Kelas : VIII D
Tanggal :
Mapel : BMR
Pada tanggal 2 Oktober 2009 Unesco menetapkan batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk
Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity).
Sejak saat itu, kita memperingatinya sebagai hari Batik Nasional.
Seiring perjalanan waktu, penggunaan logam perunggu ini pun berakhir dan digantikan dengan
bahan kayu yang lunak yang disebut kerajinan Telepuk. Kerajinan Telepuk ini menggunakan
menggunakan bahan cap yang berasal dari buah-buahan keras, seperti kentang. Telepuk sendiri
berarti gambar bunga-bungaan dengan perada pada kain atau kertas. Kain Telepuk merupakan
kain berbunga-bunga yang berasal dari India.
Lalu, dari pelatihan tersebut muncullah tiga perajin batik di Provinsi Riau/Pekanbaru:
Kemudian barulah di tahun 2014, Ibu Dra. Hj. Septina Primawati Rusli, MM., selaku Ketua
Dekranasda Provinsi Riau berupaya membangkitkan kembali kerajinan batik ini dengan
menggunakan pola baru pada disain sehingga terlihat kekhasan batik Riau.
Salah seorang seniman yang juga pengurus Dekranasda Provinsi Riau yakni H. Encik Amrun
Salmon akhirnya menghasilkan suatu pola baru dengan membuat batik tulis/colet berpola dengan
mengambil ilham dari tabir belang budaya Melayu Riau yang bergaris memanjang dari atas ke
bawah dengan motif-motif Melayu terutama terdapat pada tabir pelaminan Melayu Riau.
Dari motif-motif tersebut maka dikembangkan menjadi sebuah motif baru yang diberi nama
sesuai aslinya. Berikut motif baru batik Riau: Bungo Kesumbo, Bunga Tanjung, Bunga
Cempaka, Bunga Matahari Kaluk Berlapis, dan masih banyak lagi.