Anda di halaman 1dari 42

LK 0.

1: Lembar Kerja Belajar Mandiri

Judul Modul Geometri


Judul Kegiatan Belajar (KB) 1. Geometri Datar
2. Geometri Ruang
3. Geometri Transformasi
4. Pembelajaran Geometri
No Butir Refleksi Respon/Jawaban
1 Garis besar materi yang dipelajari Kegiatan Belajar 1
1. Titik, garis, sinar garis, ruas garis, dan bidang
kesemuanya merupakan objek-objek geometri.
Titik, garis, dan bidang termasuk objek atau unsur
geometri yang tidak didefinisikan (undefine terms)
atau dikenal juga dengan pengertian pangkal.
Terdapat hubungan antara titik dan garis, sehingga
melalui tiga titik tak segaris dapat dibentuk tepat
satu bidang datar.
2. Bangun datar adalah bagian dari bidang datar.
Bangun datar tidak hanya dibatasi oleh garis-garis
lurus saja, tetapi juga bisa dibatasi lengkung.
Bangun datar adalah bangun dua dimensi yaitu
panjang dan lebar, dan tidak mempunyai tinggi
atau tebal.
3. Segitiga adalah gabungan dari tiga segmen/ruas
garis yang titik-titiknya tidak kolinier. Pertemuan
ujung-ujung ruas garis disebut titik sudut. Macam
segitiga dapat dikelompokan melalui panjang sisi
dan ukuran sudutnya. Segitiga memiliki garis-
garis istimewa pada segitiga, yaitu garis berat,
garis bagi, garis tinggi dan garis sumbu. Dua buah
segitiga dikatakan kongruen jika dua segitiga yang
sisi-sisinya sama dapat ditulis dengan S-S-S.
4. Segi empat adalah gabungan dari empat ruas garis
yang ditentukan oleh empat titik, tiga titik di
antaranya tidak segaris. Kita dapat
menggelompokkan segi empat-segi empat tersebut
menurut sisi, sudut, dan hubungan antara sisi dan
sudut dan beberapa sifat dari segi empat.
5. Lingkaran adalah garis lengkung (kurva) yang
bertemu pada kedua ujungnya, dan merupakan
himpunan titik-titik yang jaraknya sama terhadap
titik tertentu.
Kegiatan Belajar 2
1. Pada geometri ruang, gambar yang digunakan
adalah gambar stereometris, yaitu gambar yang
pangkal sudut pandangnya ada di jauh tak hingga.
2. Untuk menggambar kubus yang baik ada 4 hal
yang harus diperhatikan, yaitu: (a) didang Frontal,
(b) garis ortogonal; (c) perbandingan proyeksi; (d)
sudut aurut
3. Setiap objek fisik selalu dapat dicari padanan objek
geometrinya, sebaliknya tidak setiap objek
geometri ada padanan objek fisiknya.
4. Ada 3 objek geometri dalam geometri ruang, yaitu
titik, garis , dan bidang.
5. Persekutuan hanya dapat terjadi pada dua garis,
garis dan bidang, dua bidang, yang tidak sejajar.
6. Dalam bangun ruang, rusuk merupakan
persekutuan dari dua bidang. Sedang titik sudut
merupakan persekutuan dari tiga bidang.
7. Dua garis sejajar jika terletak pada satu bidang
yang sama.
8. Garis m sejajar dengan bidang U jika terdapat garis
g di U dan 𝑔 ∥ 𝑚.
9. Jarak berarti panjang ruas garis terpendek.
10. Sudut antara garis g dan h yang saling bersilangan,
dapat ditentukan dengan menentukan sudut g dan
h’, dengan ℎ′ ∥ ℎ, g dan h’ berpotongan.
11. Untuk menentukan sudut garis g ke bidang U
adalah menentukan sudut antara garis g dan
proyeksi garis g pada bidang U.
Kegiatan Belajar 3
1. Translasi adalah perpindahan atau pergeseran
setiap titik dengan arah dan jarak yang sama.
2. Pencerminan atau refleksi adalah transformasi
yang memindahkan suatu titik dengan
menggunakan sifat benda dan bayangan pada
cermin datar. Pada bidang kartesius sumbu-X,
sumbu-Y, garis x = y, x = h, y =k dapat digunakan
sebagai sumbu cermin atau garis sumbu.
3. Rotasi atau perputaran pada bidang merupakan
suatu transformasi yang memutar setiap titik pada
suatu bidang. Transformasi tersebut memindahkan
titik-titik dengan memutar titik-titik tersebut sejauh
𝜃 terhadap suatu titik pusat rotasi.
4. Dilatasi dapat diartikan sebagai perkalian. Ada
juga yang mengartikan dilatasi sebagai
perbanyakan. Dilatasi merupakan suatu
transformasi geometri yang mengubah ukuran
suatu bangun tetapi tidak mengubah bentuk
bangun yang bersangkutan. Perubahan bangun
tersebut bisa memperkecil atau memperbesar
ukuran. Karena itu kadang dilatasi diartikan juga
sebagai perbesaran.
Kegiatan Belajar 4
1. Agar guru dapat mengajar matematika dengan
efektif, guru harus mengetahui bagaimana peserta
didik belajar matematika. Ilmu yang mengkaji
tentang bagaimana individu belajar dikenal dengan
teori belajar atau psikologi pembelajaran.
2. Ciri khas dari model pembelajaran salah satunya
adalah adanya sintak atau tahapan-tahapan atau
fase-fase.
3. Pembelajaran berbasi masalah memiliki sintak: (1)
mengorientasikan peserta didik pada masalah, (2)
mengorganisasikan peserta didik untuk belajar, (3)
mengambangkan penyelidikan individu atau
kelompok, (4) Mengembangkan dan menyajikan
hasil karya dan mempamerkannya, dan (5) Analisis
dan evaluasi proses pemecahan masalah.
4. Pembelajaran berbasis masalah atau Problem
Based Learning (PBL) adalah pembelajaran yang
menggunakan masalah sebagai konteks
pembelajaran. Masalah yang disajikan dapat
berupa masalah nyata yang tidak terstruktur
(illstructured) atau masalah terbuka (open-ended).
5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
didefinisikan sebagai suatu rencana kegiatan
pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan
ataupun lebih. RPP disusun berdasarkan
Kompetensi Dasar (KD) atau subtema dan
dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih.
6. Kegiatan pembelajaran atas tiga tahap, yaitu
pendahuluan, inti, dan penutup.
2 Daftar materi yang sulit dipahami di 1. Garis-garis istimewa segitiga
modul ini 2. Garis Singgung lingkaran
3. Kesejajaran dan ketegaklurusan
4. Hasil Kali Transformasi
5. Model Pembelajaran Berbasis Masalah
3 Daftar materi yang sering mengalami 1. Kekongruenan segitiga
miskonsepsi 2. Jarak dan sudut dalam ruang
3. Dilatasi
4. Rotasi
LK 0.1: Lembar Kerja Belajar Mandiri

Judul Modul Aljabar dan Program Linear


Judul Kegiatan Belajar (KB) 1. Bentuk Aljabar dan Sistem Persamaan
Linear
2. Matriks dan Vektor pada Bidang dan Ruan
3. Program Linear
4. Pembelajaran Aljabar
No Butir Refleksi Respon/Jawaban
1 Garis besar materi yang Kegiatan Belajar 1
dipelajari 1. Bentuk Aljabar adalah suatu bentuk matematika yang
dalam penyajiannya memuat huruf-huruf untuk mewakili
bilangan yang belum diketahui.
2. Dalam suatu bentuk aljabar dikenal adanya variabel,
konstanta, koefisien, suku (sejenis dan tidak sejenis), dan
faktor.
3. Persamaan linear dengan satu variabel (PLSV) adalah
suatu persamaan yang memiliki satu peubah dan pangkat
tertingginya satu. Bentukumumnya: sebagai variabel.
4. Persamaan linear dengan dua variabel(PLDV) adalah
persamaan yang memiliki dua peubah dan pangkat
tertingginya satu. Bentuk umumnya: sebagai variabel.
5. Sistem persamaan linear (SPL) yang terdiri atas n
persamaan dengan p variabel x1 , x2 ,… , xp berbentuk

(*)
dengan aij dan bi bilangan-bilangan riil untuk setiap
i=1,2,…, n dan j=1,2,…, p.
Bilangan-bilangan terurut (c1, c2, …, cp) disebut
penyelesaian (solusi)untuk SPL

(*) jika .
6. Metode penyelesaian SPL antara lain: a. Grafik b.
Eliminasi c. Substituisi d. Campuran eliminasi dan
substitusi e. OBE pada matriks yang diperbesar dari SPL.
7. SPL dengan n persamaan dan p variabel dapat dinyatakan
dalam bentuk persamaan matriks dengan A matriks
koefisien, X matriks variabel, dan B matriks konstanta
dari SPL tersebut.
Kegiatan Belajar 2
1. Matriks adalah susunan persegi panjang dari bilangan-
bilangan. Bilangan- bilangan pada susunan tersebut
disebut entri atau komponen atau elemen dari matriks.
2. Dua matriks dikatakan sama jika kedua matriks tersebut
berukuran sama dan komponen yang bersesuaian sama.
Dengan notasi matriks, jika dan
berukuran sama maka
.
3. Jika dan berukuran sama, maka
,i dan j.
4. Jika maka ( = i dan j.
5. Jika adalah matriks p x q dan )
matriks q x n maka hasilkali AB merupakan matriks
berukuran p x r yang komponennya
6. Jika A matriks persegi dan terdapat matriks B
sedemikian sehingga AB = BA = I, maka A is
dikatakan invertibel dan B dikatakan invers A. Jika A
invertibel maka invers dari matriks A disimbolkan
dengan
7. Matriks invertibel jika ad – bc 0 dan
.
8. Jika A dan B mariks invertibel berukuran sama, maka
(1) AB invertibel
(2)
9. Jika A matriks invertibel, maka:
(1) invertibel dan

(2) invertibel dan untuk n


= 0, 1, 2, …

(3) Untuk sebarang skalar tak-nol k, matriks kA


invertibel dan

.
10. Jika A matriks p x q, maka transpos A, ditulis ,
didefinisikan sebagai matriks q x p yang diperoleh dari
menukar baris dan kolom A, yaitu kolom pertama dari
merupakan baris pertama matriks A, kolom kedua
dari
merupakan baris kedua dari A, dan seterusnya.
11. Suatu matriks n x n disebut matriks elementer jika dapat
diperoleh dari matriks identitas I berukuran nxn dengan
melakukan satu operasi baris elementer.
12. Jika matriks A dikalikan dari kiri dengan matriks
elementer E, maka hasilnya EA adalah matriks A yang
dikenai operasi baris elementer yang sama dengan
operasi baris elementer yang dikenakan pada I untuk
mendapatkan E.
13. Jika A mariks n x n yang invertibel, maka untuk setiap
matriks b berordo nx1, sistem persamaan Ax = b
mempunyai tepat satu penyelesaian, yaitu
.
14. Misalkan A matriks persegi. Determinan A, ditulis
det(A) atau |A| , dan didefinisikan sebagai jumlah semua
hasilkali elementer bertanda dari A.
15. Sifat-sifat determinan:
1) Jika A memuat baris nol maka det(A) = 0.
2) Jika A matriks segitiga maka
.
3) Jika B matriks yang diperoleh dari A dengan baris ke
i dari B sama dengan k kali baris ke i dari A atau
kolom ke j dari B sama dengan k kali kolom ke j dari
A, maka det(B) = k.det(A).
4) Jika B matriks yang diperoleh dari A dengan
menukar dua baris atau dua kolom dari A maka
det(B) = -det(A).
5) Jika B matriks yang diperoleh dari A dengan baris ke
i dari B sama denganbaris ke i dari A ditambah k kali
baris ke j dari A atau kolom ke i dari B sama dengan
kolom ke i dari A ditambah k kali kolom ke j dari A,
maka det(B)= det(A).
6) det( ) = det( ).
7) Jika C suatu matriks nxn maka det(AC) = det(A)
det(C).
16. Misalkan matriks berukuran nxn. Minor
,ditulis , didefinisikan sebagai determinan sub matriks
A setelah baris ke-i dan kolom ke-j dihilangkan.
Bilangan , disebut kofaktor .Matriks
disebut matriks kofaktor dari A. Matriks
disebut adjoin dari A, ditulis adj(A).
17. Misalkan matriks berukuran nxn, maka:
1) Determinan dari A atau det(A) sama dengan jumlah
dari hasilkali komponen-komponen pada satu baris
(atau kolom) dengan kofaktor- kofaktornya, yaitu
det(A) =
(ekspansi kofaktor sepanjang baris ke i) atau det(A)
= (ekspansi
kofaktor sepanjangkolom ke j).
2) A invertibel jika dan hanya jika det(A) ≠ 0.
3) Jika A invertibel maka det( )= .
4) Jika A invertibel maka adj(A).
18. Aturan Cramer
Jika Ax = b sistem persamaan linear dengan n
persamaan dan n variabeldengan det(A) 0, maka
mempunyai penyelesaian tunggal, yaitu

dengan adalah matriks A yang komponen

kolom ke-j diganti dengankomponen pada

matriks b = .

19. Norm v = di adalah =


dan

Norm w = di adalah =
.

20. Jika u dan v dua vektor tak-nol di atau dan


adalah sudut antara u dan v maka hasil kali titik u.v
didefinisikan oleh
u.v =

21. Jika dan vektor-


vektor di maka hasilkali silang u x v adalah vektor
yang didefinisikan oleh

atau dengan notasi determinan

uxv=

22. Nilai mutlak det sama dengan luas jajar


genjang di yang ditentukan oleh vektor
dan .

Nilai mutlak det sama

dengan volum paralelepipedumyang


ditentukan oleh vektor-vektor dan
23. Matriks transformasi refleksi terhadap sumbu- adalah
. Matriks transformasi refleksi terhadap
garis adalah .
Matriks transformasi refleksi terhadap bidang adalah

Matriks transformasi refleksi terhadap bidang-

adalah

Matriks transformasi refleksi terhadap bidang-

adalah

Matriks rotasi berlawanan arah jarum jam


mengelilingi sumbu- positif
sebesar sudut adalah

Matriks rotasi berlawanan arah jarum jam


mengelilingi sumbu-

sebesar sudut adalah

Matriks rotasi berlawanan arah jarum jam


mengelilingi sumbu- positif

sebesar sudut adalah .

24. Matriks transformasi translasi menurut vektor adalah

25. Matrik transformasi peregangan pada arah- dengan


faktor adalah . Matriks transformasi
peregangan pada arah- dengan faktor
adalah .

Matriks transformasi dilatasi dengan faktor k adalah


.
Kegiatan Belajar 3
1. Langkah-langkah untuk membuat model matematika
adalah sebagai berikut:
a. Menentukan tipe masalah (maksimum atau
minimum).
b. Mendefinisikan variabel keputusan.
c. Merumuskan fungsi tujuan.
d. Merumuskan fungsi kendala.
e. Menentukan persyaratan nonnegatif.
2. Bentuk baku model matematika suatu program linear
untuk masalahmaksimum adalah sebagai berikut.
Maks
Harus memenuhi (h.m):

3. Bentuk baku model matematika suatu program linear


untuk masalah minimum adalah sebagai berikut.
Min

h.m:
4. Metode grafik ini dibedakan 2 yaitu metode titik ekstrim
(titik pojok) dan metode garis selidik.
5. Teorema Fundamental Program Linear
a. Jika nilai optimal fungsi tujuan masalah program
linear ada maka nilai tersebut dihasilkan oleh satu
atau lebih titik pojok pada daerah penyelesaian
fisibel.
b. Jika masalah program linear mempunyai
penyelesaian tidak tunggal, sedikitnya satu dari
penyelesaiannya berada pada titik pojok daerah
penyelesaian fisibel.
6. Teorema Eksistensi Penyelesaian Masalah Program
Linear
a. Jika daerah penyelesaian fisibel masalah program
linear tertutup maka nilai maksimum dan nilai
minium fungsi tujuan ada.
b. Jika daerah penyelesaian fisibel masalah program
linear tidak tertutup dan koefisien fungsi tujuan
bernilai positif maka nilai minimum fungsi tujuan
ada tetapi nilai maksimumnya tidak ada.
c. Jika daerah penyelesaian fisibel masalah program
linear kosong (artinya tidak ada titik yang memenuhi
semua fungsi kendala) maka nilai maksimum dan
nilai minimum fungsi tujuan tidak ada.
7. Langkah menyelesaikan model matematika dengan
metode grafik (metodetitik ekstrim)
a. Menggambar garis yang persamaannya ditentukan
dari fungsi kendala.
b. Mengarsir daerah yang tidak memenuhi fungsi
kendala
c. Menentukan Daerah Penyelesaian Fisibel (DPF)
d. Membandingkan nilai Z dari titik ekstrim untuk
menentukan penyelesaianoptimal.
8. Langkah menyelesaikan model matematika dengan
metode grafik (metodegaris selidik)
a. Menggambar DPF.
b. Menggambar garis yang persamaannya dari fungsi
tujuan .
c. Menggambar garis-garis yang sejajar dengan
dan melaluititik ekstrim. Garis
sejajar ini disebut garis selidik.
d. Untuk masalah maksimum maka titik ekstrim
terakhir yang dilalui garis selidik berkaitan dengan
penyelesaian optimal. Sedangkan untuk masalah
minimum, titik ekstrim pertama yang dilalui garis
selidik berkaitan denganpenyelesaian optimal.
9. Kasus program linear yaitu penyelesaian tidak tunggal
(multiple optimal solution), ketidaklayakan (infeasible
solution), kelebihan pembatas (redundant constraint),
dan penyelesaian tidak terbatas (unbounded solution).
10. Langkah-langkah menyelesaikan masalah program linear
dengan metode simpleks adalah sebagai berikut.
a. Buat model matematika (jika masalah dalam bentuk
masalah kontekstual).
b. Tambahkan variabel slack atau variabel surplus pada
setiap pertidaksamaan fungsi kendala. Jika
pertidaksamaannya ” maka tambahkan variabel slack
agar menjadi persamaan. Jika pertidaksamaannya ”
maka kurangkan variabel surplus agar menjadi
persamaan. Variabel slack dan variabel surplus
merupakan variabel nonnegatif yang dimunculkan di
ruas kiri pertidaksamaan agar menjadi persamaan.
Kegiatan Belajar 4
1. Menurut Bruner, untuk pengetahuan dibentuk melalui
tahapan enaktif, ikonik, dan simbolik.
2. DL menggunakan pendekatan berpusat pada siswa
dimana siswa menemukan pengetahuan baru melalui
pengalaman aktif dan langsung serta mengkonstruksi
konsep baru berdasarkan pengetahuan yang sudah ada.
3. Sintaks pembelajaran discovery learning menurut
Kemendikbud (2012: 6) adalah: (1) stimulation; (2)
problem statement; (3) data collecting; (4) data
processing; (5) verification; dan (6) generalization.
Berikut ini penjelasan sintaks pembelajaran discovery
learning menurut Kemendikbud (2012).
4. Empat keterampilan abad 21 adalah critical thinking,
communication,collaboration, dan creativity.
5. Lima nilai utama karakter yang saling berkaitan
membentuk jejaring nilai yang perlu dikembangkan
sebagai prioritas gerakan PPK adalah religius, nasionalis,
mandiri, gotong-royong, integritas.

2 Daftar materi yang sulit 1. Membuktikan Teorema SPL


dipahami di modul ini 2. Penyelesaian SPL dengan OBE pada matruiks yang
diperbesar dari SPL
3. Matriks elementer dan invertibel dan membuktikan
Teorema yang berkaitan dengan matriks tersebut.
4. Penyelesaian program linear dnegan metode simpleks
5. Dualitas
3 Daftar materi yang sering 1. Penyelesaian (solusi) dari SPL
mengalami miskonsepsi 2. Matriks invertabel
3. Persamaan matriks
LK 0.1: Lembar Kerja Belajar Mandiri

Judul Modul MODUL 3. KALKULUS DAN TRIGONOMETRI


Judul Kegiatan Belajar (KB) 1. Fungsi Trigonometri
2. Fungsi, Jenis fungsi, dan limit fungsi.
3. Turunan dan Aplikasi Turunan
4. Anti Turunan, Integral dan Aplikasi Integral
No Butir Refleksi Respon/Jawaban
1 Garis Besar Kegiatan Belajar 1 : Fungsi Trigonometri
Materi yang 1. Identitas Fungsi Trigonometri
Dipelajari a. Definisi dasar nilai fungsi
𝑑𝑒𝑝𝑎𝑛 𝑏
sin 𝜃 = = sin 𝐵 =
𝑚𝑖𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑐
𝑠𝑎𝑚𝑝𝑖𝑛𝑔 𝑎
cos 𝜃 = = cos 𝐵 =
𝑚𝑖𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑐
𝑑𝑒𝑝𝑎𝑛 𝑏
tan 𝜃 = = tan 𝐵 =
𝑠𝑎𝑚𝑝𝑖𝑛𝑔 𝑎

Definisi 1.1
sin 𝖯 1 1 cos 𝖯 1
tan 𝖯 = , sec 𝖯 = , cot 𝖯 = = , csc 𝖯 =
cos 𝖯 cos 𝖯 tan 𝖯 tan 𝖯
sin 𝖯

Teorema 1.1.
1. 𝑠𝑖𝑛2 𝜃 + 𝑐𝑜𝑠2 𝜃 = 1
2. Jika cos 𝜃 ≠ 0, maka 1 + 𝑡𝑎𝑛2 𝜃 = 𝑠𝑒𝑐2 𝜃
3. Jika sin 𝜃 ≠ 0, maka 1 + 𝑐𝑜𝑡2 𝜃 = 𝑐𝑠𝑐2 𝜃
4. sin(−𝜃) = − sin 𝜃 dan cos(−𝜃) = cos 𝜃
𝜋 𝜋
5. sin ( − 𝜃) = cos 𝜃 dan 𝑐𝑜𝑠 ( − 𝜃) = sin 𝜃
2 2
𝜋 𝜋
6. sin ( + 𝜃) = cos 𝜃 dan 𝑐𝑜𝑠 ( + 𝜃) = sin 𝜃
2 2
7. sin(𝜋 − 𝜃) = sin 𝜃 dan cos(𝜋 − 𝜃) = − cos 𝜃
8. sin(𝜋 + 𝜃) = − sin 𝜃 dan cos(𝜋 + 𝜃) = − cos 𝜃
3𝜋 3𝜋
9. sin ( − 𝜃) = − cos 𝜃 dan 𝑐𝑜𝑠 ( − 𝜃) = − sin 𝜃
2 2
3𝜋 3𝜋
10. sin ( + 𝜃) = − cos 𝜃 dan 𝑐𝑜𝑠 ( + 𝜃) = sin 𝜃
2 2
11. sin(2𝜋 − 𝜃) = − sin 𝜃 dan cos(2𝜋 − 𝜃) = cos 𝜃
12. sin(2𝜋 + 𝜃) = sin 𝜃 dan cos(2𝜋 + 𝜃) = cos 𝜃

b. Aturan Sinus dan kosinus


Pada suatu segitiga 𝐴𝐵𝐶, dapat ditunjukkan bahwa luas daerah 𝐴𝐵𝐶
dinotasikan dengan [𝐴𝐵𝐶] bernilai [𝐴𝐵𝐶]=𝑎𝑏 sin 𝐶. Dengan menggunakan sudut
2
pandang lainnya diperoleh :
𝑎𝑏 sin 𝐶 𝑏𝑐 sin 𝐴 𝑐𝑎 sin 𝐵
[𝐴𝐵𝐶]= = =
2 2 2

Teorema 1.2 (Aturan Sinus)


Pada suatu segitiga ABC berlaku
sin 𝐴 sin 𝐵 sin 𝐶 𝑎 𝑏 𝑐
= = atau = =
𝑎 𝑏 𝑐 sin 𝐴 sin 𝐵 sin 𝐶
Dengan a panjang sisi di depan sudut A,b panjang sisi di depan sudut B, dan c
panjang sisi di depan sudut C.
Teorema 1.3 (Perluasan Aturan Sinus)
𝑎
𝑏 𝑐
= = = 2𝑅
sin 𝐴 sin 𝐵 sin 𝐶
Dengan R merupakan jari-jari lingkaran luar segitiga
Teorema 1.4 (Aturan Cosinus)
Pada suatu segitiga ABC berlaku
𝑎2 = 𝑏2 + 𝑐2 − 2𝑏𝑐 cos 𝐴
𝑏2 = 𝑎2 + 𝑐2 − 2𝑎𝑐 cos 𝐵
𝑐2 = 𝑎2 + 𝑏2 − 2𝑎𝑏 cos 𝐶

c. Periode dan amplitudo fungsi


trigonometri Definisi 1.2
Sebuah fungsi 𝑓 dikatakan periodik jika terdapat sebuah bilangan positif 𝑝
sehingga 𝑓(𝑥 + 𝑝) = 𝑓(𝑥) ∀𝑥 ∈ 𝐷𝑓. Nilai 𝑝 terkecil disebut periode.
Fungsi dengan nilai sin (at) mempunyai periode 2𝜋 karena
2𝜋 𝑎
𝑠𝑖𝑛 [𝑎 (𝑥 + )] = sin(𝑎𝑥 + 2𝜋) = sin(𝑎𝑥)
𝑎
Jelas bahwa periode fungsi cos(𝑎𝑥) juga sama yaitu 2𝜋
𝑎
Fungsi dengan nilai 𝐶+𝐴 sin(𝑎(𝑡+𝑏)) dan 𝐶+𝐴 cos(𝑎(𝑡+𝑏)) mempunyai periode 2𝜋
𝑎
dan Amplitudo 𝐴.

2. Invers Fungsi
Trigonometri Teorema
1.5
Jika 𝑓 merupakan fungsi yang benar-benar monoton naik atau turun pada
domainnya maka 𝑓 mempunyai invers.

a. Invers fungsi sinus


f (x) sin x Jika D , 1,1
makaR
f f
1 1 2 2
fmaka (x)D sin x 1,1
dan R ,
f f 2 2
b. Invers fungsi
cosinus 1
𝑓(𝑥) = cos 𝑥, jika 𝐷𝑓 = [0,𝜋] maka 𝑅𝑓 = [−1,1]
𝑓−1(𝑥) = cos−1𝑥, jika 𝐷𝑓−1 = [−1,1] maka 𝑅𝑓−1 = [0,𝜋].
c. Invers fungsi tan
𝑓(𝑥) = tan 𝑥, jika 𝐷 = (− 𝜋 , 𝜋) 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑅 = 𝐑
𝑓 2 2 𝑓
𝑓−1(𝑥) = tan−1𝑥, jika 𝐷 = 𝐑 maka 𝑅 = − 𝜋, 𝜋
𝑓 𝑓 ( 2 2
d. Identitas invers fungsi trigonometri )
1). sin 𝖯 = 𝑥 maka 𝖯 = 𝑠𝑖𝑛−1𝑥 untuk −1 ≤ 𝑥 ≤ 1

sin(𝑠𝑖𝑛−1 𝑥) = sin 𝖯 = 𝑥.
cos(𝑠𝑖𝑛−1 𝑥) = √1 −𝑥 𝑥2 , −1 ≤ 𝑥 ≤ 1.
tan(𝑠𝑖𝑛−1 𝑥) = 2 , −1 < 𝑥 < 1.
−1 1√1−𝑥
csc(𝑠𝑖𝑛 𝑥) = , 𝑥 ≠ 0.
𝑥 , −1 < 𝑥 < 1.
sec(𝑠𝑖𝑛−1 𝑥) =
1
√1−𝑥
2
−1 √1−𝑥2 , −1 ≤ 𝑥 ≤ 1 dan 𝑥 ≠ 0.
cot(𝑠𝑖𝑛 𝑥) =
𝑥
2). Cos 𝜃 = x maka 𝜃 = cos−1𝑥, untuk −1 ≤ 𝑥 ≤ 1

sin(𝑐𝑜𝑠−1 𝑥) = √1 − 𝑥2 , −1 ≤ 𝑥 ≤ 1.
cos(𝑐𝑜𝑠−1 𝑥) = 𝑥. 2
√1−𝑥
tan(𝑐𝑜𝑠−1 𝑥) = , −1 ≤ 𝑥 ≤ 1 dan 𝑥 ≠ 0.
𝑥
csc(𝑐𝑜𝑠−1 𝑥) =
1 , −1 < 𝑥 < 1
√1−𝑥
2
−1 1
sec(𝑐𝑜𝑠 𝑥) = , 𝑥≠0
𝑥 𝑥
csc(𝑐𝑜𝑠−1 𝑥) = , −1 < 𝑥 < 1
√1−𝑥2

3). 𝑇𝑎𝑛 𝜃 = 𝑥 maka 𝜃 = tan−1𝑥, untuk −1 ≤ 𝑥 ≤ 1

𝑥
sin(𝑡𝑎𝑛−1 𝑥) = 2.
√1+𝑥
1
cos(𝑡𝑎𝑛−1 𝑥) = .
√1+𝑥2
tan(𝑡𝑎𝑛−1 𝑥) = 𝑥.
√1+𝑥2
ccs(𝑡𝑎𝑛−1 𝑥) = , 𝑥 ≠ 0.
𝑥
−1
sec(𝑡𝑎𝑛 𝑥) = √1 + 𝑥 .
2

1
cot(𝑡𝑎𝑛−1 𝑥) = , 𝑥 ≠
0. 𝑥
4). Sec 𝜃 = 𝑥 maka 𝜃 = sec−1𝑥, untuk −1 ≤ 𝑥 ≤ 1 (Ingat bahwa sec−1𝑦=cos−1(1/y))

√𝑥2−1
sin(𝑠𝑒𝑐−1 𝑥) = , |𝑥| ≥ 1.
|𝑥|
1
cos(𝑠𝑒𝑐−1 𝑥) = , 𝑥 ≠.
𝑥
2
√𝑥2 − 1 = {−√𝑥 − 1 𝑥≤1
−1 𝑥
tan(𝑠𝑒𝑐 𝑥) =
|𝑥| √𝑥2 − 1 𝑥≥1
⌈𝑥⌉
csc(𝑠𝑒𝑐−1 𝑥) = |𝑥|
√𝑥2− , > 1.
1
csc(𝑠𝑒𝑐−1 𝑥) = 𝑥
1 , 𝑥<1
cot(𝑠𝑒𝑐−1 𝑥) = {− √𝑥2−
1
1 , 𝑥>1
√𝑥2−
1
3. Rumus jumlah dan selisih fungsi trigonometri
Teorema 1.6 (Identitas jumlah dan selisih sudut)
tan(𝛼 − 𝛽) = tan(𝛼 + (−𝛽))
tan 𝛼+𝑡𝑎𝑛(−𝛽)
=
1−tan 𝛼 .
𝑡𝑎𝑛(−𝛽)
tan 𝛼−tan 𝛽
=
1+tan 𝛼
.tan 𝛽

Teorema 1.7 (Identitas sudut ganda)


sin 2𝛼 = 2 sin 𝛼 cos 𝛼 sin
2𝛼 = sin2 𝛼 cos2 𝛼
= 2 cos2 𝛼 − 1
= 1 − 2 sin2 𝛼
2 tan 𝛼
tan(2𝛼) =
1−𝑡𝑎𝑛2 𝛼

Teorema 1.8 (Identitas setengah sudut)


𝛼 1−cos 𝛼 𝛼 1−cos 𝛼
𝑠𝑖𝑛 ( ) = −√ ˅𝑠𝑖𝑛 ( ) = √
2 2 2 2
𝛼 1+cos 𝛼 𝛼 1+cos 𝛼
𝑐𝑜𝑠 ( ) = −√ ˅𝑐𝑜𝑠 ( ) = √
2 2 2 2
Teorema 1.9 (Identitas jumlah fungsi trigonometri)
𝑥+𝑦 𝑥−𝑦
sin 𝑥 + sin 𝑦 = 2 sin ( ) . 𝑐𝑜𝑠 ( )
2 2
𝑥+𝑦 𝑥−𝑦
cos 𝑥 + cos 𝑦 = 2 cos ( ) . 𝑐𝑜𝑠 ( )
2 2

Teorema 1.10 (Identitas perkalian fungsi trigonometri)


1
sin 𝑥. sin 𝑦 = − [cos(𝑥 + 𝑦) − 𝑐𝑜𝑠(𝑥 − 𝑦)]
2
1
cos 𝑥. cos 𝑦 = [cos(𝑥 + 𝑦) + 𝑐𝑜𝑠(𝑥 − 𝑦)]
2
1
sin 𝑥. cos 𝑦 = [sin(𝑥 + 𝑦) + 𝑠𝑖𝑛(𝑥 − 𝑦)]
2

Kegiatan Belajar 2. Fungsi, Jenis Fungsi dan Limit


1. Fungsi, Jenis Fungsi dan Operasi pada Fungsi
a. Pengertian
Fungsi Definisi
2.1
Dipunyai himpunan 𝐴 dan 𝐵. Suatu fungsi 𝑓 dari himpunan 𝐴 ke 𝐵 merupakan
pasangan terurut 𝑓 ⊂ 𝐴 × 𝐵 sedemikian sehingga memenuhi:
1. ∀𝑥 ∈ 𝐴 ∃ 𝑦 ∈ 𝐵 ∋ (𝑥, 𝑦) ∈ 𝑓
2. (𝑥, 𝑦) ∈ 𝑓𝑑𝑎𝑛 (𝑥, 𝑧) ∈ 𝑓 ⇒ 𝑦 = 𝑧
Dalam Definisi 2.1 terdapat beberapa notasi atau simbol baru, yang mungkin
belum Saudara kenal, yaitu:
a. simbol huruf A terbalik yaitu ∀ artinya “untuk semua” (for all),
b. simbol huruf E terbalik yaitu ∃ artinya “terdapat” (there exist),
c. simbol ∋ artinya “sedemikian sehingga” (such that).
b. Jenis Fungsi
 Menurut sifat nya:
(1) Fungsi injektif
Definisi 2.2
Misalkan fungsi 𝑓:𝐴⟶𝐵. Fungsi 𝑓 dikatakan satu-satu atau injektif (injective)
jika untuk setiap dua unsur beda di A mempunyai peta yang beda .
Fungsi 𝑓 dikatakan satu-satu : ∀ 𝑥1, 𝑥2 𝑑𝑖 𝐴, 𝑥1 ≠ 𝑥2 ⇒ 𝑓(𝑥1) ≠ 𝑓(𝑥2).

(2) Fungsi surjektif


Definisi 2.3
Dipunyai fungsi 𝑓:𝐴⟶𝐵. Fungsi 𝑓 dikatakan pada atau surjektif (surjective) jik
𝑅𝑓=𝐵.
Fungsi 𝑓 dikatakan surjektif jika ∀ ∈ 𝐵, ∃ 𝑦 ∈ 𝐴 ∋ 𝑓(𝑦) = 𝑥
(3) Fungsi bijektif
Fungsi 𝑓:ℝ→ℝ dikatakan bijektif apabila fungsi 𝑓 merupakan fungsi injektif
dan sekaligus surjektif.
 Menurut sifat kemonotonannya
(1) Fungsi naik
Definisi 2.4
Dipunyai fungsi 𝑓:𝐴⟶𝐵. Fungsi 𝑓 dikatakan naik jika fungsi 𝑓 melestarikan
urutan. Definisi ini dapat disajikan secara formal sebagai berikut:
Fungsi 𝑓 dikatakan naik: ∀ 𝑥, ∈ 𝐴, 𝑥 < 𝑦 ⟹ 𝑓(𝑥) < 𝑓(𝑦).
(2) Fungsi turun
Definisi 2.5
Dipunyai fungsi 𝑓:𝐴⟶𝐵. Fungsi 𝑓 dikatakan turun jika fungsi 𝒇 tak
melestarikan urutan. Definisi ini dapat disajikan secara formal sebagai
berikut:
Fungsi 𝑓 dikatakan turun: ∀ 𝑥, ∈ 𝐴, 𝑥 < 𝑦 ⟹ 𝑓(𝑥) > 𝑓(𝑦).
 Fungsi aljabar
(1) Fungsi polinomial
Fungsi polinomial mempunyai bentuk 𝑓(𝑥) = 𝑎𝑛𝑥𝑛 + ⋯ + 𝑎2𝑥2 + 𝑎1𝑥 + 𝑎0,
pangkat tertingginya menunjukkan orde atau derajat dari fungsi polinomial
tersebut. Fungsi linier, fungsi kuadrat, fungsi kubik, dan seterusnya
merupakan himpunan bagian dari fungsi polinomial.
(2) Fungsi rasional
𝑃(𝑥)
Fungsi rasional adalah fungsi yang berbentuk 𝑓(𝑥) = dengan 𝑃(𝑥) dan
𝑄(𝑥)
𝑄(𝑥) fungsi polynomial dan 𝑄(𝑥) ≠ 0
(3) Fungsi irrasional
Fungsi Irrasional adalah fungsi aljabar yang mengandung faktor penarikan
akar. Bentuk umumnya 𝑓(𝑥) = 𝑛√𝑔(𝑥) dengan 𝑔(𝑥) ≠ 0
 Fungsi transenden
1) Fungsi eksponen
Definisi 2.6
Diketahui 𝑎 ∈ ℝ, > 0 dan 𝑎 ≠ 1 fungsi 𝑓 ∶ ℝ → ℝ, dengan (𝑥) = 𝑎𝑥 disebut
fungsi eksponen. Bilangan 𝑎 dinamakan bilangan dasar (pokok atau basis).
Fungsi ini memuat bentuk eksponen, artinya fungsi tersebut memuat bentuk
pangkat dimana pangkatnya berisi variabel-variabel.
Berikut ini sifat dari fungsi eksponen.
Jika 𝑎, 𝑥, 𝑦 ∈ ℝ dan 𝑎 > 0 maka:
(a) 𝑎𝑥𝑥. 𝑎𝑦 = 𝑎𝑥+𝑦
(b) 𝑎 = 𝑎𝑥−𝑦
𝑎𝑦
(c) (𝑎𝑥)𝑦 = 𝑎𝑥.𝑦
(2) Fungsi logaritma
Definisi 2.7
Diketahui 𝑎 ∈ ℝ, > 0 dan 𝑎 ≠ 1 fungsi 𝑓: ℝ → ℝ, fungsi logaritma x dengan
basis a dilambangkan (𝑥) = 𝑎𝑙𝑜𝑔𝑥, apabila berlaku hubungan 𝑥 = 𝑎𝑓(𝑥). Bilangan
𝑎 dinamakan bilangan dasar (pokok atau basis).
(a) Untuk 𝑎 = 10, 𝑎𝑙𝑜𝑔𝑥 cukup ditulis 𝑙𝑜𝑔 𝑥. Logaritma dengan basis sepuluh
dinamakan logaritma biasa. Jadi 𝑙𝑜𝑔 𝑥 = 𝑦 berarti 𝑥 = 10𝑦.
(b) Untuk 𝑎 = 𝑒 = 2,718… , bentuk 𝑎𝑙𝑜𝑔𝑥 ditulis sebagai 𝑒𝑙𝑜𝑔𝑥 atau 𝑙𝑛 𝑥 dan
disebut logaritma natural atau logaritma asli.
(c) Nilai (𝑎) = 𝑎𝑙𝑜𝑔𝑎 , berlaku 𝑎 = 𝑎𝑓(𝑎). Jadi 𝑎𝑙𝑜𝑔𝑎 = (𝑎) = 1.
(d) Nilai (𝑎𝑥) = 𝑎 𝑥 𝑎𝑥 = 𝑓(𝑎𝑎) = 𝑥.
𝑎𝑥 , berlaku 𝑎𝑥 = 𝑎𝑓(𝑎 )Jadi
𝑙𝑜 𝑙𝑜
𝑎
𝑔 𝑔

c. Operasi pada
Fungsi Definisi 2.8
Misalkan 𝑓 dan 𝑔 adalah fungsi-fungsi dan 𝑘 suatu konstanta. Penjumlahan dua
fungsi 𝑓 + 𝑔, pengurangan fungsi-fungsi 𝑓− 𝑔, hasil kali dengan skalar 𝑘𝑔, hasil
kali dua fungsi 𝑓.𝑔, dan hasil bagi dua fungsi 𝑓𝑔 didefinisikan pada daerah
definisinya sebagai berikut:
(a) (𝑓 + 𝑔)(𝑥) = 𝑓(𝑥) + 𝑔(𝑥)
(b) (𝑓 − 𝑔)(𝑥) = 𝑓(𝑥) − 𝑔(𝑥)
(c) 𝑘𝑔(𝑥) = 𝑘. 𝑔(𝑥)
(d) (𝑓. 𝑔)(𝑥) = 𝑓(𝑥). 𝑔(𝑥)
𝑓 𝑓(𝑥)
(e) ( ) (𝑥) = , 𝑔(𝑥) ≠ 0
𝑔 𝑔(𝑥)
2. Komposisi Fungsi dan Fungsi Invers
Kadang-kadang dua fungsi digabung tidak menggunakan operasi-operasi aljabar
yang telah dikenal, akan tetapi dengan cara fungsi kedua didefinisikan pada
daerah hasil fungsi pertama. Fungsi yang dihasilkan dengan cara ini dinamakan
fungsi komposisi.

Definisi 2.9
Dipunyai fungsi-fungsi 𝑓 dan 𝑔 dengan 𝑅𝑔 ∩ 𝐷𝑓 ≠ ∅. Fungsi komposisi 𝑓∘𝑔
didefinisikan sebagai (𝑓 ∘ 𝑔)(𝑥) = 𝑓[𝑔(𝑥)] ∀ 𝑥 ∈ 𝑅𝑔 ∩ 𝐷𝑓.

Teorema 2.1
Jika 𝑓: 𝐴→𝐵 fungsi injektif, maka:
(a) Fungsi 𝑓−1ada, dan
(b) 𝐷𝑓−1 = 𝑅𝑓
Dari definisi 2.7, jika didefinisikan 𝑔(𝑥) = 𝑎𝑥, maka berlaku
𝑓(𝑔(𝑥)) = 𝑎𝑙𝑜𝑔(𝑎𝑥) = 𝑥, hal ini berarti 𝑔(𝑥) = 𝑓−1(𝑥)
Jadi fungsi logaritma merupakan inver dari fungsi eksponen.

3. Limit Fungsi
a. Barisan dan limit barisan
Definisi 2.12
Barisan adalah suatu fungsi yang domainnya adalah himpunan bilangan bulat
positif atau bilangan asli (𝑁) atau himpunan bagiannya. Suatu barisan yang daerah
hasilnya (range) adalah himpunan bagian dari himpunan bilangan real disebut
barisan bilangan real. Secara umum barisan dinotasikan dengan ⟨𝑎𝑛⟩𝑛 ∈ ℕ atau
⟨𝑎𝑛⟩.

Definisi 2.13
Barisan ⟨𝑎𝑛⟩ dikatakan:
(a) Monoton naik jika untuk setiap 𝑛 ∈ ℕ, 𝑎𝑛+1 > 𝑎𝑛
(b) Monoton tidak turun jika untuk setiap 𝑛 ∈ ℕ, 𝑎𝑛+1 ≥ 𝑎𝑛
(c) Monoton turun jika untuk setiap 𝑛 ∈ ℕ, 𝑎𝑛+1 < 𝑎𝑛
(d) Monoton tidak naik jika untuk setiap 𝑛 ∈ ℕ, 𝑎𝑛+1 ≤ 𝑎𝑛
Definisi 2.14
Dipunyai barisan ⟨𝑎𝑛⟩. Barisan ⟨𝑎𝑛⟩ dikatakan konvergen ke L, ditulis
lim 𝑎𝑛 = 𝐿
𝑛→∞
jika dan hanya jika untuk setiap 𝜀 > 0 terdapat 𝑁𝗌 > 0 sedemikian hingga
|𝑎𝑛 − 𝐿| < 𝜀 jika 𝑛 > 𝑁𝗌

b. Limit
Fungsi
Definisi
2.15
Nilailim 𝑓(𝑥) = 𝐿 maksudnya adalah jika 𝑥 mendekati tetapi tidak sama dengan
𝑛→∞
𝑐, maka 𝑓(𝑥) mendekati 𝐿.

Definisi 2.16
Limit fungsi 𝑓 bernilai 𝐿 untuk 𝑥 → 𝑐 ditulis lim 𝑓(𝑥) = 𝐿, jika dan hanya jika
𝑛→∞
untuk setiap 𝜀 > 0 terdapat 𝛿 > 0 sedemikian hingga |𝑓(𝑥)−𝐿|<𝜀, jika 0< |𝑥−𝑐| <
𝛿, yaitu
0 < |𝑥 − 𝑐| < 𝛿 ⇒ |𝑓(𝑥) − 𝐿| < 𝜀.

Teorema 2.2
Jika 𝑎 dan 𝑐 suatu konstanta real, maka lim 𝑐 = 𝑐.
𝑥→𝑎
Teorema 2.3
Nilai limit suatu fungsi adalah tunggal, yaitu jika lim 𝑓(𝑥) = 𝐿 dan lim 𝑓(𝑥) =
𝑀, maka 𝐿=𝑀. 𝑥→𝑎 𝑥→
𝑎

Teorema 2.4
Jika lim 𝑓(𝑥) = 𝐿, lim 𝑔(𝑥) = 𝑀 , dan 𝐾 sembarang bilangan real.
𝑥→𝑎 𝑥→𝑎
(a) lim (𝑓(𝑥) + 𝑔(𝑥)) = 𝐿 + 𝑀
𝑥→𝑎
(b) lim 𝐾. 𝑓(𝑥) = 𝐾. 𝐿
𝑥→𝑎
(c) lim 𝑓(𝑥). 𝑔(𝑥) = 𝐿. 𝑀
𝑥→𝑎
(d) lim 𝑓(𝑥) = 𝐿 , 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑀 ≠ 0
𝑥→𝑎 𝑔(𝑥) 𝑀

Teorema 2.5
(a) Jika 𝑃𝑛(𝑥) suatu suku banyak dan 𝑎 ∈ ℝ, lim 𝑃𝑛(𝑥) = 𝑃𝑛(𝑎)
𝑃 (𝑥) 𝑥→𝑎
(b) Jika 𝑓(𝑥) = 𝑛 dengan 𝑃 (𝑥) dan (𝑥) masing-masing merupakan suku
𝑄
𝑄𝑚(𝑥) 𝑛 𝑚
banyak berderajat 𝑛 dan 𝑚, 𝑎 ∈ 𝐷𝑓, dan 𝑄𝑚 (𝑥) ≠ 0, maka
𝑃𝑛(𝑥) 𝑃𝑛(𝑎)
lim = =
𝑥→𝑎 𝑄𝑚(𝑥) 𝑄𝑚(𝑎)
Teorema 2.6
Jika 𝑛 bilangan bulat positif dan
lim 𝑓(𝑥) = 𝐿
𝑥→𝑎

𝑓(𝑥) = 𝑛√𝐿
maka lim √𝑓(𝑥) = √ lim
𝑛 𝑛

𝑥→𝑎 𝑥→𝑎

Teorema 2.7 Prinsip Apit


Dipunyai fungsi-fungsi 𝑓, 𝑔, ℎ terdefinisi pada selang buka I ⊂ R bilanganreal
yang memuat 𝑎. Jika 𝑓(𝑥) ≤ 𝑔(𝑥) ≤ ℎ(𝑥) untuk setiap 𝑥 ∈ 𝐼 dan
lim 𝑓(𝑥) = 𝐿 = lim ℎ(𝑥) 𝑚𝑎𝑘𝑎 lim 𝑔(𝑥) = 𝐿
𝑥→𝑎 𝑥→𝑎 𝑥→𝑎
c. Limit fungsi
trigonometri Teorema
2.8
(a) lim sin 𝑥 = sin 𝑎
𝑥→𝑎
(b) lim cos 𝑥 = cos 𝑎
𝑥→𝑎
(c) lim tan 𝑥 = tan 𝑎
𝑥→𝑎
(d) lim csc 𝑥 = csc 𝑎
𝑥→𝑎
(e) lim sec 𝑥 = sec 𝑎
𝑥→𝑎
(f) lim cot 𝑥 = cot 𝑎
𝑥→𝑎
Teorema 2.9
sin 𝑥 1−cos 𝑥
lim =1 lim =0
𝑥→0 𝑥 𝑥→0 𝑥

Teorema 2.10 Akibat


lim cos 𝑥 = 1 lim tan 𝑥 = 1
𝑥→0 𝑥→0 𝑥

4. Limit
Sepihak
Definisi 2.17
Dipunyai fungsi :(𝑎, 𝑏) → ℝ, dan 𝑐 di selang (𝑎, 𝑏). Limit fungsi 𝑓 untuk 𝑥
mendekati 𝑐 dari kanan adalah 𝐿, ditulis dengan lim 𝑓(𝑥) = 𝐿
𝑥→𝑐+
Jika dan hanya jika untuk setiap 𝜀 > 0 terdapat 𝛿 > 0 sehingga |𝑓(𝑥) − 𝐿| < 𝜀
apabila 𝑐 < 𝑥 < 𝑐 + 𝛿.
Definisi 2.18
Dipunyai fungsi : (𝑎, 𝑏) → ℝ dan 𝑐 di selang (𝑎, 𝑏). Limit fungsi 𝑓 untuk 𝑥
mendekati 𝑐 dari kiri adalah 𝐿, ditulis dengan lim 𝑓(𝑥) = 𝐿
𝑥→𝑐−
Jika dan hanya jika untuk setiap 𝜀 > 0 terdapat 𝛿 > 0 sehingga |𝑓(𝑥) − 𝐿| < 𝜀
apabila 𝑐 − 𝛿 < 𝑥 < 𝑐
Teorema 2.11
Dipunyai fungsi 𝑓: 𝐼 → ℝ, 𝐼 ⊂ ℝ, dan 𝑎 ∈ 𝐼. Nilai lim 𝑓(𝑥) ada dan
𝑥→𝑎
bernilai 𝐿 jika dan hanya jika lim 𝑓(𝑥) = 𝐿 = lim 𝑓(𝑥)
𝑥→𝑎− 𝑥→𝑎+
5. Limit Tak Hingga dan Limit di Tak
Hingga
a. Limit Tak Hingga
Definisi 2.19
Dipunyai fungsi 𝑓: ℝ– {𝑎} → ℝ.
lim 𝑓(𝑥) = +∞ ⇔ ∀ 𝑀 > 0 ∃ 𝛿 > 0 ∍ 𝑓(𝑥) > 𝑀 apabila 0 < |𝑥 − 𝑎| < 𝛿.
𝑥→𝑎
Definisi 2.20
Dipunyai fungsi 𝑓: ℝ– {𝑎} → ℝ.
lim 𝑓(𝑥) = −∞ ⇔ ∀ 𝑁 > 0 ∃ 𝛿 > 0 ∍ 𝑓(𝑥) < 𝑁 apabila 0 < |𝑥 − 𝑎| < 𝛿.
𝑥→𝑎
Teorema 2.12
Dipunyai fungsi-fungsi 𝑓, 𝑔: ℝ– {𝑎} → ℝ, lim 𝑓(𝑥) = 𝐿,
𝑥→𝑎
dan lim 𝑔(𝑥) = 0
𝑥→𝑎
(𝑥)
(a) Jika 𝐿 > 0 dan 𝑔(𝑥) → 0+ maka lim 𝑓 = +∞
𝑥→𝑎 𝑔(𝑥)
(𝑥)
(b) Jika 𝐿 > 0 dan 𝑔(𝑥) → 0− maka lim 𝑓 = −∞
𝑥→𝑎 𝑔(𝑥)
(𝑥)
(c) Jika 𝐿 < 0 dan 𝑔(𝑥) → 0+ maka lim 𝑓 = −∞
𝑥→𝑎 𝑔(𝑥)
(𝑥)
(d) Jika 𝐿 < 0 dan 𝑔(𝑥) → 0− maka lim 𝑓 = +∞
𝑥→𝑎 𝑔(𝑥)
b. Limit di Tak
hingga Definisi
2.21
Dipunyai fungsi 𝑓: ℝ → ℝ.
lim 𝑓(𝑥) = 𝐿 ⇔ ∀ 𝜀 > 0 ∃ 𝑀 > 0 ∍ |𝑓(𝑥) − 𝐿| < 𝜀 apabila 𝑥 > 𝑀.
𝑥→∞

Definisi 2.22
Dipunyai fungsi 𝑓: ℝ → ℝ.
lim 𝑓(𝑥) = 𝐿 ⇔ ∀ 𝜀 > 0 ∃ 𝑁 > 0 ∍ |𝑓(𝑥) − 𝐿| < 𝜀 apabila 𝑥 < 𝑁.
𝑥→∞
Teorema 2.13
Jika lim 𝑓(𝑥) = 𝐾 dan lim 𝑓(𝑥) = 𝐿 maka 𝐾 = 𝐿
𝑥→+∞ 𝑥→+∞
Teorema 2.14
Jika lim 𝑓(𝑥) = 𝐾 dan lim 𝑓(𝑥) = 𝐿 maka 𝐾 = 𝐿
𝑥→−∞ 𝑥→−∞
Teorema 2.15
Jika lim 𝑓(𝑥) = 𝐾 dan lim 𝑓(𝑥) = 𝐿 maka:
𝑥→+∞ 𝑥→+∞
(a) lim [𝑓(𝑥) + 𝑔(𝑥)] = 𝐾 + 𝐿,
𝑥→+∞
(b) lim 𝐶. 𝑓(𝑥) = 𝐶. lim 𝑓(𝑥),
𝑥→+∞ 𝑥→+∞
(c) lim [𝑓(𝑥). 𝑔(𝑥)] = 𝐾. 𝐿, dan
𝑥→+∞(𝑥)
𝐾
(d) lim 𝑓 = apabila 𝐿 ≠ 0
𝑥→+∞ 𝑔(𝑥) 𝐿

Teorema 2.16
Jika lim 𝑓(𝑥) = 𝐾 dan lim 𝑓(𝑥) = 𝐿 maka:
𝑥→−∞ 𝑥→−∞
(a) lim [𝑓(𝑥) + 𝑔(𝑥)] = 𝐾 + 𝐿,
𝑥→−∞
(b) lim 𝐶. 𝑓(𝑥) = 𝐶. lim 𝑓(𝑥),
𝑥→−∞ 𝑥→−∞
(c) lim [𝑓(𝑥). 𝑔(𝑥)] = 𝐾. 𝐿, dan
𝑥→−∞ (𝑥) 𝐾
(d) lim 𝑓 = apabila 𝐿 ≠ 0
𝑥→∞ 𝑔(𝑥) 𝐿

Teorema 2.17
Jika terdapat 𝑀 > 0 sehingga 𝑓(𝑥) ≤ 𝑔(𝑥) ≤ ℎ(𝑥) untuk semua 𝑥 > 𝑀
dan lim 𝑓(𝑥) = 𝐿 = lim ℎ(𝑥) maka lim 𝑔(𝑥) = 𝐿
𝑥→+∞ 𝑥→+∞ 𝑥→+∞

6. Kekontinuan
Fungsi Definisi
2.23
Dipunyai fungsi 𝑓: 𝐼 → ℝ, dan 𝑐 ∈ 𝐼. Fungsi 𝑓 dikatakan kontinu di titik 𝑐 jika dan
hanya jika lim 𝑓(𝑥) = 𝑓(𝑐)
𝑥→𝑐
Berdasarkan definisi tersebut, ada tiga syarat untuk suatu fungsi dikatakankontinu,
yaitu
1. lim 𝑓(𝑥) ada,
𝑥→𝑐
2. 𝑓(𝑐) ada (yaitu 𝑐 ada dalam domain 𝑓), dan
3. lim 𝑓(𝑥) = 𝑓(𝑐).
𝑥→𝑐
Jika salah satu kondisi di atas tidak dipenuhi, maka dikatakan fungsi 𝑓 tidakkontinu
di 𝑐.
Teorema 2.18
Dipunyai fungsi 𝑓: 𝐼 → ℝ, 𝐼 ⊂ ℝ, dan 𝑎 ∈ 𝐼. Fungsi f dikatakan kontinu di titik a
jika dan hanya jika untuk setiap 𝜀 > 0 terdapat 𝛿 > 0 sehingga |𝑓(𝑥) − 𝑓(𝑎)| <
𝜀 apabila |𝑥 − 𝑎| < 𝛿.
Teorema 2.19
Jika fungsi-fungsi 𝑓, 𝑔: 𝐼 → ℝ, kontinu di titik 𝑎 ∈ 𝐼, dan 𝐾 suatu konstanta di ℝ
maka fungsi-fungsi:
a. 𝑓 + 𝑔
b. 𝐾. 𝑓
c. 𝑓. 𝑔, dan
d. 𝑓 apabila 𝑔(𝑎) ≠ 0
𝑔
Kontinu di titik a.

Definisi 2.24
a. Fungsi 𝑓: (𝑎, 𝑏) → ℝ dikatakan kontinu pada (𝑎, 𝑏) jika dan hanyajika 𝑓
kontinu di setiap titik pada (𝑎, 𝑏).
b. Fungsi 𝑓: [𝑎, 𝑏] → ℝ dikatakan kontinu pada [𝑎, 𝑏] jika dan hanya
jika 𝑓 kontinu di setiap titik pada (𝑎, 𝑏), lim 𝑓(𝑥) = 𝑓(𝑎) dan
𝑥→𝑎+
lim 𝑓(𝑥) = 𝑓(𝑏)
𝑥→
𝑎−
Suatu fungsi 𝑓: 𝐼 → ℝ yang kontinu di setiap titik di 𝐼 dikatakankontinu
pada 𝐼.

Teorema 2.20
Untuk setiap bilangan asli 𝑛 berlaku:
a. 𝑓: ℝ → ℝ, 𝑓(𝑥) = 𝑥𝑛 kontinu pada 𝑅.
b. Jika fungsi 𝑔: ℝ → ℝ kontinu di titik 𝑎 maka 𝑓(𝑥) = [𝑔(𝑥)]𝑛 juga
kontinu di titik 𝑎.

Kegiatan Belajar 3. Turunan dan Aplikasi Turunan


1. Definisi dan Rumus-rumus Turunan Fungsi
a. Definisi
Turunan Definisi
3.1
Gradien garis singgung grafik 𝑓 pada titik 𝑃(𝑐, 𝑓(𝑐)) didefinisikan dengan
𝑓(𝑐 + ℎ) − 𝑓(𝑐)
𝑚 = lim
ℎ→0 ℎ
apabila limit tersebut ada dan tidak bernilai ∞ atau −∞.
Bentuk lain Definisi 3.1 diperoleh dengan mendefinisikan 𝑥 = 𝑐 + ℎ. Dari definisi
tersebut diperoleh ℎ = 𝑥 − 𝑐 dan untuk ℎ → 0 ⇔ 𝑥 → 𝑐.
(𝑥)−𝑓(𝑐)
Diperoleh 𝑓′(𝑐) = lim 𝑓
𝑥→𝑐 𝑥−𝑐
Dengan syarat limit tersebut ada atau dengan kata lain

𝑓′ − (𝑐) = 𝑓 +(𝑐)
( )− ( )
Dimana 𝑓′ (𝑐) = lim− 𝑓 𝑥 𝑓 𝑐 (Turunan kiri di c)
𝑥−𝑐
𝑥→
𝑐−
dan 𝑓 ′ (𝑐) = lim (𝑥)−𝑓(𝑐) (Turunan kanan di c)
𝑓
+ 𝑥−𝑐
𝑥→
𝑐+

Definisi 3.2
Turunan dari fungsi 𝑓 adalah fungsi 𝑓′ dengan
𝑓(𝑥+ℎ)−𝑓(𝑥)
𝑓′(𝑥) = lim
ℎ→0 ℎ
b. Teorema-teorema
turunan Teorema 3.1
Jika 𝑓′(𝑐) ada maka 𝑓 kontinu pada 𝑐.

Rumus turunan beberapa fungsi diberikan pada teorema-teorema berikut ini.


1) Turunan dari fungsi konstan.
Teorema 3.2.
Dipunyai 𝑘 suatu konstanta real dan 𝑓: 𝐼 → ℝ, ⊂ ℝ.
𝑑[𝑓(𝑥)] 𝑑(𝑘)
Jika 𝑓(𝑥) = 𝑘∀𝑥 ∈ 𝐼 maka 𝑓′(𝑥) = = = 0∀𝑥 ∈ 𝐼
𝑑𝑥 𝑑𝑥
2) Turunan dari penjumlahan dan perkalian fungsi dengan konstanta.
Teorema 3.3.
Jika fungsi-fungsi 𝑓 dan 𝑔 mempunyai turunan di 𝑥 ∈ 𝐷𝑓 ∩ 𝐷𝑔 maka
(𝑓 + 𝑔)′(𝑥) = 𝑓′(𝑥) + 𝑔′(𝑥) dan (𝑘. 𝑓)′(𝑥) = 𝑘. 𝑓′(𝑥)
Dengan k sembarang bilangan real.
3) Turunan dari perkalian dan pembagian fungsi
Teorema 3.4.
Jika fungsi-fungsi 𝑓 dan 𝑔 mempunyai turunan di 𝑥 ∈ 𝐷𝑓 ∩ 𝐷𝑔 maka
(𝑓. 𝑔)′(𝑥) = 𝑓(𝑥). 𝑔′(𝑥) + 𝑓′(𝑥). 𝑔(𝑥)
𝑓 ′
dan ( 𝑓𝘍(𝑥).𝑔(𝑥)−𝑓(𝑥).𝑔′(𝑥)
𝑔) ( 𝑥) = [𝑔(𝑥)]2 , dengan syarat 𝑔(𝑥) ≠
0
4) Turunan dari 𝑥𝑛.
Teorema 3.5.
Jika 𝑓: 𝐼 → ℝ, 𝐼 ⊂ ℝ dan 𝑓(𝑥) = 𝑥𝑛 dengan 𝑛 bilangan bulat tak nol
𝑑[𝑥 𝑛]
maka 𝑓′(𝑥) = 𝑛−1
𝑑𝑥 = 𝑛𝑥

5) Turunan dari fungsi trigonometri.


Teorema 3.6.
(sin )
(1) 𝑑 𝑥 = cos 𝑥 (4) 𝑑(sec 𝑥) = sec 𝑥 . tan 𝑥
𝑑𝑥 𝑑𝑥
(2) 𝑑 (cos )
𝑥 = −sin 𝑥 (5) 𝑑(csc 𝑥) = −csc 𝑥 . cot 𝑥
𝑑𝑥 𝑑𝑥
(3) 𝑑 (tan )
𝑥 = sec2 𝑥 (6) 𝑑(cot 𝑥) = −csc2 𝑥
𝑑𝑥 𝑑𝑥

c. Aturan
rantai
Teorema 3.7.
Jika 𝑔 mempunyai turunan di 𝑥 dan 𝑓 mempunyai turunan di 𝑔(𝑥) maka
𝑑[(𝑓 ∘ 𝑔)(𝑥)] 𝑑[(𝑓 ∘ 𝑔)(𝑥)] 𝑑[𝑔(𝑥)] = 𝑓′[𝑔(𝑥). 𝑔′(𝑥)]
=
𝑑𝑥 𝑑[𝑔(𝑥)]
𝑑𝑥
.
Apabila 𝑦 = (𝑓 ∘ 𝑔)(𝑥) dan 𝑢 = 𝑔(𝑥) maka Teorema 3.7 dapat dituliskan
𝑑𝑦 𝑑𝑦 𝑑𝑢
= .
𝑑𝑥 𝑑𝑢 𝑑𝑥
Apabila 𝑦 = (𝑓 ∘ 𝑔 ∘ ℎ)(𝑥), 𝑢 = (𝑔 ∘ ℎ)(𝑥), dan 𝑣 = ℎ(𝑥) maka diperoleh
𝑑[(𝑓 ∘ 𝑔 ∘ ℎ)(𝑥)] 𝑑[(𝑓 ∘ 𝑔 ∘ ℎ)(𝑥)] 𝑑[(𝑔 ∘ ℎ)(𝑥)] 𝑑[ℎ(𝑥)]
=
𝑑𝑥 𝑑[(𝑔 ∘ ℎ)(𝑥)] 𝑑[ℎ(𝑥)]
Atau 𝑑𝑥
. .
𝑑𝑦 𝑑𝑦 𝑑𝑢 𝑑𝑣
= . .
𝑑𝑥 𝑑𝑢 𝑑𝑣 𝑑𝑥
2. Turunan Fungsi Implisit dan Fungsi Invers
a. Turunan fungsi implisit
Fungsi yang nilai fungsinya disajikan dalam ruas yang berbeda disebut fungsi
eksplisit.
Teorema 3.8.
𝑚
Jika 𝑓: 𝐼 → ℝ, 𝐼 ⊂ ℝ dan 𝑓(𝑥) = 𝑥 𝑛 dengan 𝑚 dan 𝑛 bilangan bulat tak
𝑚
𝑑[𝑥 𝑚
nol maka 𝑓 ′(𝑥) = 𝑛] = 𝑚 .𝑥𝑛
𝑛 −1
.
𝑑𝑥

b. Turunan Fungsi Invers


Fungsi invers adalah sebuah fungsi yang apabila dikomposisikan dengan fungsi
semula akan menghasilkan fungsi identitas atau dapat dituliskan :
𝑓 ∘ 𝑓−1 = 𝑓−1 ∘ 𝑓 = 1 atau (𝑓 ∘ 𝑓−1) = (𝑓−1 ∘ 𝑓)(𝑥) = 𝑥.
Teorema 3.9.
Jika 𝑓: 𝐼 → ℝ, ⊂ ℝ dan 𝑓 merupakan fungsi injektif maka 𝑓 mempunyai invers
yaitu 𝑓−1: 𝑅𝑓 → 𝐼 dengan 𝑅𝑓 menyatakan Range/daerah hasil 𝑓.

Teorema 3.10.
Jika 𝑓 mempunyai turunan pada 𝐼 ⊂ ℝ dan 𝑓′(𝑥) ≠ 0 pada 𝐼 maka 𝑓−1
mempunyai turunan pada 𝑓(𝐼) dan dapat ditentukan dengan
1 1
(𝑓−1)′(𝑥) = atau 𝑑𝑥 = .
−1
𝑓′[𝑓 (𝑥)] 𝑑𝑦 𝑑𝑦
𝑑𝑥

Teorema
−13.11. −1
𝑑(𝑠𝑖𝑛 𝑥) 1 , |𝑥| < 1 d) 𝑑( 𝑐𝑜𝑡 𝑥) −1
a) = 𝑑𝑥 = 2
𝑑𝑥 √1−𝑥 1+𝑥
2 −1

𝑑(𝑐𝑜𝑠 𝑥) , |𝑥| < 1 e) 𝑑 ( 𝑠𝑒𝑐 𝑥) , |𝑥| > 1


b) −1
= − =
1 1
𝑑𝑥 √1−𝑥 𝑑𝑥 |𝑥|√1−𝑥
2 2
𝑑(𝑡𝑎𝑛−1 f) |𝑥|
c)
𝑑𝑥 𝑥)
=
1 𝑑(𝑐𝑠𝑐−1 𝑥) = −1 , > 1
1+𝑥 𝑑𝑥 |𝑥|√1−𝑥
2 2
3. Aplikasi Turunan
a. Nilai ekstrim
Definisi 3.3.
Diberikan fungsi 𝑓:𝐼→ℝ,⊆ℝ, dan 𝑀=𝑓(𝑐) untuk suatu 𝑐∈𝐼.
(a) 𝑀 merupakan nilai maksimum (mutlak) 𝑓 apabila 𝑀≥(𝑥) ∀𝑥∈𝐼.
(b) 𝑀 merupakan nilai minimum (mutlak) 𝑓 apabila 𝑀≤(𝑥) ∀𝑥∈𝐼..
(c) Nilai maksimum dan minimum suatu fungsi disebut nilai ekstrim (mutlak)
fungsi tersebut.
Definisi 3.4.
Dipunyai fungsi 𝑓:𝐼→ℝ,⊆ℝ .
(a) Jika terdapat suatu selang buka 𝐷⊂𝐼 yang memuat 𝑐 sehingga berlaku (𝑐)≥𝑓(𝑥)
∀𝑥∈𝐷, maka 𝑓(𝑐) disebut nilai maksimum relatif 𝑓.
(b) Jika terdapat suatu selang buka 𝐷⊂𝐼 yang memuat 𝑐 sehingga berlaku (𝑐)≤𝑓(𝑥)
∀𝑥∈𝐷, maka 𝑓(𝑐) disebut nilai minimum relatif 𝑓.
Definisi 3.5.
Dipunyai fungsi 𝑓:𝐼→ℝ,⊆ℝ, dan 𝑐∈𝐼.
Jika 𝑓′(𝑐)=0 atau 𝑓′(𝑐) tidak ada maka 𝑐 disebut bilangan kritis 𝑓
Teorema 3.12.
Jika fungsi 𝑓 kontinu pada selang tutup [𝑎,] maka fungsi 𝑓 memiliki nilai
minimum dan maksimum mutlak.
Teorema 3.13.
Jika 𝑓 terdefinisi pada suatu selang 𝐼 yang memuat titik 𝑐. Jika 𝑓(𝑐) adalah suatu
nilai ekstrim maka 𝑐 haruslah merupakan bilangan kritis fungsi 𝑓 dan 𝑐 memenuhi
salah satu dari berikut ini.
(a) 𝑐 merupakan titik ujung 𝐼,
(b) 𝑐 merupakan titik stationer 𝑓 (𝑓′(𝑐)=0),
(c) 𝑐 merupakan titik singular 𝑓 (𝑓′(𝑐) tidak ada).
Teorema 3.14. (Teorema Rolle)
Dipunyai fungsi 𝑓:[𝑎,𝑏]→ℝ.
Jika (1) 𝑓 kontinu pada [𝑎,𝑏],
(2) 𝑓 mempunyai turunan pada (𝑎,𝑏), dan
(3) 𝑓(𝑎)=𝑓(𝑏)
maka terdapat titik 𝑐∈(𝑎,𝑏) sehingga 𝑓′(𝑐)=0.
Teorema 3.15. (Teorema Nilai Rata-rata)
Dipunyai fungsi 𝑓: [𝑎, 𝑏] → ℝ.
Jika 𝑓 kontinu pada [𝑎, 𝑏] dan 𝑓 mempunyai turunan pada (𝑎, 𝑏) maka
𝑓(𝑏)−𝑓(𝑎)
terdapat titik 𝑐 ∈ (𝑎, 𝑏) sehingga 𝑓′(𝑐) = .
𝑏−𝑎
b. Kemonotonan grafik fungsi
Definisi 3.6.
Dipunyai fungsi 𝑓: 𝐼 → ℝ, 𝐼 ⊆ ℝ.
(a) Grafik fungsi 𝑓 dikatakan naik pada 𝐼 apabila
∀𝑥1, 𝑥2 ∈ 𝐼, 𝑥1 < 𝑥2 ⇒ 𝑓(𝑥1) < 𝑓(𝑥2).
(b) Grafik fungsi 𝑓 dikatakan turun pada 𝐼 apabila
∀𝑥1, 𝑥2 ∈ 𝐼, 𝑥1 < 𝑥2 ⇒ 𝑓(𝑥1) > 𝑓(𝑥2).

Teorema 3.16.
Dipunyai 𝑓:𝐼→ℝ,⊆ℝ, dan 𝑓′(𝑥) ada untuk setiap 𝑥∈𝐼 kecuali mungkin di
titik-titik ujungnya.
(a) Jika 𝑓′(𝑥)>0 untuk setiap 𝑥∈𝐼 yang bukan di titik ujung maka grafik 𝑓
naik pada 𝐼.
(b) Jika 𝑓′(𝑥)<0 untuk setiap 𝑥∈𝐼 yang bukan di titik ujung maka grafik 𝑓
turun pada 𝐼.
Teorema 3.17. (Uji Turunan Pertama)
Dipunyai fungsi 𝑓:𝐼→ℝ,⊆ℝ, dan 𝑐∈𝐼 suatu bilangan kritis untuk 𝑓. Jika 𝑓′(𝑥) ada
pada selang (𝑐−ℎ,𝑐+ℎ) untuk suatu ℎ>0 kecuali mungkin di titik 𝑐 sendiri maka
𝑓(𝑐) ekstrim relatif jika dan hanya jika tanda 𝑓′(𝑥) berganti tanda di 𝑥=𝑐.
Secara khusus dinyatakan sebagai berikut:
(1) Jika 𝑓′(𝑥)>0 untuk 𝑥<𝑐 dan 𝑓′(𝑥)<0 untuk 𝑥>𝑐 maka 𝑓(𝑐) suatu maksimum
relatif.
(2) Jika 𝑓′(𝑥)<0 untuk 𝑥<𝑐 dan 𝑓′(𝑥)>0 untuk 𝑥>𝑐 maka 𝑓(𝑐) suatu minimum
relatif.
(3) Jika 𝑓′(𝑥) tidak berganti tanda di 𝑥=𝑐 maka 𝑓(𝑐) bukan suatu maksimum
ataupun minimum relatif.
Kecekungan grafik
fungsi Definisi 3.7.
Dipunyai fungsi 𝑓:𝐼→ℝ,⊆ℝ, 𝑓 kontinu pada 𝐼, dan 𝑓′(𝑥) ada pada 𝐼 kecuali
mungkin di titik-titik ujungnya.
(a) Grafik fungsi 𝑓 dikatakan cekung ke atas pada 𝐼 apabila 𝑓′ merupakan fungsi
naik pada 𝐼.
(b) Grafik fungsi 𝑓 dikatakan cekung ke bawah pada 𝐼 apabila 𝑓′ merupakan fungsi
turun pada 𝐼.
Teorema 3.18.
Dipunyai fungsi 𝑓:𝐼→ℝ,⊆ℝ, 𝑓 kontinu pada 𝐼, dan 𝑓′(𝑥) ada pada 𝐼 kecuali mungkin
di titik-titik ujungnya.
(a) Grafik 𝑓 cekung ke atas pada 𝐼 apabila 𝑓′′(𝑥)>0 untuk setiap 𝑥∈𝐼 yang bukan titik
ujung 𝐼.
(b) Grafik 𝑓 cekung ke bawah pada 𝐼 apabila 𝑓′′(𝑥)<0 untuk setiap 𝑥∈𝐼 yang bukan
titik ujung 𝐼.

Teorema 3.19. (Uji Turunan Kedua)


Dipunyai fungsi 𝑓:𝐼→ℝ,⊆ℝ, dan 𝑎∈𝐼. Jika 𝑓′(𝑥) dan 𝑓′′(𝑥) ada pada 𝐼 maka:
(a) 𝑓′′(𝑎) < 0 ⇒ 𝑓(𝑎) suatu maksimum relatif 𝑓,
(b) 𝑓′′(𝑎) > 0 ⇒ 𝑓(𝑎) suatu minimum relatif 𝑓, dan
(c) 𝑓′′(𝑎) = 0 ⇒ tidak ada kesimpulan

Kegiatan Belajar 4. Anti Turunan, Integral dan Aplikasi Integral


1. Anti turunan
a. Konsep
Antiturunan
Definisi 4.1
Dipunyai 𝐹: 𝐼 ⟶ 𝑅 𝑑𝑎𝑛 𝑓: 𝐼 ⟶ 𝑅.
Jika 𝐹′(𝑥) = 𝑓(𝑥) untuk setiap 𝑥 ∈ 𝐼 maka 𝐹 disebut suatu anti turunan 𝑓 pada
selang 𝐼.

Teorema 4.1
dx xr 1
Jika 𝑟 sebarang bilangan rasional kecuali −1, maka xr cr 1

Teorema 4.2
sin xdx cos x dan cos xdx sin x c
c
Teorema 4.3 (Kelinieran)
1. ∫ 𝐾𝑓(𝑥)𝑑𝑥 = 𝐾∫ 𝑓(𝑥)𝑑𝑥,
2. ∫ [𝑓(𝑥) + 𝑔(𝑥)]𝑑𝑥 = ∫ 𝑓(𝑥)𝑑𝑥 + ∫ 𝑔(𝑥)𝑑𝑥
3. ∫ [𝑓(𝑥) − 𝑔(𝑥)]𝑑𝑥 = ∫ 𝑓(𝑥)𝑑𝑥 − ∫ 𝑔(𝑥)𝑑𝑥.

Teorema 4.4
Diberikan 𝑓 fungsi yang diferensiabel dan 𝑟 bilangan rasional dengan 𝑟 ≠ −1,
maka: f x
r f ' x dx f  c , C konstanta.
r
x
1
r 1
b. Teorema Penggantian dan Integral
ParsialTeorema 4.5 (Penggantian)
Dipunyai 𝑔 mempunyai turunan pada 𝐷𝑔 dan 𝑅𝑔⊂𝐼 dengan 𝐼 adalah suatu selang.
Jika 𝑓 terdefinisi pada selang 𝐼 sehingga 𝐹′(𝑥)=𝑓(𝑥), maka
∫𝑓[𝑔(𝑥)]𝑔′(𝑥)𝑑𝑥=𝐹[𝑔(𝑥)]+𝐶.
Teorema Penggantian merupakan balikan dari Aturan Rantai dalam materi
turunan yang didasari dari turunan fungsi komposisi.
Teorema 4.6 (Integral Parsial)
Jika U dan V adalah fungsi-fungsi yang mempunyai turunan pada selang buka 𝐼,
maka ∫𝑈.𝑑𝑉=𝑈.𝑉−∫𝑉.𝑑𝑈.
2. Notasi Sigma dan Jumlah Riemann
a. Deret dan Notasi Sigma
Notasi sigma adalah notasi yang melambangkan suatu deret
Contoh
20
∑ 𝑖 = 1 + 2 + 3 + 4 + 5 + ⋯ + 20
𝑖=1
Teorema 4.7
𝑛
a. ∑ 𝑐 = 𝑛. 𝑐 untuk sebaranga konstanta c
𝑖=1
𝑛 𝑛
b. ∑ 𝑐. 𝑎𝑖 = 𝑐. ∑ 𝑎𝑖
𝑖= 𝑖=1
1 𝑛 𝑛
𝑛
c. ∑(𝑐. 𝑎𝑖 + 𝑑. 𝑏𝑖) = 𝑐. ∑ 𝑎𝑖 + 𝑑. ∑ 𝑏𝑖
𝑖=1 𝑖=1 𝑖=1

b. Jumlah
Riemann
Definisi 4.2
Dipunyai [𝑎, 𝑏] suatu selang tutup. Suatu partisi 𝑃𝑛 untuk selang [𝑎, 𝑏] adalah
sebarang himpunan yang terdiri (𝑛 + 1) bilangan {𝑥0, 𝑥1, 𝑥2, … , 𝑥𝑛}, dengan
𝑎 = 𝑥0, 𝑥1, 𝑥2, … , 𝑥𝑛 = 𝑏

Definisi 4.3
Dipunyai 𝑓: [𝑎, 𝑏] → ℝ. suatu fungsi, 𝑃𝑛 suatu partisi untuk selang [𝑎, 𝑏],dan 𝑡𝑖
∈ [𝑥𝑖−1, 𝑥𝑖 ]. Bangun 𝑅𝑛 = ∑ 𝑓(𝑡𝑖 ). ∆𝑖𝑥.
Bangun 𝑅𝑛 disebut Jumlah Riemann untuk 𝑓 pada selang [𝑎, 𝑏].
3. Integral Tertentu
a. Integral Tertentu
Definisi 4.4
Dipunyai fungsi 𝑓: [𝑎, 𝑏] → ℝ.
Jika lim ∑𝑛 𝑓(𝑡𝑖). ∆𝑖𝑥 ada, maka dikatakan fungsi 𝑓 terintegralkan secara
‖𝑃‖→0 𝑖=1
Riemann pada selang [𝑎, 𝑏].
Selanjutnya ditulis
lim ∑ 𝑓(𝑡 ). ∆ 𝑥 = ∫𝑏 𝑓(𝑥)𝑑𝑥
𝑛
‖𝑃‖→0 𝑖= 1
𝑖 𝑖 𝑎
disebut integral tertentu (integral Riemann) fungsi 𝑓 dari 𝑎 ke 𝑏.
b. Teorema-teorema Integral
Tertentu Definisi 4.5
𝑎
(1) Jika 𝑓(𝑎) terdefinisi maka ∫ 𝑎 𝑓(𝑥)𝑑𝑥 = 0
𝑎 𝑎 𝑏
(2) Jika 𝑎 > 𝑏 dan ∫ 𝑓(𝑥)𝑑𝑥 terdefinisi, maka ∫ 𝑓(𝑥)𝑑𝑥 = − ∫ 𝑓(𝑥)𝑑𝑥
𝑏 𝑏 𝑎
Teorema 4.8
Jika fungsi 𝑓 kontinu pada selang [𝑎,], maka 𝑓 terintegral secara Riemann pada
selang [𝑎,].

Teorema 4.9
𝑏 𝑛
∫ 𝑑𝑥 = lim ∑ ∆ 𝑥 = 𝑏 − 𝑎
𝑖
𝑎
‖𝑃‖→0
𝑖=1
Teorema 4.10
𝑛
𝑏 ∑ 𝐾. ∆𝑖 𝑥 = 𝐾. (𝑏 − 𝑎)
∫ 𝐾𝑑𝑥 = lim
𝑎 ‖𝑃‖→0
𝑖=1
Teorema 4.11
(Kelinearan)
Jika fungsi-fungsi f dan g terintegral pada selang [𝑎, 𝑏], maka fungsi-fungsi
(𝑓 +𝑏𝑔) dan 𝐾. 𝑓 dengan K𝑏 konstanta terintegralkan,
𝑏 yaitu :
(1) ∫ [𝑓(𝑥) + 𝑔(𝑥)]𝑑𝑥 = ∫ 𝑓(𝑥)𝑑𝑥 + ∫ 𝑔(𝑥)𝑑𝑥, dan
𝑏𝑎 𝑏 𝑎 𝑎
(2) ∫ 𝐾. 𝑓(𝑥)𝑑𝑥 = 𝐾. ∫ 𝑓(𝑥)𝑑𝑥
𝑎 𝑎

Teorema 4.12 (Sifat Penjumlahan Selang)


Jika fungsi f kontinu pada suatu selang yang memuat a,b dan c maka
𝑏 𝑐 𝑏
∫ 𝑓(𝑥)𝑑𝑥 = ∫ 𝑓(𝑥)𝑑𝑥 + ∫ 𝑓(𝑥)𝑑𝑥
𝑎 𝑎 𝑐
Tanpa memperhatikan urutan a,b dan c.
Teorema 4.13
Jika 𝑓 terintegral pada selang [𝑎, 𝑏] dan 𝑓(𝑥) ≥ 0 pada selang [𝑎, 𝑏] maka
𝑏
∫ 𝑎 𝑓(𝑥)𝑑𝑥 ≥ 0
Teorema 4.14
Jika 𝑓 dan 𝑔 terintegral pada selang [𝑎, 𝑏] dan 𝑓(𝑥) ≤ 𝑔(𝑥) pada [𝑎, 𝑏] maka
𝑏 𝑏
∫𝑎 𝑓(𝑥)𝑑𝑥 ≤ ∫𝑎 𝑔(𝑥)𝑑𝑥
Teorema 4.15
Jika f kontinu pada selang
[𝑎, 𝑏], 𝑚 = min 𝑓(𝑥) dan[𝑎, 𝑏], 𝑀 = max 𝑓(𝑥) , 𝑚𝑎𝑘𝑎
𝑎≤𝑥≤𝑏 𝑎≤𝑥≤𝑏
𝑏
𝑚(𝑏 − 𝑎) ≤ ∫ 𝑓(𝑥)𝑑𝑥 ≤ 𝑀(𝑏 − 𝑎)
𝑎

1) Teorema Dasar Kalkulus 1: Pendiferensialan Integral Tertentu terhadap Batas


Atasnya
Teorema 4.16 (Teorema Dasar Kalkulus 1)
Jika 𝑓 kontinu pada selang [𝑎,𝑏] dan 𝑥 suatu titik dalam [𝑎,𝑏], maka

𝑎𝑑[∫ 𝑥
= 𝑓(𝑥)
𝑓(𝑡)𝑑𝑡 ]

𝑑𝑥
Teorema 4.17 (Teorema Nilai Rata-rata untuk Integral)
Jika 𝑓 kontinu pada selang [𝑎,𝑏] dan maka terdapat suatu bilangan 𝑐 antara 𝑎 dan 𝑏
sedemikian1 hingga
𝑏 𝑏
𝑓(𝑐) = ∫ 𝑓(𝑡)𝑑𝑡 𝑎𝑡𝑎𝑢 ∫ 𝑓(𝑡)𝑑𝑡 = 𝑓(𝑐)(𝑏 − 𝑎)
𝑏−𝑎 𝑎 𝑎
Teorema 4.18 (Teorema Substitusi dalam Integral Tertentu)
Jika 𝑔 mempunyai turunan kontinu pada [𝑎,𝑏] dan 𝑓 kontinu pada daerah nilai 𝑔
maka
𝑏 𝑔(𝑏)
∫ 𝑓(𝑔(𝑥))𝑔′(𝑥)𝑑𝑥 = ∫ 𝑓(𝑢)𝑑𝑢
𝑎 𝑔(𝑎)

2) Teorema Dasar Kalkulus 2


Teorema 4.19 (Teorema Dasar Kalkulus 2)
Jika 𝑓(𝑥) kontinu pada [𝑎,𝑏] dan 𝐹(𝑥) sebarang anti turunan 𝑓(𝑥), maka
𝑏
𝐿 = ∫ 𝑓(𝑥) 𝑑𝑥 = 𝑭(𝒃) − 𝑭(𝒂). Selanjutnya ditulis 𝐹(𝑏) − 𝐹(𝑎) = [𝑓(𝑥)]𝑏
𝑎 𝑎

Teorema 4.20
Jika f fungsi genap, yaitu suatu fungsi yang memenuhi sifat 𝑓(−𝑥) = 𝑓(𝑥), maka
𝑎
∫−𝑎 𝑓(𝑥) 𝑑𝑥 = 0
Jika f fungsi ganjil, yaitu suatu fungsi yang memenuhi sifat 𝑓(−𝑥) = −𝑓(𝑥), maka
4. Aplikasi Integral
a. Luas Daerah pada Bidang Datar
Definisi 4.6
Dipunyai D adalah daerah yang dibatasi oleh grafik fungsi 𝑓 dengan 𝑓(𝑥) ≥ 0 untuk
semua 𝑥 ∈ [𝑎, 𝑏], 𝑥 = 𝑎, 𝑥 = 𝑏, dan sumbu X. Jika 𝐿 adalah luas daerah 𝐷, maka
𝑏
𝐿 = ∫ 𝑓(𝑥) 𝑑𝑥
𝑎

Definisi 4.7
Dipunyai D adalah daerah yang dibatasi dua grafik fungsi 𝑓 dan 𝑔 dengan 𝑓(𝑥) ≥
𝑔(𝑥) untuk semua 𝑥 ∈ [𝑎, 𝑏], 𝑥 = 𝑎,dan 𝑥 = 𝑏. Jika 𝐿 adalah luas daerah 𝐷,
maka
𝑏
𝐿 = ∫[𝑓(𝑥) − 𝑔(𝑥)] 𝑑𝑥
𝑎

Teorema 4.21
Dipunyai D adalah daerah yang dibatasi oleh grafik fungsi 𝑓 yang kontinu pada
[𝑎,] dan (𝑥)<0 untuk semua 𝑥∈[𝑎,𝑏], sumbu X, 𝑥 = 𝑎, dan 𝑥 = 𝑏. Jika L adalah luas
𝑏
daerah D, maka 𝐿 = − ∫ 𝑎𝑓(𝑥)𝑑𝑥

Teorema 4.22
Jika D adalah daerah daerah tertutup yang dibatasi grafik fungsi 𝑓, garis 𝑥 = 𝑎, 𝑥 =
𝑏
𝑏, dan sumbu X maka 𝐿 = ∫ |𝑓(𝑥)|𝑑𝑥
𝑎
b. Volume Benda Putar
1) Metode Cakram
Misalkan daerah D dibatasi oleh grafik 𝑓, sumbu 𝑋, 𝑥 = 𝑎, dan 𝑥 = 𝑏 diputar
dengan poros sumbu 𝑋 akan membangun suatu benda putar maka Volume cakram
𝑏
ke-i adalah 𝑉 = 𝜋 ∫ 𝑎[𝑓(𝑥)]2𝑑𝑥

2) Metode Cincin
Misalkan daerah D dibatasi oleh grafik fungsi 𝑔 dan ℎ dengan 𝑔(𝑥)≥ℎ(𝑥) pada
[𝑎,𝑏], 𝑥 = 𝑎, dan 𝑥 = 𝑏 maka volume cincin ke-𝑖 adalah
𝑏
𝑉 = 𝜋 ∫[(𝑔(𝑥))2 − (ℎ(𝑥))2] 𝑑𝑥
𝑎

3) Metode Sel Silinder (Kulit Tabung)


Dipunyai daerah 𝐷 yang dibatasi grafik fungsi kontinu 𝑓 dengan 𝑓(𝑥)≥0 pada
selang [𝑎,𝑏], garis 𝑥=𝑎, garis 𝑥=𝑏, dan sumbu 𝑋. Volume silinder ke-I adalah
𝑏
𝑉 = 2𝜋 ∫ 𝑥 𝑓(𝑥) 𝑑𝑥
𝑎
c. Panjang Busur Suatu Grafik Fungsi
Dipunyai fungsi 𝑓 kontinu pada selang [𝑎, 𝑏]. Akan dihitung panjang busur grafik
𝑓 dari titik (𝑎, 𝑓(𝑎)) sampai titik (𝑏, 𝑓(𝑏))
𝑏
𝑗 = ∫ √1 + (𝑓′(𝑥))2𝑑𝑥
𝑎
d. Luas Permukaan Benda Putar
Dipunyai 𝐷 adalah daerah yang dibatasi oleh grafik fungsi kontinu 𝑓 pada selang
[𝑎, 𝑏] diputar mengelilingi sumbu 𝑋
𝑏
𝑆 = 2𝜋 ∫ 𝑓(𝑥) . √1 + (𝑓′(𝑥))2𝑑𝑥
𝑎
2 Daftar materi 1. Pembuktian Fungsi limit
yang sulit 2. Limit trigonometri
dipahami di 3. Turunan fungsi implisit
4. Turunan trigonometri
modul ini
5. Integral parsial
6. Integral fungsi trigonometri

3 Daftar materi 1. Jenis-jenis Fungsi


yang sering 2. Volume benda putar
mengalami
miskonsepsi
LK 0.1: Lembar Kerja Belajar Mandiri

Judul Modul Kombinatorika dan Statistika


Judul Kegiatan Belajar (KB) 1. Kaidah Pencacahan, Permutasi dan
Kombinasi
2. Teori Peluang
3. Ukuran Pemusatan dan Ukuran
Penyebaran
4. Pembelajaran Kombinatorika dan
Statistika
No Butir Refleksi Respon/Jawaban
1 Garis besar materi yang Kegiatan Belajar 1
dipelajari 1. Jika suatu kejadian dapat terjadi dalam 𝑘1 cara,
kejadian kedua dapat terjadi dalam 𝑘2 cara, dan
seterusnya kejadian ke-n dapat terjadi dalam 𝑘𝑛 cara
pasangan kejadian dapat terjadi dalam 𝑘1 𝑘2 𝑘3 … 𝑘𝑛
cara.
2. Jika suatu kejadian dapat terjadi dalam 𝑚 cara dan
kejadian kedua dapat terjadi dalam 𝑛 cara, maka
kejadian memilih salah satu cara ada sebanyak 𝑚 + 𝑛
cara.
3. Banyaknya permutasi 𝑟 obyek yang diambil dari 𝑛
obyek berbeda, dengan 𝑟 ≤ 𝑛 adalah 𝑃𝑛𝑟 yang
didefinisikan dengan :
n!
𝑃𝑛𝑟 = (n − r)!
4. Banyaknya permutasi n unsur yang memuat k unsur
yang sama, m unsur yang sama dan p unsur yang sama
dengan 𝑘 + 𝑚 + 𝑝 ≤ 𝑛 ditentukan dengan rumus :
n!
𝑃=
k!m!p!
5. Banyaknya permutasi siklis dari n unsur tersebut
dirumuskan dengan :
6. (𝑠𝑖𝑘𝑙𝑖𝑠) = (𝑛 − 1)!
7. Banyaknya kombinasi 𝑟 unsur yang diambil dari 𝑛
unsur yang tersedia dengan 𝑟 ≤ 𝑛 dirumuskan dengan:
n!
𝐶𝑛𝑟 =
(n − r)!r!
8. Penjabaran dari (𝑎 + 𝑏)𝑛 adalah : (𝑎 + 𝑏)𝑛 =
𝑛𝐶𝑜(𝑎)0(𝑏)𝑛 + 𝑛𝐶1(𝑎)1(𝑏)𝑛 − 1 + 𝑛𝐶2(𝑎)2(𝑏)𝑛 − 2 +
⋅⋅⋅ + 𝑛𝐶𝑛 − 1(𝑎)𝑛 − 1(𝑏)1 + 𝑛𝐶𝑛(𝑎)𝑛(𝑏)0
Kegiatan Belajar 2
1. Jika ruang sampel S mempunyai anggota yang
berhingga banyaknya dan setiap titik sampel
mempunyai kesempatan untuk muncul yang sama, dan
A suatu kejadian munculnya percobaan tersebut, maka
peluang kejadian A dinyatakan dengan :
𝑛 (𝐴)
P(A) = 𝑛 (𝑆)
2. Frekuensi harapan suatu kejadian pada suatu percbaan
adalah hasil kali peluang dengan frekuensi percobaan
A, dinyatakan dengan rumus: Fh(A) = P(A) x n
3. Peluang suatu kejadian mempunyai nilai 0 ≤P ≤ 1,
artinya : jika P = 0 maka kejadian dari suatu peristiwa
adalah mustahil atau tidak pernah terjadi, dan jika P =
1 maka suatu peristiwa pasti terjadi.
4. Jika 𝐴𝑐 menyatakan komplemen dari kejadian A, maka
: P(AC) = 1 – P(A)
5. Jika ada kejadian A dan B maka : P (A ∪ B) = P(A) +
P(B) – P(A ∩ B)
6. Jika kejadian A dan B saling lepas maka : P (A ∪ B) =
P(A) + P(B)
7. Jika A dan B adalah dua kejadian dalam ruang sampel
S dan P(A) ≠ 0, maka peluang bersyarat dari B yang
diberikan A didefinisikan sebagai :
𝑃(𝐴∩𝐵)
P(𝐵 |𝐴) = atau P(A ∩ B) = P(A). P(𝐵|𝐴)
𝑃(𝐴)
8. Jika A dan B merupakan dua kejadian yang saling
bebas maka peluang kejadian A dan B adalah : P(A ∩
B) = P(A) x P(B)
Kegiatan Belajar 3
1. Penyusunan distribusi frekuensi diawali dengan
menentukan banyaknya interval kelas yang efisien
biasanya antara 5 dan 15 atau dengan menggunakan
Rumus Sturges yaitu : 𝑘 = 1 + 3,322 𝑙𝑜𝑔𝑛. Sedangkan
lebar interval kelas ditentukan dengan membagi
jangkauan (yaitu selisih antara harga terbesar dan
terkecil) dengan banyak interval kelas yang digunakan.
2. Penggambaran Distribusi Frekuensi dilakukan dengan
beberapa cara antara lain : histogram, poligon dan
ogive.
3. Rumus Mean :

4. Rumus Median :

5. Rumus Modus : Data tidak dikelompokkan :


merupakan data yang paling banyak muncul, jika
semua data punya frekuensi yang sama banyak maka
tidak ada Modus.
6. Rumus Jangkauan : data terbesar - data terkecil.
7. Rumus Deviasi Rata-rata :

8. Rumus Varian :

9. Rumus Standar Deviasi :

Kegiatan Belajar 4
1. Pembelajaran pada materi Kaidah Pencacahan dapat
dilaksanakan dengan model Discovery Learning
dengan sintaks sebagai berikut.
1) Stimulation (stimulasi / pemberian rangsangan)
2) Problem Statement (identifikasi masalah)
3) Data Collecting (pengumpulan data)
4) Data Processing (pengolahan data)
5) Verification (pembuktian)
6) Generalization (menarik kesimpulan)
2. Pembelajaran pada materi Peluang Kejadian Majemuk
dapat dilaksanakan dengan Model Problem Based
Learning dengan sintaks sebagai berikut.
1) Orientasi peserta didik kepada masalah
2) Mengorganisasi peserta didik
3) Membimbing penyelidikan individu dan
kelompok
4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
5) Menganalisis dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah
3. Pembelajaran pada materi Statistika dapat
dilaksanakan dengan Model Project Based Learning
dengan sintaks sebagai berikut.
1) Start with the big question (membuka pertanyaan
dengan suatu pertanyaan menantang)
2) Design a plan for the project (merencanakan
proyek)
3) Create schedule (menyusun jadwal aktivitas)
4) Monitor the students and the progress of the
project (mengawasi jalannya proyek)
5) Assess the outcome (penilaian terhadap produk
yang dihasilkan)
6) Evaluate the experience (evaluasi)
4. Dalam kegiatan pembelajaran dengan sintaks tersebut
juga mengintegrasikan PPK, 4C, dan literasi yaitu
sebagai berikut.
1. PPK
a. Religius
Sikap religius mencerminkan keberimanan dan
ketakwaan kepada Tuhan yang Maha Esa.
b. Integritas
Integritas artinya selalu berupaya menjadikan dirinya
sebagai orang yang bisa dipercaya dalam perkataan,
tindakan, dan pekerjaan.
c. Mandiri
Mandiri artinya tidak bergantung pada orang lain dan
menggunakan tenaga, pikiran, dan waktu untuk
merealisasikan harapan, mimpi, dan cita-cita.
d. Nasionalis
Nasionalis berarti menempatkan kepentingan bangsa
dan negara di atas kepentingan pribadi dan kelompok.
e. Gotong Royong
Gotong royong menerminkan tindakan mengahargai
kerja sama dan bahu membahu menyelesaikan
persoalan bersama.
2. 4C
a. Communication (Komunikasi)
Komunikasi adalah sebuah kegiatan mentransfer
sebuah informasi baik secara lisan maupun tulisan.
b. Collaborative (Kolaborasi)
Kolaborasi adalah kemampuan berkolaborasi atau
bekerja sama, saling bersinergi, beradaptasi dalam
berbagai peran dan tanggungjawab; bekerja secara
produktif dengan yang lain; menempatkan empati pada
tempatnya; menghormati perspektif berbeda.
c. Critical Thinking and Problem Solving (Berpikir
Kritis dan Pemecahan Masalah)
Berpikir kritis dan pemecahan masalah adalah
kemampuan untuk memahami sebuah masalah yang
rumit, mengkoneksikan informasi satu dengan
informasi lain, sehingga akhirnya muncul berbagai
perspektif, dan menemukan solusi dari suatu
permasalahan.
d. Creativity and Innovation (Kreativitas dan Inovasi)
Kreativitas dan inovasi adalah kemampuan untuk
mengembangkan, melaksanakan, dan menyampaikan
gagasan-gagasan baru kepada yang lain; bersikap
terbuka dan responsif terhadap perspektif baru dan
berbeda.
3. Lliterasi
Literasi atau melek matematis didefinisikan sebagai
kemampuan seseorang individu merumuskan,
menggunakan, dan menafsirkan matematika dalam
berbagai konteks. Hal-hal tersebut diatas harus tertulis
dalam RPP yang dibuat oleh pendidik.
2 Daftar materi yang sulit 1. Prinsip inklusi dan eksklusi
dipahami di modul ini 2. Ukuran penyebaran / dispersi
3 Daftar materi yang sering 1. Membedakan soal cerita permutasi dan kombinasi
mengalami miskonsepsi 2. Menentukan rumus permutasi dan kombinasi pada
soalcerita
LK 0.1: Lembar Kerja Belajar Mandiri

Judul Modul Bilangan


Judul Kegiatan Belajar (KB) 1. Keterbagian, Faktor Bilangan, Bilangan Prima,
Kelipatan Bilangan
2. Kongruensi Modulo
3. Notasi Sigma, Barisan dan Deret
4. Induksi Matematika
No Butir Refleksi Respon/Jawaban
1 Garis besar materi yang Kegiatan Belajar 1
dipelajari 1. Bilangan bulat 𝑎 membagi habis bilangan bulat 𝑏 (ditulis 𝑎|𝑏)
apabila terdapat bilangan bulat 𝑘 sehingga 𝑏 = 𝑎𝑘.
2. Istilah-istilah lain yang mempunyai arti sama dengan 𝑎|𝑏
adalah “𝑎 faktor dari 𝑏” atau “𝑎 pembagi 𝑏” atau “𝑏 kelipatan
𝑎”.
3. Beberapa sifat terkait keterbagian pada bilangan bulat:
- Jika 𝑎|𝑏 dan 𝑏|𝑐 maka 𝑎|𝑐.
- Jika 𝑎|𝑏 dan 𝑎|(𝑏 + 𝑐) maka 𝑎|𝑏.
- Jika 𝑝|𝑞, maka 𝑝|𝑞𝑟 untuk semua 𝑟 ∈ 𝑍.
- Jika 𝑝|𝑞 dan 𝑝|𝑟, maka 𝑝|𝑞 + 𝑟
4. Suatu bilangan bulat 𝑑 disebut faktor persekutuan dari 𝑎 dan 𝑏
apabila 𝑑|𝑎 dan 𝑑|𝑏.
5. Bilangan bulat positif 𝑑 disebut FPB dari 𝑎 dan 𝑏 jika dan
hanya jika:
(i). 𝑑|𝑎 dan 𝑑|𝑏
(ii). jika 𝑐|𝑎 dan 𝑐|𝑏 maka 𝑐 ≤ 𝑑.
6. Bilangan bulat 𝑎 dan 𝑏 disebut relatif prima (saling prima) jika
𝐹𝑃𝐵 (𝑎,𝑏) = 1.
7. Untuk setiap bilangan bulat positif 𝑎 dan 𝑏 terdapat dengan
tunggal bilangan bulat 𝑞 dan 𝑟 sedemikian sehingga 𝑏 = 𝑞𝑎 + 𝑟
dengan 0 ≤ 𝑟 < 𝑎.
8. Setiap bilangan asli lebih dari 1, mempunyai paling sedikit 2
faktor yakni 1 dan bilangan itu sendiri. Jika bilangan asli
hanya memiliki 2 faktor tersebut, maka bilangan tersebut
dinamakan bilangan prima.
9. Dua bilangan bulat 𝑎 dan 𝑏 dikatakan saling prima (relatif
prima) apabila 𝐹𝑃𝐵(𝑎,𝑏) = 1.
10. Selanjutnya jika 𝐹𝑃𝐵(𝑎1,𝑎2,𝑎3,…,𝑎𝑛) = 1 maka
𝑎1,𝑎2,𝑎3,…,𝑎𝑛 dikatakan saling prima. Jika 𝐹𝑃𝐵(𝑎𝑖,𝑎𝑗) = 1
untuk 𝑖 = 1,2,3,…,𝑛 dengan 𝑖 ≠ 𝑗 maka 𝑎1,𝑎2,𝑎3,…,𝑎𝑛 saling
prima dua-dua
11. Setiap bilangan positif yang lebih besar dari 1 dapat dibagi
oleh suatu bilangan prima.
12. Jika 𝑛 suatu bilangan komposit maka 𝑛 memiliki faktor 𝑘
dengan 1 < 𝑘 ≤ √𝑛.
13. Bilangan-bilangan bulat 𝑎1,𝑎2,…,𝑎𝑛 dengan 𝑎𝑖 ≠ 0 untuk 𝑖 =
1,2,…,𝑛 mempunyai kelipatan persekutuan 𝑏 jika 𝑎𝑖|𝑏 untuk
setiap 𝑖.
14. Jika 𝑎1,𝑎2,…,𝑎𝑛 bilangan-bilangan bulat dengan 𝑎𝑖 ≠ 0 untuk
𝑖 = 1,2,…,𝑛, maka kelipatan persekutuan terkecil (KPK) dari
bilangan-bilangan tersebut adalah bilangan bulat positif
terkecil di antara kelipatan-kelipatan persekutuan dari
𝑎1,𝑎2,…,𝑎𝑛.
15. Jika 𝑎 dan 𝑏 bilangan-bilangan bulat positif, maka 𝐾𝑃𝐾[𝑎,𝑏] ×
𝐹𝑃𝐵(𝑎,𝑏) = 𝑎𝑏.
Kegiatan Belajar 2
Definisi 2.1: 𝑎 ≡ 𝑏(𝑚𝑜𝑑 𝑚) jika dan hanya jika 𝑚│𝑝–𝑞
Definisi 2.2: Suatu himpunan {𝑥,𝑥,…,𝑥} disebut suatu sistem
residu lengkap modulo 𝑚. Jika dan hanya jika untuk setiap y
dengan 0 ≤ 𝑦 < 𝑚, ada satu dan hanya satu 𝑥 dengan 1 ≤ 𝑖 <
𝑚, sedemikian hingga 𝑦 ≡ 𝑥(𝑚𝑜𝑑 𝑚) atau 𝑥 ≡ 𝑦(𝑚𝑜𝑑 𝑚).
Definisi 2.3: Suatu himpunan bilangan bulat {𝑥1,𝑥2,…,𝑥𝑘}
disebut suatu sistem residu tereduksi modulo 𝑚 jika dan
hanya jika:
(a) (𝑥𝑖,𝑚) = 1,1 ≤ 𝑖 < 𝑘 (b) 𝑥𝑖 ≡ 𝑥𝑗(𝑚𝑜𝑑 𝑚) untuk setiap 𝑖 ≠ 𝑗
(c) Jika (𝑦,𝑚) = 1, maka 𝑦 ≡ 𝑥𝑖(𝑚𝑜𝑑 𝑚) untuk suatu 𝑖 =
1,2,…,𝑘
Definisi 2.4: Ditentukan 𝑚 adalah suatu bilangan bulat
positif.
Banyaknya residu di dalam suatu sistem residu tereduksi
modulo 𝑚 disebut fungsi 𝜙-Euler dari 𝑚, dan dinyatakan
dengan 𝜙(𝑚).

Terdapat 20 teorema kongruensi.


Teorema 2.1: Untuk bilangan bulat sebarang 𝑎 dan 𝑏, 𝑎 ≡ 𝑏
(𝑚𝑜𝑑 𝑚) jika dan hanya jika 𝑎 dan 𝑏 memiliki sisa yang sama
jika dibagi 𝑚.
Teorema 2.2: Kekongruenan sebagai relasi ekivalen.
Untuk 𝑚 bilangan bulat positif dan 𝑝,𝑞, dan 𝑟 bilangan bulat,
berlaku
(1) Sifat Refleksif 𝑝 ≡ 𝑝 (𝑚𝑜𝑑 𝑚) (2) Sifat Simetris 𝑝 ≡ 𝑞
(𝑚𝑜𝑑 𝑚) jika dan hanya jika 𝑞 ≡ 𝑝 (𝑚𝑜𝑑 𝑚) (3) Sifat
Transitif Jika 𝑝 ≡ 𝑞 (𝑚𝑜𝑑 𝑚) dan 𝑞 ≡ 𝑟 (𝑚𝑜𝑑 𝑚) maka 𝑝 ≡ 𝑟
(𝑚𝑜𝑑 𝑚)
Teorema 2.3: Jika 𝑝,𝑞,𝑟, dan 𝑚 adalah bilangan-bilangan
bulat dan 𝑚 > 0 sedemikian hingga 𝑝 ≡ 𝑞(𝑚𝑜𝑑 𝑚), maka:
(1) 𝑝 + 𝑟 ≡ 𝑞 + 𝑟(𝑚𝑜𝑑 𝑚) (2) 𝑝–𝑟 ≡ 𝑞–𝑟(𝑚𝑜𝑑 𝑚) (3) 𝑝𝑟 ≡
𝑞𝑟(𝑚𝑜𝑑 𝑚)
Teorema 2.4: Jika 𝑎 ≡ 𝑏 (𝑚𝑜𝑑 𝑚) dan 𝑐 ≡ 𝑑 (𝑚𝑜𝑑 𝑚) maka
(1) 𝑎 + 𝑐 ≡ 𝑏 + 𝑑 (𝑚𝑜𝑑 𝑚) (2) 𝑎 − 𝑐 ≡ 𝑏 − 𝑑 (𝑚𝑜𝑑 𝑚) (3) 𝑎𝑐
≡ 𝑏𝑑 (𝑚𝑜𝑑 𝑚)
Teorema 2.5: Jika 𝑎 ≡ 𝑏 (𝑚𝑜𝑑 𝑚) dan 𝑐 ≡ 𝑑 (𝑚𝑜𝑑 𝑚) maka
𝑎𝑥 + 𝑐𝑦 ≡ 𝑏𝑥 + 𝑑𝑦 (𝑚𝑜𝑑 𝑚)
Teorema 2.6 Jika 𝑝 ≡ 𝑝𝑞(𝑚𝑜𝑑 𝑚) maka 𝑝𝑟 ≡ 𝑞𝑟 (𝑚𝑜𝑑 𝑚𝑟).
Teorema 2.7: Jika 𝑎 ≡ 𝑏 (𝑚𝑜𝑑 𝑚) maka 𝑎𝑛 ≡ 𝑏𝑛 (𝑚𝑜𝑑 𝑚)
untuk 𝑛 bilangan bulat positif.
Teorema 2.8: Andaikan 𝑓 suatu polinom dengan koefisien
bilangan bulat, yaitu
𝑓(𝑥) = 𝑑0𝑥𝑛 + 𝑑1𝑥𝑛−1 + 𝑑2𝑥𝑛−2 + ⋯+ 𝑑𝑛−1𝑥 + 𝑑𝑛 Dengan
𝑑0,𝑑1,…,𝑑𝑛 masing-masing bilangan bulat. Jika 𝑎 ≡ 𝑏 (𝑚𝑜𝑑
𝑚) maka 𝑓(𝑎) ≡ 𝑓(𝑏)(𝑚𝑜𝑑 𝑚).
Teorema 2.9: Jika 𝑎 suatu solusi 𝑓(𝑥) ≡ 0(𝑚𝑜𝑑 𝑚) dan 𝑎 ≡ 𝑏
(𝑚𝑜𝑑 𝑚) maka 𝑏 juga solusi 𝑓(𝑥) itu.
Teorema 2.10: Jika 𝑑|𝑚 dan 𝑎 ≡ 𝑏(𝑚𝑜𝑑 𝑚) maka 𝑎 ≡ 𝑏 (𝑚𝑜𝑑
𝑑)
Teorema 2.11: Andaikan (𝑎,𝑚) = 𝑑
𝑎𝑥 = 𝑎𝑦 (𝑚𝑜𝑑 𝑚) jika dan hanya jika 𝑥 ≡ 𝑦 (𝑚𝑜𝑑 𝑚 𝑑
)
Teorema 2.12: Andaikan (𝑎,𝑚) = 1.
𝑎𝑥 ≡ 𝑎𝑦 (𝑚𝑜𝑑 𝑚) jika dan hanya jika 𝑥 ≡ 𝑦 (𝑚𝑜𝑑 𝑚)
Teorema 2.13: Jika 𝑎𝑥 ≡ 𝑎𝑦 (𝑚𝑜𝑑 𝑝) dengan 𝑝 ∤ 𝑎 dan 𝑝
bilangan basit, maka 𝑥 ≡ 𝑦 (𝑚𝑜𝑑 𝑝)
Teorema 2.14: Diketahui bilangan-bilangan bulat 𝑎,𝑝,𝑞,𝑚,
dan 𝑚 > 0.
(1) 𝑎𝑝 ≡ 𝑎𝑞(𝑚𝑜𝑑 𝑚) jika dan hanya jika 𝑝 ≡ 𝑞 (𝑚𝑜𝑑 𝑚 (𝑎,𝑚)
)
(2) 𝑝 ≡ 𝑞(𝑚𝑜𝑑 𝑚1) dan 𝑝 ≡ 𝑞(𝑚𝑜𝑑 𝑚2) jika dan hanya jika 𝑝
≡ 𝑞(𝑚𝑜𝑑[𝑚1,𝑚2])
Teorema 2.15: Ditentukan (𝑎,𝑚) = 1
Jika {𝑥1,𝑥2,…,𝑥𝑘} adalah suatu sistem residu modulo 𝑚
yang lengkap atau tereduksi, maka {𝑎𝑥1,𝑎𝑥2,…,𝑎𝑥𝑘} juga
merupakan suatu sistem residu modulo 𝑚 yang lengkap atau
tereduksi.
Teorema 2.16: Jika 𝑎,𝑚 ∈ Ζ dan 𝑚 > 0 sehingga (𝑎,𝑚) = 1,
maka 𝑎𝜙(𝑚) ≡ 1(𝑚𝑜𝑑 𝑚)
Teorema 2.17: Jika 𝑝 adalah suatu bilangan prima dan 𝑝 tidak
membagi 𝑎, maka 𝑎𝑝−1 ≡ 1(𝑚𝑜𝑑 𝑝)
Teorema 2.18: Jika (𝑎,𝑚) = 1, maka hubungan 𝑎𝑥 ≡ 𝑏(𝑚𝑜𝑑
𝑚) mempunyai selesaian 𝑥 = 𝑎𝜙(𝑚)−1.𝑏 + 𝑡𝑚
Teorema 2.19: Jika 𝑝 adalah suatu bilangan prima, maka (𝑝–
1)! ≡ −1(𝑚𝑜𝑑 𝑝)
Teorema 2.20: Jika 𝑛 adalah suatu bilangan bulat positif
sehingga (𝑛–1)! ≡ –1(𝑚𝑜𝑑 𝑛), maka 𝑛 adalah suatu bilangan
prima.
Kegiatan Belajar 3
1. Definisi Notasi Sigma secara umum adalah

2. Sifat-sifat Notasi Sigma adalah:

3. Dengan memperhatikan pola suku-suku di atas kita dapat


menyimpulkan rumus umum suku ke –n adalah:

Dengan 𝑢𝑛 = suku ke-n 𝑎 = suku pertama dan 𝑏 = beda


4. Jika ditulis dalam bentuk notasi sigma, jumlah 𝑛 suku
pertama deret aritmetika dinyatakan sebagai

Dengan demikian jumlah 𝑛 suku pertama dan 𝑛 − 1 suku


pertama deert aritmetika dapat dinyatakan sebagai

Dengan mengurangkan 𝑆𝑛 dengan 𝑆𝑛−1 terlihat dengan jelas


bahwa

5. Rumus umum suku ke-n barisan geometri

6. dengan 𝑢𝑛 = suku ke-n, 𝑎 = suku pertama, 𝑟 = rasio Rumus


umum jumlah n suku pertama deret geometri

Kegiatan Belajar 4
Induksi matematika adalah proses pembuktian teorema umum
atau rumus dari kasus-kasus khusus.
Misalkan {𝑃𝑛} adalah suatu barisan proposisi (pernyataan)
yang memenuhi kedua persyaratan ini:
(i) (i) 𝑃𝑁 adalah benar (biasanya 𝑁 adalah 1).
(ii) (ii) Kebenaran 𝑃𝑘 mengimplikasikan kebenaran 𝑃𝑘+1
≥ 𝑁. Maka, 𝑃𝑛 adalah benar untuk setiap bilangan
bulat 𝑛 ≥ 𝑁.
2 Daftar materi yang sulit 1. Teorema-Teorema dalam Kongruensi Modulo
dipahami di modul ini 2. Teorema-Teorema dalam Sistem Residu
3. Golden Ratio
4. Induksi Matematika
3 Daftar materi yang sering 1. Pembuktian Teorema-teorema dalam kongruensi Modulo
mengalami miskonsepsi dan Sistem Residu
LK 0.1: Lembar Kerja Belajar Mandiri

Judul Modul Logika Matematika


Judul Kegiatan Belajar (KB) 1. Kalimat, Pernyataan dan Tabel
Kebenaran
2. Kuantor, Tautologi, Kontradiksi
3. Aljabar Proposisi, Argumen dan
Inferensi
4. Aturan Buku Bersyarat dan Bukti
Tak Langsung
No Butir Refleksi Respon/Jawaban
1 Garis besar materi yang dipelajari Kegiatan Belajar 1
1. Pernyataan merupakan kalimat-kalimat yang
berarti menerangkan (kalimat deklaratif).
2. Kalimat terbuka adalah kalimat yang belum/tidak
dapat ditentukan nilai kebenarannya.
3. Pernyataan adalah kalimat yang sudah dapat
ditentukan nilai kebenarannya.
4. Negasi suatu pernyataan adalah pernyataan yang
bernilai salah jika pernyataan semula benar, dan
sebaliknya.
5. Tabel kebenaran dari konjungsi adalah sebagai
berikut.

6. Tabel kebenaran dari disjungsi inklusif adalah


sebagai berikut.

7. Tabel kebenaran dari disjungsi ekslusif adalah


sebagai berikut

8. Tabel kebenaran dari implikasi adalah sebagai


berikut.
9. Tabel kebenaran dari biimplikasi adalah sebagai
berikut.

Kegiatan Belajar 2
1. Kata-kata yang biasa digunakan dalam kuantor
universal adalah “semua”, “setiap”, “untuk
semua”, atau “untuk setiap”. Kuantor universal
dilambangkan dengan ∀.
2. Pernyataan matematika yang dilengkapi dengan
kata-kata “terdapat”, “ada”, “sekurangkurangnya
satu” , atau “beberapa” merupakan pernyataan
berkuantor eksistensial. Kuantor eksistensial
dilambangkan dengan ∃. Lambang ∃! dibaca:
“Terdapat dengan tunggal”.
3. Tautologi adalah pernyataan majemuk yang selalu
bernilai benar untuk setiap substitusi pernyataan
tunggalnya.
4. Kontradiksi adalah pernyataan yang selalu
bernilai salah untuk setiap substitusi nilai
kebenaran pernyataan tunggalnya.
5. Sifat-sifat pernyataan-pernyataan yang ekivalen
(berekivalensi logis) adalah:
1) 𝑝 ≡ 𝑝
2) Jika 𝑝 ≡ 𝑞 maka 𝑞 ≡ 𝑝
3) Jika 𝑝 ≡ 𝑞 dan 𝑞 ≡ 𝑟 maka 𝑝 ≡ 𝑟
6. Teorema DeMorgan Misalkan 𝑝(𝑥) adalah sebuah
fungsi proposisional pada 𝐴, maka ~(∀𝑥 ∈ 𝐴)𝑝(𝑥)
≡ (∃𝑥 ∈ 𝐴)~𝑝(𝑥); ~(∃𝑥 ∈ 𝐴)𝑝(𝑥) ≡ (∀𝑥 ∈ 𝐴)~𝑝(𝑥).
Kegiatan Belajar 3
1. Di bawah ini disajikan daftar aturan penggantian
untuk keperluan deduksi:
a. Hukum Idempoten
•𝑝∨𝑝≡𝑝
•𝑝∧𝑝≡𝑝
b. Hukum Asosiatif
• (𝑝 ∨ 𝑞) ∨ 𝑟 ≡ 𝑝 ∨ (𝑞 ∨ 𝑟)
• (𝑝 ∧ 𝑞) ∧ 𝑟 ≡ 𝑝 ∧ (𝑞 ∧ 𝑟)
c. Hukum Komutatif
•𝑝∨𝑞≡𝑞∨𝑝
•𝑝∧𝑞≡𝑞∧𝑝
d. Hukum Distributif
• 𝑝 ∨ (𝑞 ∧ 𝑟) ≡ (𝑝 ∨ 𝑞) ∧ (𝑝 ∨ 𝑟)
• 𝑝 ∧ (𝑞 ∨ 𝑟) ≡ (𝑝 ∧ 𝑞) ∨ (𝑝 ∧ 𝑟)
e. Hukum Identitas
•𝑝∨𝐹≡𝑝
•𝑝∧𝑇≡𝑝
f. Hukum null/Dominasi
•𝑝∧𝐹≡𝐹
•𝑝∨𝑇≡𝑇
g. Hukum Komplemen (Negasi)
•𝑝∨∼𝑝≡𝑇
•𝑝∧∼𝑝≡𝐹
•∼𝑇≡𝐹
•∼𝐹≡𝑇
h. Hukum Involusi (Negasi Ganda)
∼ (∼ 𝑝) ≡ 𝑝 i.
i. Hukum Penyerapan (Absorpsi)
• 𝑝 ∨ (𝑝 ∧ 𝑞) ≡ 𝑝
• 𝑝 ∧ (𝑝 ∨ 𝑞) ≡ 𝑝
j. Hukum Transposisi
𝑝 ⇒ 𝑞 ≡ ∼ 𝑞 ⇒∼ 𝑝
k. Hukum Implikasi
𝑝⇒𝑞≡∼𝑝∨𝑞
l. Hukum Ekivalensi
• 𝑝 ⟺ 𝑞 ≡ (𝑝 ⇒ 𝑞) ∧ (𝑞 ⇒ 𝑝)
• 𝑝 ⟺ 𝑞 ≡ (𝑝 ∧ 𝑞) ∨ (∼ 𝑞 ∧ ∼ 𝑝)
m. Hukum Eksportasi
(𝑝 ∧ 𝑞) ⇒ 𝑟 ≡ 𝑝 ⇒ (𝑞 ⇒ 𝑟)
n. Hukum DeMorgan
• ∼ (𝑝 ∨ 𝑞) ≡∼ 𝑝 ∧ ∼ 𝑞
• ∼ (𝑝 ∧ 𝑞) ≡ ∼ 𝑝 ∨ ∼ 𝑞
2. Berikut beberapa metode inferensi berdasarkan
bentuk argumennya:
a. Modus Ponens
Premis 1 : 𝑝 ⟹ 𝑞
Premis 2 : 𝑝
Kesimpulan : 𝑞
b. Modus Tollens
Premis 1 : 𝑝 ⟹ 𝑞
Premis 2 : ∼ 𝑞
Kesimpulan : ∼ 𝑝
c. Silogisme Hipotesis
Premis 1 : 𝑝 ⟹ 𝑞
Premis 2 : 𝑞 ⟹ 𝑟
Kesimpulan : 𝑝 ⟹ 𝑟
d. Silogisme Disjungtif
Premis 1 : 𝑝 ∨ 𝑞
Premis 2 : ∼ 𝑞
Kesimpulan : 𝑝
e. Simplifikasi
Premis : 𝑝 ∧ 𝑞
Kesimpulan : 𝑝
Atau
Premis : 𝑝 ∧ 𝑞
Kesimpulan : 𝑞
f. Penambahan Disjungtif
Premis : 𝑝
Kesimpulan : 𝑝 ∨ 𝑞
g. Konjungsi
Premis 1 : 𝑝
Premis 2 : 𝑞
Kesimpulan : 𝑝 ∧ 𝑞
h. Dilema
Premis 1 : 𝑝 ∨ 𝑞
Premis 2 : 𝑝 ⟹ 𝑟
Premis 3 : 𝑞 ⟹ 𝑟
Kesimpulan : 𝑟
i. Dilema Konstruktif
Premis 1 : (𝑝 ⟹ 𝑞) ∧ (𝑟 ⟹ 𝑠)
Premis 2 : 𝑝 ∨ 𝑟
Kesimpulan : 𝑞 ∨ 𝑠
j. Dilema Destruktif
Premis 1 : (𝑝 ⟹ 𝑞) ∧ (𝑟 ⟹ 𝑠)
Premis 2 : ∼ 𝑞 ∨∼ 𝑠
Kesimpulan : ∼ 𝑝 ∨∼ 𝑟
Kegiatan Belajar 4
1. Aturan untuk membantu membuktikan kesahan
suatu argumen di antaranya adalah sebagai berikut.
a) Modus Ponens,
b) Modus Tollens,
c) Silogisme,
d) Silogisme Disjungtif,
e) Konstruktif Dilema,
f) Destruktif Dilema,
g) Aturan Konjungsi,
h) Aturan Penyederhanaan,
i) Aturan Penambahan.
2. Langkah-langkah dalam pembuktian Aturan Bukti
Bersyarat adalah sebagai berikut.
a) Menulis premis-premis yang diketahui.
b) Menarik anteseden dari konklusi menjadi
premis baru (premis tambahan) dan konsekuennya
merupakan konklusi dari argument (konklusi
baru).
c) Menggunakan aturan penyirnpulan dan hukum
penggantian untuk menemukan konlusi sesuai
dengan konklusi baru.
3. Selain dengan cara Aturan Bukti Bersyarat masih
ada cara lain untuk membuktikan kesahan argumen
yaitu dengan Bukti Tak Langsung (Reductio Ad
Absordum). Langkah-langkah bukti tak langsung
adalah sebagai berikut.
a) Menulis premis-premis yang diketahui.
b) Menarik ingkaran dari konklusi menjadi premis
baru (premis tambahan).
c) Dengan menggunakan aturan penyirnpulan dan
hukum penggantian ditunjukkan adanya
kontradiksi.
d) Setelah ditemukan kontradiksi kita tinggal
menggunakan prinsip Adisi dan Silogisme
Disjungtif.
2 Daftar materi yang sulit dipahami di 1) Pembuktian sebuah argumen dengan
modul ini menggunakan Aturan buktiBersyarat
2) Pembuktian sebuah argumen dengan
menggunakan Bukti Tak Langsung
3 Daftar materi yang sering mengalami 1) Dilema Konstruktif dan Dilema Destruktif
miskonsepsi

Anda mungkin juga menyukai