Anda di halaman 1dari 50

Pencegahan Korupsi di Sektor Pertambangan

Oleh : Dr. H. Mochammad Jasin, M.M.


(Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi 2007–2011)

PELATIHAN HUKUM PERTAMBANGAN


ANGKATAN XIII 14-15 September 2022

Diselenggarakan oleh:
BALAI DIKLAT TAMBANG BAWAH TANAH, BPSDM, KEMENTERIAN ESDM
Bekerja Sama dengan
PUSAT STUDI HUKUM ENERGI DAN PERTAMBANGAN (PUSHEP)
PENCEGAHAN KORUPSI DI SEKTOR SUMBER
DAYA ALAM DAN PERTAMBANGAN

Oleh:
Dr. Moch. Jasin, MM, MH, PIA, PhD
Pimpinan KPK periode 2007-2011,
Irjen Kemenag periode 2012-2017

Kamis, 15 September 2022


POKOK-POKOK PEMBAHASAN
 SEJARAH KORUPSI DI INDONESIA, MENGAPA KORUPSI TERJADI
DAN POTENSI PENYEBAB KORUPSI

 TUGAS DAN KEWENANGAN KPK

PENCEGAHAN KORUPSI DI SEKTOR SUMBER DAYA ALAM (SDA)

SIFAT KEGIATAN PENCEGAHAN KORUPSI DI SEKTOR SDA

FOKUS KEGIATAN TARGET PENCEGAHAN KORUPSI DI SEKTOR SDA

ESDM UNTUK KESEJAHTERAAN RAKYAT

TINDAKLANJUT KORSUP MINERBA

PENGAWASAN MASYARAKAT SESUAI DENGAN PP NO. 43 TAHUN


2018
SEJARAH PEMBERANTASAN KORUPSI
DI INDONESIA
 Tahun Kegiatan Utama Lingkup Dasar Hukum
 1957 Operasi Militer (Kegiatan tidak terstruktur) PRT/PM/06/1957
 1967 Tim Pemberantasan Korupsi (Represif) Keppres 228 Tahun 1967
 1977 Opstib (Penertiban Sistem) Inpres 9 Tahun 1977
 1987 Pemsus Restitusi Pajak (Kebenaran restitusi) Surat MENKEU S-1234/MK.04/1987

 1997-1998  Krisis Moneter & Ekonomi


 1999 KPKPN (Preventif) UU 28 Tahun 1999
 1999 TGTPK (Represif) PP 19 Tahun 2000

PELAJARAN
 Tidak memadai pada komponen pencegahan, walaupun mandat yang diberikan mencakup
pencegahan
 Diarahkan ,hanya untuk penghukuman, tidak cukup perhatian pada upaya pelacakan aset (hasil
korupsinya)
 Sistem manajemen SDM tidak diarahkan untuk mendukung kinerja
 Sistem manajemen keuangan tidak diarahkan untuk mendukung kinerja

 2003 KPK (Penindakan & Pencegahan) UU 30 Tahun 2002


 Tugas: Koordinasi, Supervisi, Penindakan, Pencegahan, Monitor
 2005 Timtas Korupsi (Represif) Keppres 11 Tahun 2005
Mengapa Korupsi Terjadi

 Secara sederhana dapat dikatakan bahwa korupsi


terjadi sebagai pertemuan antara niat dan kesempatan.
 Niat terkait dengan perilaku,
dan perilaku tidak dapat
Perilaku, Kelemahan
dipisahkan dg nilai/values. 2
Nilai /Moral Sistem
 Kesempatan untuk korupsi
banyak dibuka oleh NIAT KESEMPATAN

kelemahan sistem.
 Karena itulah Pemberantasan KORUPSI

Tindak Pidana Korupsi didefinisikan sebagai


serangkaian tindakan untuk mencegah dan
memberantas TPK melalui upaya koordinasi, supervisi,
monitor, penyelidikan-penyidikan-penuntutan dan
pemeriksaan di sidang pengadilan dengan peran serta
4
masyarakat.
POTENSI
PENYEBAB KORUPSI
SKOR CPI INDONESIA TAHUN 2020

• Skor 38 • Skor 40 • Skor 37 • Skor 38


/Peringkat /Peringkat /Peringkat /Peringkat
89 85 102 96

2018 2019 2020 2021

Source: International Transparency


SISTEM ADMINISTRASI PEMERINTAH YANG BURUK

 Kelembagaan: organisasi Pemerintah masih gemuk dan belum tepat


fungsi.
 Tatalaksana: sistem , prosedur, dan proses kerja yang belum efektif
dan efisien sesuai prinsip-prinsip Good Governance
 Sumberdaya manusia aparatur: Sebagian besar aparatur belum
berintegritas, netral, profesional/kompeten, berkinerja tinggi dan
sejahtera.
 Regulasi: Peraturan Perundangan masih tumpang tindih;
 Pengawasan: pengawas internal belum maksimal dalam mencegah
pelanggaran etik dan korupsi, kolusi dan Nepotisme.
 Akuntabilitas: capaian kinerja dan laporan pertanggung jawaban
keuangan yang masih rendah dan manipulatif.
 Pelayanan Publik: sebagian besar sistem pelayanan publik yang belum
profesional (belum one roof & e-public services) dan masih maraknya
praktek suap.
 Budaya Kerja aparatur: moral dan kultur kerja aparatur negara yang
masih rendah ( low mind & cultural set of majority public servant)
SISTEM HUKUM YANG BURUK

 Sumberdaya manusia aparatur di Yudikatif: Sebagian besar aparatur


Hakim dan Panitera belum berintegritas, belum netral, belum
profesional/kompeten,
 Pengawasan eksternal dan internal: pengawas eksternal oleh Komisi
Yudisial belum maksimal, pengawasan internal di Mahkamah Agung
belum maksimal dalam mencegah pelanggaran etik dan korupsi, kolusi
dan Nepotisme.
 Keteladanan: para Petinggi di Yudikatif belum maksimal dalam
memberikan keteladanan, banyak oknum hakim, panitera, pengacara
yang menerima suap
SISTEM POLITIK YANG BURUK

 Sistem rekrutment anggota legislatif: sistem rekrutmen anggota


legislatif dengan oleh masing-masing partai politik peserta pemilu
masih baruk, tidak mensyarakatkan rekam jejak, integritas dan
kompetensi calon.
 Integritas aparatur di Legislatif: sebagian oknum anggota legislatif di
pusat maupun daerah belum berintegritas, belum netral, belum
profesional/kompeten, ditandai dengan banyaknya oknum legislatif yang
terjerat kasus korupsi.
 Pengawasan eksternal terhadap lembaga legislatif: pengawas
eksternal oleh BPK belum maksimal, pengawasan masyarakat terhadap
lembaga dan anggota legislatif belum maksimal dalam mencegah
pelanggaran etik dan korupsi, kolusi dan Nepotisme.
 Pendanaan Parpol: sistem pendanaan parpol belum diatur dalam
peraturan yang dapat mencegah terjadinya praktek korupsi
 Keteladanan: para petinggi di legislatif belum maksimal dalam
memberikan keteladanan, banyak pimpinan lembaga legislatif pusat
maupun daerah yang terjerat kasus korupsi karena menerima suap
SISTEM SOSIAL YANG BURUK

 Materialisme dan konsumerisme: gaya hidup masyarakat yang


hedonisme, sehingga masyarakat ingin memiliki harta yang banyak
melupakan cara memperolehnya dengan cara melanggar hukum atau
tidak.
 Prestise di Masyarakat: menghormati orang didasarkan atas kekayaan
yang dimilikinya.
 Keteladanan: para tokoh masyarakat tidak banyak yang bisa menjadi
figur role model dalam kesederhanaan, integritas, moral, kedisiplinan,
dan perilaku sehari-hari
 Kegotong royongan: faham individualistis persaingan hidup dalam
masyarakat menyebar ke wilayah Indonesia, menghapuskan rasa
empathy terhadap masyarakat yang membutuhkan pertolongan.
 Sikap masa bodoh: masyarakat yang seharusnya ikut memantau dan
mengawasi pelaksanaan sistem pemerintahan (oversight group), tetapi
justru acuh tak acuh dan masa bodoh apa yang terjadi dalam
penyelenggaraan negara ini.
SISTEM BUDAYA YANG BURUK

 Memberi Uang Pelicin: hampir pada setiap layanan publik merasa


berdosa bila tidak memberi uang tambahan kepada petugas layanan:
baik pengurusan perizinan dan non perizinan misal: SIM, Dukcapil,
Paspor, IMB, Serifikat Tanah, KIR, SIUP, TDP, Lingkungan Hidup,
pernikahan. Jadi suap pada layanan publik terjadi dan subur karena
disebabkan sebagian atas inisiatif pengguna layanan (masyarakat)
 Budaya upeti ke Atasan: budaya pemberian dari bawahan ke atasan
secara berjenjang. dari pegawai bahawan ke atasan baik pada swasta
maupun lembaga pemerintah di saat hari besar keagamaan, saat ada
pembagian rapor, pada saat akan naik pangkat, naik jabatan (jual beli
jabatan), mahar politik bila ingin dicalonkan anggota legislatif atau
paslon pejabat daerah/pusat.
 Budaya memberi uang bila ingin mendapatkan pekerjaan: untuk
mendapatkan pekerjaan setelah lulus sekolah/kuliah baik di swasta
maupun di pemerintahan, masyarakat menganggap selalu membayar
kepada orang yang mengaku bisa menjalin kelulusan untuk diterima
kerja.
Sistem Peradilan
KPK Penyelidikan Penyidikan Penuntutan

UU No. 30/2002

Pengadilan
Tindak Pidana
Korupsi
KEPOLISIAN
Penyelidikan Penyidikan
(Pertama, Penjara
Banding, Agung

UU No. 2/2002

KEJAKSAAN Penyidikan Penuntutan

UU No. 16/2004
PENANGANAN KASUS KORUPSI OLEH KPK
SEJAK BERDIRINYA KPK 2004- DES 2018
1. Anggota DPR/DPRD = 291 orang
2. Menteri, Kepala Lembaga= 26 orang
3. Duta Besar = 4 orang
4. Komisioner = 7 orang
5. Gubernur Propinsi = 20 orang
6. Gubernur BI = 1 org, 1 org Deputy Senior, 4 Deputy Gub
7. Bupati/walikota/Wakilnya = 91 orang
8. Pejabat eselon I / II /III = 192 orang
9. Hakim = 19 orang
10.Jaksa = 7 orang
11. Polisi = 2 orang
12. Pengacara = 10 orang
13. Swasta = 214 orang
14. Korporasi = 4 orang
15. Lainnya = 90 orang
Total = 921 orang
Sumber : acch. kpk.go.id, diolah
TUGAS DAN KEWENANGAN KPK
TUGAS DAN KEWENANGAN KPK
(Pasal 6 UU No.19 Tahun 2019)

Tugas dan Kewenangan KPK sebagai berikut:


a. Tindakan-tindakan pencegahan, sehingga tidak terjadi
tindak pidana korupsi;
b. Koordinasi dengan instansi yang berwenang
melaksanakan pemberantasan tindak pidana korupsi
dan instansi yang bertugas melaksanakan pelayanan
publik;
c. Monitor terhadap penyelenggaraan pemerintah Negara;
d. Supervisi terhadap instansi yang berwenang
melaksanakan pemberantasan tindak pidana korupsi;
e. Penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap
tindak pidana korupsi;
f. Tindakan untuk melaksanakan penetapan hakim dan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
TUGAS MONITOR
(Pasal 9 UU No.19 Tahun 2019)

Dalam Melaksanakan Tugas Monitor Sebagaimana


Yang Dimaksud Dalam Pasal 6 huruf c, KPK
Berwenang :
a. Melakukan pengkajian terhadap sistem pengelolaan
administrasi di semua lembaga negara dan lebaga
pemerintahan;
b. Memberikan saran kepada pimpinan lembaga negara
dan lembaga pemerintahan untuk melakukan
perubahan jika berdasarkan hasil pengkajian, sistem
pengolaan administrasi tersebut berpotensi
menyebabkan terjadinya tindak pidana korupsi;
c. Melaporkan kepada presiden epublik Indonesia, Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan Badan
Pemeriksa Keuangan, jika saran KPK mengenai usulan
perubahan tidak dilaksanakan.
PENCEGAHAN KORUPSI DI SEKTOR
SUMBER DAYA ALAM (SDA)
KPK MELAKUKAN KAJIAN SISTEM

1. Kajian sistem pada kehutanan dan perkebunan ;


2. Kajian sistem pada pengelolaan ruang laut dan sumber
daya kelautan (2014);
3. Kajian kebijakan pengusahaan batubara di Indonesia
(2011).
4. Kajian sistem perencanaan dan pengawasan kawasan
hutan (2010);
5. Kajian sistem pengelolaan PNBP Minerba (2013);
6. Percepatan pengukuhan kawasan hutan Indonesia
(2013);
7. Kajian perijinan di sektor pertambangan (2013);
KPK MELAKUKAN KAJIAN SISTEM
8. Kajian perijinan di sektor : Kehutanan, pertanahan
(2013);
9. Kajian sistem pengelolaan pajak batubara (2014);
10.Kajian sistem pengelolan hutan-perum perhutani
(2014);
11.Koordinasi supervisi atas pengelolaan Minerba di 12
provinsi (2014);
12.Koordinasi supervisi kelautan di 34 provinsi (2015)
Lokus 9 kota;
13.Koordinasi supervisi Minerba di 19 provinsi (2015)
lokus 6 kota;
14.Koordinasi supervisi kehutanan dan perkebunan di 24
provinsi (2015) lokus 7 kota.
SIFAT KEGIATAN PENCEGAHAN
KORUPSI DI SEKTOR SDA
GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SDA
INDONESIA
1. Penyelamatan sektor SDA merupakan tugas bersama
semua elemen bangsa;
2. KPK menjalankan fungsi Trigger mechanism dengan
menggunakan peran koordinasi dan supervisi
pemberantasan korupsi;
3. Akselerasi berbagai bentuk upaya yang dapat
membantu menyelamatkan sektor SDA Indonesia;
4. Menggunakan pendekatan pencegahan lebih ovensif
dengan mengedepankan perbaikan sistem dan
pembangunan budaya anti korupsi;
5. Gabungan dari berbagai pola perbaikan sistem yang
telah dilakukan KPK: kegiatan pemantauan terhadap
tindak lanjut atas hasil kajian dan kegiatan korsup atas
pengelolaan berbagai sektor SDA upaya penyelamatan
SDA yang ada di laut.
FOKUS KEGIATAN TARGET
PENCEGAHAN KORUPSI DI SEKTOR SDA
LiMA FOKUS KEGIATAN TARGET PENCEGAHAN

1. Penataan izin usaha pertambangan, tidak ada lagi izin usaha


pertambangan minerba yang tidak memenuhi persyaratan
CnC, tidak memiliki NPWP/IPPKH, melanggar aturan
pertanahan, tata ruang dan lingkungan;
2. Pelaku usaha pertambangan minerba melunasi pelaksanaan
kewajiban keuangan, iuran tetap, iuran produksi, pajak,
jaminan operasi, jaminan pasca tambang, jaminan
kesungguhan, jaminan lingkungan dan kewajiban keuangan
lainnya;
3. Pelaksanaan pengawasan produksi pertambangan minerba:
semua pelaku usaha menyampaikan laporan produksinya
secara reguler, semua Pemda melaporkan secara reguler
produksi pertambangan di wilayahnya, semua Pemda
menindaklanjuti pemberian sanksi atas pelaku usaha
pertambangan minerba yang tidak melaksanakan good
mining practice dan atau melanggar peraturan yang berlaku,
tidak ada lagi PETI;
LiMA FOKUS KEGIATAN TARGET PENCEGAHAN

Lanjutan…….

4. Pelaksaan kewajiban pengolahan/pemurnian hasil


tambang minerba, tidak ada pelaku usaha yang tidak
melaksanakan kewajiban pengolahan/pemurnian dan
penegakan sanksi bagi yang melanggar;
5. Pelaksanaan pengawasan penjualan dan
pengangkutan / pengapalan hasil tambang minerba.
Seluruh pelaku usaha menyampaikan leporan kegiatan
pengjualannya dan penegakan sanksi bagi yang
melanggar. Seluruh Pemda menyampaiakan laporan
pengawasan penjualan secara bertingkat. Pemberian
sanksi bagi semua pelaku usaha dan pihak terkait
lainnya atas kegiatan penjualan hasil minerba secara
ilegal.
ESDM UNTUK KESEJAHTERAAN RAKYAT
MEMINTA GUBERNUR DAN BUPATI UNTUK
MELAKSANAKAN SE MENTERI ESDM NO. 04.E/30/DJB/2015

1. Meminta Bupati/walikota segera menyerahterimakan dokumen


perizinan IUP yang ada di kabupaten/kota kepada gubernur sesuai
UU No. 23 Tahun 2014;
2. Meminta gubernur memproses permohonan perizinan mineral
bukan logam dan batuan termasuk pemrosesan peningkatan IUP
eksplorasi menjadi IUP operasi produksi, perpanjangan IUP,
termasuk penetapan WPR dan penerbitan IPR;
3. Meminta gubernur untuk mencabut IUP non-CnC yang tidak dapat
memenuhi kewajiban, pemerintah pusat akan mengeluarkan
kebijakan terkait dengan tindaklanjut ini;
4. Dalam masa transisi meminta kadis ESDM provinsi secara ex-
opicio selaku kepala inspektur tambang provinsi untuk
melaksanakan terhadap pemegang IUP yang berada dalam 1
provinsi;
5. Meminta kadis ESDM provinsi dan kabupaten/kota untuk
melaksanakan surat sekjen kementerian ESDM No.
3815/70/SJN.P/2015 tgl 25 Mei 2015 perihal data inspektur
tambang dan jajak minat menjadi inspektur tambang
TINDAKLANJUT KORSUP MINERBA
KORSUP MINERBA

1. KPK bersama kementerian ESDM perlu melakukan high


level meeting dengan mengundang 6 menteri terkait
SDA dan 32 gubernur yang mempunyai izin di
Indonesia dengan agenda pembahasan kewenangan
gubernur sesuai UU No. 23 tahun 2014 antara lain:
• penyelesaian permasalahan IUP Non CnC
• Penagihan piutan PNBP dan kewajiban keuangan
lainnya
• Pencabutan dan/atau penciutan IUP di dalam
kawasan hutan konservasi dan lindung
PENGAWASAN MASYARAKAT SESUAI
DENGAN PP NO. 43 TAHUN 2018
RUJUKAN PP No. 43 Tahun 2018

Menimbang :

a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 ayat (5) dan Pasal 42 ayat
(2) Undang-Undang Nomor 3l Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
2O Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah ditetapkan
Peraturan Pemerintah Nomor 7l Tahun 2OOO tentang Tata Cara
Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
b. bahwa untuk mengoptimalkan pemberian kemudahan kepada masyarakat
dalam membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
korupsi, serta mempermudah pelaksanaan pemberian penghargaan kepada
masyarakat, perlu mengganti Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2OOO
tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian
Peng- hargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan tindak Pidana
Korupsi;
lanjutan PP No. 43 Tahun 2018

Menimbang :
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan
huruf b, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara
Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Mengingat:
1. pasal 5 ayat (21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
2. Undang-Undang Nomor 3l Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi (Iembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 387 4l
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2OOl
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 20Ol Nomor 134, Tambahan kmbaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4150);
KETENTUAN UMUM PP No. 43 Tahun 2018

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:


1. Penegak Hukum adalah aparat Komisi Pemberantasan
Korupsi, Kepolisian Negara Republik Indonesla, dan
Kejaksaan Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
2. Masyarakat adalah orang perseorangan atau kelompok orang.
3. Pelapor adalah Masyarakat yang memberikan informasi
kepada Penegak Hukum mengenai adanya dugaan telah
terjadi tindak pidana korupsi.
TATA CARA PELAKSANAAN PERAN SERTA MASYARAKAT

• Masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan


dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
• Peran serta Masyarakat diwujudkan dalam bentuk:
o hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya
dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi;
o hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh,
dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak
pidana korupsi kepada Penegak Hukum yang menangani
perkara tindak pidana korupsi;
o hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung
jawab kepada Penegak Hukum yang menangani perkara tindak
pidana korupsi;
o hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang
laporan yang diberikan kepada Penegak Hukum; dan
o hak untuk memperoleh pelindungan hukum.

Pasal 2
TATA CARA MENCARI DAN MEMPEROLEH
INFORMASI
• Masyarakat dapat mencari dan memperoleh
informasi mengenai dugaan telah tedadi tindak
pidana korupsi dari badan publik atau swasta.

• Untuk mencari dan memperoleh informasi


Masyarakat mengajukan permohonan kepada
pejabat yang berwenang pada badan publik
atau swasta.
Pasal 3
CARA PENYAMPAIAN PERMOHONAN

• Permohonan dapat disampaikan secara lisan atau


tertulis baik melalui elektronik maupun maupun non
elektronik.
• Permohonan disampaikan secara lisan, pejabat yang
berwenang pada badan publik atau swasta wajib
mencatat permohonan secara tertulis,
• Permohonan paling sedikit memuat:
o identitas diri disertai dengan dokumen pendukung;
dan
o informasi yang sedang dicari dan akan diperoleh dari
badan publik atau swasta.
Pasal 4
TATA CARA MEMBERIKAN INFORMASI

• pejabat yang berwenang pada badan publik; dan/atau


• Penegak Hukum.
• Pemberian informasi kepada Penegak Hukum dilakukan dengan
membuat laporan.
• Laporan dapat disampaikan secara lisan atau tertulis baik melalui
media elektronik maupun nonelektronik.
• Dalam hal laporan disampaikan secara lisan, Penegak Hukum
atau petugas yang berwenang wajib mencatat laporan secara
tertulis.
• Laporan wajib ditandatangani Pelapor dan Penegak Hukum atau
petugas yang berwenang

pasal 5,7
ISI LAPORAN PALING SEDIKIT MEMUAT:

• identitas Pelapor;
• uraian mengenai fakta tentang dugaan telah tedadi
tindak pidana korupsi
• harus disertai dengan dokumen pendukung paling
sedikit:
o fotokopi kartu tanda penduduk atau identitas diri yang
lain; dan
o dokumen atau keterangan yang terkait dengan
dugaan tindak pidana korupsi yang dilaporkan.

Pasal 8
KEWAJIBAN PENEGAK HUKUM ATAS LAPORAN MASYARAKAT

• Penegak Hukum wajib melakukan pemeriksaan terhadap


laporan secara administratif dan substantif.
• Pemeriksaan dilakukan dalam waktu paling lama 30 (tiga
puluh) hari terhitung sejak tanggal laporan diterima.
• Dalam proses pemeriksaan substantif Penegak Hukum
dapat meminta keterangan dari Pelapor.
• Pemberian keterangan oleh Pelapor dapat disampaikan
secara lisan dan/atau tertulis.
• Dalam hal Pelapor tidak memberikan keterangan, tindak
lanjut laporan ditentukan oleh Penegak Hukum.

Pasal 9
HAK PELAPOR

• Pelapor berhak mengajukan pertanyaan tentang


laporannya yang diberikan kepada Penegak Hukum.

• Penegak Hukum wajib memberikan jawaban atas


pertanyaan tentang laporan dalam jangka waktu paling
lambat 3O (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
pertanyaan diajukan.

• Penyampaian jawaban dilaksanakan sesuai dengan


ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 10
TATA CARA PENYAMPAIAN SARAN DAN PENDAPAT

• Masyarakat dapat menyampaikan saran dan pendapat


kepada Penegak Hukum mengenai penanganan perkara
tindak pidana korupsi.
• Saran dan pendapat dapat disampaikan secara lisan atau
tertulis baik melalui media elektronik maupun nonelektronik.
• Dalam hal saran dan pendapat disampaikan secara lisan,
Penegak Hukum wajib mencatat saran dan pendapat secara
tertulis.
• Saran dan pendapat wajib ditandatangani oleh pihak yang
menyampaikan saran dan pendapat serta penegak Hukum.
• Saran dan pendapat paling sedikit memuat:
o identitas diri yang disertai dengan dokumen pendukung;
dan
o saran dan pendapat mengenai penanganan perkara
tindak pidana korupsi.
HAK UNTUK MEMPEROLEH PERLINDUNGAN HUKUM

Hak untuk memperoleh pelindungan hukum diberikan oleh


Penegak Hukum kepada Masyarakat dalam hal:
• melaksanakan haknya diminta hadir dalam proses
penyelidikan, penyidikan, dan pemeriksaan di sidang
pengadilan sebagai Pelapor, saksi, atau ahli.
• Pelindungan hukum diberikan kepada Pelapor yang
laporannya mengandung kebenaran.
• Pelindungan hukum dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
• Dalam memberikan pelindungan hukum Penegak Hukum
dapat bekerja sama dengan Lembaga Perlindungan Saksi
dan Korban.
Pasal 12
TATA CARA PEMBERIAN PENGHARGAAN

• Masyarakat yang berjasa membantu upaya pencegahan,


pemberantasan, atau pengungkapan tindak pidana korupsi
diberikan penghargaan.
• Penghargaan diberikan kepada:
o Masyarakat yang secara aktif, konsisten, dan
berkelanjutan bergerak di bidang pencegahan tindak
pidana korupsi; atau
o Pelapor.
• Penghargaan diberikan dalam bentuk:
o piagam; dan/atau
o premi.
Pasal 13
PENGHARGAAN DALAM RANGKA PENCEGAHAN

• Penghargaan dalam upaya pencegahan tindak pidana


korupsi diberikan kepada Masyarakat yang secara aktif,
konsisten, dan berkelanjutan bergerak di bidang
pencegahan tindak pidana korupsi
• Penghargaan diberikan dalam bentuk piagam.
• Untuk memberikan penghargaan dalam bentuk piagam,
Penegak Hukum melakukan penilaian berdasarkan
laporan kegiatan pencegahan tindak pidana korupsi
yang telah dilakukan.
• Penilaian dilakukan secara berkala.

Pasal 14
PENGHARGAAN TERHADAP PEMBERANTASAN
DAN PENGUNGKAPAN
• Penghargaan dalam upaya pemberantasan atau
pengungkapan tindak pidana korupsi diberikan kepada
Pelapor
• Penghargaan dapat diberikan dalam bentuk: a. piagam;
dan/atau b. premi.
• Untuk memberikan penghargaan Penegak Hukum
melakukan penilaian terhadap tingkat kebenaran laporan
yang disampaikan oleh Pelapor dalam upaya pemberantasan
atau pengungkapan tindak pidana korupsi.
• Penilaian dilakukan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh)
hari kerja terhitung sejak salinan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap diterima oleh
Jaksa.
• Penilaian dikoordinasikan oleh Jaksa
Pasal 15
PENGHARGAAN BERUPA PREMI

• Dalam hal hasil penilaian sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 15 disepakati untuk memberikan penghargaan berupa
premi, besaran premi diberikan sebesar 2o/oo (dua permil)
dari jumtah kerugian keuangan negara yang dapat
dikembalikan kepada negara.
• Besaran premi yang diberikan paling banyak
Rp2OO.OOO.OOO, (dua ratus juta rupiah).
• Dalam hal tindak pidana korupsi berupa suap, besaran premi
diberikan sebesar 2o/oo (dua permil) dari nilai uang suap
dan/atau uang dari hasil lelang barang rampasan.
• Besaran premi yang diberikan dalam hal tindak pidana
korupsi berupa suap paling banyak Rp10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah).

Pasal 17
KEPUTUSAN PEMBERIAN PENGHARGAAN

• Pemberian penghargaan berupa piagam dan/atau premi


dilaksanakan berdasarkan hasil penilaian yang
ditetapkan dalam keputusan pimpinan instansi Penegak
Hukum.

• Keputusan ditetapkan dalam jangka waktu paling


lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal
berakhirnya penilaian.

Pasal 18
PELAKSANAAN PEMBERIAN PENGHARGAAN BERUPA PREMI

• Pelaksanaan pemberian penghargaan berupa premi dilakukan


setelah kerugian keuangan negara, uang suap, dan/atau uang
dari hasil lelang barang rampasan disetor ke kas negara.
• Pengalokasian dan pencairan dana untuk pemberian
penghargaan berupa premi dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
• Upaya hukum luar biasa tidak membatalkan pemberian
penghargaan kepada Pelapor.
• Dalam hal penerima penghargaan meninggal dunia dan/atau tidak
diketahui keberadaannya, penghargaan diberikan kepada ahli
warisnya.
• Pemberian penghargaan berupa piagam dan premi dialokasikan
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada bagian
anggaran masing-masing instansi Penegak Hukum.

Pasal 20,21, 22,23


TERIMA KASIH

KORUPSI DI SEKTOR SUMBER DAYA ALAM,


TIDAK HANYA PERSOALAN KERUGIAN
KEUANGAN NEGARA, TETAPI MERUPAKAN
KEGAGALAN NEGARA DALAM MENGELOLA
SDA UNTUK MENSEJAHTERAKAN
RAKYATNYA 49

Anda mungkin juga menyukai