan? Kita juga dapat mencontoh negara-negara maju seperti negara di benua Eropa, Amerika, atau Jepang, angka pernikahan dini di negara-negara tersebut sangat rendah, bahkan hampir tidak ada, maka dari itu berdampak pada kualitas SDM dan juga kemajuan negara. Maka dari itu, perkataan dari wakil gubernur Jawa Barat, Uu Ruzhanul Ulum sebaiknya tidak usah kita terapkan di kehidupan pribadi kita masing-masing. Ada banyak hal lain yang dapat menekan angka HIV/AIDS, yaitu mendekatkan diri pada Tuhan, belajar agama, memperkaya kualitas diri, serta menjaga pergaulan kita. Tidak perlu menikah di usia dini jika belum siap secara mental, ekonomi, dan fisik, kita bisa mengisi masa muda kita dengan hal-hal yang menyenangkan dan berdampak positif bagi diri kita, keluarga, serta negara Indonesia.