Anda di halaman 1dari 15

A.

Pola Pemikiran
…………………….
B. Tokoh Ilmuan Islam Pada Masa Dinasti Abbasiyah
1. Bidang Astronomi
Ilmu Perbintangan/Astronomi juga mendapat perhatian serius dari para
ilmuan muslim ketika itu. Karena itu mereka terus melakukan kajian untuk
mengembangkan ilmu tersebut. Sementara itu, Habasyi al-Hasib al-Marwazi
telah melakukan observasi sejak usia 15 tahun. Ia memimpin penyusunan 3
tabel Zij Al-Makmun (Tabel Al-Makmun) pada masa pemerintahan khalifah
Al-Makmun. Tabel pertama mengkritik metode al-Khawarizmi, kedua
menulis tentang al-Ziz Al-Mumtahan, ketiga al-Zij As-Syah. Al Marwazi juga
menulis beberapa karya astromoni yang dikutip dalam Fihrist (indeks) karya
al-Nadim.
Tokoh – tokoh Ilmuan dalam bidang Astronomi :
- Al-Fazari, astronom Islam yang pertama kali menyusun astrolabe
- Al- Fargani (Al-Faragnus), menulis ringkasan ilmu astronomi yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard Cremona dan
Johannes Hispalensis.
- Jabir Batany
- Musa bin Syakir
- Abu Ja’far Muhammad
2. Bidang Kedokteran
Tokoh – tokoh Ilmuan dalam bidang Kedokteran :
- Ibnu Sina (Avicenna), bukunya yang fenomenal yaitu al-Qanun fi al-
Tiib. Ia juga berhasil menemukan sistem peredaran darah pada
manusia.
- Ibnu Masiwaihi
- .Ibnu Sahal
- Ali bin Abbas
- Al-Razi, tokoh pertama yang membedakan antara penyakit cacar
dengan measles. Dia juga orang pertama yang menyusun buku
mengenai kedokteran anak.
3. Bidang Optika
Abu Ali al-Hasan ibn al-Haythani (al-Hazen), terkenal sebagai orang
yang menentang pendapat bahwa mata mengirim cahaya ke benda yang
dilihatnya. Menurut teorinya, bendalah yang mengirim cahaya ke mata.
4. Bidang Kimia
Tokoh – tokoh Ilmuan dalam bidang Kimia :
- Jabir ibn Hayyan, ia berpendapat bahwa logam seperti timah, besi, dan
tembaga dapat diubah menjadi emas atau perak
- Ibn Baitar
5. Bidang Matematika
Tokoh – tokoh Ilmuan dalam bidang Matematika :
- Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi, yang juga mahir dalam
bidang astronomi. Dialah yang menciptakan ilmu al-Jabar.
- Tsabit ibn Qurrah al-Hirany
- Musa bin Syakir
6. Bidang Sejarah
Tokoh – tokoh Ilmuan dalam bidang Sejarah :
- Al-Mas’udi, diantara karyanya adalah Muruj al-Zahab wa Ma’adin al-
Jawahir
- Ibn Sa’ad
7. Bidang Filsafat
Tokoh-Tokoh Penting Didalam Perkembangan ilmu Filsafat islam adalah :
- Al – Kandi (185-260 H / 801 – 873 M)
Ia adalah filosuf muslim pertama yang berasal dari suku Kinbad. Ia
mengatakan antara filsafat dan dengan agama tidak ada pertentangan
dan tidak perlu dipertentangkan, karena keduanya sama-sama mencari
kebenaran.
Dalam catatan M. M Syarif, al – Kindi memiliki karya sejumlah 270
buah, berupa tulisan yang mencakup pemikiran ilmu pengetahuan lain,
seperti filsafat, kedokteran, logika, ilmu hitung, music, astronomi,
psikologi, politik dan lain-lain.
- Abu Nasr al-Faraby
Ia merupakan salah seorang filosuf yang memiliki wawasan
pengetahuan cukup luas.
- Ibnu sina
Ibnu sina adalah salah seorang ilmuan dan filosuf muslim yang gemar
mencari ilmu pengetahuan. Diantara kedokteran, yang kemudian
dituangkan dalam bentuk karya yang sangat monumental yaitu al –
Qanunfi al – Thibb (ensiklopedia kedokteran) karya ini menjadi bahan
rujukan para ilmuan dan dokter dunia hingga abad ke 18 M. diantara
pemikiran filsafat yang dikembangkannya adalah filsafat jiwa, filsafat
wahyu dan nabi, serta filsafat wujud.
- Ibnu Bajjab (533 H / 1138 H)
Selain menguasai filsafat, Ibnu Bajjah juga menguasai tata bahasa dan
sastra arab.
- Ibnu Tbufail (581 H / 1186 H)
Ia adalah seorang ilmuan filosuf kenaman pada masa itu, selain
menguasai bidang filsafat ia ia juga menguasai ilmu pengetahuan,
seperti kedokteran, matematika dan sastra arab.
- Al – Ghazali (1059 – 1111 M)
Al – Ghazali dalam karya ini sebenarnya ia ingin mencari kebenaran
yang hakiki ia tidak mau percaya beitu saja dengan pemikiran orang
lain dalam bidang kalam dan juga dalam bidang Filosifis tidak
menemukan, dan yang dikatakannya telah Rancu.Ketika Al – Ghazali
tidak menemukan argumen yang kuat dalam kedua bidang tersebut,
akhirnya melakukan pencarian diri mengenai hakikat yang sebenarnya,
semua itu ditemukan dalam bidang tasawuf.
- Ibnu Rusyd (520-595 H / 1126 – 1196 M)
Nama lengkapnya adalah Abu al Khalid Muhammad bin Ahmad bin
Muhammad bin Rusd, ia lahir di Cordova pada tahun 520 H / 1126 H,
ia lahir dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga tedidik, sehingga ia
menjadi orang yang terdidik pula. Diantra karyanya yang hingga kini
masih dapat ditemukan adalah Bidayah al – Mujtahid, yang bahasa
ilmu hukum, dan kitab al – Kulliya, yang membahas ilmu kedokteran.
Selain itu ia juga banyak melakukan komentar terhadap hasil karya
pemikiran Aristoteles, sehingga ia dikenal sebagai seorang komentator
Aristoteles kenamaan, karena kritik dankomentarnya sangat
tajam.Kalau dibarat (Spanyol) Ibnu Rusyd dikenal sebagai komentator
terhadap pemikiran Aristoteles, didunia timur ia dikenal sebagai filosuf
yang membela pemikiran para Filosuf dari serangan Al – Ghazali.
Karyanya dalam bidang ini tertuang dalam Fashl al – Maqail fi ma
Baina al – Hikmah wa al – Syar’iyyah min al Ittishal.
Dari karya mereka inilah kemudian bangsa-bangsa barat mencapai
masa kejayaan, karena mereka mulai terbuka pemikiran dan
wawasanya semakin bertambah dengan menerjemahkan karya umat
islam kedalam bahasa Yunani (Eropa). Dari situlah dikenal masa
Aufklarung, Renesaince, yang melahirkan suatu zaman industri yang
disebut revolusi industry.
8. Bidang Tafsir
Tokoh – tokoh Ilmuan dalam bidang Sejarah :
- Ibn Jarir ath Tabary
- Ibn Athiyah al-Andalusy
- Abu Bakar Asam
- Ibn Jaru al-Asady
9. Bidang Hadist
Tokoh – tokoh Ilmuan dalam bidang Hadist :
- Imam Bukhori
- Imam Muslim
- Ibn Majah
- Baihaqi
- At-Tirmizi
10. Bidang Kalam
Akulturasi budaya yang disebabkan oleh mengglobalnya islam sebagai
agama peradaban menimbulkan tantangan – tantangan baru bagi para ulama.
Menurut A. Hasymy, lahirnya ilmu kalam karena 2 faktor
a) Untuk membela islam dengan bersenjatakan filsafat sepetihalnya
musuh memati senjata itu
b) Karena semua masalah termasuk masalah agama, telah berkisar dari
pola rasa kepada pola akal dan ilmu.
Tokoh – tokoh Ilmuan dalam bidang Kalam :
- Al-Asy’ari
- Imam Ghozali
- Washil bin Atha
11. Bidang Geografi
Tokoh – tokoh Ilmuan dalam bidang Geografi :
- Syarif Idrisy
- Al-Mas’udi
12. Bidang Tasawuf
Berusaha mendekatkan diri pada Tuhan melalui jalan atau tahapan-
tahapan yang disebut maqam.
Tahapan atau maqam yang mesti dilalui oleh para sufi adalah :
 Zuhud adalah kehidupanyang telah terbebas dri mentari duniawi.
Tokoh yang masuk kategori ini adalah Sufyan As-Sauri (97-161
H/716-778 M), Abu Hasyim (w. 190 H).
 Muhabbah adalah rasa cinta yang sangat mendalam kepada Allah
SWT. Tokoh terkenal adalah Rabi’ah A-Adawiyah (w. 185 H/801 M)
 Ma’rifat adalah pengalaman ketuhanan. Pada ucapan Zun Nun Al-
Misri dan Junaid Al-Baghdadi. Zun Nun Al –Misri lahir di Akhmim
pada tahun 155-245 H / 772-860 M.
 Fana dan baqa adalah suatu keadaan dimana seorang sufi belum dapat
menyatukan dirinya dengan Tuhan sebelum menghancurkan dirinya.
Tokoh pertama kali adalah Abu Yazid al-Bustami (w.874 M).
 Ittihad dan hulul adalah fase dimana seorang sufi telah merasakan
dirinya bersatu dengan Tuhan. Tokohnya adalah Abu Yazid al-
Bustami
Tokoh – tokoh Ilmuan dalam bidang Tasawuf :
- Shabuddin Sahrawardi
- Al-Qusyairi
- .Al-Ghozali
13. Bidang Fiqih
Para Fuqaha yaitu ahli fiqih yang mampu menyusun kitab-kitab fiqih.
Penyusun kitab al-Musnad al-Imam al-‘itdham atau fiqih Al-Akbar (Imam
Malik) 97-179 H, Penyusun kitab Al-Muwatha’ (Imam Syafi’i) 150-204 H,
penyusun kitab al-Ilm dan al-Fiqh al-Akbar fi al-Tauhid (Ibnu Hanbal) 780-
855 M. menyusun kitab Al-Musnad.
Fuqaha dibagi menjadi dua golongan yaitu :
1) Ahl al-hadis yaitu golongan yang menyadarkan kepada hadis dalam
mengambil hukum (istinbath al-hukm)
2) Ahl-al-Ra’yi adalah golongan yang menggunakan akal di dalam
mengambil hokum (istinbath al-hukm). Tokoh dalam bidang ini adalah
Imam Abu Hanifah.
Adapun para Imam Mahzab fiqih empat yang dikenal hingga kini.
a) Imam Abu Hanifah (80 – 150 H / 699 – 767 M)
Nama lengkapnya adalah Nu’man bin Tsabit bin Zautby. Lahir di
Kufah pada tahun 80 H/699 M dikenal sebagai saudagar penjual
pakaian di Kufah, hidup diantara dua masa yaitu penghubung dinasti
Bani Umayyah dan di awal Bani Abbasiyah.
b) Imam Malik (93 – 179 H / 716 0 795)
Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Malik bin Anas bin Amir bin
Amr bin Haris bin Gaiman bin Kutail bin Amr bin Haris al-Asbahi.
Lahir di Madinah pada masa khalifah al-Walid bin Abdul Malik tahun
93 H/716 M, Wafat pada masa Harun Al-Rasyid tahun 179 H/795 M.
Terkenal dengan sebutan Imam Dar-al-Hijrah.

c) Imam Syafi’i
Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Idris al-
Hasyimi al-Muthalibi bin Abbas bin Usman bin As-syafi’i. Lahir di
Gaza palestina pada tahun 150/767 M dan wafat di Mesir pada tahun
204 /820 M.
d) Imam Hanbali (164-241 H / 780-855 M)
Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah atau Ahmad bin Muhammad
bin Hanbal. Lahir di Bagdad pada tahun 164 H/780 M. Ia dikenal
sebagai penulis kitab hadis yaitu Musnad Ahmad bin Hanbal yang
memuat 40.000 hadis.

C. Guru Pengajaran
Pada masa Abbasiyah ilmu menjadi sesuatu yang penting, sehingga
masyarakat banyak antusias dalam menuntut ilmu kepada guru-guru yang
dianggap tsiqah (terpercaya) dan memiliki keluasan ilmu yang tidak diragukan.
Menurut Al-Jahiz dalam Ziauddin Alavi, guru dapat diklasifikasikan ke dalam 3
golongan, yaitu :
a) Guru-guru yang mengajar sekolah kanak-kanak (mu’allim al-kuttab), para
mu’allim kuttab (guru sekolah anak-anak) mempunyai status sosial yang
rendah. Hal ini disebabkan oleh kualitas keilmuan mereka yang dangkal dan
kurang berbobot. Namun tidak semua demikian, ada sebagian diantara
mereka yang ahli di bidang sastra, ahli khat dan fuqaha. Mereka inilah
golongan guru muallim al-kuttab yang dihormati dan dihargai seperti: Al-
Hajaja, Al-Kumait, Abdil hamid Al-Katib, Atha bin Rabah dan lain-lain.
b) Para guru yang mengajar para putra mahkota (Muaddib), berbeda dengan
muallim al-kuttab, para muaddib mempunyai status sosial yang tinggi,
bahkan tidak sedikit para ulama yang mendapat kesempatan untuk menjadi
muaddib. Hal ini disebabkan karena untuk menjadi muaddib diperlukan
beberapa syarat, di antaranya adalah alim, berakhlak mulia, dan dikenal
masyarakat.
c) Para guru yang memberikan pelajaran di masjid-masjid dan sekolah-
sekolah, guru-guru dari golongan ini telah beruntung mendapat kehormatan
dan penghargaan yang tinggi di hadapan masyarakat.[7] Hal ini disebabkan
penguasaan mereka terhadap ilmu pengetahuan yang begitu mendalam
(rasikh) dan berbobot. Di antara mereka adalah guru ilmu syariat, ilmu
bahasa, ilmu pasti dan sebagainya. Terdapat beberapa guru dari golongan ini
yang terkenal di kalangan masyarakat, diantaranya adalah Abul Aswad Ad-
Duali, Hasan Al-Basri, Abu Wadaah, Syuraik Al-Qadhi, Muhamad ibn Al-
Hasan, Ahmad ibnu Abi Dawud, dan lain sebagainya.

D. Institusi
Lahirnya Perguruan Nidzomiyah
Pada zaman ini masjid menjadi semcam lembaga sebagai pusat kehidupan dan
kegiatan ilmu terutama ilmu-ilmu agama. Seorang ustadz duduk dalam masjid dan
murid duduk di sekelilingnya mendengarkan pelajarannya. Kadang dalam satu
masjid terdapat beberapahalaqoh dengan ustadz dan pelajaran berbeda-beda.
Kadang pula ustadz menggunakan rumahnya untuk mengajar. Pada zaman ini
belum ada sekolah atau gedung khusus sebagai tempat belajar. Beberapa ustadz
pada masa ini adalah Abdullah bin Abbas, Hasan Basri, Ja'far As-Shidiq dan lain-
lain.
Sedangkan kota-kota yang menjadi pusat kegiatan pendidikan ini masih
seperti pada zaman Khulafaur rosyidin yaitu, Damaskus, Kufah, Basrah, Mesir
dan ditambah lagi dengan pusat-pusat baru seperti Kordoba, Granada, Kairawan
dan lain-lain.
Institusi pendidikan Islam ideal lainnya yang lahir dari masa kejayaan Islam
adalah Perguruan (Madrasah) Nizamiyah. Perguruan ini didirikan oleh Nizam al-
Mulk, perdana menteri pada kesultanan Seljuk pada masa Malik Syah, pada tahun
1066/1067 M. Ketika itu, lembaga pendidikan ini hanya ada di Kota Baghdad, ibu
kota dan pusat pemerintahan Islam pada waktu itu. Kemudian, berkembang ke
berbagai kota dan wilayah lain.
Di antaranya di Kota Balkh, Nisabur, Isfahan, Mowsul, Basra, dan Tibristan.
Dan, kota-kota ini menjadi pusat studi ilmu pengetahuan dan menjadi terkenal di
dunia Islam pada masa itu.
Philip K Hitti dalam Sejarah Bangsa Arab menulis, Madrasah Nizamiyah
merupakan contoh awal dari perguruan tinggi yang menyediakan sarana belajar
yang memadai bagi para penuntut ilmu. Madrasah Nizamiyah menerapkan sistem
yang mendekati sistem pendidikan yang dikenal sekarang.Madrasah Nizamiyah
merupakan perguruan pertama Islam yang menggunakan sistem sekolah. Artinya,
dalam Madrasah Nizamiyah telah ditentukan waktu penerimaan siswa, kenaikan
tingkat, dan juga ujian akhir kelulusan.
Selain itu, Madrasah Nizamiyah telah memiliki manajemen tersendiri dalam
pengelolaan dana, punya fasilitas perpustakaan yang berisi lebih dari 6.000 judul
buku laboratorium, dan beasiswa yang berprestasi.
Bidang yang diajarkan meliputi disiplin ilmu keagamaan (tafsir, hadis, fikih,
kalam, dan lainnya) dan disiplin ilmu akliah (filsafat, logika, matematika,
kedokteran, dan lainnya). Kurikulum Nizamiyah menjadi kurikulum rujukan bagi
institusi pendidikan lainnya.
Namun, keberadaan Madrasah Nizamiyah ini hanya ber tahan hingga abad
ke-14, sebelum Kota Baghdad dihancurkan oleh tentara Mongol di bawah
pimpinan Ti mur Lenk pada tahun 1401 M.

E. Model
…………………………..

F. KURIKULUM PENDIDIKAN PADA MASA ABBASIYAH


Kurikulm Pendidikan Dasar :
1. Membaca Alqur’an dan menghafalnya
2. Pokok-pokok agama islam, seperti cara berwudhu, shalat, puasa, dsb
3. Menulis
4. Kisah atau riwayat orang-orang besar islam
5. Membaca dan menghafal syair-syair atau natsarl (prosa)
6. Berhitung
7. Pokok-pokok nahwu dan sharaf ala kadarnya
Kurikulum pendidikan menengah, pelajarannya adalah:
1. Alqur’an 8. Mantiq
2. Bahasa Arab dan kesusastraanya 9. Ilmu falak
3. Fiqih 10.Tarikh (sejarah)
4. Tafsir 11. Ilmu-ilmu alam
5. Hadist 12. Kedokteran
6. Nahwu/sharaf/balagoh 13. Music
7. Ilmu-ilmu pasti               
Kurikulum pendidikan tinggi
Kurikulum pendidikan tinggi, berpariasi tergantung pada syaikh yang
mau mengajar para mahasiswa tidak terikat untuk mempelajari mata pelajaran
tertentu, demikian juga guru tidak mewajibkan kepada mahasiswa untuk
mengikuti kurikulum tertentu.Kurikulum pendidikan tingkat ini dibagi kepada
dua jurusan, jurusan ilmu-ilmu agama dan jurusan ilmu pengetahuan.
Al-Khuwarazmi (Yusuf al-kutub, tahun 976) meringkas kurikulum
agama sebagai berikut: Ilmu Fiqih, ilmu nahwu, ilmu kalam, ilmu kitabah
(sekretaris), ilmu arudh, dan lain-lain. Ikhwan Al-Ahafa mengklasifikasikan
ilmu-ilmu umum kepada:
1) Disiplin-disiplin umum: tulis baca, arti baca gramatika, ilmu hitung, satra,
ilmu tentang tanda dan isyarat, ilmu sihir, jimat, kimia, sulap, dagang, dan
sebagainya.
2) Ilmu-ilmu filosofis: matematika, logika, ilmu angka- angka, geometri,
astronomi, musik, aritmatika dan hukum-hukum geometri, dan sebagainya.
Kurikulum setelah berdirinya madrasah.
Pada zaman keemasan islam, aktivitas-aktivitas kebudayaan
pendidikan islam tidak mengizinkan teologi dan dugma membatasi ilmu
pengetahuan mereka, mereka meyelidiki setip cabang ilmu pengetahuan
manusia, baik psikologi, sejarah, historiografi, hukum, sosiologi, kesustraan,
etika, filsafat, teologi, kedokteran, matematika, logika, seni, arsitektur.
Sejalan dengan perkembangan zaman dan tingkat kebutuhan,
mendirikan madrasah dianggap krusial. Pendirian lembaga pendidikan tinggi
islam ini terjadi di bawah patronase wazir Nizam Al-Mulk (1064 M).
Biasanya sebuah madrasah dibangun untuk seorang ahli fiqih yang termasyhur
dalam suatu mazhab yang empat. Umpamanya Nuruddin Mahmud bin Zanki
telah mendirikan di Damaskus dan Halab beberapa madrasah untuk mazhab
Hanafi dan Syafi’i dan telah dibangun juga sebuah madrasah untuk mazhab ini
di kota Mesir. Berdirinya madrasah, pada satu sisi, merupakan sumbangan
islam bagi peradaban sesudahnya, tapi pada sisi lain membawa dampak yang
buruk bagi dunia pendidikan setelah hegomoni negara terlalu kuat terhadap
madrasah ini. Akibatnya kurikulum madrasah ini dibatasi hanya pada wilayah
hukum (fiqih) dan teologi.”pemakruhan” penggunaan nalar setelah runtuhnya
Mu’tazilah, ilmu- ilmu profan yang sangat dicurigai dihapus dari kurikulum
madrasah, mereka yang punya minat besar terhadap ilmu-ilmu ini terpaksa
belajar sendiri-sendiri.Karenanya ilmu-ilmu profan banyak berkembang di
lembaga nonformal.
Rencana pelajaran pada perguruan tinggi islam, dibagi 2 jurusan, yaitu:
1) Jurusan ilmu-ilmu agama dan bahasa serta sastra arab atau disebut ilmu-
ilmu naqliyah
2) Jurusan ilmu-ilmu umum, atau disebut ilmu aqliyah

G. SISTEM PENDIDIKAN PADA MASA DINASTI ABBASIYAH


Pada masa Rasulullah SAW dan Khulafa’ ar-Rasyidun, telah berkembang
beberapa lembaga pendidikan Islam, seperti Dar al-Arqam, Masjid, Suffah, dan
kuttab. Dar’ ar-Arqam adalah rumah seorang sahabat yang bernama al-Arqam,
yang oleh Rasulullah SAW dijadikan tempat untuk menyampaikan ajaran agama
Islam kepada para sahabatnya.
Dalam Islam, masjid tidak hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga
sebagai tempat penyebaran dakwah dan ilmu pengetahuan. Bahkan pada masa
Rasulullah SAW dan Khulafa’ ar-Rasyidun, masjid berfungsi sebagai fasilitas
sosial dan politik. Masjid digunakan untuk menyelesaikan permasalahan individu
dan masyarakat, menerima duta-duta asing, melakukan pertemuan-pertemuan di
antara para pemimpin Islam, untuk bersidang memutuskan suatu perkara, dan lain
sebagainya.
Suffah adalah rungan atau bangunan yang bersambung dengan masjid.
Model pembelajaran di suffahsudah mirip dengan sekolah, karena pengajaran
dilakukan secara teratur dan sistematis. Masjid nabawi, misalnya,
mempunyai suffah  yang digunakan untuk majlis ilmu.
Kuttab sebenarnya telah ada sebelum agama Islam dating. Bangsa Arab
mendirikannya untuk mendidik anak-anak mereka. Pada masa Rasulullah
SAW, kuttab dijadikan sebagai tempat kaum muslimin belajar membaca dan
menulis. Beliau meminta sahabat yang pandai baca-tulis untuk menularkan
ilmunya kepada kaum muslimin secara sukarela.
Keempat model lembaga pendidikan ini terus berkembang hingga pada
masa Dinasti Umayyah. Memasuki periode Dinasti Abbasiyah, barulam muncul
model-model lembaga pendidikan baru yang lebih modern, mengikuti kebutuhan
dan perkembangan zaman.
Perkembangan lembaga-lembaga pendidikan Islam pada masa Dinasti
Abbasiyah seiring dengan kemajuan peradaban dan ilmu pengetahuan. Lahir pula
lembaga-lembaga pendidikanseperti perpustakaan (dar al-kutub), observatorium
dan rumah sakit, masjid khan, serta ribat dan zawiyah, dan madrasah. Kelima
lembaga pendidikan inilah yang mengantarkan Dinasti Abbasiyah mencapai
puncak kejayaannya.
- Perpustakaan (Dar al-Kutub)
Perputakaan memiliki peran yang sangat besar dalam mengantarkan
Dinasti Abbasiyah mencapai puncak kejayaannya. Perpustakaan tidak hanya
berfungsi sebagai tempat buku, tetapi juga sebagai tempat belajar-mengajar, saling
bertukar informasi, dan berdiskusi.
Dalam rangka memajukan dunia pendidikan dan keilmuan, mulai dari
khalifah, gubernur, hingga penguasa local pada masa Dinasti Abbasiyah
mendirikan lembaga yang dinamakan Baitul Hikmah atauKhizanah al-
Hikmah atau sawawin al-Hikmah. Lembaga-lembaga tersebut berfungsi sebagai
tempat penerjemahan, penulisan naskah, dan penerbitan buku. Banyak ilmuwan,
guru, dan ulama yang mengabdikan dirinya bagi perkembangan ilmu pengetahan
di Baitul Hikmah.
Selain perpustakaan, ada pula yang disebut dengan mahal al-
waraqah, yang secara harfiyah dapat diartikan sebagai tempat kertas. Pada masa
itu mahal al-waraqah berfungsi sebagai pusat ilmu pengetahuan dan peradaban.
Aktivitas utamanya adalahmembuat naskah dan menulis kaligrafi buku.
- Observatorium dan Rumah Sakit
Pada masa Dinasti Abbasiyah, observatorium dan rumah sakit digunakan
sebagai tempat penelitian dan pembelajaran, disamping tempat pengobatan. Para
Khalifah, Sultan, dan Amir mendirikan observatorium dan rumah sakit untk
mengembangkan ilmu pengetahuan.
Di Baitul Hikmah dibangun observatorium untuk mentransformasikan
sebagai ilmu pengetahuan klasik ke dalam dunia Islam. Salah seorang ilmuwan
terkemuka yang ditunjuk oleh Khalifah al-Ma’mun untuk bekerja di
observatorium adalah al-khawarizmi, seorang ahli matematika yang sangat brilian.
- Masjid Khan
Masjid adalah tempat pertama yang digunakan oleh umat Islan untuk
melakukan proses pembelajaran. Dalam perkembangannya, bangunan masjid
ternyata tidak cukup untuk menampung orang-orang yang belajar. Proses
pendidikan tidak maksimal, dan orang-orang yang sedang beribadah pun
terganggu oleh banyaknya para penuntut ilmu.
Guna mengatasi meningkatnya jumlah para pelajar, penguasa Dinasti
Abbasiyah membangun ruang belajar disamping masjid. Selain berfungsi sebagai
sarana belajar-mengajar, bangunan ini juga digunakan sebagai asrama bagi
penuntut ilmu. Bagunan masjid yang dilengkapi dengan fasilitas belajar-mengajar
inilah yang kemudian disebut dengan Masjid Khan.
- Ribat dan Zawiyah
Secara harfiyah, ribat berarti benteng. Dalam perkembangannya, ribat yang
semula adalah benteng menjadi tempat belajar-mengajar.
Penggunaan ribat sebagai tempat belajar dipelopori oleh penganut tasawuf.
Mereka menggunakan  ribat sebagai tempat untuk menjahui kehidupan duniawi
dan berkonsentrasi dalam ibadah. Di dalam ribat biasanya tingal seorang syekh
yang terkenal dengan kesalehan dan ketinggian ilmunya. Para penuntut ilmu
biasany akan berbondong-bondong mendatangi ribat yang memiliki seorang
syekh terkenal. Ditempat ini mereka akan mempelajari berbagai ilmu
pengetahuan, khususnya ilmu tasawuf.
- Madrasah
Madrasah adalah hasil evolusi dari Masjid Khan sebagai lembaga
pendidikan dan pusat ilmu pengatahuan. Masjid Khan dipandang tidak mampu
lagi menampung jumlah murid yang menuntut ilmu. Betapapun besarnya,fungsi
masjid Khal adalah sebagai tempat ibadah.
Kondisi tersebut mendorng lahirnya model lembaga pendidikan baru,
yakni madrasah. Madrasah adalah lembaga pendidikan Islam yang lebih maju,
yang dilengkapi dengan kurikulum yang lengkap. Bangunannya terpisah dari
masjid, meskipun masih berada dalam lingkungan yang sama.
Madrasah dianggap sebagai solusi atas terjadinya konflik antara
kepentingan pendidikan dan ketenangan beribadah.
Madrasah dengan cepat berkembang dalam dunia Islam. Perkembangan ini
didorong oleh beberapa factor. Pertama, munculnya halaqah-halaqah (lingkaran
belajar) dimasjid-masjid untuk mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan. Dalam
prosesnya, pembelajaran seperti ini sering kali diwarnai oleh diskusi dan
perdebatan yang dapat menganggu orang yang sedang beribadah. Oleh karena itu,
munculah ide untuk memindahkan halaqah-halaqah itu keluar masjid.
Kedua, dengan demikian perkembangan ilmu pengetahuan, baik
pengetahuan agama maupun pengetahuan umum, maka diperlukan ruang belajar
yang lebih besar untuk menampung murid-murid.
Ketiga, perkembangan pesat ajaran Syiah pada abad ke-4H. melalui
gerakan politik dan ilmu pengetahuan, Syiah berkembang diseluruh penjuru
dunia. Mereka secara aktif dan sistematis menyebarkan ide-idenya melalui
lembaga-lembaga pendidikan. Kondisi ini mendorong kelompok Sunni
mendirikan madrasah-madrasah yang oleh ulama fikih digunakan sebagai tempat
mengembangkan sekaligus mempertahankan ajaran Sunni atau Ahlussunah wal
Jamaah.
Keempat, ketika bani Saljuk menjadi kelompok yang paling berpengaruh
dalam Dinasti Abbasiyah, mereka memberikan perhatian yang sangat besar
terhadap pendidikan masyarakat. Mereka membangun madrasah-madrasah untuk
menarik simpati masyarakat agar kekuasaan mereka semakin kuat. Mereka
melengkapi madrasah dengan fasilitas lengkap dan menggaji guru guru serta staf
secara layak dengan menggunakan uang Negara.
Kelima, para penguasa mendirikan madrasah sebagai media “pencucian
doasa dan pertobatan”. Dengan membangun madrasah mereka berharap mendapat
ampunan dari Allah SWT. Mereka sadar bahwa mereka telah banyak melakukan
kemaksiatan dengan kekayaan yang mereka miliki

Anda mungkin juga menyukai