Anda di halaman 1dari 5

1.

Jelaskan faktor risiko dan penyebab proses kelainan pada lidah yang terjadi
pada kasus di atas!
Berdasarkan skenario, pasien memiliki keluhan ulkus (luka) di pinggir kanan lidah
yang tidak sembuh sejak 6 bulan yang lalu. Ulkus tersebut berdiameter 3x2 cm, merah, tepi
meninggi, keras, dan hanya sakit ketika tergigit. Gigi 46 (molar 1 kanan bawah) pasien karies
dengan permukaan yang tajam dan kasar, gigi 36 (molar 1 kiri bawah) dan 37 (molar 2 kiri
bawah) edentulus (lepas permanen), oral hygiene kotor, serta gingivitis di rahang atas dan
bawah. Pasien telah menggunakan obat kumur antiseptik 2x sehari dan herbal sejak 10 hari
yang lalu tetapi ulkus tidak sembuh. Pasien memiliki kebiasaan merokok 1 bungkus kretek
per hari sejak 10 tahun yang lalu. Diagnosis histopatologi menunjukkan squamous cell
carcinoma lidah dan metastase lokal kelenjar getah bening.
Bentuk klinis dari suatu keganasan oral yang khas pada squamous cell carcinoma
lidah adalah ulkus yang bagian tepinya membentuk benjolan yang lebih tinggi dari epitel di
sekitarnya dan indurasi (lebih keras), berukuran kurang lebih 2 cm, dan berwarna merah
kehitaman. Salah satu tahap awal dari squamous cell carcinoma lidah adalah gusi bengkak,
kemerahan, dan mudah berdarah (gejala gingivitis). Ulkus yang tidak sembuh dalam 2
minggu harus dilakukan pemeriksaan baik sitologi maupun histopatologi untuk menentukan
jenis kelainan, ganas atau tidak ganasnya ulkus. Ulkus lidah yang telah mengalami keganasan
memiliki ciri-ciri, seperti nyeri apabila ditekan (tergigit) dan mudah berdarah pada area
sekitar ulkus. Keganasan ini umumnya dapat bermetastase ke nodus limfe servikal sehingga
terjadi pembengkakan kelenjar getah bening.1
Terdapat beberapa faktor yang berperan dalam terbentuknya dan meningkatkan risiko
squamous cell carcinoma lidah, yaitu faktor lokal, luar, dan host.
 Faktor lokal
Hal-hal yang termasuk faktor lokal atau intraoral, seperti hygiene rongga mulut yang
kotor, iritasi kronis gingiva (gingivitis), gigi-gigi karies yang tidak terawat, sisa akar gigi
yang dibiarkan, dan pemakaian gigi palsu yang tidak tepat. Pasien memiliki gigi 46 (molar 1
kanan bawah) yang karies dengan permukaan tajam dan kasar, oral hygiene buruk, serta
gingivitis di rahang atas dan bawah sehingga pasien memiliki faktor risiko squamous cell
carcinoma pada rongga mulutnya. Iritasi kronis dari gigi kasar dan tajam dapat menyebabkan
terbentuknya ulkus pada lidah. Apabila dibiarkan, ulkus tersebut dapat mengalami keganasan
karena mengalami iritasi terus-menerus dalam jangka waktu yang lama. Selain itu, bakteri-

1
bakteri yang disebabkan oleh oral hygiene buruk, gingivitis, dan karies dapat menginfeksi
dan memperparah ulkus.1

 Faktor host
Faktor host berkaitan dengan usia, jenis kelamin, bahan makanan, keturunan, dan
sistem imunitas penderita. Sebanyak 98% pasien yang berumur lebih dari 40 tahun menderita
oral squamous cell carcinoma. Akan tetapi, kasus oral squamous cell carcinoma juga
ditemukan pada pasien berumur di bawah 40 tahun (sekitar 17%). Squamous cell carcinoma
pada lidah lebih sering dialami oleh laki-laki. Perbandingan antara laki laki dan perempuan
terhadap kasus oral squamous cell carcinoma adalah 2:1. Pasien berumur 50 tahun sehingga
memiliki faktor risiko mengalami oral squamous cell carcinoma.
Lathifah SH, Yohana W, Rodian M. Neutrophil-to-Lymphocyte Ratio (NLR) as an
inflammation degree marker in tongue cancer patient. Jurnal Kesehatan Gigi 2021; 8(2): 98-
100.

 Faktor luar
Salah satu faktor luar atau ekstraoral yang dapat meningkatkan risiko squamous cell
carcinoma oral adalah bahan karsinogenik kimia yang berasal dari rokok. Pasien memiliki
kebiasaan merokok satu bungkus kretek per hari selama 10 tahun. Rokok kretek adalah rokok
yang memiliki ciri khas adanya campuran cengkeh pada tembakau yang menghasilkan bunyi
kretek-kretek saat dihisap. Rokok ini sangat populer di Indonesia karena mengandung kadar
tar dan nikotin yang lebih tinggi daripada produk rokok lainnya. Campuran cengkeh dan
tembakau pada rokok kretek dapat meningkatkan suhu rokok ketika terbakar sehingga kadar
karbondioksida dan nikotin naik 3x lipat, sedangkan tar meningkat menjadi 5x lipat.2
Kebanyakan karsinogen kimiawi rokok bersifat mutagenik dan dapat berikatan
kovalen secara langsung dengan tempat tertentu di lokus molekul DNA yang berperan dalam
pengaturan faktor transkripsi dan replikasi. Ikatan ini mengganggu fungsi transkripsi dan
translasi sehingga terjadi mutasi gen yang menyebabkan terbentuknya protein dengan
gangguan fungsi. Keadaan ini yang menyebabkan terjadinya perubahan pada replikasi dan
proliferasi sel sehingga sel mengalami perubahan menuju suatu neoplastik. Sifat karsinogen
ini bergantung pada dosis dan lamanya waktu paparan rokok. Dosis yang kecil apabila
diberikan berkali-kali dalam jangka waktu yang lama memiliki potensi karsinogenik sama
dengan dosis besar tunggal. Walaupun pasien hanya merokok 1 bungkus kretek per hari,

2
risiko mengalami squamous cell carcinoma pada lidah akan semakin besar karena pasien
sudah aktif merokok selama 10 tahun.1
Tahap perubahan sel menuju neoplastik terdiri atas tahap inisiasi, promosi, dan
progresi. Tahap inisiasi merupakan awal induksi yang bersifat menetap dimana terjadi kontak
antara sel DNA normal dengan zat karsinogen sehingga menyebabkan kerusakan DNA pada
genom sel. Pada tahap ini, agen inisiator, seperti agen kimiawi dan energi radiasi (panas)
rokok akan bekerja sama (ko-karsinogenesis) untuk menginduksi transformasi neoplastik.
Pada tahap promosi, agen kimiawi tersebut kemudian menginduksi keganasan terhadap tahap
inisiasi sehingga semakin banyak mutasi yang terjadi dan terjadi pembentukan klonal mutasi.
Tahap progresi menyebabkan sel-sel yang berproliferasi berkembang menjadi neoplasma
ganas.1
Mutasi-mutasi ini dapat mempengaruhi salah satu gen yang mengatur siklus sel pada
fase G1 dan berperan sebagai supresor tumor, yaitu gen p53. Gen ini diperlukan untuk
menahan gen DNA yang rusak akibat efek mutagenik agar tidak melanjutkan pembelahan sel,
serta menentukan kelanjutan DNA yang rusak, apakah akan menjadi mutasi, diperbaiki, atau
apoptosis. Apabila gen p53 mengalami mutasi, program apoptosis sel akan terganggu
sehingga sel DNA yang mengalami mutasi tidak akan apoptosis, bahkan berproliferasi secara
terus-menerus. Hal ini menyebabkan terjadinya transformasi sel menuju neoplastik atau
keganasan.1
Kandungan nikotin pada rokok memberikan sifat adiktif dan tar bersifat karsinogenik
pada pengguna rokok. Selain itu, asap rokok juga memiliki zat kimia polycyclic aromatic
hydrocarbons yang merupakan salah satu zat karsinogenik yang dapat mengganggu replikasi
DNA sehingga memicu oral squamous cell carcinoma. Panas yang ditimbulkan akibat
pembakaran rokok kretek dapat mengiritasi mukosa mulut secara langsung sehingga mampu
mengaktifkan pembentukan ROS (reactive oxygen species) dan RNS (reactive nitrogen
species). Kedua zat ini dihasilkan dari proses inflamasi secara terus menerus sehingga
menimbulkan stres oksidatif yang mengakibatkan kerusakan sel DNA oksidatif dan stimulasi
onkogen memicu terjadinya keganasan. Pasien yang berumur 50 tahun dengan oral hygiene
buruk, gingivitis, gigi karies dengan permukaan tajam dan kasar meningkatkan risiko
menderita oral squamous cell carcinoma.1,2

1. Budhy TI. Mengapa terjadi kanker. Surabaya: Airlangga University Press, 2019: 6-8,
16-7, 24-8.

3
2. Sari RK, Hendarti HT, Soebadi B, Hadi P, Radithia D. Hubungan ekspresi Ki67 terhadap
derajat displasia pada epitel mukosa lidah Rattus norvegicus yang dipapar asap rokok.
ODONTO: Dental Journal 2019; 6(2): 81-3.

2. Menurut saudara mengapa luka pada lidah tersebut tidak sembuh-sembuh


meskipun telah menggunakan obat kumur?
Luka pada lidah pasien tidak akan sembuh meskipun telah menggunakan obat kumur.
Hal ini karena luka pada pinggir kanan lidah pasien tidak sembuh selama 6 bulan. Apabila
terdapat luka di rongga mulut yang tidak kunjung sembuh dalam 2 minggu, pasien
seharusnya pergi ke rumah sakit untuk diperiksakan lukanya. Terutama, jika bentuk luka di
lidah pasien tidak normal, seperti ulkus dengan tepi yang menonjol dan indurasi (lebih keras),
berukuran kurang lebih 2 cm, dan berwarna merah kehitaman yang merupakan gejala
keganasan oral squamous cell carcinoma. Pasien baru pergi ke rumah sakit saat sudah
terdapat pembengkakan kelenjar getah bening di daerah submandibularis kanan yang
berdiameter 3 cm, dapat digerakkan, dan tidak sakit. Pembengkakan kelenjar getah bening ini
merupakan bentuk metastase lokal dari squamous cell carcinoma di lidah pasien. Umumnya,
pasien oral squamous cell carcinoma akan mengalami pembengkakan pada kelenjar getah
bening, terutama di bagian servikal (leher) karena hampir semua bentuk keganasan di area
kepala dan leher akan terlihat dan bermanifestasi ke kelenjar getah bening leher. Pembesaran
kelenjar ini disebabkan oleh penjalaran infeksi regional sehingga konsistensi kelenjar teraba
kenyal atau lunak dengan diameter 1-4,5 cm, dapat digerakkan, dan terkadang nyeri terhadap
tekanan. Rasa nyeri terhadap tekanan bergantung pada fase akut dan kronis. Pada kondisi
akut, umumnya akan terasa sakit. Namun pada kondisi kronis, tidak akan terasa sakit saat
diraba.1,2
Pasien telat pergi ke rumah sakit untuk memeriksa luka di lidahnya yang tidak
sembuh karena luka tersebut telah menjadi bentuk kanker rongga mulut. Oral squamous cell
carcinoma yang telah bermetastase menunjukkan keganasan sehingga obat kumur antiseptik
sudah tidak dapat mengurangi ataupun mengatasi luka pada lidah pasien. Obat kumur
antiseptik umumnya mengandung chlorhexidine. Chlorhexidine termasuk desinfektan tingkat
tinggi (bersifat bakteriosidal dan bakteriostatik), mampu membatasi proliferasi bakteri, dan
memiliki daya lekat yang kuat di permukaan gigi sehingga dapat memelihara kesehatan oral
dengan jangka waktu yang lebih lama dibandingkan kandungan obat kumur antibakteri
lainnya. Obat kumur antiseptik lebih cocok digunakan sebagai penyegar nafas dan untuk

4
menjaga kebersihan rongga mulut. Oleh karena itu, penanganan luka di lidah pasien dengan
obat kumur antiseptik kurang tepat.3
Selain itu, pasien juga menggunakan obat kumur herbal 10 hari sebelum pergi ke
rumah sakit. Obat kumur herbal tidak boleh sembarang digunakan, harus memperhatikan
kebenaran bahan (kandungannya) karena terdapat beberapa spesies tanaman obat yang sulit
dibedakan satu sama lain, ketepatan dosis (jumlah tanaman, takaran air, peracikan, dan
sebagainya) karena dosis yang tidak tepat dapat menjadi racun bagi manusia, cara
penggunaan (penggunaan yang tidak tepat dapat menimbulkan efek samping yang tidak
diinginkan), dan pemilihan tanaman untuk indikasi tertentu. Salah satu contohnya adalah
penggunaan obat kumur daun sirih. Obat kumur daun sirih berkhasiat sebagai antiseptik yang
mampu mencegah dan menyembuhkan stomatitis, serta mencegah karies. Akan tetapi,
penggunaan obat kumur daun sirih dalam jangka panjang justru akan menyebabkan mukosa
oral menjadi kering dan dapat membunuh semua flora normal rongga mulut, termasuk
mikroflora yang bermanfaat. Hal ini dapat membuat kesehatan rongga mulut menjadi buruk
karena keseimbangan pH dan flora normal menjadi terganggu. Oleh sebab itu, apabila pasien
menggunakan obat kumur herbal dengan kandungan herbal yang salah, luka di lidah pasien
tidak akan sembuh tetapi malah memperparah luka tersebut. Sebagai penanggulangan luka
tersebut, dapat dilakukan pembedahan, radioterapi, ataupun kemoterapi tergantung pada
bentuk, ukuran, jenis, dan tahap keganasan luka yang merupakan squamous cell cancer pada
lidah.1,4

Budhy TI. Mengapa terjadi kanker. Surabaya: Airlangga University Press, 2019: 6-8, 16-7,
24-8.

Pemeriksaan Ekstraoral – Limfonodi – Bedah Mulut dan Maksilofasial. 2022.


https://ibmm.fkg.ugm.ac.id/2017/11/09/pemeriksaan-ekstraoral-limfonodi/. (Diakses: 4 Juni 2022).

Angki J. Perbedaan Kumur Chlorhexidine terhadap Skor Gingivitis Pasien Ortho Cekat Usia 15-30
Tahun di Praktek Drg. sofyan Makassar. Media Kesehatan Gigi: Politeknik Kesehatan Makassar. 2019;
18(1): 60.
Putri AM. Pemanfaatan obat herbal topikal pada recurrent aphthous stomatitis dengan pertimbangan
manfaat dan keamanannya. Makassar Dental Journal. 2015;4(5): 161-2.

Anda mungkin juga menyukai