Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM

GEOTERMAL

ACARA XRD

Disusun Oleh:
Vania Salsabila Anabel Nugraheni
21100120120019

LABORATORIUM GEOTEKNIK
GEOTERMAL DAN GEOFISIKA
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG
SEPTEMBER 2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Maksud
Praktikum Geotermal acara XRD memiliki maksud pelaksanaan sebagai
berikut:
 Mengidentifikasi mineral pada kurva bulk maupun clay XRD dan melakukan
analisis terhadap kurva tersebut
 Menentukan zona alterasi berdasarkan asosiasi mineral yang sudah ditentukan
 Melakukan interpretasi suhu pembentukan dan jenis pH fluida hidrotermal yang
membentuk kumpulan mineral alterasi tersebut
1.2 Tujuan
Praktikum Geotermal acara XRD memiliki tujuan pelaksanaan sebagai berikut:
 Dapat mengetahui dan mengidentifikasi mineral pada kurva bulk maupun clay
XRD
 Dapat menentukan zona alterasi berdasarkan keterdapatan mineral alterasi
berdasarkan analisis XRD
 Dapat menginterpretasi suhu pembentukan dan jenis pH fluida hidrotermal yang
membentuk kumpulan mineral alterasi tersebut
1.3 Waktu Pelaksanaan
Praktikum Geotermal acara XRD dilaksanakan sebanyak satu kali pertemuan
pada:
hari, tanggal : Selasa, 6 September 2022
waktu : 17.30 WIB-selesai
tempat : Ruangan 302 Gedung Pertamina Sukowati
BAB 2
LANGKAH KERJA

Pada praktikum Geotermal acara XRD dilakukan identifikasi mineral menggunakan


metode XRD. Metode XRD merupakan metode yang digunakan untuk mengidentifikasi fasa
kristalin dalam suatu material dengan cara menentukan parameter struktur kisi untuk
mendapatkan ukuran suatu partikel. Data XRD yang diolah kali ini merupakan data AW 240
bulk, AW 240 HCl, AW 240 EG, AW 189 Bulk, AW 189 ClayAD, AW 189 ClayEG, dan AW
200. Data tersebut selanjutnya akan dilakukan picking sehingga bisa didapatkan interpretasi
mineral yang terdapat pada tiap sampel tersebut.

2.1 AW 240

Sampel AW 240 terdiri dari tiga macam yaitu AW 240 bulk, AW 240 HCl, AW 240 EG, AW
240 H, dan AW 240 AD. Berikut merupakan langkah-langkah interpretasi yang dilakukan :

1. Mempersiapkan data sampel, yang pertama digunakan merupakan AW 240 Bulk


2. Mengamati dan mencari peak mana yang paling tinggi, jika sudah diketahui peak yang
paling tinggi maka cari tahu nilai d valuenya. Pada sampel kali ini nilai peak paling
tinggi terletak pada peak 6 dengan nilai d value 4,0883
3. Setelah mendapatkan nilai d value peak yang paling tinggi, mencari nilai tersebut dalam
tabel Chen, 1977  tidak ditemukan nilai yang pas sehingga lanjut terlebih dahulu ke
peak yang kedua tertinggi
4. Peak kedua yang tertinggi yaitu peak 5 yang memiliki nilai d value 4,47 yang
mendekati dengan nilai halloysite jika dilihat berdasarkan tabel Chen (1977),
selanjutnya melihat nilai selanjutnya yaitu 10,1 yang nilainya mendekati dengan peak
2 sehingga peak 2 juga merupakan halloysite. Selanjutnya yaitu 2,56 yang nilainya
mendekati dengan peak 17 sehingga peak 17 juga merupakan halloysite
5. Mencari peak tertinggi kedua selanjutnya yang belum teridentifikasi kemudian
mengulangi langkah sebelumnya yaitu mencocokan dengan Tabel Key Lines in XRD-
Chen (1977) lalu minal terdapat kesamaan sejumlah 3 dengan peak utama yang
sebelumnya telah diidentifikasi
6. Untuk mineral minor yang belum bisa diidentifikasi, dilakukan identifikasi
menggunakan Mineral Powder Diffraction
2.2 AW 200

Sampel AW 200 terdiri dari sau jenis sampel yaitu AW 200 Bulk. Berikut merupakan langka-
langkah interpretasi mineral yang dilakukan :

1. Mencari nilai yang peak yang paling tinggi yaitu pada peak 11 ditemui kuarsa sehingga
peak 11 dapat diinterpretasikan sebagai kuarsa
2. Mencari nilai selanjutnya yaitu 4,26 yaitu didapatkan nilai pada peak 4 sehingga peak
4 juga kuarsa
3. Mencari peak selanjutnya yaitu yaitu ditemukan nilai 2,46 sehingga didapatkan pada
peak 24 bernama kuarsa, lalu didapatkan nilai 2,28 sehingga diperoleh peak 26 juga
merupakan kuarsa lalu lanjut ke nilai selanjutnya 1,817 yaitu diperoleh 31 yang juga
merupakan kuarsa
4. Selanjutnya mencari nilai pada peak tertinggi selanjutnya yaitu pada peak 15 dengan
nilai 3,219 yang dapat diinterpretasikan sebagai tridimit, lalu pada tabel Chen diperoleh
nilai setelah 3,2 adalah 4,2 yaitu pada peak 3 nilainya sesuai sehingga peak 3 juga
merupakan tridimit
5. Selanjutnya diperoleh nilai 2,97 yang ssuai dengan peak 20 yaitu 2,95 sehingga peak
20 dapat diinterpretasikan sebagai tridimit
6. Langkah selanjutnya yaitu menuju peak tertinggi selanjutnya yaitu pada peak 16
diperoleh nilai 3,198 yang merupakan albite (plagioklas) selanjutnya meliha nilai d
yang mana diperoleh nilai 4,03 yang dapat diketahui merupakan plagioklas yaiu pada
peak 5 selanjutnya pada peak selanjutnya yaitu diperoleh nilai 3,66 dan yang mendekati
terdaat peak 7 dan peak 8 sehingga peak 7 dan peak 8 merupkan plagioklas albit
7. Nilai selanjutnya 3,22 yaitu terdapat pada peak 16 yang dapat diinterpretasikan bahwa
peak 16 merupakan plagioklas
8. Selanjutnya ketika sudah semua mencari peak lain yang lebih tinggi selanjutnya yaitu
pada peak 4 yaitu 4,26 yang menurut tabel chen merupakan kuarsa, lalu mencari nilai
selanjutnyayaitu 3,34 yang didapatkan nilai yang mendekati yaitu pada peak 11, setelah
itu lanjut ke nilai selanjutnya yaitu 2,45 yaitu pada peak 24 diperoleh mineral kuarsa
yaitu nilai d nya mendekati yaitu 2,46 . selanjutnya diperoleh nilai 2,28 yaitu pada peak
28,lalu 1,817 diperoleh pada peak 31 yang bernilai 1,82 sehingga peak 31 dapat
diinterpresikan sebagai kuarsa
9. Selanjutnya melanjutkan ke peak selanjutnya yang lebih tinggi yaitu pada peak 18 yang
bernilai 3,13 yaitu kristobalit yang bernilai mendekati yaitu 3,15 selanjutnya pada nilai
berikutnya yaitu 2,84 yang merupakan termasuk ke peak 21
10. Langkah selanjutnya yaitu melanjutkan pada peak 1 yaitu diperoleh nilai 8,47
yangmana berdasarkan tabel Chen didapatkan interpretasi bahwa merupakan amphiole
lalu selanjutnya pada peak 12 dan peak 13 yang memiliki nilai 3,31 dn 3,29 dapat
diinterpretasikan sebagai amphibole lalu pada nilai selanjutnya pada tabel chen yaitu
2,70 sehingga didapatkan pada peak 22 yang bernilai 2,71 sehingga peak 22 dapat
diinterpretasikan sebagai amphibol
11. Untuk mineral minor yang belum bisa diidentifikasi, dilakukan identifikasi
menggunakan Mineral Powder Diffraction

2.3 AW 189
Pada AW 189 digunakan data berupa AW 129 Bulk, AW 129 Clay dan AW 129 ED. Berikut
merupakan langkah pengerjaannya :

1. Pertama kali yang perlu dilakukan adalah dengan mencari peak paling tinggi yaitu
diperoleh nilai d = 3,0806 lalu diperoleh Jarosite pada tabel Chen (1977) selanjutnya
pada nilai selanjutnya yang terdapat pada tabel Chen adalah 5,93 lalu terdapat peak
dengan d = 5,95 yang nilainya mendekati sehingga bisa diinterpretasikan sebagai
jarosit. Nilai d selanjutnya adalah 5,72 lalu pada peak diperoleh 5,74 yang nilainya
mendekati sehingga dapat diinterpretasikan sebagai jarosit. Selanjutnya nilai 5,09 pada
tabel dan didapatkan pada data sampel bulk nilai 5,11 yang nilainya mendekati sehingga
dapat diinterpretasikan bahwa peak tersebut merupakan mineral jarosit. Selanjutnya
pada tabel Chen diperoleh nilai 3,11 yang terdapat pada data peak dengan d = 3,112
yang nilainya mendekati sehingga dapat diinterpretasikan sebagai jarosit.
2. Ketika peak pada jarosit sudah habis, beralih ke peak lainnya yaitu yang kedua tertinggi
dan belum ter-plot kan nama mineralnya. Dapat dilihat bahwa yang kedua tertinggi
yaitu memiliki nilai d = 3,1797 yang bisa diinterpretasikan sebagai kritobalit, mencari
nilai selanjutnya yang nilai 2θ atau d-value pada mineral yg sudah teridentifikasi kepada
peak lainnya di kurva tersebut, dimana ketika ditermukan nilai yang sama dapat di
intepretasikan masih berada pada satu jenis mineral. Minimal terdapat 3 mineral yang
telah diidentifikasi
3. Melakukan langkah yang sama yaitu mencari peak selanjutnya yang paling tinggi kedua
yang belum diidentifikasi
4. Lalu, melakukan langkah yang sama yaitu melihat nilai 2θ atau d-value pada mineral
yang sudah teridentifikasi kepada peak lainnya di kurva tersebut, dimana ketika
ditermukan nilai yang sama dapat di intepretasikan masih berada pada satu jenis
mineral.
5. Untuk mineral minor yang belum bisa diidentifikasi, dilakukan identifikasi
menggunakan Mineral Powder Diffraction

2.4 Cara Analisis EG

1. Menentukan titik mineral smektit berdasarkan peak yang sudah diketahui sebelumnya
2. Mencocokan peak smektit pada setiap sampel
3. Apabila kurva peak smektit bergeser ke kiri maka dapat divalidasi jenis mineralnya
pada kurva EG

2. 5 Cara analisis HCl

1. Menentukan terlebih dahulu titik mineral klorit dengan kaolinit berdasarkan pada peak
yang telah diketahui sebelumnya
2. Mencocokkan peak mineral klorit dengan kaolinit pada kurva kurva HCl
, peak klorit akan hilang pada kurva HCl, sedangkan kaolinit akan tetap ada
Lakukan pencocokan kembali dengan oriented agregat mount pada Kurva Poppe et.al
(2002) untuk mendapat validasi jenis mineral
2.6 Analisis Heating
1. Menentukan titik mineral kaolinit dari peak yang sudah diketahui sebelumnya
2. Mencocokkan peak mineral kaolinit AW 240, AW 200, AW 189 dengan titik mineral
pada kurva kurva AW 240H, AW 200H, AW 189H.
3. Peak kaolinit akan hilang ketika dianalisis pada kurva Heating
4. Mencocokkan kembali oriented agregat munt ada Kurva Pope et.al (2002) untuk
validasi jenis mineral
2.7 Delineasi Peta Zona Alterasi
1. Mengidentifikasi setiap mineral yang terdapat pada titik pengambilan zona alterasi
(dapat dilihat pada tabel yang disediakan)
2. Menginterpretasikan suhu pembentukan dengan menggunakan Hadenquist (1996)
3. Setelah melakukan interpretasi suhu cari suhu yang bertampalan antar tiap asosiasi
mineralnya, lalu diperoleh suhu pembentukan titik tersebut
4. Interpretasikan zona alterasinya berdasarkan suhu pembentukannya dan menggunakan
Corbet and Leach (1997) berdasarkan pada mineral asosiasinya
5. Lakukan delineasi zona alterasinya
2.8 Model Konseptual
1. Buat model konseptual dari penampang sayatan A-B yang sudah diberikan
2. Mem-plot titik pengambilan sampel XRD pada penampang
3. Model konseptual ini melanjutkan dari Geokimia Air untuk bisa mengkorelasikan
hubungan air dengan sampel alterasi
4. Mendelinasi zona alterasi dan range suhu yang memungkinkan
5. Gambar arah aliran fluida dan juga gambar zona alterasi dan ilustrasikan pada
penampang
BAB III
HASIL

Peta Delineasi Sebaran Zona Alterasi


Keterdapatan Mineral pada Zona Alterasi beserta pH dan Temperaturnya
Model Konseptual Sistem Geotermal Lapangan Magmadipa
BAB IV
PEMBAHASAN

IV.1 Sampel AW 240

Pada data analisis sampel AW 240 dilakukan analisis bulk, analisis clay, Heat, AD dan EG
atau etilen glikol yang mana berikut merupakan hasil pengujiannya,

a. Interpretasi Mineral
Berdasarkan pada pengeplotan yang dilakukan menggunakan metode XRD
untuk mengetahui jenis mineral yaitu dicari tahu berdasarkan nilai 2 θ atau d
value.Analisis dan interpretasi mineral yang terlhat pada kurva dilihat dari tiap peak
atau puncaknya. Tiga jenis analisis dilakukan pada sampel ini yaitu Bulk dan Analisis
HCl serta analisis etilen glikol.
Analisis yang pertama kali dilakukan adalah Analisis Bulk. Analisis bulk
dilakukan dengan cara mencari mineral yang tepat berdasarkan puncak yang ditemui
pada sampel XRD. Ketika sudah mendapatkan nama-nama mineral maka tinggal
melengkapi data dengan menggunakan atlas supaya dapat diinterpretasikan semua
mineralnya. Pada data AW 240 diperoleh mineral berupa halloysite, kristobalite,
hematit, tridimit. Selanjutnya pada analisis HCl dilakukan analisis yang serupa. Puncak
pada tiap hasil analisis saling berhubungan satu sama lain yang menghasilkan mineral
yang jenisnya tidak jauh berbeda karena nilai 2 θ atau d valuenya juga tidak jauh
berbeda. Namun, bisa saja data akan berubah karena respons berbeda dari tiap mineral
yang dilakukan pengujian.
Dilakukan juga pencocokan kurva XRD dengan analisis EG yang digunakan
untuk mengidentifikasi mineral smektit yang akan bergeser ke kiri dibandingkan
dengan kenampakan pada analisis lain ketika dilakukan analisis EG. Pada analisis EG
didapatkan hasil interpretasi mineral berupa halloysite, tridimit, kristobalit, dan
hematit. Sehingga dapat diketahui berdasarkan analisis yang sudah dilakukan pada
sampel AW 240 mineralnya berupa halloysite, tridimit, kristalobalit dan hematit.
b. Perkiraan suhu dan pH
Perkiraan suhu dan pH dilakukan berdasarkan pada mineral asosiasi yang terdapat pada
batuan alterasi, dilakukan interpretasi suhu berdasarkan pada klasifikasi Hedenquist
(1996). Berdasarkan klasifikasi tersebut akan dapat digunakan untuk
menginterpretasikan zona alterasinya juga. Berikut merupakan pengeplotan yang
dilakukan pada Hadenquist (1996) yang menunjukkan bahwa suhu pembentukan
sekitar 100°C.

Gambar 1. Mineral Alterasi dengan Suhu dan pH Pembentukan Mineral (Hedenquist, 1996)
Berdasarkan suhu tersebut dapat diinterpretasikan juga pH pembentukan mineral yaitu
didapatkan bahwa pH pada suhu tersebut cenderung asam.
c. Zona Alterasi
Zona alterasi diinterpretasikan berdasarkan kepada suhu dan juga pH yang sudah
didapatkan sebelumnya menggunakan Hadenquist, 1966. Dapat dilakukan klasifikasi
zona alterasi menurut Corbett and Leach, 1977 sebagai berikut,
Gambar 2. Klasifikasi Zona Alterasi Berdasarkan Mineral Alterasi Hidrotermal (Corbett dan
Leach, 1997)
Berdasarkan pada tabel terseut dapat diketahui mineral penyusun berupa tridimit,
halloysite, kristobalit didapatkan hasil bahwa terdapat pada zona argilik lanjut.
Letaknya pada pH yang cenderung asam dan merupakan tipe endapan epithermal.

IV.2 Sampel AW 200

Pada data analisis sampel AW 240 dilakukan analisis bulk, analisis clay dan EG atau etilen
glikol yang mana berikut merupakan hasil pengujiannya,

a. Interpretasi Mineral
Berdasarkan pada pengeplotan yang dilakukan menggunakan metode XRD
untuk mengetahui jenis mineral yaitu dicari tahu berdasarkan nilai 2 θ atau d
value.Analisis dan interpretasi mineral yang terlhat pada kurva dilihat dari tiap peak
atau puncaknya. Tiga jenis analisis dilakukan pada sampel ini yaitu Bulk dan Analisis
HCl serta analisis etilen glikol.
Analisis yang pertama kali dilakukan adalah Analisis Bulk. Analisis bulk
dilakukan dengan cara mencari mineral yang tepat berdasarkan puncak yang ditemui
pada sampel XRD. Ketika sudah mendapatkan nama-nama mineral maka tinggal
melengkapi data dengan menggunakan atlas supaya dapat diinterpretasikan semua
mineralnya. Pada data AW 200 dapat diketahui berdasarkan analisis yang sudah
dilakukan pada sampel AW 200 mineralnya berupa amphibole, kuarsa, K-feldspar
berupa orthoclase, tridimit, plagioklas dan juga kistobalit.
b. Perkiraan suhu dan pH
Perkiraan suhu dan pH dilakukan berdasarkan pada mineral asosiasi yang terdapat pada
batuan alterasi, dilakukan interpretasi suhu berdasarkan pada klasifikasi Hedenquist
(1996). Berdasarkan klasifikasi tersebut akan dapat digunakan untuk
menginterpretasikan zona alterasinya juga. Berikut merupakan pengeplotan yang
dilakukan pada Hadenquist (1996) yang menunjukkan bahwa suhu pembentukan
sekitar 85-100°C.

d
d

Gambar Error! No text of specified style in document..1. Mineral Alterasi dengan Suhu dan pH
Pembentukan Mineral (Hedenquist, 1996)
Berdasarkan suhu tersebut dapat diinterpretasikan juga pH pembentukan mineral yaitu
didapatkan bahwa pH pada suhu tersebut cenderung asam.
c. Zona Alterasi
Zona alterasi diinterpretasikan berdasarkan kepada suhu dan juga pH yang sudah
didapatkan sebelumnya menggunakan Hadenquist, 1966. Dapat dilakukan klasifikasi
zona alterasi menurut Corbett and Leach, 1977 sebagai berikut,

Gambar 3. Klasifikasi Zona Alterasi Berdasarkan Mineral Alterasi Hidrotermal (Corbett dan
Leach, 1997)
Berdasarkan pada tabel terseut dapat diketahui mineral penyusun berupa tridimit,
halloysite, kristobalit didapatkan hasil bahwa terdapat pada zona argilik lanjut.
Letaknya pada pH yang cenderung asam dan merupakan tipe endapan epithermal.

IV.3 Sampel AW 189


Pada data analisis sampel AW 189 dilakukan analisis bulk, analisis clay dan EG atau etilen
glikol yang mana berikut merupakan hasil pengujiannya,

a. Interpretasi Mineral
Berdasarkan pada pengeplotan yang dilakukan menggunakan metode XRD
untuk mengetahui jenis mineral yaitu dicari tahu berdasarkan nilai 2 θ atau d
value.Analisis dan interpretasi mineral yang terlhat pada kurva dilihat dari tiap peak
atau puncaknya. Tiga jenis analisis dilakukan pada sampel ini yaitu Bulk dan Analisis
HCl serta analisis etilen glikol.
Analisis yang pertama kali dilakukan adalah Analisis Bulk. Analisis bulk
dilakukan dengan cara mencari mineral yang tepat berdasarkan puncak yang ditemui
pada sampel XRD. Ketika sudah mendapatkan nama-nama mineral maka tinggal
melengkapi data dengan menggunakan atlas supaya dapat diinterpretasikan semua
mineralnya. Pada data AW 189 diperoleh mineral berupa alunit, kaolinit, jarosit,
kristalobalir, plagioklas, kuarsa. Selanjutnya pada analisis HCl dilakukan analisis yang
serupa. Puncak pada tiap hasil analisis saling berhubungan satu sama lain yang
menghasilkan mineral yang jenisnya tidak jauh berbeda karena nilai 2 θ atau d valuenya
juga tidak jauh berbeda. Namun, bisa saja data akan berubah karena respons berbeda
dari tiap mineral yang dilakukan pengujian.
Dilakukan juga pencocokan kurva XRD dengan analisis EG yang digunakan
untuk mengidentifikasi mineral smektit yang akan bergeser ke kiri dibandingkan
dengan kenampakan pada analisis lain ketika dilakukan analisis EG. Pada analisis EG
didapatkan hasil interpretasi mineral berupa alunit, jarosit, plagioklas, dan kristalobalit.
Sehingga dapat diketahui berdasarkan analisis yang sudah dilakukan pada sampel AW
189 mineralnya berupa alunit, jarosit, plagioklas, kristalobalit.
b. Perkiraan suhu dan pH
Perkiraan suhu dan pH dilakukan berdasarkan pada mineral asosiasi yang terdapat pada
batuan alterasi, dilakukan interpretasi suhu berdasarkan pada klasifikasi Hedenquist
(1996). Berdasarkan klasifikasi tersebut akan dapat digunakan untuk
menginterpretasikan zona alterasinya juga. Berikut merupakan pengeplotan yang
dilakukan pada Hadenquist (1996) yang menunjukkan bahwa suhu pembentukan
sekitar 100-120°C.
d

d
d

Gambar 4. Mineral Alterasi dengan Suhu dan pH Pembentukan Mineral (Hedenquist, 1996)
Berdasarkan suhu tersebut dapat diinterpretasikan juga pH pembentukan mineral yaitu
didapatkan bahwa pH pada suhu tersebut cenderung asam.
c. Zona Alterasi
Zona alterasi diinterpretasikan berdasarkan kepada suhu dan juga pH yang sudah
didapatkan sebelumnya menggunakan Hadenquist, 1966. Dapat dilakukan klasifikasi
zona alterasi menurut Corbett and Leach, 1977 sebagai berikut,
Gambar 5. Klasifikasi Zona Alterasi Berdasarkan Mineral Alterasi Hidrotermal (Corbett dan
Leach, 1997)
Berdasarkan pada tabel terseut dapat diketahui mineral penyusun berupa tridimit,
halloysite, kristobalit didapatkan hasil bahwa terdapat pada zona argilik lanjut.
Letaknya pada pH yang cenderung asam dan merupakan tipe endapan epithermal.
IV.4 Penjelasan Peta Zona Alterasi dan Kaitannya dengan Data Geokimia Air

Berdasarkan pada peta di atas dapat diketahui bahwa terdapat beberapa data sampel alterasi
yang bisa didelineasi sehingga diperoleh dua bagian zona alterasi yaitu Zona Propilitik dan
Zona Argilik Lanjut. Suhu atau temperatur pada zona propilitik cenderung lebih tinggi
dibandingkan suhu pada zona argilik. Kaitan zona alterasi dengan data geokimia air yaitu dapat
dilihat pada AW 189 yaitu dekat dengan titik manifestase sampel air SKM 10 W yang
berdasarkan data geokimia air merupakan sampel dilute Cl-HCO3 waters yang merupakan
campuran dari air klorida dengan air karbonat hal ini bisa terjadi karena AW 189 terletak pada
zona argilik lanjutan yang bisa diorelasikan dengan kesamaan pH nya yaitu pH yang cenderung
asam. Data menunjukkan bahwa SKM 10 W memiliki kesetimbangan berupa immature water
hal ini menunjukkan bahwa fluida yang berada pada daerah ini sudah bercampur dengan air
meteorik. Berdasarkan pada geotermometer yang diperoleh hasil bahwa SKM 10 W memiliki
suhu sebesar 110°C berdasarkan geotermometer Na-K-Ca yang mana hal ini sesuai dengan
suhu zona argilik lanjut yaitu berada pada kisaran <100-250°C. Selanjutnya pada sampel AW
200 tidak dapat dilakukan korelasi karena tidak dekat dengan titik pengambilan manifestasi
sampel air yang dianalisis. Pada sampel AW 240 dekat dengan titik MB-3 yang mana pada
MB-3 memiliki tipe air Steam heated water merupakan air sulfat yang terbentuk oleh
kondensasi gas panas bumi menjadi air tanah beroksigen dekat permukaan. Air ini dapat
ditemukan pada topografi tinggi. dan berasal dari younger hydrothermal system y bahwa fluida
dari lokasi tersebut belum bermigrasi jauh dan masih dekat dengan sumber magma. Bisa
dikorelasikan dengan zona argilik lanjut yang juga biasanya belum jauh dari sumber magma.
Berdasarkan pada data geotermometer dapat diketahui bahwa suhu MB 3 yaitu 119°C
berdasarkan geotermometer Na-K-Ca yang mana hal ini sesuai dengan suhu zona argilik lanjut
yaitu berada pada kisaran <100-250°C.

IV.5 Penjelasan Model Konseptual Geotermal Lapangan Magmadipa

Berdasarkan pada sayatan A-B yang disayat sepanjang peta Lapangan Magmadipa, dapat
diinterpretasikan bahwa daerah yang memiliki tipe air sulfat cenderung berada pada outflow
dimana dapat diketahui bahwa terdapat kandungan Cl-HCO3. Pada proses analisis XRD ini
sampel yang diambil berasal dari upflow zone, yang mana di titik tempat pengambilan sampel
XRD juga dekat dengan pengambilan sampel geokimia air. Lokasi pengambilan sampel AW
189 dekat dengan SKM 10 W dan lokasi pengambilan sampel AW 240 dekat dengan MB 3.
Zona alterasi pada semua sampel XRD mulai dari AW 240, AW 200 dan AW 189 merupakan
termasuk ke dalam zona argilik lanjutan karena ditemui tridimit, kristobalit, kuarsa, dan juga
kaolinit. Pada zona tersebut telah terjadi alterasi sehingga menghasilkan mineral-mineral
alterasi tersebut. Pada zona ini juga terjadi perubahan zona yaitu dapat dilihat juga dari tipe air
terdapat air campuran Cl-HCO3 dan terdapat steam heated waters. Pada model konseptual
tersebut juga dapat terliht bahwa daerah penelitian bisa diketahui pembagian zona alterasinya
berdasarkan suhunya.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan pada analisis data XRD yang sudah dilakukan dapat didapatkan
kesimpulan sebagai berikut :

1. Data sampel XRD pada AW 240 didapatkan interpretasi mineral berupa halloysite,
tridimit, kristalobalit dan hematit. Dengan temperatur 50 – 100°C, pH asam menuju
netral, dan berada dalam zona alterasi argilik.
2. Data sampel XRD pada AW 200 didapatkan interpretasi mineral berupa orthoclase,
tridimit, plagioklas dan juga kistobalit. Dengan temperatur 85-100°C, pH asam menuju
netral, dan berada dalam zona alterasi argilik.
3. Data sampel XRD pada AW 189 didapatkan interpretasi mineral berupa alunit, jarosit,
plagioklas, kristalobalit. Dengan temperatur 100 – 120 °C, pH asam menuju netral, dan
berada dalam zona alterasi argilik.
4. Analisis XRD yang dilakukan kali ini memiliki korelasi dengan sampel geokimia air
yang mana suhu yang dihitung dengan geotermometer bisa sesuai dengan suhu zona
alterasi yang sudah diplot karena sampel air dan sampel batuan alterasi letaknya
berdekatan

4.2 Saran

Semoga praktikan lebih bisa memahami lebih lagi mengenai praktikum XRD kali ini.
DAFTAR PUSTAKA

Chen, P. Y. (1977). Table of Key Lines in X-ray Powder Diffraction Patterns of Minerals in
Clays and Associated Rocks. Bloomington, Indiana: Authority of The State of Indiana.
Corbett, G., Leach, T., Corbett, G., Leach, T., & Co. (1997). SOUTHWEST PACIFIC RIM
GOLD-COPPER SYSTEMS: Structure, Alteration, and Mineralization. Retrieved from
https://corbettgeology.com/wp-content/uploads/2016/07/short-course-manual-1997.pdf
Fajri, K., Rosana, M. F., Haryanto, A. D., Setiawan, I., & Hidayat, R. (2021).
KARAKTERISTIK ALTERASI HIDROTERMAL DI DAERAH PANASBUMI
SORIK MARAPI, KABUPATEN MANDAILING NATAL, SUMATERA
UTARA. Geoscience Journal, 5(1), 49-58.
Nabila, F. M., & Hardiyono, A. D. H. A. (2021). INKLUSI FLUIDA SEBAGAI INDIKASI
TEMPERATUR PEMBENTUKAN MINERALISASI TIPE EPITERMAL: STUDI
KASUS PADA VEIN RK DAERAH CIBALIUNG, PANDEGLANG,
BANTEN. Geoscience Journal, 5(2), 172-179.
Sillitoe, R.H., Hedenquist, J.W., (2003). Linkages between volcanotectonic settings, orefluid
compositions, and epithermal precious metal deposits. In: Simmons, S.F., Graham, I.J.
(Eds), Volcanic, Geothermal and Ore-forming Fluids: Rulers and Witnesses of Processes
within the Earth, Soc. Econ. Geol., Special Publication 10, 315-343.

Anda mungkin juga menyukai