Anda di halaman 1dari 62

HUKUM ADMINISTRASI

PEMERINTAHAN DALAM KEGIATAN


USAHA PERTAMBANGAN

Dr. Irine Handika, S.H., LL.M.


FH, PSE - UGM
irinehandika@ugm.ac.id

(Disampaikan dalam Pelatihan Hukum Pertambangan)


Outline
1. Hukum Administrasi Pemerintahan (HAP) dan Lingkupnya
2. Aspek-Aspek dalam Administrasi Pemerintahan
3. Perbuatan Hukum Menurut Hukum Publik
4. Keputusan/Ketetapan
5. Hak Pengambilan Keputusan Oleh Pejabat Berwenang
6. Studi Kasus Penerapan HAP Pada Tata Kelola Eksplorasi &
Eksploitasi Panas Bumi
1. Hukum Administrasi Pemerintahan (HAP) &
Lingkupnya
1. Terminologi Penting
o HAP adalah: hukum yang mengatur mengenai tata laksana dalam pengambilan keputusan
dan/atau tindakan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan (vide Pasal 1 angka 1 UU
30/2014 jo perubahannya).
o Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan adalah: unsur yang melaksanakan Fungsi
Pemerintahan, baik di lingkungan pemerintah maupun penyelenggara negara lainnya (vide
Pasal 1 angka 3 UU 30/2014 jo perubahannya).
o Fungsi Pemerintahan adalah: fungsi dalam melaksanakan Administrasi Pemerintahan yang
meliputi fungsi pengaturan, pelayanan, pembangunan, pemberdayaan, dan pelindungan
(vide Pasal 1 angka 2 UU 30/2014 jo perubahannya).
o Keputusan Administrasi Pemerintahan/Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN)/Keputusan
Administrasi Negara adalah: ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan (vide Pasal 1 angka 7 UU 30/2014 jo
perubahannya).
o Tindakan Administrasi Pemerintahan adalah perbuatan Pejabat Pemerintahan atau
penyelenggara negara lainnya untuk melakukan dan/atau tidak melakukan perbuatan konkret
dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan (vide Pasal 1 angka 8 UU 30/2014 jo
perubahannya).
2. Lingkup HAP
o Pasal 4 ayat (2) UU 30/2014 menyatakan bahwa pengaturanan Administrasi Pemerintahan
mencakup tentang:
1) Hak dan kewajiban pejabat pemerintahan;
2) Kewenangan pemerintahan;
3) Diskresi;
4) Penyelenggaraan administrasi pemerintahan;
5) Prosedur administrasi pemerintahan;
6) Keputusan pemerintahan;
7) Upaya administratif;
8) Pembinaan dan pengembangan administrasi pemerintahan; dan
9) Sanksi administratif.
3. Urgensi Pemahaman HAP
Perbuatan yang dilakukan oleh aparat Mengetahui dasar hukum yang mengikat bagi Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan, dan pihak-pihak lain
pemerintah dalam kedudukannya yang terkait dengan Administrasi Pemerintahan untuk
Pedoman Tindakan Pemerintah

sebagai penguasa ataupun sebagai alat meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan


perlengkapan pemerintah Menciptakan tertib penyelenggaraan Administrasi
(bestuursorganen ) dengan prakarsa Pemerintahan
(Bestuurhandeling)

dan tanggungjawab sendiri


Mencegah terjadinya penyalahgunaan
Wewenang

Perbuatan yang dilaksanakan dalam


rangka menjalankan fungsi Menjamin akuntabilitas Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan
pemerintahan
Memberikan pelindungan hukum kepada
aparatur pemerintahan
Perbuatan yang dilakukan dalam
rangka pemeliharaan kepentingan Melaksanakan ketentuan peraturan perundang-
negara dan rakyat undangan dan menerapkan AUPB
2. Aspek-Aspek dalam Administrasi Pemerintahan
1. Dasar Penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan
Asas legalitas: penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan mengedepankan
dasar hukum dari sebuah Keputusan dan/atau Tindakan yang dibuat oleh Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan.

Asas pelindungan HAM: penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan, Badan


dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak boleh melanggar hak-hak dasar Warga
Masyarakat sebagaimana dijamin dalam Konstitusi.

Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB): prinsip yang digunakan sebagai
acuan penggunaan Wewenang bagi Pejabat Pemerintahan dalam mengeluarkan
Keputusan dan/atau Tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Asas-asas umum lainnya di luar AUPB, sepanjang dijadikan dasar penilaian hakim
yang tertuang dalam putusan Pengadilan yang inkracht.
2. AUPB Sebagai Dasar

tidak menyalahgunakan
kepastian hukum
kewenangan

kemanfaatan keterbukaan

ketidakberpihakan kepentingan umum

kecermatan pelayanan yang baik


a. Asas Kepastian Hukum

Asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan


ketentuan peraturan perundang-undangan, kepatutan,
keajegan, dan keadilan dalam setiap kebijakan
penyelenggaraan pemerintahan.
b. Asas Kemanfaatan

Asas Kemanfaatan adalah manfaat yang harus diperhatikan secara seimbang antara :

Kepentingan Kepentingan Kepentingan


Kepentingan
individu kelompok kepentingan generasi
Kepentingan warga masyarakat
yang satu pemerintah yang Kepentingan Kepentingan
individu masyarakat yang satu dan
dengan dengan sekarang dan manusia dan pria dan
dengan dan kepentingan
ekosistemnya wanita
kepentingan kelompok Warga kepentingan
masyarakat masyarakat generasi
individu masyarakat Masyarakat
asing yang lain mendatang
yang lain
c. Ketidakberpihakan

Asas yang mewajibkan badan dan/atau


Pejabat pemerintahan dalam
menetapkan dan/atau melakukan
keputusan dan/atau tindakan dengan
mempertimbangkan kepentingan para
pihak secara keseluruhan dan tidak
diskriminatif.
d. Kecermatan

Asas yang mengandung arti bahwa suatu


Keputusan dan/atau Tindakan harus
didasarkan pada informasi dan dokumen
yang lengkap untuk mendukung legalitas
penetapan dan/atau pelaksanaan
Keputusan dan/atau Tindakan sehingga
Keputusan dan/atau Tindakan yang
bersangkutan dipersiapkan dengan cermat
sebelum Keputusan dan/atau Tindakan
tersebut ditetapkan dan/atau dilakukan.
e. Tidak menyalahgunakan kewenangan

Asas yang mewajibkan setiap badan


dan/atau pejabat pemerintahan tidak
menggunakan kewenangannya untuk
kepentingan pribadi atau kepentingan yang
lain dan tidak sesuai dengan tujuan
pemberian kewenangan tersebut, tidak
melampaui, tidak menyalahgunakan,
dan/atau tidak mencampuradukkan
kewenangan.
f. Keterbukaan

Asas yang melayani masyarakat untuk


mendapatkan akses dan memperoleh
informasi yang benar, jujur, dan tidak
diskriminatif dalam penyelenggaraan
pemerintahan dengan tetap
memperhatikan perlindungan atas hak asasi
pribadi, golongan, dan rahasia negara.
g. Kepentingan Umum

Asas yang mendahulukan


kesejahteraan dan kemanfaatan umum
dengan cara yang aspiratif, akomodatif,
selektif, dan tidak diskriminatif.
h. Pelayanan yang Baik

Asas yang memberikan pelayanan yang


tepat waktu, prosedur dan biaya yang
jelas, sesuai dengan standar pelayanan,
dan ketentuan peraturan perundang-
undangan
3. Kewenangan Sebagai Dasar Tindakan/Perbuatan Pemerintah

o Tindakan Pemerintah dilakukan berdasarkan Kewenangan, yaitu kekuasaan Badan dan/atau


Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk bertindak dalam ranah
hukum publik.
o Pasal 11 UU 31/2014 mengatur 3 sumber kewenangan, meliputi:
1) Atribusi: pemberian Kewenangan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan oleh
UUDNRI Tahun 1945 atau Undang-Undang.
2) Delegasi: pelimpahan Kewenangan dari Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih
tinggi kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih rendah dengan tanggung
jawab dan tanggung gugat beralih sepenuhnya kepada penerima delegasi.
3) Mandat: pelimpahan Kewenangan dari Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih
tinggi kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih rendah dengan tanggung
jawab dan tanggung gugat tetap berada pada pemberi mandat.
a. Atribusi
Do Don’ts
1. Diatur dalam UUDNRI Tahun 1945 1. Tidak dapat didelegasikan, kecuali
dan/atau Undang-Undang. diperkenankan dan diatur di dalam
2. Merupakan wewenang baru atau UUDNRI Tahun 1945 dan/atau Undang-
sebelumnya tidak ada. Undang.
3. Diberikan kepada Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan.
4. Tanggung jawab berada pada Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan Penerima.
b. Delegasi
Diberikan oleh Badan/Pejabat
Pemerintahan kepada Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan lainnya
Pasal 13 ayat (1): Pendelegasian
Kewenangan ditetapkan
berdasarkan ketentuan peraturan Ditetapkan dalam PP, Perpres, Perda
perundang-undangan.

Merupakan Wewenang pelimpahan atau


sebelumnya telah ada
Obyek yang dapat
Don’ts disubdelegasikan adalah
Tindakan

Tidak dapat
didelegasikan lebih Dituangkan dalam bentuk
lanjut peraturan sebelum Wewenang
dilaksanakan

Exception
Dilakukan dalam lingkungan
pemerintahan itu sendiri
Apabila Delegasi menimbulkan
ketidakefektifan penyelenggaraan
pemerintahan, maka Pemberi dapat Subyek penerima adalah Badan
menarik kembali Wewenang yang dan/atau Pejabat Pemerintahan
telah didelegasikan. 1 tingkat di bawahnya
Pendelegasian Pemberian Perizinan Berusaha Di Bidang
Pertambangan Minerba

Pasal 6 ayat (1): Usaha Pertambangan Highlight 4 prinsip utama: efektivitas, efisiensi;
dilaksanakan berdasarkan Perizinan Points akuntabilitas; dan eksternalitas
Berusaha dari Pemerintah Pusat
DASAR HUKUM

Pasal 6 ayat (5): Perizinan Berusaha Sifat strategis komoditas Pertambangan


dalam bentuk pemberian sertifikat untuk penyediaan bahan baku
standar dan izin dapat didelegasikan industri domestik
kepada Pemerintah Daerah provinsi
Pasal 8: Pendelegasian Perizinan Sifat strategis komoditas Pertambangan
Berusaha dalam bentuk pemberian untuk penyediaan energi domestik
sertifikat standar dan izin diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Presiden
Lingkup Delegasi (Kepada Gubernur)
Pemberian Sertifikat standar, konsultansi&perencanaan untuk: penyelidikan umum;
eksplorasi; studi kelayakan; konstruksi; pengangkutan; lingkungan;
reklamasi dan pascatambang, keselamatan; dan/atau penambangan
IUP untuk:
1) PMDN komoditas mineral bukan logam dalam 1 provinsi/dalam
wilayah laut sampai dengan 12 mil laut;
2) PMDN komoditas mineral bukan logam jenis tertentu dalam 1
provinsi/dalam wilayah laut sampai dengan 12 mil laut;
3) PMDN komoditas batuan dalam 1 provinsi/dalam wilayah laut
sampai dengan 12 mil laut.
Pembinaan IUP
Pengawasan IUP Gubernur menugaskan kepada: Inspektur Tambang (kaidah teknik
Pertambangan) dan Pejabat Pengawas Pertambangan (tata kelola
pengusahaan)
ALUR DELEGASI
Pasal 2 ayat (11) Perpres
55/2022: tidak dapat
disubdelegasikan kepada
Lapor Menteri Pemerintah Daerah
Pemerintah
ESDM dan Kabupaten/Kota
Pusat
Mendagri

ADA PELANGGARAN
Pemerintah
Daerah

LAPOR GUBERNUR
Provinsi
(Gubernur)
Pembinaan

Pejabat
Inspektur Pemberian sanksi
Pengawas
Tambang administratif
Pertambangan
Studi Kasus 1: Kewenangan Pencabutan IUP Oleh BKPM
Latar Belakang
Alasan Pencabutan IUP Berdasarkan
Peraturan Perundang-Undangan
Latar Belakang Pencabutan IUP
Pasal 119 UU Minerba à Menteri ESDM dapat mencabut IUP
apabila pemegang IUP dan IUP: (1) tidak memenuhi kewajiban
• Pada 5 April 2020, Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM) mencabut 7 IUP yang ditetapkan dalam IUP atau IUPK; (2) melakukan tindak
perusahaan PT Aneka Tambang (ANTAM) Tbk pidana; atau (3) dinyatakan pailit
beserta anak usahanya yang mengelola
pertambangan emas dan bauksit. Pasal 151 UU Minerba à Pencabutan IUP merupakan salah satu
sanksi administratif.
• Akhir-akhir ini, BKPM telah mencabut 1.033
izin dari 2.078 IUP per 21 April 2022
dikarenakan beberapa pemegang IUP tidak Pasal 1 angka 24 Peraturan BKPM 5/2021 à Pencabutan IUP
merealisasikan investasinya, digadaikan ke merupakan tindakan administratif yang dapat didasarkan pada
Bank, dipakai untuk dijual kembali, digunakan permohonan pelaku usaha, putusan pengadilan, dan sanksi.
untuk saham namun uangnya tidak digunakan
untuk membangun, dan banyak yang Pasal 46 Peraturan BKPM 5/2021 à Sanksi administratif
mangkrak. dikenakan apabila pelaku usaha tidak memenuhi kewajiban
(Pasal 5 Peraturan BKPM 5/2021); tidak memenuhi tanggung
jawab (Pasal 6 Peraturan BKPM 5/2021); dan/atau (3) tidak
memenuhi kriteria minimum realisasi penanaman modal.
Kewenangan Pencabutan IUP

(Pasal 119 UU Minerba) Dasar Pedoman Pencabutan IUP oleh BKPM (Pasal 4 Permen
Menteri ESDM yang memiliki wewenang ESDM 25/2015 jo. Permen ESDM 19/2020)
mencabut IUP a. Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di
BKPM; dan
b. Ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perizinan
bidang pertambangan minerba dan peraturan perundang-
(Inpres 4/2015) undangan lainnya yang terkait.
Menteri ESDM harus melimpahkan wewenang
perizinan dan non-perizinan yang terkait dengan
penanaman modal kepada Kepala BKPM 1. BKPM memiliki kewenangan dalam mencabut perizinan IUP
2. Meski memiliki wewenang, harus dipastikan bahwa pencabutan IUP sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan baik prosedur maupun
landasan pencabutan
(Permen ESDM 25/2015 jo. Permen ESDM
19/2020)
Menteri ESDM melimpahkan kewenangan
penerbitan dan pencabutan IUP kepada Kepala
BKPM
Historis Kewenangan BKPM (1)
• Permen ESDM 25/2015 yang
diubah dengan Permen ESDM
• Pasal 35 ayat UU Minerba ayat: 19/2020 tentang Pendelegasian
1) Usaha Pertambangan dilaksanakan berdasarkan Wewenang Pemberian Perizinan
Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat Bidang Pertambangan Mineral
Dan Batubara Dalam Rangka
4) Pemerintah Pusat dapat mendelegasikan Pelaksanaan Pelayanan Terpadu
kewenangan pemberian Perizinan Berusaha Satu Pintu Kepada Kepala Badan
kepada Pemerintah Daerah provinsi (pemberian Koordinasi Penanaman Modal.
IPR dan SIPB. • Pasal 1: Menteri
ESDM mendelegasikan
• Pasal 6 PP 96/2021 ayat: wewenang pemberian perizinan
1) Usaha Pertambangan dilaksanakan berdasarkan di bidang pertambangan mineral
Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat. dan batubara kepada Kepala
Badan Koordinasi Penanaman
2) Perizinan Berusaha untuk sertifikat standar dan Modal dalam rangka pelaksanaan
Izin dapat didelegasikan kepada Pemerintah pelayanan terpadu satu pintu.
Daerah provinsi . • Pasal 2 ayat (1) dan (2):
• Pasal 8 PP 96/2021: Pendelegasian Perizinan mencakup pemberian
ijin, perpanjangan,
Berusaha diatur lebih lanjut dengan Peraturan sampai pencabutan.
Presiden.
Historis Kewenangan BKPM (2)

• Pasal 4 Permen ESDM 25/2015 jo Permen


ESDM 19/2020 : Kepala BKPM dan • Menteri ESDM dapat menarik
kembali pendelegasian
pejabat/pegawai dalam melaksanakan wewenang pemberian perizinan
pendelegasian wewenang berpedoman apabila:
pada: 1) sebagian/seluruh wewenang
1) ketentuan peraturan perundang- yang telah didelegasikan
tidak dilanjutkan
undangan yang berlaku di BKPM; dan pendelegasiannya karena
2) ketentuan peraturan perundang- perubahan kebijakan.
undangan mengenai pemberian perizinan 2) Kepala BKPM mengusulkan
bidang pertambangan minerba dan untuk ditarik kembali
sebagian atau seluruh
peraturan perundang-undangan lainnya wewenang yang
yang terkait. didelegasikan.
• Pasal 5 ayat (1): Kepala BKPM dalam 3) Kepala BKPM ×tidak dapat
melaksanakan sebagian atau
pemberian perizinan di bidang pertambangan seluruh wewenang yang telah
minerba bertindak untuk dan atas nama didelegasikan.
Menteri ESDM. --> Ini mandat bukan delegasi
c. Mandat
Hanya apabila ditugaskan oleh Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan di atasnya
Do Penerima Mandat harus menyebutkan
Batasan atas nama Badan dan/atau Pejabat
Hanya mencakup pelaksanaan tugas rutin Pemerintahan Pemberi Mandat (a.n.,
u.b, m.m. m.t)

Pelaksana harian yang melaksanakan Penerima Mandat tidak berwenang


tugas rutin dari pejabat definitif yang mengambil Keputusan dan/atau
berhalangan sementara Tindakan yang bersifat strategis yang
Subyek berdampak pada perubahan status
Penerima hukum pada aspek organisasi,
Hanya mencakup pelaksanaan tugas
rutin kepegawaian, dan alokasi anggaran

Tanggung jawab Kewenangan tetap pada


pemberi Mandat
4. Batasan Kewenangan

Masa atau tenggang waktu Wewenang

Wilayah atau daerah berlakunya Wewenang

Cakupan bidang atau materi Wewenang


3. Perbuatan Hukum Menurut Hukum Publik
1. Perbuatan Hukum Menurut Hukum Publik

• Hukum publik merupakan kehendak satu pihak saja yaitu


Perbuatan pemerintah. Tidak ada hukum publik yang bersegi dua,
tidak ada perjanjian yg diatur dalam hukum publik. Jika
Hukum Bersegi pemerintah mengadakan perjanjian senantiasa
Satu menggunakan kaidah hukum privat.
• Tokoh: S. Sybenga

• Mengakui adanya perjanjian menurut hukum publik.


Contohnya adalah “kortverband contract “ ( perjanjian
Perbuatan jangka pendek) yang diadakan oleh seorang swasta
Hukum Bersegi sebagai pekerja dengan pemerintah sebagai pihak
pemberi pekerjaan.
Dua
• Tokoh: Van der Pot, Kranenburg – Verting, Wiarda dan
Donner

BAGIAN HAN FAKULTAS HUKUM UGM 35


2. Perbuatan Hukum Publik Bersegi Satu

Membuat Peraturan (Besluiten van Algemene Strekking/keputusan


yang bersifat umum)

Membuat Keputusan/Beshiking/Ketetapan
a. Peraturan

o Hukum in abstracto atau general norms yang sifatnya mengikat umum (berlaku
umum) dan tugasnya adalah mengatur hal-hal yang bersifat umum.
o Untuk menuangkan hal-hal bersifat umum dalam peristiwa nyata dikeluarkan
ketetapan.
o Ketetapan difungsikan untuk melaksanakan peraturan kedalam peristiwa
konkret tertentu. Oleh karenanya, Ketetapan bersifat karena mengikat subyek
hukum tertentu.
b. Beshiking (Ketetapan/Keputusan)
o WF Prins : merupakan tindakan hukum sepihak dalam lapangan pemerintahan yang dilakukan
oleh alat pemerintahan berdasarkan wewenang yang ada pada alat atau organ tersebut.
o E. Utrecht: merupakan perbuatan publik bersegi satu yg dilakukan oleh alat-alat perlengkapan
pemerintahan berdasarkan suatu kekuasaan istimewa
o UU no 30 tahun 2014 mengatur Keputusan/Ketetapan adalah ketetapan tertulis yang
dikeluarkan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam penyelenggaraan
pemerintahan.
o Unsur beshiking:
1) Merupakan perbuatan hukum publik bersegi satu atau perbuatan sepihak dari pemerintah
dan bukan merupakan hasil persetujuan kedua belah pihak;
2) Sifat hukum publik diperoleh berdasarkan wewenang/ kekuasaan istimewa;
3) Tujuannya agar terjadi perubahan dalam lapangan hubungan hukum

BAGIAN HAN FAKULTAS HUKUM UGM 38


4. Keputusan/Ketetapan
1. Terminologi dan Unsur
o Unsur Keputusan:
o Keputusan menurut UU No
5 Tahun 1986: penetapan
tertulis yang dikeluarkan Tertulis dan dikeluarkan oleh Badan/Pejabat TUN
oleh badan atau Pejabat
Tata Usaha Negara berisi
tindakan hukum tata usaha Berisi tindakan hukum dalam bidang TUN
negara yang berdasarkan
peraturan yang berlaku,
yang bersifat individual, Berdasarkan peratuuran perundang-undangan yang
final yang menimbulkan berlaku
akibat hukum bagi
seseorang atau badan Bersifat konkret, individual dan final
hukum perdata.
Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan
hukum perdata
2. Jenis Beshiking

Berdasar pihak yang


Berdasar sifat Berdasar waktu Berdasar akibat
mengeluarkan

Ketetapan ketetapan yang


Ketetapan deklaratur bersifat perorangan
sementara/seketika melarang

ketetapan yang
Ketetapan konstitutif Ketetapan permanen menyediakan bersifat kebendaan
sejumlah uang

ketetapan yang
memberi suatu
kedudukan

ketetapan yang
membebankan
kewajiban

ketetapan penyitaan

BAGIAN HAN FAKULTAS HUKUM UGM 41


3. Syarat Sah

Dibuat oleh badan atau pejabat yang berwenang membuatnya (bevoegd)

Harus diberi bentuk sesuai dengan peraturan yang menjadi dasarnya dan harus
sesuai dengan prosedur pembuatnya (rechtmatige)

Isi dan tujuannya harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan dasarnya

Tidak boleh memuat kekurangan-kekurangan yuridis


a. Dibuat oleh Badan/Pejabat yang Berwenang
o Konsekuensi keputusan dikeluarkan oleh pejabat atau badan TUN yang tidak berwenang
adalah dapat dinyatakan sebagai “bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku”.
o Tiga bentuk ketidakwenangan:
1) Onbevoeigdheid ratione materiae yaitu tidak berwenang karena meteri putusan
bukan kewenangannya
2) Onbevoeigdheid ratione loci yaitu tidak berwenang karena diluar lingkup wilayah
haknya
3) Onbevoeigdheid ratione temporis yaitu ketidakwenangan karena telah lewat waktu
yang ditentukan

BAGIAN HAN FAKULTAS HUKUM UGM 43


b. Dibentuk Sesuai dengan Peraturan yang Menjadi
Dasarnya dan Prosedur Pembuatnya

Suatu keputusan harus memenuhi syarat-syarat formal yaitu:


1) Prosedur/cara pembuatannya;
2) Bentuk keputusan;
3) Pemberitahuan pada yang bersangkutan.

BAGIAN HAN FAKULTAS HUKUM UGM 44


c. Tidak Boleh Memuat Kekurangan Yuridis
Kekurangan yuridis bisa disebabkan karena:
1) Salah kira (dwalling) yaitu seseorang menghendaki sesuatu dan mengadakan pernyataan
sesuai dengan kehendak tersebut, tetapi kehendak tersebut didasarkan pada bayangan
yang salah. Jadi ukurannya ukuran subyektif si pembuat
2) Paksaan (dwang) yaitu akibat perbuatan yg dilakukan karena paksaan keras adalah batal
mutlak. Untuk perbuatan yg dilakukan karena paksaan menyebabkan ketetapan bisa
dibatalkan.
3) Tipuan (bedrog) yaitu bilamana yang mengadakan perbuatan menggunakan beberapa
muslihat sehingga pada pihak lain ditimbulkan suatu bayangan palsu tentang suatu hal.

BAGIAN HAN FAKULTAS HUKUM UGM 45


d. Isi dan Tujuan Sesuai dengan Isi dan Tujuan
Peraturan Dasarnya

o Putusan harus langsung terarah pada sasaran tujuan sehingga efisien dan akurat.
o Apabila keputusan tersebut tidak diambil sesuai dengan isi dan tujuan menurut de
pouvoir (penyalahgunaan wewenang) maka isi dapat digugat agar dibatalkan

BAGIAN HAN FAKULTAS HUKUM UGM 46


4. Keputusan yang tidak sah
Keputusan yang dapat
Keputusan yang batal karena
dibatalkan (vernientigbaar),
hukum (niet recht gelding
hanya setelah dibatalkan oleh
beschikiking)
instansi dan tidak berlaku
surut

Keputusan yang batal mutlak


(absolut neitig), dapat Keputusan yang dapat
dituntut semua orang dibatalkan mutlak ( absolut
verneigtbaar)

Keputusan yang batal nisbi Keputusan yang dapat


(relatif neitig), hanya dapat dibatalkan nisbi ( relatif
dituntut orang tertentu vernietigbaar)
5. Koreksi Atas Keputusan
o Koreksi atas Keputusan dapat berupa: o Koreksi berupa perubahan
keputusan, apabila terdapat:
Perubahan Keputusan 1) kesalahan konsideran;
2) kesalahan redaksional;
3) perubahan dasar pembuatan
Pencabutan Keputusan Keputusan; dan/atau
4) fakta baru.
o Keputusan perubahan dibuat paling
Penundaan Keputusan lama 5 hari kerja sejak ditemukannya
alasan perubahan.
o Yang dimaksud perubahan adalah
Pembatalan Keputusan perubahan sebagian isi Keputusan.
o Keputusan dapat dilakukan pencabutan apabila o Keputusan pencabutan dapat dilakukan oleh:
terdapat cacat:
1) Pejabat Pemerintahan yang menetapkan
1) wewenang; Keputusan (contrarius actus)
2) prosedur; dan/atau 2) Atasan Pejabat yang menetapkan Keputusan;
atau
3) substansi
3) atas perintah Pengadilan
o Yang dimaksud dengan “cacat substansi” antara
lain:: o Pencabutan Keputusan harus ditindaklanjuti
dengan diterbitkan Keputusan baru yang
1) tidak dilaksanakan oleh penerima mencantumkan dasar hukum pencabutan dan
Keputusan sampai batas waktu yang memperhatikan AUPB.
ditentukan o Keputusan pencabutan (1) dan (2) dilakukan
2) fakta-fakta dan syarat-syarat hukum yang paling lama 5 hari kerja sejak ditemukannya dasar
menjadi dasar Keputusan telah berubah; pencabutan dan berlaku sejak tanggal ditetapkan
keputusan pencabutan.
3) Keputusan dapat membahayakan dan o Keputusan pencabutan (3) dilakukan paling lama
merugikan kepentingan umum; atau 21 hari kerja sejak perintah Pengadilan tersebut,
4) Keputusan tidak digunakan sesuai dengan dan berlaku sejak tanggal ditetapkan keputusan
tujuan yang tercantum dalam isi Keputusan. pencabutan.
o Keputusan yang sudah ditetapkan pada prinsipnya tidak dapat ditunda pelaksanaannya,
kecuali jika:
1) berpotensi menimbulkan kerugian negara
2) berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan hidup
3) berpotensi menimbulkan konflik sosial
o Penundaan Keputusan hanya dapat dilakukan oleh:
1) Pejabat Pemerintahan yang menetapkan Keputusan; dan/atau
2) Atasan Pejabat
o Penundaan Keputusan dapat dilakukan berdasarkan:
1) Permintaan Pejabat Pemerintahan terkait; atau
2) Putusan Pengadilan
o Keputusan dapat dibatalkan apabila o Keputusan pembatalan dapat dikeluarkan
terdapat cacat: oleh:
1) wewenang; 1) Pejabat Pemerintahan yang
menetapkan Keputusan, paling lama 5
2) prosedur; dan/atau hari kerja sejak ditemukannya alasan
pembatalan dan berlaku sejak tanggal
3) substansi. ditetapkan Keputusan pembatalan.
o Pembatalan dilakukan dengan 2) Atasan Pejabat yang menetapkan
meneribitkan Keputusan yang baru dengan Keputusan, paling lama 5 hari kerja
mencantumkan dasar hukum pembatalan sejak ditemukannya alasan
dan memperhatikan AUPB. pembatalan dan berlaku sejak tanggal
ditetapkan Keputusan pembatalan.
o Pembatalan Keputusan yang menyangkut
kepentingan umum wajib diumumkan 3) Atas putusan Pengadilan, dilakukan
melalui media massa. paling lama 21 hari kerja sejak
perintah Pengadilan tersebut dan
berlaku sejak tanggal ditetapkan
keputusan pencabutan.
6. Saat Berakhirnya Keputusan
o Keputusan berakhir apabila:

Habis masa berlakunya

Dicabut oleh pejabat yang berwenang

Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang atau


berdasarkan putusan pengadilan

Diatur dalam ketentuan peraturan perundang-


undangan
Studi Kasus 2: Berakhirnya Keputusan Kerena Batal
Berdasarkan Putusan Pengadilan
Kasus: (1) Konflik tumpang tindih IUP PT
Morinda dengan PT Bintang Delapan akibat SK
Bupati Morowali tentang pemberian Kuasa Terbit Permendagri 45/2010
Pertambangan Penyelidikan Umum untuk yang menyatakan sebagian
wilayah seluas 1.379 Ha dan SK IUP Operasi wilayah Konawe menjadi
Produksi; (2) Wilayah tersebut ada di Kabupaten wilayah Morowali
Bahodapi dan tumpang tindih dengan IUOP yang
diterbitkan Bupati Konawe

Putusan PTTUN Makassar No. Putusan Kasasi No. 154


96/B/2017 antara PT Morindo K/TUN/2018 antara PT Bintang
Sejahtera vs Gubernur Delapan vs PT PT Morindo
Gubernur Sulawesi Tengah Sejahtera dan Gubernur Sulawesi
Sulawesi Tengah: membatalkan
menerbitkan SK No. 540/2016 Tengah: menganulir Putusan
SK No. 540/2016 dengan
yang menciutkan wilayah IUP PTTUN Makassar No. 96/B/2017
mendasarkan pada ketentuan dengan pertimbangan prinsip
PT Morinda
Permen ESDM N. 43/2015 yang “first come first serve” tidak
menganut prinsip “first come dapat diuji dari segi kemanfaatan
first serve” dan AUPB
5. Hak Pengambilan Keputusan Oleh Pejabat
Berwenang
1. Hak Pengambilan Keputusan
1) Melaksanakan Kewenangan yang dimiliki 7) Menerbitkan Izin, Dispensasi, dan/atau Konsesi
berdasarkan ketentuan peraturan perundang- sesuai dengan ketentuan peraturan
undangan dan AUPB; perundangundangan;
2) Menyelenggarakan aktivitas pemerintahan 8) Mendelegasikan dan memberikan Mandat kepada
berdasarkan Kewenangan yang dimiliki; Pejabat Pemerintahan lainnya sesuai dengan
3) Menetapkan Keputusan berbentuk tertulis ketentuan peraturan perundang-undangan;
atau elektronis dan/atau menetapkan 9) Memperoleh perlindungan hukum dan jaminan
Tindakan; keamanan dalam menjalankan tugasnya;
4) Menerbitkan/tidak menerbitkan, 10) Memperoleh bantuan hukum dalam pelaksanaan
mengubah,mengganti, mencabut, menunda, tugasnya;
dan/atau membatalkan Keputusan dan/atau
11) Menyelesaikan Sengketa Kewenangan di
Tindakan;
lingkungan atau wilayah kewenangannya;
5) Menggunakan Diskresi sesuai dengan
tujuannya; 12) Menyelesaikan Upaya Administratif yang diajukan
masyarakat atas Keputusan dan/atau Tindakan
6) Menunjuk pelaksana harian atau pelaksana yang dibuatnya; dan
tugas untuk melaksanakan tugas apabila
13) Menjatuhkan sanksi administrative.
pejabat definitif berhalangan;
2. Izin, dispensasi dan konsesi

Pejabat pemerintahan mempunyai hak untuk menerbitkan izin, dispensasi dan konsesi.
} Izin adalah Keputusan Pejabat Pemerintahan yang berwenang sebagai wujud
persetujuan atas permohonan Warga Masyarakat sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

} Konsesi adalah Keputusan Pejabat Pemerintahan yang berwenang sebagai wujud


persetujuan dari kesepakatan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dengan selain
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam pengelolaan fasilitas umum dan/atau
sumber daya alam dan pengelolaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

} Dispensasi adalah Keputusan Pejabat Pemerintahan yang berwenang sebagai wujud


persetujuan atas permohonan Warga Masyarakat yang merupakan pengecualian
terhadap suatu larangan atau perintah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

BAGIAN HAN FAKULTAS HUKUM UGM 57


3. Diskresi
o Diskresi adalah Keputusan dan/atau Tindakan yang o Lingkup Diskresi:
ditetapkan dan/atau dilakukan oleh Pejabat
Pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret 1) Pengambilan Keputusan dan/atau
yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan Tindakan berdasarkan ketentuan
dalam hal peraturan perundang-undangan yang
memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap peraturan perundang undangan
atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi memberikan suatu pilihan;
pemerintahan.
2) Pengambilan Keputusan dan/atau
o Pembatasan sekaligus tujuan Diskresi: Tindakan karena peraturan
1) Hanya dapat dilakukan oleh Pejabat perundang-undangan tidak mengatur;
Pemerintahan yang berwenang;
2) Untuk melancarkan penyelenggaraan 3) Pengambilan Keputusan dan/atau
pemerintahan; Tindakan karena peraturan
3) Untuk mengisi kekosongan hukum; perundang-undangan tidak lengkap
atau tidak jelas;
4) Untuk memberikan kepastian hukum; dan
5) Untuk mengatasi stagnasi pemerintahan dalam 4) Pengambilan Keputusan dan/atau
keadaan tertentu guna kemanfaatan dan Tindakan karena adanya stagnasi
kepentingan umum. pemerintahan guna kepentingan yang
lebih luas/
o Persyaratan Diskresi: o Syarat khusus:
1) Sesuai dengan tujuan Diskresi; 1) Apabila berpotensi mengubah alokasi
anggaran dan menimbulkan akibat hukum
2) Sesuai dengan AUPB; yang berpotensi membebani keuangan
3) Berdasarkan alasan-alasan yang negara, maka wajib memperoleh
objektif, yaitu alasan-alasan yang persetujuan dari Atasan Pejabat;
diambil berdasarkan fakta dan kondisi 2) Penggunaan Diskresi yang menimbulkan
faktual, tidak memihak, dan rasional keresahan masyarakat atau yang terjadi
serta berdasarkan AUPB. dalam keadaan darurat, keadaan
4) Tidak menimbulkan Konflik mendesak, dan/atau terjadi bencana
Kepentingan; dan alam, maka wajib memberitahukan dan
melaporkan kepada Atasan Pejabat
5) Dilakukan dengan iktikad baik, yaitu sebelum dan setelah penggunaan Diskresi
dilakukan didasarkan atas motif
kejujuran dan berdasarkan AUPB.
Studi Kasus 3: Penerapan HAP Pada Eksplorasi &
Eksploitasi Panas Bumi
Kasus Pengelolaan WKP Kotamobagu
Ada pertentangan antar regulasi pemerintah dan antara regulasi pemerintah
dengan aksi korporasi BUMN:
UU No. 19/2003
UU NO. 21/2014 & Stagnasi
peraturan derivat: WKP
dikelola oleh Pemegang IPB Uncertainty
Permen BUMN No. PER
Pajak, PNBP,
multiplier effect 07/MBU/04/2021

Penugasan diberikan Diskresi


kepada BUMN Panas Bumi
SK Dirut Pertamina tentang
Terbit Kepmen ESDM Perusahaan Holding
14.K/EK.01/MEM.E/2022

KESDM
Berlaku IPB tidak PERTAMINA
menerbitkan Kepmen Penugasan
sebagai IPB
dapat
kepada dialihkan
143K/36/MEM/2020 PERTAMINA
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai