Anda di halaman 1dari 31

KORONER AKUT

PANDUAN
PRAKTIK Nomor Dokumen : Nomor Revisi : Halaman :
KLINIS 445/ /SPO- 00
PMKP/RSUD-2022
Tanggal Terbit : Ditetapkan Direktur
RSUD SUNGAI RUMBAI

dr. Sujito
NIP. 19790821 200804 1 001
Suatu keadaan gawat darurat jantung dengan manifestasi klinis
perasaan tidak enak di dada atau gejala –gejala lain sebagai akibat
iskemia miokard :
PENGERTIAN Sindrom koroner akut mencakup:
1. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST
2. Infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST
3. Angina pectoris tak stabil ( unstable angina pectoris
Nyeri dada tipikal (angina) berupa nyeri dada substernal, retrosternal,
dan prekordial. Nyeri seperti ditekan, ditindih benda berat, rasa
terbakar, seperti ditusuk, rasa diperas dan dipelintir. Nyeri menjalar ke
leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung/interskapula, dan dapat
ANAMNESIS
juga ke lengan kanan. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau
obat nitrat, atau tidak nyeri dicetuskan oleh latihan fisik, stress emosi,
udara dingin dan sesudah makan. Dapat disertai gejala mual, muntah,
sulit bernafas, keringat dingin, dan lemas.
Elektrokardigram :
Angina pectoris tidak stabil : depresi segmen ST dengan atau tanpa
inverse gelombang T, kadang-kadang elevasi segmen ST sewaktu ada
nyeri, tidak dijumpai gelombang Q.
Infark miokard ST elevasi : hiperakut T, elevasi segmen ST, gelombang
KRITERIA Q inverse gelombang T
DIAGNOSIS Infark miokard non ST elevasi : depresi segmen ST, inverse gelombang
T dalam.

Petanda Biokimia :
CK, CKMB, Troponin-T, dll
Enzim meningkat minimal 2 x nilai batas atas normal.
Angina pectoris tak stabil : infark miokard akut
Infark miokard akut : diseksi aorta, perikarditis akut, emboli paru
DIAGNOSIS akut, penyakit dinding dada, Sindrom Tietze, gangguan
BANDING gastrointestinal seperti : hiatus hernia dan refluks esofagitis, spasme
atau rupture esophagus, kolesistitis akut, tukak lambung, dan
pankreatitis akut
EKG
Foto rontgen dada
Petanda biokimia : darah rutin, CK, CKMB, Troponin T, dll, profil lipid,
PEMERIKSAA
gula darah, ureum kreatinin.
N PENUNJANG
Echocardiografi
Tes Treadmill (untuk stratifikasi setelah infark miokard)
Angiografi koroner
TATA
1. Tirah baring di ruang rawat intensif jantung ( ICCU)
LAKSANA
2. Pasang infuse intravena dengan NaCl 0,9 % atau dekstrosa 5 %
3. Oksigenisasi dimulai dengan 2 liter/menit 2-3 jam, dilanjutkan bila
saturasi oksigen arteri rendah (< 90 %).
4. Diet : puasa sampai bebas nyeri, kemudian diet cair. Selanjutnya
diet jantung.
5. Pasang monitor EKG secara kontinue.

KORONER AKUT

Nomor Dokumen : Nomor Revisi : Halaman :


445/ /SPO- 00
PMKP/RSUD-2022

6. Atasi nyeri dengan :


Nitrat sublingual/transdermal/nitrogliserin intravena titrasi (kontra
indikasi bila TD sistolik < 90 % mmHg). Bradikardia, < 50 kali/menit),
takikardia.
Atau
Morfin 2,5 mg (2-4 mg) intravena, dapat diulang tiap 5 menit sampai
dosis total 20 mg atau petidine 25-50 mg intravena atau tramadol 25-
50 mg intravena.
Antitrombotik
Aspirin (160-345 mg), bila alergi atau intoleransi/tidak responsif
diganti dengan tiklopidin atau klopidogrel.
Trombolitik dengan streptokinase 1,5 juta U dalam 1 jam atau
activator plasminogen jaringan (t-PA) bolus 15 mg, dilanjutkan dengan
0,5 mg/kgBB (maksimal 50 mg)
Dalam jam pertama dan 0,5 mg/kgBB (maksimal 50 mg ) dalam 60
menit jika Elevasi segmen ST > 0,1 mv pada dua atau lebih sadapan
prekordial berdampingan, waktu mulai nyeri dada sampai tatalaksana
< 12 jam, usia < 75 tahun. Blok cabang (BBB) dan anemnesis
dicurigai infark miokard akut.
Antikoagulan Heparin direkomendasikan untuk pasien yang menjalani
revaskularisasi perkutan atau bedah, pasien dengan risiko tinggi
terjadi emboli sistemik seperti infark miokard anterior atau luas,
fibrilasi atrial, riwayat emboli , atau diketahui ada thrombus ventrikel
kiri yang tidak ada kontraindikasi heparin. Heparin diberikan dengan
target aPTT 1,5 -2 kali kontrol. Pada angina pectoris tak stabil h eparin
5000 unit bolus IV dilanjutkan dengan drip 1000 unit/ jam sampai
angina terkontrol dengan menyesuaikan aPTT 1,5-2 kali nilai kontrol.
Pada infark miokard akut yang ST elevasi > 12 jam diberikan hepatin
bolus IV 5000 unit dilanjutkan dengan infuse selama rata-rata 5 hari
dengan menyesuaikan aPTT 1,5 -2 kali nilai kontrol.
Pada infark miokard anterior transmural luas antikoagulan diberikan
sampai saat pulang rawat. Pada penderita dengan thrombus
ventricular atau dengan diskinesi yang luas di daerah apeks ventrikel
kiri antikoagulan oral diberikan secara tumpang tindih dengan heparin
sejak beberapa hari sebelum heparin dihentikan.
Antikoagulan oral diberikan sekurang-kurangnya 3 bulan dengan
menyesuaikan nilai INR (2-3).
7. Atasi rasa takut atau cemas
Diazepam 3 x 2-5 mg oral atau IV
Pelunak tinja laktulosa (laksadin) 2 x 15 ml
Beta bloker diberikan bila tidak ada kontaindikasi
ACE inhibitor diberikan bila keadaan mengizinkan terutama pada
infark miokard akut yang luas, atau anterior, gagal jantung tanpa
hipotensi, riwayat infark miokard.
Antagonis kalsium : verapamil untuk infark miokard non ST elevasi
atau angina pectoris tak stabil bila nyeri tidak teratasi.
8. Atasi komplikasi
a. Fibriliasi atrium
Kardioversi elektrik untuk pasien dengan gangguan hemodinamik
berat atau iskemia intraktabel
Digitalisasi cepat
Beta bloker
Diltiazem atau verapamil beta bloker dikontra indikasikan Heparinisasi
KORONER AKUT

Nomor Dokumen : Nomor Revisi : Halaman :


445/ /SPO- 00
PMKP/RSUD-2022
b. Fibrilasi ventrikel
DC shock unsynchronized dengan energi awal 200 J, jika tak
berhasil harus diberikan shock kedua 200-300 J dan jika perlu
shock ketiga 360 J
c. Takikardia ventrikel
VT polimorfik menetap ( > 30 detik) atau menyebabkan gangguan
hemodinamik : DC Shock unsynchronized dengan energi awal 200 J,
jika gagal harus diberikan shock kedua 200-300J dan jika perlu
shock ketiga 360 J
VT monomorfik yang menetap diikuti angina, edema paru atau
hipotensi harus ditata laksana dengan DC shock synchronized energi
awal 100 J. Energi dapat ditingkatkan jika dosis awal gagal.
a. Fibriliasi atrium
Kardioversi elektrik untuk pasien dengan gangguan.
VT monomorfik yang tidak disertai angina, edema paru atau
hipotensi dapat diberikan :
Lidokain bolus 1-15 mg/kgBB. Bolus tambahan 0,5 -0,75 mg/kgBB
tiap 5-10 menit sampai dosis loading total maksimal 3 mg/kgBB.
Kemudian loading dilanjutkan dengan infuse 2-4 mg/menit (30-50
mg/kg/BB/menit)
Atau
Disopiramid : bolus 1-2 mgkg/BB dalam 5-10 menit dilanjutkan
dosis pemeliharaan 1 mg/kg/BB/jam.
Atau
Amiodaron 150 mg infus selama 10-20 menit atau 5 ml/kgBB 20-60
menit dilanjutkan infuse tetap 1 mg/menit selama 6 jam dan
kemudian infus pemeliharaan 0,5 mg/menit
Kardioversi elektrik synchronized dimulai dosis 50 J (anestesi
sebelumnya).
d. Bradiaritmia dan blok
Bradikardia sinus simtomatik (frekuensi jantung < 50 kali/menit
disertai hipotensi, iskemia aritmia ventrikel escape)
Asistol ventrikel
Blok AV simtomatik terjadi pada tingkat nodus AV (derajat dua
tipe 1 atau derajat tiga dengan ritme escape kompleks sempit).
Tata laksana dengan sulfas atropine 0,5-2 mg
Isoprotenol 0,5-4 mg/menit bila tropin gagal sementara menunggu
pacu jantung sementara.
e. Perikarditis
Aspirin (160-325 mg/hari)
Indometasin, Ibuprofen
Kortikosteroid
b. Komplikasi mekanik
Ruptur muskulus papilaris. Rupture septum ventrikel, rupture
dinding ventrikel ditatalaksana operasi
1. Angina pektoris tak stabil : payah jantung, syok kardiogenik,
aritmia, infark miokard akut
2. Infark miokard akut ( dengan atau tanpa ST elevasi) : gagal
jantung, syok kardiogenik , rupture korda, ruptur hantaran ,
aritmia gangguan , pembentukan rangsang, perikarditis, sindrom
dressier, emboli paru.
KEJANG DEMAM
PANDUAN
PRAKTIK Nomor Dokumen : Nomor Revisi : Halaman :
KLINIS 445/ /SPO- 00
PMKP/RSUD-2022
Tanggal Terbit : Ditetapkan Direktur
RSUD SUNGAI RUMBAI

dr. Sujito
NIP. 19790821 200804 1 001
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenakan
suhu tubuh (diatas 38 C Rektal) tanpa adanya infeksi susunan saraf
pusat, gangguan elektrolit atau metabolik lainnya. Kejang yang terjadi
pada bayi dibawah umur 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam.

Kejang demam sederhana adalah kejang yang berlangsung singkat


PENGERTIAN
kurang dari 15 menit bersifat kejang umum dan tidak berulang dalam
24 jam.

Kejang demam kompleks adalah kejang berlangsung lebih 15 menit


bersifat fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum yang didahulu
kejang fokal dan berulang dalam 24 jam.
1. Adanya kejang, jenis kejang, lama kejang dan kesadaran, interval
kejang dan keadaan anak pasca kejang
2. Suhu tubuh saat kejang, sebelum kejang
3. Adanya infeksi diluar SSP seperti ISPA, ISK, OMA
4. Riwayat tumbuh kembang, riwayat kejang demam dan epilepsy
ANAMNESIS
dalam keluarga
5. Singkirkan sebab kejang yang lain misal diare dan muntah yang
menyebabkan gangguan elektrolit, sesak nafas yang dapat
menimbulkan hipoksemia, asupan makanan dan susu kurang yang
dapat menimbulkan hipoglikemia
1. Suhu tubuh (rectal)
2. Kesadaran (Glasgow Coma Scale)
3. Tanda rangsang meningeal : kaku kuduk, Brudzinsky I dan II, Kernig
sign, Laseque sign
4. Pemeriksaan nervus cranial
PEMERIKSAAN 5. Tanda peningkatan tekanan intracranial, UUB menonjol, papil
FISIK edema
6. Tanda infeksi diluar SSP : ISPA, SK, OMA
7. Pemeriksaan neurologi lain : tonus, motorik, reflex fisiologis dan
patologis
8. Pemeriksaan Darah lengkap, elektrolit, gula darah sewaktu, urinalisis,
kultur darah , urin dan feses bila dibutuhkan
KRITERIA Kriteria Klinis Sesuai definisi Kejang Demam
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS Kejang demam sederhana atau kejang demam kompleks
KERJA

1. Meningitis
2. Ensefalitis
DIAGNOSIS 3. Gangguan keseimbangan elektrolit
BANDING 4. Generalized Epilepsy with Febrile Seizure+
5. Severe Myoclonic Epilepsy in Infancy
6. Febrile status epilepticus

PEMERIKSAAN 1. Pemeriksaan Darah lengkap, elektrolit darah, gula darah sewaktu,


PENUNJANG urinalisis, kultur darah , urin dan feses tidak diperlukan pada
kejang demam sederhana . Peringkat bukti ilmiah B
KEJANG DEMAM
Nomor Dokumen : Nomor Revisi : Halaman :
445/ /SPO- 00
PMKP/RSUD-2022
2. Lumbal pungsi : tidak perlu dilakukan pada kejang demam
sederhana jika tidak ada tanda meningitis atau riwayat meningitis
atau tanda infeksi intracranial. Peringkat bukti ilmiah B
3. EEG: tidak dianjurkan pada kejang demam sederhana tetapi perlu
pada kejang demam kompleks . Peringkat bukti ilmiah B
Medikamentosa :
1. Antipiretik : Parasetamol 10-15 mg /kgBB oral atau drip diberikan
setiap 4 jam maksimal 5 kali sehari. Ibuprofen 5 -10 mg/kgBB
diberikan 3-4 kali sehari
2. Anti kejang : diazepam oral 0.3 mg/kgBB setiap 8 jam atau
diazepam rectal 0.5 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat suhu > 38.5 C
3. Pengobatan rumatan jangka panjang diberikan dengan fenobarbital
3-4 mg/kgBB/hari dibagi 1-2 dosis atau asam valproat 15-20 mg/kg
TATA BB/hari dibagi 2-3 dosis diberikan selama satu tahun bebas kejang
LAKSANA kemudian dihentikan bertahap 1-2 bulan Pengobatan rumatan
diberikan jika terdapat keadan sbb :
 Kejang >15 menit
 Kelainan neurologis nyata sebelum/sesudah kejang seperti
paresis, palsi serebral, retardasi mental, hidrosefalus
 Kejang fokal
 Kejang berulang lebih dari 2 kali dlm 24 jam
Kejang demam pada usia < 12 bulan
4. Kejang demam berulang > 4 kali setahun

1. Edukasi kemungkinan berulangnya kejang demam


EDUKASI 2. Edukasi faktor risiko terjadinya epilepsy
3. Edukasi tanda dini kejang demam
Kejang demam sederhana prognosisnya baik. Pada 482 anak kejang
demam sederhana yang dipantau selama 1 – 5 th tidak ditemukan
kematian, disabilitas intelektual maupun kecacatan. Risiko epilepsi
pada kejang demam sederhana hanya 1-2%. Sebanyak 30 - 35% akan
mengalami kejang demam kembali. Risiko meningkat jika kejang
pertama terjadi pada umur kurang dari 1 tahun, ada riwayat kejang
PROGNOSIS
demam pada saudara kandung, kejang demam terjadi pada demam
yang tidak begitu tinggi , interval waktu antara demam dan kejang
pendek dan adanya perkembangan yang abnormal sebelum kejang.
Kejang demam kompleks : Risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari
adalah 5 – 10% terutama jika kejang demam fokal, lama dan ada
riwayat epilepsi dalam keluarga.

1. Pudjiadi, AH dkk : Pedoman Pelayanan Medis. jilid 1, Ikatan Dokter


Anak Indonesia. Jakarta 2010: 150-153
2. Widodo, DP: Konsensus Tata Laksana Kejang Demam dalam
KEPUSTAKAA Gunardi, H dkk (Eds) Kumpulan Tips Pediatri. Badan Penerbit Ikatan
N Dokter Anak Indonesia, Jakarta 2010 : 193-203
3. Pusponegoro, H: Kejang Demam. Dalam Current Evidences in
Pediatric Emergencies Management. Departemen Ilmu Kesehatan
Anak. FKUI/RSCM, Jakarta, 12 – 13 April 2015 ; 92-97
PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK)
PANDUAN
PRAKTIK Nomor Dokumen : Nomor Revisi : Halaman :
KLINIS 445/ /SPO- 00
PMKP/RSUD-2022
Tanggal Terbit : Ditetapkan Direktur
RSUD SUNGAI RUMBAI

dr. Sujito
NIP. 19790821 200804 1 001
Penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, yang ditandai dengan
keterbatasan aliran udara yang progresif dan berhubungan dengan
peningkatan respon inflamasi kronik pada saluran napas dan paru
PENGERTIAN
terhadap gas atau partikel berbahaya lainnya.
Eksaserbasi dan komorbid berkontribusi pada keparahan penyakit
pada pasien
Umumnya terjadi pada usia diatas 40 tahun
Gejala pernapasan berupa sesak umumnya terus menerus, progresif
seiring waktu, memburuk terutama selama latihan atau aktivitas.
Gejala batuk kronik dengan produksi sputum, dan disertai dengan
ANAMNESIS suara mengi, namun mungkin batuk hilang timbul dan tidak produktif.
Riwayat terpapar partikel dan gas beracun (terutama asap rokok dan
biomass fuel)
Riwayat keluarga dengan PPOK, atau kondisi saat masih anak-anak,
seperti berat badan lahir rendah, infeksi saluran napas berulang
Adanya tanda-tanda hiperinflasi
PEMERIKSAAN
Adanya tanda-tanda insufisiensi pernapasan
FISIK
Abnormalitas pada auskultasi (wheezing dan/atau crackle)
1. Adanya gejala dan tanda sesuai dengan PPOK
2. Konfirmasi dengan spirometri bila perlu, dimana keterbatasan aliran
udara menetap dengan rasio VEP1/KVP < 0,70 setelah terapi
bronkodilator.
3. Pemeriksaan spirometri untuk menentukan beratnya hambatan
aliran udara pernapasan dengan membandingkan nilai VEP1 pasien
dengan nilai prediksi.
KRITERIA GOLD 1 >= 80%
DIAGNOSIS GOLD 2 = 50-79%
GOLD 3 = 30-49%
GOLD 4 < 30%
4. Penilaian risiko dan berat eksaserbasi
a. mMRC untuk menentukan skala sesak napas dengan nilai 0-4
b. CAT (COPD Assesment Test) untuk menilai gejala harian meliputi
keluhan batuk, jumlah dahak, gejala sesak, kemampuan aktivitas,
gangguan tidur dan kelemahan fisik)
DIAGNOSIS 1. Berdasarkan Populasi
KERJA a. PPOK Populasi A
Tidak pernah ekaserbasi atau hanya 1 kali kunjungan ke rumah
sakit karena eksaserbasi berat selama 1 tahun dengan nilai mMRC
0-1 dan CAT < 10 (dapat dilakukan rujuk balik untuk pasien jkn/
bpjs)
b. PPOK Populasi B
Tidak pernah atau hanya 1 kali kunjungan ke rumah sakit karena
eksaserbasi berat selama 1 tahun tetapi nilai mMRC >= 2 dan CAT >=
10
c. PPOK Populasi C
>= 2 kali eksaserbasi atau >= 1 kali kunjungan ke rumah sakit
karena eksaserbasi berat selama 1 tahun dengan nilai mMRC 0-1
dan CAT < 10

PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK)


Nomor Dokumen : Nomor Revisi : Halaman :
445/ /SPO- 00
PMKP/RSUD-2022
d. PPOK Populasi D
>= 2 kali eksaserbasi atau >= 1 kali kunjungan ke rumah sakit karena
eksaserbasi berat selama 1 tahun dengan nilai mMRC >= 2 dan CAT >=
10
1. Asma Bronkial
2. Gagal jantung kongestif
DIAGNOSIS 3. Bronkiektasis
BANDING 4. Tuberkulosis
5. Bronkiolitis obliteratif
6. Panbronkiolitis difus
Pemeriksaan penunjang dilakukan bila perlu
Umum:
1. Foto toraks PA
2. Laboratorium (analisa gas darah arteri, hematologi rutin:
eosinofil darah)
Khusus :
PEMERIKSAAN 1. Arus puncak ekspirasi (APE)
PENUNJANG 2. Spirometri
3. Bodyplethismograph
4. CT dan ventilation-perfusion scanning
5. Skrining Alpha-1 antitrypsin deficiency
6. Exercise testing
7. Sleep studies
TATA 1. Medikamentosa
LAKSANA a. Bronkodilator inhalasi
Agonis 2 (SABA, LABA) dan antikolinergik inhalasi (SAMA, LAMA)
b. Antiinflamasi
Kortikosteroid inhalasi (ICS), PDE4 inhibitor,
c. Antibiotik bila perlu
Azithromycin dan
Erythromycin
d. Mukolitik bila perlu
N-Acetyl Cystein dan Carbocystein

Populasi A: Pemberian bronkodilator berdasarkan efek terhadap gejala


sesak. Dapat diberikan bronkodilator kerja cepat (SABA, SAMA)
ataupun bronkodilator kerja lama (LABA, LAMA)

Populasi B: Terapi awal dengan bronkodilator kerja lama. Untuk pasien


dengan sesak menetap dengan monoterapi, direkomendasikan
penggunaan dua bronkodilator.

Polpulasi C: Terapi awal dengan satu bronkodilator kerja lama.


Direkomendasikan penggunaan LAMA. Pada eksaserbasi persisten,
direkomendasikan penggunaan kombinasi bronkodilator kerja lama
atau kombinasi LABA dengan ICS.

Populasi D: Direkomendasikan memulai terapi dengan kombinasi LABA


dan LAMA. Apabila masih mengalami eksaserbasi direkomendasikan
kombinasi LAMA, LABA dan ICS. Pertimbangan pemberian Roflumilast
untuk pasien dengan FEV1< 50% prediksi dan bronkitis kronis.
Makrolid (Azithromycin) pada bekas perokok.

PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK)


Nomor Dokumen : Nomor Revisi : Halaman :
445/ /SPO- 00
PMKP/RSUD-2022
2. Nonmedikamentosa
a. Disarankan vaksinasi influenza untuk semua pasien PPOK,
vaksinasi pneumokokal untuk usia > 65 tahun atau usia lebih
muda dengan komorbid penyakit jantung dan paru kronik.
b. Oksigen
Penggunaan Long-term oxygen therapy pada pasien hipoksemia
berat.
c. Ventilasi mekanis
Penggunaan long-term non-invasive ventilation pada hiperkapnia
kronik berat
d. Nutrisi adekuat untuk mencegah kelaparan dan menghindari
kelelahan otot pada pasien malnutrisi.
e. Rehabilitasi dengan aktivitas fisik dan latihan pernapasan untuk
mengurangi disabilitas bila perlu

1. Berhenti merokok
2. Aktivitas fisik
3. Tidur yang cukup
4. Diet sehat
EDUKASI
5. Strategi managemen stres
6. Mengenali gejala eksaserbasi
7. Penggunaan obat yang tepat
8. Kontrol teratur
Quo ad vitam: Bonam Quo ad functionam: Dubia
PROGNOSIS
Quo ad sanasionam: Dubia
KOMPETENSI Spesialis Paru : 4
EVALUASI PPOK
No. Konten Ya Tidak Keterangan
INDIKATOR 1. Penegakan Diagnosis
MEDIS 2. Terapi bronkodilator
3. Rujuk balik PPOK
populasi A
1. Sesak berkurang atau hilang
KRITERIA 2. Dapat mobilisasi
PASIEN
3. Perbaikan kondisi klinis dan pemeriksaan lain
PULANG
RAWAT INAP 4. Penyakit penyerta tertangani
5. Mengerti pemakaian obat
Penyakit Paru Obstruksi Kronik, Pedoman Diagnosis dan
KEPUSTAKAA
Penatalaksanaan. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2016.
N
1. Global Initiative for Chronic obstructive Lung Disease (GOLD). 2018.
HEMATEMESIS MELENA
PANDUAN
PRAKTIK Nomor Dokumen : Nomor Revisi : Halaman :
KLINIS 445/ /SPO- 00
PMKP/RSUD-2022
Tanggal Terbit : Ditetapkan Direktur
RSUD SUNGAI RUMBAI

dr. Sujito
NIP. 19790821 200804 1 001
Hematemesis adalah muntah darah berwarna hitam ter yang berasal
dari saluran cerna bagian atas. Melena yaitu buang air besar berwarna
hitam ter yang berasal dari saluran cerna bagian atas yang dimaksud
PENGERTIAN
dengan saluran cerna bagian atas adalah saluran cerna diatas
(proksimal) ligamentum trettz mulai dari jejunum proksimal, duodenum,
gaster dan oesophagus.
Muntah dan BAB darah warna hitam ter, syndrome dyspepsia, bila ada
riwayat makan obat NSAID, jamu pegal linu, alkohol yang menimbulkan
KRITERIA erosi/ulkus peptikum riwayat sakit kuning/hepatitis.
DIAGNOSIS Keadaan umum pasien sakit ringan sampai berat, dapat disertai
gangguan kesadaran (prekoma/koma hepatikum) dapat terjadi syok
hipovolemik.
DIAGNOSIS a. Hemoptoe
BANDING b. Hematoshezia
Darah perifer lengkap hemostosis lengkap atau masa perdarahan , masa
pembekuan, masa protrombin, elektrolit (Natrium, Kalium, Clorida).
PEMERIKSAAN
Pemeriksaan fungsi hati (Cholinesterase, Albumin, Globulin,
PENUNJANG
SGOT/SGPT) petanda hepatitis B dan C, endoskopi, SCBH diagnostik
atau foto rontgen, OMD, USG hati.
TATA Non farmakologis : tirah baring, puasa diet hati /lambung, pasang NGT
LAKSANA untuk dikompresi, pantau perdarahan.
Farmalogis :
- Transfusi darah PRC/ sesuai perdarahan yang terjadi dan Hemoglobin
pada kasus varises transfuse sampai dengan Hb 10 gr % . Pada kasus
non varises transfusi sampai dengan Hb 12 gr %.
- Sementara menunggu darah dapat diberikan penganti plasma
( misalnya dekstran (huma cel) atau NaCl 0,9 % atau Rh
Untuk penyebab non varises :
1. Infeksi antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa protein
( losec)
2. Sitoprotektor : sukralfat 3-4 x 1 gram atau Trepenon 3 x 1 tab
3. Antasida
4. Injeksi vit K untuk pasien dengan penyakit hati kronis atau sirosis
hati
Untuk penyebab varises :
1. Somastostatin bolus 250 mg + drip 250 mikro gram/jam IV atau
ocreotik ( Sandostatin) 0,1 mg/2 jam. Pemberian diberikan sampai
perdarahan berhenti atau bila mampu diteruskan 3 hari setelah sklero
tata laksana / ligasi varises.
2. Propanolol dimulai dosis 2 x 10 mg dosis dapat ditingkatkan
sampai tekanan diastolik turun 20 mmHg atau denyut nadi turun 20
% ( setelah keadaan stabil  hematemesis melena (-)
3. Isosorbid dinitrat/mononitrat 2 x 1 tab/hari  Keadaan umum
stabil
4. Metoklorpramid 3 x 10 mg/hari
Bila ada gangguan hemostasis obat sesuai kelainan
Pada pasien dengan pecah varises/penyakit hati kronik/sirosis Hepatis
diberikan :
1. Laktulosa 4 x 1 sdm
2. Neomisin 4 x 500 mg
Obat ini diberikan sampai tinja normal
HEMATEMESIS MELENA

Nomor Dokumen : Nomor Revisi : Halaman :


445/ /SPO- 00
PMKP/RSUD-2022
Prosedur bedah dilakukan sebagai tindakan emergensi atau elektif
bedah emergensi di indikasikan bila pasien masuk dalam keadaan
gawat
KOMPLIKASI
Syok hipovolemik, aspirasi pneumonia, gagal ginjal akut, sindrom
hepatorenal, koma hepatikum, anemia karena perdarahan
PANDUAN KETO ASIDOSIS DIABETIKUM
PRAKTIK Nomor Dokumen : Nomor Revisi : Halaman :
KLINIS 445/ /SPO- 00
PMKP/RSUD-2022
Tanggal Terbit : Ditetapkan Direktur
RSUD SUNGAI RUMBAI

dr. Sujito
NIP. 19790821 200804 1 001
Kondisi dekompensasi metabolik akibat defisiensi insulin absolute atau
relative dan merupakan komplikasi akut diabetes mellitus yang serius.
Gambaran klinis utama KAD adalah Hiperglikemia, ketosis dan asidosis
metabolik
Faktor pencetus :
- Infeksi , infark miokard akut, pankreatitis akut
- Penggunaan obat golongan steroid
- Penghentian atau pengurangan dosis insulin

PENGERTIAN Diagnosis klinis :


- Keluhan poliuri polidipsi
- Riwayat berhenti menyuntik insulin
- Demam / infeksi
- Muntah
- Nyeri perut
- Kesadaran : compos mentis, delirium, koma
- Pernafasan cepat dan dalam (kussmaul)
- Dehidrasi (turgor kulit ↓, lidah dan bibir kering)
Dapat disertai syok hipovolemik
Kadar glukosa > 250 mg/dl
PH < 7,35
KRITERIA
HCo3 : rendah
DIAGNOSIS
Aniton gap : tinggi
Keton serum : (+) dan atau keton urin
a. Ketosis diabetik
b. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik /hiperglikemik
hiperosmolar state
c. Ensefalopati uremikum, asidosis uremikum
d. Minum alkohol, ketosis alkoholik
e. Ketosis hipoglikemia
DIAGNOSIS
f. Ketosis starvasi
BANDING
g. Asidosis laktat
h. Asidosis hiper kloremik
i. Kelebihan salisilat
j. Drug induced asidosis
k. Encefalopati karena infeksi
l. Trauma capitis
Pemeriksaan cito
- Gula darah
- Elektrolit
- Ureum, kreatinin
- Aseton darah
PEMERIKSAAN
- Urin rutin
PENUNJANG
- AGD
- EKG
- Gula darah tiap jam
- Natrium, kalium, clorida tiap 6 jam selama 24 jam selanjutnya sesuai
keadaan
KETO ASIDOSIS DIABETIKUM

Nomor Dokumen : Nomor Revisi : Halaman :


445/ /SPO- 00
PMKP/RSUD-2022
- AGD bila PH < 7 saat masuk  diperiksa tiap 6 jam s/d PH > 7,1
selanjutnya setiap hari sampai stabil.

Pemeriksaan lain :
- Kultur darah
- Kultur urin
- Kultur pus
a.
Akses IV 2 jalur, salah satunya dicabang 2 way
1. Cairan
o NaCl 0,9 % diberikan + 1-2 liter pada 1 jam pertama
lalu + 1 liter pada jam kedua lalu + 0,5 liter pada jam
ketiga dan keempat dan 0,25 liter pada jam kelima dan
keenam, selanjutnya sesuai kebutuhan.
o Jumlah cairan yang diberikan dalam 15 jam sekitar 5
L , jika Na > 155 mEq/l  ganti cairan dengan NaCl
0,45 % , Jika GD < 200 mg/dl  ganti cairan dengan
dextrose 5 %
2. Insulin (regular insulin : RI)
o Diberikan setelah 2 jam rehidrasi cairan
o RI bolus 180 mu/kgBB IV dilanjutkan.
o RI drip 90 mg/kgBB/jam dalam NaCl 0,9 %
o Jika GD < 200 mg/dl kecepatan dikurangi  RI drip 45
mg/kg/BB/jam dalam NaCl 0,9 %
o Jika GD stabil 200-300 mg/dl selama 12 jam  RI drip
1-2 u/jam IV, disertai sliding scale setiap 6 jam
GD (mg/dl RI (Unit Subkutan)
< 200 0
200-250 5
TATA 250-300 10
LAKSANA 300-350 15
> 350 20

Jika kedua GD ada yang < 100 mg/dl drip RI dihentikan.


Setelah sliding scale tiap 6 jam, dapat diperhitungkan kebutuhan
insulin sehari, dibagi 3 dosis sehari SC sebelum makan
3. Kalium
 Kalium ( Kcl) drip dimulai bersamaan dengan drip RI
dengan dosis 50 mg/6 jam syarat tidak ada gagal ginjal,
tidak ditemukan gelombang T yang lancip dan tinggi
pada EKG dan jumlah urine cukup adekuat

 Bila kadar K pada pemeriksaan elektrolit kedua :


< 3,5  drip Kcl 75 meq/6 jam
3,0 - 4,5  drip Kcl 50 meq/6 jam
4,5 - 6,0  drip Kcl 25 meq/6 jam
> 6,0  drip di stop

 Bila sudah sadar diberikan K oral selama seminggu


4. Bicarbonat
Drip 100 meq bila pH < 7,0 disertai Kcl 26 meq drip
80 meq bila pH 7,0 – 7,1 disertai Kcl 13 meq drip
Juga diberikan pada asidosis laktat dan hiperkalemia yang
mengancam
KETO ASIDOSIS DIABETIKUM

Nomor Dokumen : Nomor Revisi : Halaman :


445/ /SPO- 00
PMKP/RSUD-2022
5. Tata Laksana Umum
O2 bila PO2 < 80 mmHg
Antibiotika adekuat
Heparin bila ada DIC atau hiperosmolar
( > 380 mosm/L)

Tata Laksana disesuaikan dengan pemantauan klinis


- Tekanan darah frekuensi nadi pernafasan temperatur setiap jam
- Kesadaran setiap jam
- Keadaan hidrasi (turgor lidah) setiap jam
- Produksi urin setiap jam
- Cairan infus yang masuk setiap jam
- Dan pemantauan lab (lihat pemeriksaan penunjang)
- Syok hipovolemik
- Edema paru
- Hipertrigliseridemia
- Infark miokard akut
KOMPLIKASI
- Hipoglikemia
- Hipokalemia
- Edema otak
- Hipokalsemia
PANDUAN GANGGUAN PEREDARAN DARAH OTAK (STROKE)
PRAKTIK Nomor Dokumen : Nomor Revisi : Halaman :
KLINIS 445/ /SPO- 00
PMKP/RSUD-2022
Tanggal Terbit : Ditetapkan Direktur
RSUD SUNGAI RUMBAI

dr. Sujito
NIP. 19790821 200804 1 001
suatu gangguan organik otak yang disebabkan adanya darah di
PENGERTIAN
parenkim otak atau ventrikel
Kelainan Neurologik fokal yang timbul mendadak akibat gangguan aliran
darah lokal di otak (klinis dapat berupa : Hemiparesis/plegi. Hemi
hipestesi, Asfasia, Amurosis fugax, kelumpuhan saraf-saraf otak, vertigo,
disertai gangguan kesadaran/tidak, dll).

 Non Hemoragik dapat berupa : Gangguan peredaran otak sepintas


KRITERIA (Transient Ischemic Arrack : TIA) dan Reversible Ischemic Neurological
DIAGNOSIS Defisit : RIND).
- Trambosis serebri
- Embolis serebri


Hemorhagik :
-
Peredaran intraserebral
-
Peredaran sub trakhnoid
1.
Trauma ( Kontusio serebri)
DIAGNOSIS
2.
Infeksi otak/selaput otak
BANDING
3.
Tumor otak
a.
Pungsi Lumbal, CT Scan Otak, Arteriografi, MRI Dopler, dll ( bila ada).
b.
Laboratorium : darah tepi rutin, trombosit, Hematokrit, agregasi
PEMERIKSAAN
platelet (bila mungkin ), Ureum, Kreatinin, Asam Urat, Kholesterol
PENUNJANG
(Total, HDE, dan LDL) , Gula darah urine rutin
c. Foto Toraks, EKG
- Penyakit Dalam bagian ginjal dan hipertensi, jantung, endokrin)
KONSULTASI - Bedah saraf (bagi yang hemoragik)
- Bedah Vaskuler (trombektomi, dll) tapi jarang dilakukan
1. Untuk penderita baru (kurang dari 10 hari) dan penderita dengan
PERAWATAN progresifitas penyakitnya, segera dirawat.
RS
2. Untuk penderita yang sudah lama atau yang ringan , dapat berobat
jalan, atau tergantung keadaan
1. Memperbaiki oksigenasi jaringan otak dengan mengoreksi gangguan
pernafasan (sesuai dengan hasil pemeriksaan astrup), dan lain-lain.
2. Memperbaiki aliran darah ke otak (tekanan darah yang optimal,
kekentalan darah, memperbaiki gangguan fungsi otak), dan lain-lain
3. Anti Edema : Pada yang baru (kurang dari 10 hari) diberi Glycerol,
manitol, steroid dan lain-lain, bila tak ada kontra indikasi.
4. Memperbaiki keadaan umum
5. Memperbaiki gangguan metabolik (sesuai dengan pemeriksaan gula,
TATA ureum dan lain-lain).
LAKSANA
6. Fisioterapi dan latihan bicara pada afasis.
7. Untuk memperbaiki metabolisme otak dapat ditambah dengan obat-
obatan Piracetam, Citicholin, Pentaksifilin, Kodergokrin dan lain-lain.
8. Pada Perdarahan subarakhnoid ditambah dengan obat-obatan
golongan anti fibrinolitik misal : Transamin.
9. Pada perdarahan dipertimbangkan tindakan operasi
10.Pada yang non hemoragik dengan hiperagregasi trombosit, diberi anti
platelet agregasi misalnya asam salisilat, dan lain-lain.
GANGGUAN PEREDARAN DARAH OTAK (STROKE)

Nomor Dokumen : Nomor Revisi : Halaman :


445/ /SPO- 00
PMKP/RSUD-2022
Semua RS, bila ada penyulit atau ada indikasi operasi rujuk ke RS yang
STANDARD RS
lebih lengkap

a. Karena Penyakit:
- Peredaran atau infark makin luas
PENYULIT - Infark yang diikuti perdarahan (infark Hemoragik).
- Ada komplikasi penyakit lain (jantung, ginjal, diabetus
mellitus, dan lain-lain)
b. Karena Tindakan : Jarang
INFORMED Perlu
CONSENT
(TERTULIS)
STANDARD Dokter umum bila tak ada dokter spesialis
TENAGA
LAMA - Non Hemoragik : 2 minggu
PERAWATAN - Hemoragik : 3-4 minggu, tergantung keadaan
- TIA dan RIND dapat sembuh total secara klinis
- Yang lainnya umumnya sembuh parsial (ada sequale)
OUTPUT - Karena biasanya disertai penyakit lainnya (jantung, ginjal dan
hipertensi, diabetes mellitus dan lain-lain) komplikasi jadi tumpang
tindih
PA Bila dilakukan tindakan bedah (tidak begitu penting)
Bila perlu (permintaan polisi, badan hukum, asuransi, atau yang
AUTOPSI
berwenang lainnya, seizin keluarga).
TRAUMA SUSUNAN SYARAF
PANDUAN
PRAKTIK Nomor Dokumen : Nomor Revisi : Halaman :
KLINIS 445/ /SPO- 00
PMKP/RSUD-2022
Tanggal Terbit : Ditetapkan Direktur
RSUD SUNGAI RUMBAI

dr. Sujito
NIP. 19790821 200804 1 001
A. Saraf Pusat
a. Trauma kapitis ( Kepala ) : ICD 850-854 Intracranial Injury
1. Komosio Serebri (ICD 850 – 854) : concussion
2. Kontusio Srebri (ICD 851) : Cerebral Laceration and Contusion
3. Edema Serebri Taumatika (ICD 854): Intracanial injury
4. Perdarahan Epidura (ICD 852): Subarachnoid, subdural and
extradural haemorrhage, following injury
5. Perdarahan Subdura (ICD 852) : Subarachnoid, subdural and
extradural, Haemorrhage, following injury
6. Disertai fraktur tengkorak terbuka atau tertutup : Fraktur linier,
fraktur impresi atau fraktur dasar tengkorak
ICD 800.1 : Fracture of skull closed with intracranial injury
800.3 : Fracture of skull open with intracranial injury

b. Trauma Medula Spinalis


PENGERTIAN
1.Komosio Medula Spinalis (ICD 907.2) : Late effect of spinal cord
injury
2. Kontusio Medulla Spinalis (ICD 907.2) : Late effect of spinal cord
injury
3. Disertai luksasi atau fraktur vertebra (ICD 806) : Fracture of
vertebral columns with spinal cord lesion

B. Saraf Perifer :
1. Avulsi Radiks ICD 907.3 : Late effect of injury to nerve root (s) spinal
plexus (es) and other nerves of trunk
2. Lesi Pleksus ICD 907.4 : Late effect of injury to peripheral nerve of
shoulder girdle and upper limb
3. Lesi Saraf Perifer ICD 907.5 : Late effect of injury to peripheral nerve
of pelvic girdle and lower limb

A. Anamnesis/dilihat sendiri
Trauma kapitis (kepala) :
- Pingsan, muntah, amnesia, retrograde, pusing, dll.
- Gangguan fungsi saraf (kesadaran menurun, kelumpuhan, kejang,
dll).
KRITERIA
Trauma tulang belakang :
DIAGNOSIS
Gangguan medula spinalis (kelumpuhan anggota gerak dengan
gangguan nivo sensibilitas serta gangguan antonom miksi dan
defekasi
B. Anamnesis trauma dan ditemukan kelumpuhan neuron motorik
perifer. Biasanya sebagian saraf perifer saja
1. Gangguan peredaran darah otak, tumor otak atau epilepsi yang
DIAGNOSIS
dicetuskan waktu trauma.
BANDING
2. Mono Neuropati Akut
a. Foto rontgen tengkorak/vertebra. CT Scan Otak/Medula spinalis.
PEMERIKSAAN
b. EEG, Arteriografi
PENUNJANG
c. Pungsi Lumbal (bila tak ada kontra indikasi)
KONSULTASI Bedah saraf/bedah (tergantung indikasi)

TRAUMA SUSUNAN SYARAF

Nomor Dokumen : Nomor Revisi : Halaman :


445/ /SPO- 00
PMKP/RSUD-2022
Sebaiknya segera dirawat untuk observasi. Bila timbul komplikasi agar
PERAWATAN segera dapat ditanggulangi, minimal tiga hari pertama (masa yang sering
RS
terjadi pemburukan pada perdarahan epidura). Bila hanya saraf perifer
saja yang terganggu dan tidak total penderita dapat berobat jalan saja.
Untuk Komosio serebri ( a.1)
- Istirahat dan Observasi
- Simptomatis
Untuk yang lainnya ( a.2 dan b.3)
- Mencegah dan mengatasi edema yang sering terjadi, misal
Deksamegaton, manitol dan lain-lain.
- Fisioterapi terutama pada trauma medulla spinalis (b)
TATA
- Yang disertai fraktur terbuka, langsung dikirim ke bagian bedah saraf.
LAKSANA
Pada Fraktur impresi, tindakan bedah saraf tergantung dari dalamnya
impresi (mengenai jaringan otak atau tidak).
Untuk trauma saraf perifer
Roboransia dan fisioterapi
Anti edema bila perlu, kadang-kadang ditambahkan obat-obat yang dapat
memperbaiki aliran darah ke bagian perifer. Konsultasi bedah saraf

Pada Komosio Serebri: Semua RS


STANDARD RS Yang lainnya : Minimal RS Kelas C

Karena Penyakit:
a. Perdarahan yang makin banyak misalnya perdarahan
epidura
b. Edema serebri yang makin luas
c. Gangguan jiwa organik
PENYULIT Karena Tindakan :
- Fungsi lumbal pada tekanan intra kranial yang tinggi, dapat
menyebabkan herbiasi otak melalui foramen magnum yang dapat
menyebabkan kematian mendadak
- Kematian mendadak dapat pula terjadi akibat manipulasi yang
berlebihan pada penderita cedera medula spinalis terutama cedera di
daerah servikal atas
INFORMED Terutama untuk yang dicurigai berat
CONSENT
(TERTULIS)
STANDARD Dokter spesialis, dokter umum ditempat yang tidak ada dokter spesialis
TENAGA
LAMA Untuk yang ringan 3 hari
PERAWATAN Untuk yang berat : tergantung keadaan
Komosio ringan : sembuh total
OUTPUT
Yang lainnya sering ada keluhan /gejala sisa
PA Bila ada tindakan operatif
Sering diperlukan, karena kausanya suatu kekerasan, sering diperlukan
AUTOPSI
untuk kepentingan hukum.
PANDUAN PERDARAHAN ANTE PARTUM
PRAKTIK Nomor Dokumen : Nomor Revisi : Halaman :
KLINIS 445/ /SPO- 00
PMKP/RSUD-2022
Tanggal Terbit : Ditetapkan Direktur
RSUD SUNGAI RUMBAI

dr. Sujito
NIP. 19790821 200804 1 001
PENGERTIAN Perdarahan pervaginam pada usia kehamilan 20 minggu atau lebih

1. Anamnesis
a. Perdarahan pervaginam pada usia kehamilan 20 minggu atau lebih,
perdarahan spontan tanpa aktifitas atau akibat, trauma pada
abdomen.
b. Nyeri atau tanpa nyeri kontraksi uterus
c. Beberapa faktor predisposisi :
- Riwayat Solusio Plasenta
- Perokok
- Hipertensi
KRITERIA - Multi paritas
DIAGNOSIS Pemeriksaan fisik Umum : Keadaan tensi, nadi, pernafasan.
2. Obstetrik
a. Periksa luar :
- Bagian terbawah janin belum/sudah masuk PAP
- Apakah a’a kelainan letak /tidak
b. Inspekulo : Apakah perdarahan berasala dari ostioum uteri atau dari
kelainan serviks dan vagina
c. Perabaan Fornises : hanya dikerjakan pada presentasi kepala
d. PDMO : BIla akan mengakhiri kehamilan/persalinan
e. USG
1. Solusio Plasenta
Terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada fundus uteri/corpus
uterin sebelum janin lahir.
a. Ringan : Perdarahan kurang dari 100-200 cc. Uterus tidak tegang,
belum ada tanda renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang
dari 1/6 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma lebih dari 250
mg %
b. Sedang : Perdarahan lebih dari 200 cc, uterus tegang terdapat tanda
renjatan gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta ¼
sampai 2/3 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma 120-150 mg
%
DIAGNOSIS c. Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda
BANDING renjatan, biasanya janin telah mati, pelepasan plasenta bisa terjadi
pada lebih dari 2/3 bagian permukaan atau kesleuruhan bagian
permukaan.

2. Plasenta Previa
Plasenta yang letaknya tidak normal sehingga menutupi sebagian atau
keseluruhan pembukaan jalan lahir (ostium uteri internum).
Pembukaan jalan lahir.
3. Vasa Previa
Tali pusat berinsersi pada selaput ketuban dimana pembuluh
darahnya berjalan diantara lapisan amnion dan korion melalui
pembukaan serviks
PEMERIKSAAN
A. Kardiotokografi : Laenek, Dopler, untuk menilai status janin
PENUNJANG
B. USG : Menilai letak plasenta, usia gestasi, keadaan janin
PERDARAHAN ANTE PARTUM

Nomor Dokumen : Nomor Revisi : Halaman :


445/ /SPO- 00
PMKP/RSUD-2022

C. Laboratorium :
- Hemoglobin
- Hematokrit
- Trombosit
- Waktu pembekuan darah
- Waktu Protrombin
- Waktu Tromboplastin parsial
- Elektrolit plasma
KONSULTASI Spesialis anak, anestesi, penyakit dalam
PERAWATAN Rawat inap, segera
RS

1. Tidak terdapat renjatan : Usia gestasi 37 minggu atau lebih / Taksiran


Berat Fetus 2500 gr atau lebih
a. Solusio Plasenta : Ringan/sedang/berat : Partus perabdominal
bila persalinan pervaginam diperkirakan berlangsung lama.
b. Plasenta Previa :
PDMO :
Plasenta Previa  Partus
Perabdominal  Seksio Sesarea
Bukan Plasenta Previa  Partus Pervaginam
c. Vasa Previa :
Janin mati – Partus pervaginam
TATA Jainin hidup – Partus perabdominal
LAKSANA
2. Terdapat Renjatan
a. Solusio Plasenta
Atasi renjatan, resusitasi cairan dan transfusi darah
- Bila ada renjatan tidak teratasi, upayakan tindakan penyelamatan
yang optimal
- Bila renjatan dapat teratasi : pertimbangan untuk partus
perabdominal bila janin masih hidup atau bila persalinan pervaginam
diperkirakan berlangsung lama.
b. Plasenta Previa
Atasi renjatan, Resusitasi cairan dan transfusi darah
- Bila tidak teratasi, upayakan tindakan penyelamatan optimal
- Bila teratasi : Partus Perabdominal
Karena Penyakit:
- Pada Ibu :
 Renjatan
 Gagal ginjal akut/akut tubular nekrosis
 DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)
 Plasenta Acreta
PENYULIT  Atonia Uteri /Uterus Couvelaire
 Perdarahan pada implantasi uterus di segmen bawah
- Pada Janin :
 Asfiksia
 BBLR
 RDS
Karena Tindakan /terapi
- Pada Ibu :
PERDARAHAN ANTE PARTUM

Nomor Dokumen : Nomor Revisi : Halaman :


445/ /SPO- 00
PMKP/RSUD-2022
 Reaksi Transfusi
 Kelebihan cairan
 Renjatan
 Infeksi
- Pada janin :
 Asfiksia
 Infeksi
INFORMED Diperlukan, saat pasien masuk RS
CONSENT
(TERTULIS)
LAMA 7 hari (tanpa komplikasi)
PERAWATAN
MASA 6 minggu setelah tindakan/melahirkan
PEMULIHAN
- Komplikasi : Diharapkan minimal / tidak ada
OUTPUT
- Kesembuhan : Diharapkan sempurna
PA Tidak ada yang khusus
AUTOPSI Tidak ada yang khusus
NYERI AKUT ABDOMEN KANAN ATAS
PANDUAN
PRAKTIK Nomor Dokumen : Nomor Revisi : Halaman :
KLINIS 445/ /SPO- 00
PMKP/RSUD-2022
Tanggal Terbit : Ditetapkan Direktur
RSUD SUNGAI RUMBAI

dr. Sujito
NIP. 19790821 200804 1 001
Riwayat nyeri mendadak daerah abdomen kanan atas/epigastrium.
Nyeri dapat menjalar ke daerah pinggang dan kearah bahu atau
dirasakan menembus ke belakang. Nyeri dapat bersifat kolik atau terus
KRITERIA menerus.
DIAGNOSIS - Demam
- Mual dan muntah
Pemeriksaan fisik :
Tanda-tanda peritonitis lokal daerah abdomen kanan atas
Kolisistitis akut
DIAGNOSIS
Pankreatitis akut
BANDING
Perforasi tukak peptic
1. Laboratorium :
- rutin
PEMERIKSAAN - khusus : faal hati
PENUNJANG amilase darah & urin
2. USG
3. Foto polos abdomen 3 posisi
KONSULTASI Spesialis bedah
PERAWATAN Rawat inap segera
RS
- Puasa
- Pemasangan pipa lambung
TATA
- IVFD
LAKSANA
Pembedahan akan dilakukan bila peritonitis meluas melebihi satu
kuadran atau ada udara bebas pada foto abdomen.
PENYULIT Peritonitis umum dan sepsis
STANDARD RS RS Tipe C
INFORMED Perlu
CONSENT
(TERTULIS)
LAMA 3-5 hari
PERAWATAN
STANDARD Spesialis Bedah
TENAGA
MASA 7-10 hari
PEMULIHAN
Bila diagnosis kolesistitis akut, perlu tindakan kolesistektomi setelah 2
OUTPUT
bulan
PA -
AUTOPSI -
DIARE AKUT
PANDUAN
PRAKTIK Nomor Dokumen : Nomor Revisi : Halaman :
KLINIS 445/ /SPO- 00
PMKP/RSUD-2022
Tanggal Terbit : Ditetapkan Direktur
RSUD SUNGAI RUMBAI

dr. Sujito
NIP. 19790821 200804 1 001
PENGERTIAN Diare akut adalah buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan
konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 1 minggu. Menurut Riset
kesehatan Dasar 2007, diare merupakan penyebab kematian pada 42%
bayi dan 25,2% anak usia 1 – 4 tahun
1. Lama berlangsungnya diare, frekuensi diare sehari, warna feses,
adakah lendir atau lendir darah dalam feses
2. Adakah muntah, rasa haus, rewel, anak lemah, kesadaran
menurun, kapan buang air kecil terakhir, demam, sesak nafas,
ANAMNESIS kejang, perut kembung
3. Jumlah cairan yang masuk selama diare
4. Jenis makanan dan minuman yang dimakan/minum selama diare
5. Apakah mengkonsumsi makanan minuman yang tidak biasa
6. Apakah terdapat penderita diare disekitarnya
7. Bagaimana dengan sumber air minum
1. Keadaan umum, tanda vital dan kesadaran :
Tanda Utama :
 gelisah, rewel, lemah/ letargi/ coma, tampak haus, turgor
kurang atau buruk
PEMERIKSAAN Tanda tambahan :
Fisik  Mulut bibir lidah kering, mata dan UUB cekung, keluar
air mata
2. Nafas cepat dan dalam (nafas Kuszmaull) tanda asidosis
metabolik
3. Kejang karena gangguan keseimbangan elektrolit (hipo atau
hipernatremia), kembung (hipokalemia)
4. Berat Badan
5. Penilaian derajat dehidrasi
1. Diare akut tanpa dehidrasi : Tidak ditemukan tanda utama
maupun tambahan, kehilangan cairan tubuh < 5%BB. KU baik
sadar, UUB tak cekung, mukosa mulut dan bibir basah, turgor
baik atau cukup, bising usus normal, akral hangat
2. Diare akut dengan dehidrasi ringan /sedang : Kehilangan cairan
5-10% BB, terdapat 2 tanda utama ditambah 2 atau lebih tanda
KRITERIA
tambahan. KU gelisah atau cengeng. Turgor kurang, akral masih
DIAGNOSIS
hangat
3. Diare akut dengan dehidrasi berat : kehilangan cairan >10%
BB, terdapat 2 tanda utama ditambah 2 atau lebih tanda
tambahan. KU letargi atau koma, UUB sangat cekung, mata
sangat cekung, mukosa mulut dan bibir kering. Turgor sangat
kurang akral dingin.
DIAGNOSIS Diare akut dengan atau tanpa dehidrasi
KERJA
1. Keracunan makanan
DIAGNOSIS
2. Disentri baksiler
BANDING
3. Disentri amuba
PEMERIKSAAN 1. Pemeriksaan feses lengkap
PENUNJANG 2. Analisis elektrolit
DIARE AKUT

Nomor Dokumen : Nomor Revisi : Halaman :


445/ /SPO- 00
PMKP/RSUD-2022
3. Analisis gas darah bila perlu pada dehidrasi berat dengan asidosis
1. Rehidrasi oral bila tidak ada kontraindikasi, bila ada kontraindikasi
maka harus pemberian secara parenteral.
Volume cairan disesuaikan derajat dehidrasi.
- Tanpa dehidrasi : oralit dan ASI, oralit
diberikan sesuai usia setiap kali buang air besar
atau muntah dengan dosis :
< 1 tahun 50 – 100 cc
1 – 5 tahun 100 – 200 cc
> 5 tahun : semaunya
Dehidrasi tidak berat : rehidrasi dengan oralit 75 cc/Kg BB dalam 3
jam pertama dilanjutkan pemberian kehilangan cairan yang sedang
berlangsung sesuai umur seperti diatas setiap kali buang air besar.
Dehidrasi berat : rehidrasi parenteral dengan cairan RL atau ringer
asetat 100 cc /Kg BB. Cara pemberian :
< 1 tahun 30 cc/KgBB dalam 1 jam pertama, dilanjutkan 70 cc/KgBB
dalam 5 jam berikutnya.
> 1 tahun 30 cc/KgBB dalam ½ jam pertama, dilanjutkan 70 cc/KgBB
dalam 2½ jam berikutnya.
Minum diberikan jika pasien sudah mau minum 5 cc/KgBB selama
proses rehidrasi.
TATA LAKSANA
2. Pemberian makanan secepatnya
3. Medikamentosa :
- antiemetik, antimotilitas, antidiare kurang bermanfaat bahkan dapat
menyebabkan komplikasi yang serius.
- Antibiotik tidak efektif pada infeksi virus dan terindikasi hanya pada
keadaan :
a. Patogen telah diindentifikasi
b. Pasien dengan defek imun
c. Kolera
d. Bayi < dari 3 bulan dengan
biakan tinja
yang positip.
Antibiotik sesuai dengan hasil pemeriksaan penunjang. Sebagai
pilihan adalah kotrimoksasol, amoksisilin dan atau sesuai hasil uji
sensitifitas.
- Antiparasit : metronidasol
4. Pemberian Zn bermanfaat pada anak malnutrisi dengan diare.
5. Pemberian imunoglobulin oral untuk terapi diare akut
6. Penggunaan probiotik
7. Pencegahan dan edukasi
1. Edukasi hygiene lingkungan : jamban yg bersih, selalu memasak
makanan dan minuman dan hygiene pribadi : cuci tangan sebelum
makan atau memberikan makanan
EDUKASI
2. Edukasi : ASI tetap diberikan, makanan sapihan, imunisasi
rotavirus bila ada dan masih dalam usia < 6 bulan, imunisasi
campak
Baik jika tidak dalam dehidrasi berat dan buruk jika terlambat
PROGNOSIS
mendapat pengobatan di fasilitas kesehatan
1. Pudjiadi AH dkk (Eds) : Pedoman Pelayanan Medis. jilid 1 , Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Jakarta 2010 : 58 - 62
KEPUSTAKAA 2. Hegar, B dalam Gunardi ,H dkk (Eds) : Kumpulan Tips Pediatri.
N Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta 2010 : 64-69
LUKA BAKAR
PANDUAN
PRAKTIK Nomor Dokumen : Nomor Revisi : Halaman :
KLINIS 445/ /SPO- 00
PMKP/RSUD-2022
Tanggal Terbit : Ditetapkan Direktur
RSUD SUNGAI RUMBAI

dr. Sujito
NIP. 19790821 200804 1 001
PENGERTIAN Akumulasi cairan di paru-paru secara tiba-tiba akibat peninggian
tekanan intravascular.
Anamnesis
- Riwayat trauma/terpapar pada sumber panas (api,air panas, minyak
panas, zat kimia, listrik, radiasi).
- Riwayat terkurung dalam ruang tertutup
- Riwayat terpapar pada suatu ledakan
- Riwayat terjatuh dari ketinggian tertentu setelah terpapar pada sumber
panas

Pemeriksaan Fisik
1. Survai Primer
- Deteksi adanya tanda – tanda cedera inhalasi
- Deteksi adanya eskar melingkar pada rongga torak dengan tanda –
tanda distress pernafasan
- Deteksi adanya tanda – tanda syok

KRITERIA 2. Survai Sekunder


DIAGNOSIS - Penentuan lokasi luka bakar
- Penentuan luas dan kedalaman luka
* Luas luka dalam % luas permukaan tubuh terkena, ditentukan
menurut rumus 9 (untuk dewasa) dan tabel Lund dan Browder
(untuk anak-anak)
* Kedalaman luka ditentukan berdasarkan derajat kerusakan
kulit/dan jaringan tubuh.
- Derajat I, eritema superfisial
- Derajat II, kerusakan sebagian dermis
o Derajat II dangkal, meliputi sepertiga permukaan dermis.
o Derajat II dalam, meliputi lebih dari duapertiga ketebalan
dermis.
o Derajat III, meliputi seluruh ketebalan dermis, disertai
jaringan dibawah kulit, bahkan sampai mencapai tulang.
- Khusus untuk luka bakar listrik, dintentukan “luka masuk” arus
listrik dan “ luka keluar arus listrik.
Dalam diagnosis dicantumkan derajat dan luas luka bakar, penyebab
luka bakar serta masalah yang ada pada saat pemeriksaan pertama.
Contoh masalah :
DIAGNOSIS
a. Cedera inhalasi
b. Eskar melingkar di dada
c. Syok
a. Pemeriksaan penunjang untuk membantu menegakkan diagnosis
tidak diperlukan.
b. Pemeriksaan penunjang diperlukan untuk membantu memperjelas
PEMERIKSAAN masalah yang ada.
PENUNJANG  Laboratorium
- Lab darah
* Pemeriksaan darah tepi
o Kadar hemoglobin (Hb)
LUKA BAKAR

Nomor Dokumen : Nomor Revisi : Halaman :


445/ /SPO- 00
PMKP/RSUD-2022
o Kadar hematokrit ( Ht)
o Jumlah leukosit
o Jumlah trombosit
* Analisa Gas darah
* Fungsi sistem /organ
o Fungsi metabolisme : kadar
glukosa darah sewaktu, kortisol,
asam laktat
o Fungsi hati : serum transaminase,
SGOT/SGPT, GT, Bilirubin.
o Fungsi ginjal : ureum dan kreatinin
- Lab urin
* Berat jenis urin
* Keasaman (pH)
* Sedimen
- Mikrobiologi : kultur dan resistensi dengan bahan dari luka
tempat masuk jalur intravena dan kateter urin.
 Radiologi
Foto torak AP posisi tegak atau setengah duduk, untuk evaluasi
gambaran paru:
* Deteksi adanya ARDS dan edema paru (biasanya dikerjakan
sesudah hari kelima)
*Cek ujung kanul Central Venous Pressure
1. Dokter Spesialis Bedah
KONSULTASI
2. Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Penatalaksanaan
1. Triage
2. Penatalaksanaan berdasarkan prioritas :
a. Gangguan A :
Deteksi adanya tanda – tanda obstruksi saluran pernafasan
dengan gejala distress pernafasan.
Kecurigaan adanya cedera inhalasi didasari adanya :
 Riwayat terpapar pada sumber panas di ruangan tertutup.
 Luka bakar di daearah muka dengan bulu hidung terbakar dan
adanya jelaga pada hidung dan atau rongga mulut.
b. Gangguan B :
Deteksi adanya distress pernafasan akibat adanya eskar melingkar
pada dinding toraks.
c. Gangguan C :
TATA Deteksi adanya tanda – tanda syok (jenis hipovolemik), dengan gejala :
LAKSANA
 Penurunan tingkat kesadaran, gelisah
 Pernafasan cepat, dangkal
 Takhikardi
 Suhu akral dan core dingin
3. Penatalakasaan lanjutan
a. Penatalaksanaan Gangguan A
 Pemantauan dan penatalaksanaan terhadap adanya dan atau
kemungkinan adanya cedera inhalasi
Gejala :
- Manifestasi gangguan saluran nafas bagian atas, kurang dari 8
jam.
- Manifestasi gangguan saluran nafas bagian bawah, antara 8
hingga 24 jam
LUKA BAKAR

Nomor Dokumen : Nomor Revisi : Halaman :


445/ /SPO- 00
PMKP/RSUD-2022
 Tatalaksana bila dicurigai ada cedera inhalasi :
- Pemberian oksigen dengan sungkup 8-10 liter per menit.
- Nebulizer
- Bronkhodilator
- Posisi duduk atau setengah duduk
 Bila ada tanda – tanda obstruksi, lakukan:
- Krikotoroidotomi atau
- Pemasangan pipa Endotrakheal
- Dilanjutkan :
1. Penghisapan lendir secara periodic
2. Penberian O2 dengan sungkup 8-10 liter per menit.
b. Penatalaksaan Gangguan B
 Gangguan mekanisme bernafas
- Adanya eskar melingkar yang membatasi ekspansi dinding
torak memerlukan eskarotomi.
- Adanya trauma tumpul yang menyebabkan hemato/pneumo
torak, antara lain fraktur tulang iga multiple yang
menyebabkan flail chest sehingga memerlukan tindakan.
Penatalaksaaan Gangguan C
 Kasus dibedakan :
- Berdasarkan kelompok usia :
* Dewasa
* Anak-anak
- Berdasarkan ada/tidaknya syok
* Dengan syok
* Tanpa syok
 Penatalaksanaan resusitasi cairan
* Dewasa dengan syok
1. Mengatasi syok dengan pemberian cairan dalam sesingkat-
singkatnya.
- Cairan Ringer’s lactate atau ringer’s acetate
- Melalui 2 jalur intra vena
- Jumlahnya 3 kali minimal 25 % jumlah total cairan
tubuh (70 % dari Berat badan penderita).
2.Dilanjutkan dengan regimen resusitasi cairan.
* Desawa tanpa syok
Regimen resusitasi cairan menurut Baxter /Parkland
Hari Pertama :
 Jumlah cairan yang diperlukan adalah 4 ml per kilogram
untuk setiap presentasi luas luka bakar.
 Separuh dari jumlah ini diberikan dalam waktu 8 (delapan)
jam pertama. Separuh sisanya diberikan dalam waktu 16
jam kemudian.
Pemantauan
 Pemantauan tingkat kesadaran
 Pemantauan sirkulasi sentral dengan memperhatikan tekanan vena
sentralis (Central Venous Pressure/CVP)
 Pemantauan sirkulasi perifer dengan memperhatikan
- Produksi dan Berat jenis urin setiap jam, mengambarkan
glomerular filtration rate, dipantau jumlah urin yang ditampung
dari kateter
- Retensi cairan yang diberikan melalui pipa nasaogastrik,
menggambarkan gangguan sirkulasi splanikus.
- Suhu rectal
LUKA BAKAR

Nomor Dokumen : Nomor Revisi : Halaman :


445/ /SPO- 00
PMKP/RSUD-
2022
 Pemantauan konsentrasi darah melalui pemeriksaan darah tepi
 Pemantauan analisis gas darah
Tindakan yang diperlukan dalam tujuan memperbaiki sirkulasi :
 Pemberian glukosa 5-10 %
 Pemberian cairan hipertonik (Natrium Klorida 3 %)
 Pemberian Plasma ( Fresh Frozen Plasma/FFP)
 Pemberian komponen darah lengkap (Whole blood) untuk
memperbaiki perfusi.
 Pemberian obat-obatan yang diberikan untuk memperbaiki sirkulasi
- Vasodilator perifer (Dopamin® atau Dolbutamin ® ).
- Diuretikum (Furosemide)
4. Penatalaksanaan Lanjutan
1. Penatalaksaaan perawatan di ruangan (UPKLB), terdiri dari :
a. Perawatan Luka
 Pencucian luka
 Dikerjakan setelah masalah gangguan pernafasan dan syok
teratasi; menggunakan air mengalir dan sabun mengandung
antiseptikum.
 Perawatan luka tertutup dengan kasa absorben setelah aplikasi
vaselin atau krim silversulfadiazin
 Pengantian balutan disesuaikan dengan kondisi luka, bila
kotor (jenuh/penuh dengan eksudat) diperlukan penggantian
sesering mungkin (2-4 kali dalam 24 jam); bila bersih tidak
diganti selama 2-3 hari.
 Perawatan luka dikerjakan sampai dengan saat dilakukan
eksisi (debridement) dan penutupan luka (skin grafting).
b. Pemberian Nutrisi
 Regimen Pemberian Nutrisi Enteral Dini dalam 8 jam pertama
pasca trauma melalui pipa nasogastrik, dalam bentuk
makanan saring melalui tekanan kontinu.
 Dimulai dengan 200 kal yang kemudian ditingkatkan secara
bertahap setiap harinya.
c. Tindakan Operatif
 Eksisi
-Dikerjakan sebagai upaya memutuskan rantai
perkembangan Sindrom Res-pons Inflamasi Sistemik (SRIS)
dan Sindrom Disfungsi Organ Multipel (SDOM)
- Eksisi dini dikerjakan dalam waktu 3-7 hari pertama
- Tindakan eksisi dikerjakan dengan prosedur eksisi
tangensial, maksimal 15% dari luas luka, mengingat
komplikasi perdarahan yang mungkin terjadi.
- Dikerjakan dalam narkose
 Skin Grafting
- Dikerjakan sebagai upaya
* Mengatasi proses penguapan disertai “Kebocoran” energi
melalui luka terbuka (evaporative heta loss).
* Mengantisipasi infeksi
* Mempercepat fase inflamasi
- Dengan metode split thickness skin grafting (stsg)
- Tindakan ini dikerjakan dalam narkose
d. Tindakan rehabilitatif
 Tindakan rehabilitatif untuk tujuan optimalisasi fungsi
pernafasan
LUKA BAKAR

Nomor Dokumen : Nomor Revisi : Halaman :


445/ /SPO- 00
PMKP/RSUD-
2022
Prosedur chest fisiotherapy, dikerjakan dalam 2-3 hari pertama
pasca cedera, khususnya pada kasus dengan gejala dan tanda
distress pernafasan.
 Tindakan rehabilitatif untuk tujuan prevemtif terhadap
kekakuan dan kontraktur sendi-sendi.
- Latihan gerak sendi-sendi terkena
-Penggunaan splint/brace dengan posisi fungsional
- Dikerjakan dalam waktu 2-3 hari pertama pasca trauma, 2
minggu setelah tindakan operatif (skin grafting)
 Tindakan rehabilitatif untuk kejiwaan dan sosial
2. Penatalaksanaan di ruangan perawatan bedah/IRNA
Perawatan lanjutan dimana tidak diperlukan perawatan intensif,
sampai dengan fase dimana pasien/keluarga dapat menolong dirinya
sendiri.
Penyulit yang timbul dibedakan menurut fasenya .
1. Fase awal, fase akut, fase syok
a. Distress pernafasan menyebabkan kematian dalam waktu singkat.
Distress pernafasan ini dapat disebabkan oleh adanya :
 Obstruksi saluran pernafasan bagian atas maupun bawah,
yang disebabkan cedera inhalasi
 Adanya hambatan ekspansi dinding dada karena eskar
melingkar.
b. Syok menyebabkan gangguan sirkulasi dan perfusi organ sistemik
menyebabkan kerusakan pada :
 Sistem susunan saraf pusat
 Sirkulasi perifer, dengan akibat :
- Nekrosis tubuler akut
PENYULIT - Iskemi splanikus, disintegrasi mukosa usus translokasi
bakteri sepsis
2. Fase kedua
Fase setelah syok teratasi
1. Stres metabolisme
2. Infeksi
3. Sindrom Respon Inflamasi Sistemik (SRIS), Sindrom Disfungsi
Organ Multipel (SDOM) dan Sepsis, berakhir dengan kematian
ii. 3. Fase lanjut
iii. a. Parut hipertrofik
iv. b. Kontraktur
v. - Desmogen
vi. - Arthrogen
Diperlukan penjelasan kondisi pasien dan kemungkinan terburuk yang
INFORMED
mungkin terjadi dalam setiap fase, rencana tindakan dan maksud serta
CONSENT
tujuan perawatan /tindakan/dsb.
Tenaga yang menyelenggarakan penatalaksanaan pada kasus ini adalah :
1. Tenaga spesialis atau asisten bedah (umum)
 Tindakan triage
 Tindakan penyelamatan (ABC traumatologi) termasuk
TENAGA krikotiroidotomi, tindakan vena seksi
 Tindakan resusistasi cairan
 Tindakan perawatan lanjut (temasuk melakukan debridement,
eksisi dini dan skin grafting).
2. Tenaga spesialis atau asisten bedah plastik
LUKA BAKAR

Nomor Dokumen : Nomor Revisi : Halaman :


445/ /SPO- 00
PMKP/RSUD-2022
 Tindakan triage
 Tindakan penyelamatan (ABC traumatologi), termasuk
krikotiroidotomi, tindakan vena seksi
 Tindakan resusitasi cairan
 Tindakan perawatan lanjut (termasuk melakukan debridement,
eksisi dini dan skin grafting)
3. Tenaga spesialis atau asisten bedah anak
 Tindakan triage
 Tindakan penyelamatan (ABC traumatologi), termasuk
krikotiroidotomi, tindakan vena seksi.
 Tindakan resusitasi cairan
 Tindakan perawatan lanjut (termasuk melakukan debridement,
eksisi dini dan skin grafting).
4. Tenaga spesialis atau asisten anestesi dan perawatan intensif.
 Tindakan triage
 Tindakan penyelamatan (ABC traumatologi)
 Tindakan resusitasi cairan dan perawatan lanjut, termasuk
tindakan-tindakan:
o Pemasangan Central Venous Pressure set
o Pemasangan Pipa Endotrakheal
o Pembiusan untuk tindakan operatif
o Perawatan intensif
5. Tenaga spesialis atau asisten dalam bidang ilmu penyakit dalam ginjal
dan hipertensi
 Penilaian dan pengendalian fungsi system dan organ – organ vital
seperti paru, hepar, ginjal.
6. Tenaga spesialis atau asisten dalam bidang ilmu gizi
 Penilaian dan pengendalian kebutuhan gizi
 Melaksanakan tindakan untuk pemberian nutrisi enteral.
7. Tenaga spesialis atau asisten dalam ilmu rehabilitasi medik
 Penilaian dan pengendalian fungsi pernafasan, fungsi gerak dan
sendi
 Melaksanakan tindakan pemeliharaan fungsi pernafasan, fungsi
gerak dan sendi
8. Tenaga spesialis atau asisten dalam bidang ilmu jiwa.
 Penilaian dan pengendalian fungsi kejiwaan
9. Tenaga perawat intensif
 Sebagai pelaksana tugas perawatan intensif
10.Tenaga perawat bedah
 Sebagai pelaksana tugas perawatan bedah
11.Tenaga peñata gizi
 Sebagai pelaksana tugas perawatan gizi
12.Tenaga peñata anestesi
 Sebagai pelaksana tugas perawatan intensif dan anestesi
13.Petugas sosial
 Sebagai pelaksana tugas rehabilitasi sosial
LAMA Sangat bervariasi, tergantung masa pemulihan
PERAWATAN
MASA Sangat bervariasi , tergantung dari kondisi umum, luka, gizi, kejiwaan
PEMULIHAN
Kembalinya fungsi sosial, fungsi gerak dan sendi sebagaimana
LUARAN
keadaan sebelum terjadinya trauma.
AUTOPSI Diperlukan untuk mengetahui kematian untuk tujuan ilmiah

Anda mungkin juga menyukai