Anda di halaman 1dari 29

LANDASAN TEORI

2.1 Sandblasting
2.1.1 Pengertian Sandblasting
Proses sandblasting adalah proses penyemprotan abrasif material biasanya
berupa pasir silika atau steel grit dengan tekanan tinggi pada suatu permukaan.
Proses ini umumnya digunakan untuk membersihkan permukaan baja yang akan
dicoating. Pembersihan dengan abrasif, pada prinsipnya menggunakan peristiwa
impact, partikel pasir yang berkecepatan tinggi menabrak permukaan baja.
Akibatnya, kontaminan yang ada dipermukaan seperti karat, kotoran, debu, dan
bekas coating bisa dibersihkan dari permukaan. Disamping membersihkan
permukaan, proses sandblasting juga bertujuan untuk membuat kekasaran
permukaan atau menciptakan profil. Sehingga daya rekat antara material coating
dan benda kerja maksimal (Rosidah dkk, 2015).
Proses sandblasting memiliki keunggulan yaitu lebih cepat dalam
pengerjaannya, flexibel dalam mengikuti bentuk benda kerja yang berlekuk rumit
dan lebih mudah untuk membentuk profil hasil kekasaran. Pembersihan dengan
menggunakan sandblasting harus dilaksanakan dengan tepat ukuran sehingga
efeknya tepat guna, sebab jika dilaksanakan secara berlebihan maka bukannya
membersihkan permukaan, justru memperparah kedaan karena material menjadi
rusak. Ada beberapa parameter yang mempengaruhi produktivitas sandblasting
terhadap material logam yaitu, ukuran butiran pasir, tekanan penyemprotan, sudut
penyemprotan, waktu penyemprotan dan jarak penyemprotan. (Rosidah dkk, 2015).
Salah satu aplikasi sandblasting pada industi migas yaitu untuk perawatan
kilang seperti perbaikan atau pengeatan tangki. Sementara pada industri galangan
kapal adalah proses pembersihan kapal namun penggunaan pasir silika untuk
pembersiham kapal sudah dilarang karena menghasilkan debu yang berbahaya bagi
kesehatan. Contoh hasil proses sandblasting bisa dilihat pada Gambar 2.1.

4
Before After

Gambar 2.1 Contoh Hasil Proses Sandblasting


(mpumalangarubber.co.za)

2.1.2 Jenis-jenis Sandblasting


1. Dry Sandblasting
Dry sandblasting adalah proses penyemprotan dengan menggunakan media
abrasif kering. Proses ini merupakan proses yang paling umum digunakan oleh
perusahaan penyedia jasa sandblasting. Pembersihan dengan metode ini dilakukan
dengan cara menembakkan partikel padat seperti pasir silika, steel grit, steel shot,
coal slag dan garnet ke suatu permukaan material dengan tekanan tinggi sehingga
akan menimbulkan debu yang berterbangan saat sandblasting. Selain itu rentan
menimbulkan percikan api karena gesekan tekanan udara tinggi dengan material
yang di sandblasting. Maka dari itu proses ini memerlukan tempat khusus agar tidak
menimbulkan polusi yang dapat mengganggu aktifitas disekitarnya. Proses dry
sandblasting bias dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Dry Sandblasting (rentap.com.my)

5
2. Wet Sandblasting
Wet sandblasting adalah proses yang sama dengan dry sandblasting, bedanya
ditambahkan campuran air khusus yang sudah ditambahkan bahan anti karat ke
dalam pasir. Hal tersebut ditujukan agar tidak menimbulkan percikan api dan debu
yang dapat mengganggu proses produksi. Keunggulan wet sandblasting ialah bisa
diaplikasikan pada area khusus yang sangat sensitif terhadap percikan api dan debu
seperti tangki bahan bakar, kilang minyak (offshore). Daapat diterapkan di ruang
produksi yang tidak memungkinkan adanya penghentian proses produksi sesaat.
Kekurangannya ialah memerlukan biaya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan
proses dry sandblasting. Selain itu penghilangan karat dan pengotor tidak secepat
proses dry sandblasting. Gambar 2.3 menunjukan kegiatan saat proses wet
sandblasting pada sebuah kilang minyak.

Gambar 2.3 Wet Sandblasting


(thelambertfirm.com)

2.1.3 Prinsip Kerja Sandblasting


Prinsip kerja sandblasting yaitu kompresor berfungsi sebagai sumber tenaga
untuk menghasilkan angin kemudian selang satu dilewatkan menuju blasting pot
dan selang kedua dilewatkan menuju nozzle lalu udara bertekanan dan pasir keluar
melalui nozzle menuju obyek material yang dituju. Proses pembersihan dilakukan
dengan cara penembakan partikel abrasif ke suatu permukaan benda sehingga
terjadi tumbuan atau gesekan. Kemudian permukaan benda akan menjadi bersih
dan terbentuk profil kekasaran. Prinsip kerja sanblasting dapat dilihat pada Gambar
2.4.

6
Gambar 2.4 Prinsip Kerja Sandblasting

Adapun keuntungan sandblasting adalah sebagai berikut :


1. Membersihkan permukaan material (besi) dari kontaminasi seperti karat,
tanah, minyak, cat, garam dan lainya.
2. Mengupas cat lama yang sudah rusak atau pudar.
3. Membuat profil (kekasaran) pada permukaan metal sehingga cat lebih
melekat.
4. Kecepatan pengerjaan (lebih efisien).
5. Flexibility dalam mengikuti bentuk benda kerja yang berlekuk rumit.

Sementara untuk kekurangan sandblasting adalah sebagai berikut :


1. Aplikasi metoda sandblasting menimbulkan paparan radiasi internal dan
eksternal yang tinggi.
2. Menimbulkan pencemaran debu berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan
jika pengoperasiannya sandblasting dilakukan di udara terbuka.
3. Tergolong limbah B3. (Fajar, 2013)

2.1.4 Parameter Sandblasting


Untuk mendapatkan hasil maksimal dalam proses sandblasting, diperlukan
parameter penembakan yang tepat. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
kekasaran sandblasting berdasarkan hasil pengujian kekasaran.

7
Tabel 2.1 Hasil Pengujian Kekasaran Permukaan
Jarak Jarak Jarak Waktu Waktu Waktu Tekanan Tekanan Tekanan Sudut Sudut Sudut
300mm 400mm 500mm 40s 80s 120s 3 bar 4 bar 5 bar 45˚ 90˚ 120˚
74,1 57,64 50,19 74,01 70,01 70,61 74,01 66,38 65,53 56,01 60,67 50.21
66,38 64,03 57,24 66,38 66,38 67,71 70,61 67,71 71,6 60,10 63,82 53,50
65,53 66,83 65,14 65.53 65,53 71,6 78,5 86,39 92,77 55,02 62,23 52,12
70,71 59,95 57,46 57,64 57,64 59,95 57,64 64,03 66,86 58,90 59,12 55,17
71,6 63,25 60,07 64,03 64,03 63,25 59,95 63,25 67,13 57,06 61,34 50,27
78,5 67,13 64,14 66,86 50.19 67,13 61,31 61,78 64,64 60.80 57,45 53,16
86,39 61,78 56,89 50.19 57,24 57,46 50,19 57,25 65,14 53.90 61,42 54,19
92,77 61,78 60,82 57,24 65,14 60,07 57,46 60,07 64,14 57,81 65,51 52,67
74,83 62,9 59,06 63,01 64,65 60,82 56,89 59,67 60,82 57,03 64,3 56,19
(Widana, 2018)

Nilai kekasaran paling tinggi yaitu pada variabel jarak penembakan 400 mm,
waktu penyemprotan 120 detik, dan tekanan penyemprotan 5 bar dengan nilai
kekasaran sebesar 92,77 μm. Sedangkan nilai kekasaran paling rendah yaitu pada
variabel jarak penyemprotan 500 mm, waktu penyemprotan 4 detik, dan tekanan
penyemprotan 3 bar dengan menghasilkan kekasaran permukaan 50,19 μm. Dari
variabel jarak penyemprotan, waktu penyemprotan, dan tekanan penyemprotan
dalam penelitian ini yang paling berpengaruh terhadap tingkat kekasaran
permukaan benda kerja adalah waktu penyemprotan. (Widana, 2018)

1. Ukuran Butir ( Mesh )


Ukuran Abrasif sangat mempengaruhi tingkat kecepatan pembersihan dan
penciptaan profil kedalaman permukaan. Ukuran tersebut ditetapkan dalam satuan
mesh, semakin kecil ukuran mesh dari suatu abrasif maka semakin besar ukuran
diameter partikel abrasif tersebut. Mesh adalah ukuran dari jumlah lubang suatu
jaring atau kasa pada luasan 1 inch persegi jaring/kasa yang bisa dilalui oleh
material padat. Mesh 20 memilki arti terdapat 20 lubang pada bidang jaring/kasa
seluas 1 inch, demikian seterusnya. Pada butiran yang kecil, bentuk profil
permukaan yang dihasilkan cenderung lebih halus dibandingkan dengan ukuran
butir yang lebih besar.

8
Gambar 2.5 Ukuran Mesh (Jamil, 2012)

2. Sudut Penyemprotan
Untuk variabel sudut diperoleh perubahan nilai kekasaran yang signifikan
dimana ketika sudut penembakan diubah semakin besar, maka nilai kekasaran
juga akan mengalami peningkatan. Sudut 90˚ terhadap permukaan menghasilkan
tumbukan yang paling besar. (Widana, 2018)
3. Tekanan Penyemprotan
Tekanan penyemprotan mempengaruhi daya dari abrasifnya. Semakin besar
tekanan yang digunakan, maka daya abrasifnya juga semakin besar. Hal ini
berpengaruh terhadap nilai kekerasan pada material uji. (Widana, 2018)
4. Jarak Penyemprotan
Nilai kekasaran akan mengalami penurunan jika variabel jarak dalam proses
penembakan ditingkatkan, ini terjadi dikarenakan apabila jarak penyemprotan
yang terlalu jauh menyebabkan gaya tumbukan pasir tidak memusat. (Widana,
2018)
5. Waktu Penyemprotan
Pada variabel waktu didapatkan nilai kekasaran akan mengalami
peningkatan karena aliran pasir yang keluar dan menumbuk permukaan
spesimen lebih besar ketika level variabel juga ditingkatkan. (Widana, 2018)

2.1.5 Perlengkapan Safety Sandblasting


Proses pelaksanaan sandblasting harus dilaksanakan dengan teknik dan metode
yang tepat. Selain itu harus dilengkapi dengan peralatan safety yang memadai.
Seperti yang kita ketahui, material utama yang digunakan pada proses sandblasting
adalah pasir aluminium oxide. Aluminium oxide disemprotkan dengan tekanan yang

9
tinggi dapat menimbulkan debu dan partikel-partikel lain yang membahayakan
kesehatan kita dan lingkungan sekitarnya. Berikut ini beberapa perlengkapan safety
yang digunakan pada saat proses sandblasting :

1. Pakaian Pelindung
Pakaian pelindung untuk pekerja sandblasting sengaja dibuat khusus atau
dengan kata lain pakaian ini dibuat agak lebih tebal gunanya untuk menghalang
masuknya dan untuk melindungi pemakai pada saat melakukan proses
sandblasting

Gambar 2.6 Pakaian Safety Sandblasting


(tokopedia.com)

2. Kacamata Safety
Kacamata safety berfungsi melindungi mata dengan karateristik
terpasang dekat wajah dan mengitari area mata. APD ini melindungi lebih
baik jika terjadi kecelakaan seperti percikan cairan, uap logam uap, serbuk
dan debu agar tetap aman.

Gambar 2.7 Kacamata Safety


(tokopedia.com)

3. Pelindung Kepala
Selain menggunakan pakaian kerja atau wearpack para pekerja
sandblasting juga harus menggunakan pelindung kepala dan dada untuk
keselamatannya.

10
Gambar 2.8 Pelindung Kepala
(tokopedia.com)
4. Sepatu Safety
Sepatu safety adalah perlengkapan khusus yang harus dimiliki dan digunakan
oleh pekerja lapangan. Sepatu ini dilengkapi dengan lapisan besi dibagian ujung
sepatu yang berguna untuk melindungi kaki kita dari benturan dengan benda-
benda keras,sepatu ini juga memiliki alas yang anti slip dan anti minyak.

Gambar 2.9 Sepatu Safety (krisbow.com)

5. Sarung Tangan
Sarung tangan yang digunakan untuk sandblasting adalah sarung tangan
yang terbuat dari bahan kain atau karet khusus yang tahan terhadap pelarut
kimia, minyak, lemak, cairan dll. Sarung tangan harus panjang melebihi siku
serta memiliki fleksibilitas dan kelenturan yang baik.

Gambar 2.10 Sarung Tangan


(tokopedia.com)

11
2.2 Material Abrasif
2.2.1 Pengertian Material Abrasif
Material abrasif adalah bahan yang digunakan untuk membersihkan dan
membentuk profil kekasaran permukaan. Bahan ini disemprotkan dengan tekanan
yang tinggi menggunakan suatu peralatan yang dikenal dengan nama sandpot dan
kegiatan penyemprotan abrasive ke permukaan pelat disebut blasting. Suatu
abrasive dalam melakukan blasting ke material pelat baja menghasilkan
kemampuan yang berbeda-beda karena hal ini dipengaruhi oleh faktor kinerja dari
abrasif itu sendiri seperti kekerasan abrasif (hardness), bentuk abrasif (shape),
warna abrasif, ukuran abrasif (mesh) dan kebersihan abrasive. Namun semua faktor
kinerja yang dihasilkan oleh abrasif akan relevan apabila sesuai dengan spesifikasi
pengecatan yang dilakukan (Susetyo, 2010).
Ukuran partikel abrasif yang besar akan masuk lebih dalam, tetapi akan
membersihkan permukaan lebih sedikit dan apabila dipakai ukuran abrasive yang
halus saja, tidak akan mendapatkan tingkat kekasaran yang dikehendaki. Pemilihan
ukuran abrasive ditentukan oleh kondisi atau keadaandari profil permukaan
material. Abrasive yang keras akan masuk lebih dalam dan lebih cepat daripada
yang menggunakan bahan lunak. Bahan abrasive harusnya lebih keras daripada
bahan yang akan diblasting. Menurut bahannya abrasive particle (partikel-partikel
abrasive) dapat dikelompokkan yaitu :
a. Metallic : copper slag, cast steel, steel shot, steel grit
b. Syntetic : aluminium oxide
c. Silicons (sand) : quartz, silica
Bentuk partikel abrasif akan mempengaruhi kekasaran permukaan.Jenis shot
berbentuk bulat atau lonjong, dan akan menghasilkan kekasaran yang tumpul. Jenis
ini efisien hanya untuk menghilangkan kerak besi dan karat yang tebal. Jenis grit
berbentuk tajam dan akan menghasilkan kekasaran permukaan yang tajam. Bentuk
permukaan seperti ini yang sering dibutuhkan jenis cat. Pasir dan slag memberikan
kekasaran permukaan antara hasil grit dan shot (Susetyo, 2010).

12
2.2.2 Jenis Material Abrasif
1. Silika
Silika merupakan bahan abarasive yang memiliki bentuk yang berbeda-
beda, silika dapat ditemukan pada batuan granit, kuarsa, dan berbagai jenis
batuan lainnya. Bentuk umum dari pasir silika adalah prisma segienam yang
memiliki ujung piramida segienam dan mengandung silika bebas 90%. Silika
baik digunakan untuk membersihkan permukaan namun kurang efektif untuk
menciptakan kedalaman profil. Silika dapat membahayakan manusia karena
tingkat debu kristal silika yang dihasilkan sangat tinggi bilamana jika memasuki
paru-paru dapat menyebabkan silicosis dan kanker dan bahaya debu yang
ditimbulkan. (Sulistyo, 2011)
2. Steel Shot
Steel shot merupakan bahan abrasif yang diproduksi dari baja. Memiliki
bentuk yang bundar dan mengandung silika bebas 1%. Steel shot baik digunakan
untuk membersihkan permukaan namun kurang efektif untuk menciptakan
kedalaman profil, oleh karena itu, umumnya dicampur dengan steel grit. Dapat
digunakan kembali untuk beberapa kali dan dipakai untuk shop blasting saja
(pekerjaan blasting dalam ruang tertutup). (Sulistyo, 2011)
3. Steel Grit
Sama dengan steel shot yang diproduksi dari baja, namun memiliki
bentuk yang runcing mengandung silika bebas kurang dari 1%. abrasif ini dapat
berkarat dan mengkontaminasi permukaan yang dibersihkan. Oleh sebab itu,
baik steel grit dan steel shot harus diperhatikan tidak berkarat sebelum
digunakan. Dapat digunakan ulang untuk beberapa kali dan umummnya
digunakan untuk shop blasting saja. (Sulistyo, 2011)
4. Coal Slag
Coal slag merupakan ampas hasil olah pembakaran industri. Mengandung
silika bebas kurang dari 1 %. Memiliki bentuk persegi-empat atau agak lonjong
dan mempunyai tingkat kekerasan 6 mohs dengan berat lebih besar dibanding
pasir silika. Oleh sebab itu, dapat digunakan untuk membersihkan permukaan
logam danmemperoleh kedalaman profil, namun umummnya tidak digunakan
untuk beberapa kali pembersihan karena sifatnya agak rapuh. (Sulistyo, 2011)

13
5. Copper Slag
Copper slag merupakan ampas hasil olah industri yang berasal dari
peleburan tembaga. Bentuknya sama dengan coal slag, persegi-empat dengan
kekerasan 6 mohs. Abrasif ini memeiliki kekerasan yang lebih rendah dibanding
pasir silika namun mempunyai berat yang lebih besar. Oleh sebab itu, dapat
digunakan untuk membersihkan dan menciptakan profile permukaan, tetapi
mempunyai kelemahan sering menempel dalam celah profil yang harus
dibersihkan secara seksama. (Sulistyo, 2011)
6. Aluminium Oxide
Aluminium oxide merupakan jenis sintetik abrasive yang mempunyai
tingkat kekerasan yang sangat tinggi dan dapat membersihkan dan menciptakan
kekerasan pemukaan dengat cepat karena beratnya dan bentuknya yang
memiliki sudut-sudut yang runcing. Dipakai untuk shop blasting dan dapat
dipergunakan kembali untuk beberapa kali pembersihan permukaan. (Sulistyo,
2011)
7. Silicon Carbide
Sama dengan aluminium oxide, abrasive ini merupakan jenis sintetik
abrasif yang mempunyai tingkat kekerasan yang sangat tinggi. Membersihkan
dan menghasilkan profil kedalaman permukaan dengan cepat karena memiliki
berat dengan sudut-sudut yang runcing. Dipakai untuk shop blasting dan dapat
dipergunakan kembali untuk beberapa kali pembersihan permukaan. (Sulistyo,
2011)

14
Gambar 2.11 Jenis Material Abrasive (Sand Blast Machine, 2017)

2.2.3 Karakteristik Material Abrasif


1. Non Metal
Tabel 2.2 Non Metal Abrasive Material

(Sumber: On The Job Training PPNS , 2014)

2. Metal
Tabel 2.3 Metal Abrasive Material

(Sumber: On The Job Training PPNS, 2014)

15
2.3 Kekasaran Permukaan
Kekasaran permukaan adalah penyimpangan rata-rata aritmetik dari garis rata-
rata permukaan. Dalam dunia indistri, permukaan benda kerja memiliki nilai
kekasaran permukaan yang berbeda, sesuai dengan kebutuhan dari penggunaan alat
tersebut. Pada nilai kekasaran permukaan terdapat beberapa kriteria nilai kualitas
(N) yang berbeda, dimana Nilai kualitas kekasaran permukaan tersebut telah
diklasifikasikan oleh ISO. Nilai kualitas kekasaran permukaan terkecil dimulai dari
N1 yang memiliki nilai kekasaran permukaan (Ra) 0,025 μm dan nilai yang paling
tinggi adalah N12 dengan nilai kekasarannya 50 μm (Azhar, 2014).

2.3.1 Pengertian Permukaan


Permukaan adalah suatu batas yang memisahkan benda padat dengan
sekitarnya. Istilah lain yang berkaitan dengan permukaan yaitu profil. Profil atau
bentuk adalah garis hasil pemotongan secara normal atau serong dari suatu
penampang permukaan (Munadi, 1988).
Bentuk dari suatu permukaan dapat dibedakan menjadi dua yaitu permukaan
yang kasar (roughness) dan permukaan yang bergelombang (waviness). Permukaan
yang kasar berbentuk gelombang pendek yang tidak teratur dan terjadi karena
getaran pisau (pahat) potong atau proporsi yang kurang tepat dari pemakanan (feed)
pisau potong dalam proses pembuatannya. Sedangkan permukaan yang
bergelombang mempunyai bentuk gelombang yang lebih panjang dan tidak teratur
yang dapat terjadi karena beberapa faktor misalnya posisi senter yang tidak tepat, 7
adanya gerakan tidak lurus (non linier) dari pemakanan (feed), getaran mesin, tidak
imbangnya (balance) batu gerinda, perlakuan panas (heat treatment) yang kurang
baik, dan sebagainya. Dari kekasaran (roughness) dan gelombang (wanivess) inilah
kemudian timbul kesalahan bentuk (Munadi, 1988).

Gambar 2.12 Kekasaran, Gelombang dan Kesalahan Bentuk


(Munadi, 1988).

16
2.3.2 Parameter Permukaan
Untuk mengukur kekasaran permukaan, sensor (stylus) alat ukur harus
digerakkan mengikuti lintasan yang berupa garis lurus dengan jarak yang telah
ditentukan. Panjang lintasan ini disebut dengan panjang pengukuran (traversing
length). Sesaat setelah jarum bergerak dan sesaat sebelum jarum berhenti alat ukur
melakukan perhitungan berdasarkan data yang dideteksi oleh jarum peraba. Bagian
permukaan yang dibaca oleh sensor alat ukur kekasaran permukaan disebut panjang
sampel (Azhar, 2014).

Gambar 2.13 Profil Permukaan (Munadi, 1998)

Menurut Munadi pada Dasar-dasar Metrologi Industri (1988) dijelaskan


beberapa bagian dari profil permukaan dari suatu permukaan, yaitu :
1. Profil Geometris Ideal (Geometrically Ideal Profile)
Profil ini merupakan profil dari geometris permukaan yang ideal yang tidak
mungkin diperoleh dikarenakan banyaknya faktor yang mempengaruhi dalam
proses pembuatannya. Bentuk dari profil geometris ideal ini dapat berupa garis
lurus, lingkaran, dan garis lengkung.
2. Profil Referensi (Reference Profile)
Profil ini digunakan sebagai dasar dalam menganalisis karakteistik dari
suatu permukaan. Bentuknya sama dengan bentuk profil geometris ideal, tetapi
tepat menyinggung puncak tertinggi dari profil terukur pada panjang sampel
yang diambil dalam pengukuran.

17
3. Profil Terukur (Measured Profile)
Profil terukur adalah profil dari suatu permukaan yang diperoleh melalui
proses pengukuran. Profil inilah yang dijadikan sebagai data untuk menganalisis
karakteristik kekasaran permukaan produk pemesinan.
4. Profile Dasar (Root Profile)
Profil dasar adalah profil referensi yang digeserkan kebawah hingga tepat
pada titik paling rendah pada profil terukur.
5. Profile Tengah (Centre Profile)
Profil tengah adalah profil yang berada ditengah-tengah dengan posisi
sedemikian rupa sehingga jumlah luas bagian atas profil tengah sampai pada
profil terukur sama dengan jumlah luas bagian bawah profil tengah sampai pada
profil terukur. Profil tengah ini sebetulnya merupakan profil referensi yang
digeserkan kebawah dengan arah tegak lurus terhadap profil geometris ideal
sampai pada batas tertentu yang membagi luas penampang permukaan menjadi
dua bagian yang sama yaitu atas dan bawah.

2.3.3 Toleransi Harga Ra


Seperti halnya toleransi ukuran (lubang dan poros), harga kekasaran rata-rata
aritmetis Ra juga mempunyai harga toleransi kekasaran. Dengan demikian masing-
masing harga kekasaran mempunyai kelas kekasaran yaitu dari N1 sampai N12.
Besarnya toleransi untuk Ra biasanya diambil antara 50% ke atas dan 25% ke bawah
(Munadi,1998).
Tabel 2.4 Toleransi Harga Kekasaran Rata-Rata Ra

(Sumber: Munadi, 1998)

18
2.3.4 Standar Kekasaran Permukaan
Menurut ASTM D4417 untuk mengukur kekasaran permukaan dapat dipakai
alat pembanding kekasaran permukaan seperti Surface Profile Comparator,
Surface Profile Depth Gage, dan Replica Tape. Ketentuan persiapan permukaan
material dapat mengacu pada standar yang sudah ada, misalnya NACE
International, SSPC, ISO, British Standards Institute (BSI), ASTM, dan Swedish
Standard SS 05.59.00-1988. Standar acuan karat yang digunakan yaitu :
Standard International ISO 8501-1 “VisualAssesment of Surface Cleanliness”.
Ada empat tingkat karat yang diberikan oleh standard ini, antara lain:
1. Rust Grade A : Permukaan besi tertutupi mill scale dan sedikit
karat.
2. Rust Grade B : Permukaan besi sudah mulai berkarat dan
beberapa bagian mill scale sudah mulai
mengelupas.
3. Rust Grade C : mill scale sudah berkarat dan terdapat beberapa
bagian sedikit titik-titik karat pada permukaan
dasar dari besi.
4. Rust Grade D : mill scale sudah berkarat dan terdapat karat diatas
permukaan dasar besi yang dapat dilihat dengan
penglihatan normal.
ISO 8501-1 hanya digunakan pada besi baru yang belum pernah dilakukan
perlakuan coating dan painting. Namun, pada besi yang sudah pernah dilakukan
coating sebelumnya dan lapisan coating tersebut sudah rusak, biasanya akan
termasuk dan Rust Grade C atau D. Untuk tingkat kebersihan permukaan
dengan menggunakan ISO 8501-1 dibedakan menjadi :
1. Brush Off Cleaning / SA 1 (SSPC SP-7) SA 1
Merupakan tingkat kebersihan permukaan material paling jelek,
yang mana karat-karat pada material masih tetap ada. Untuk proses
aplikasi (painting), standar SA 1 tidak diperbolehkan melakukan aplikasi.

19
2. Commercial Cleaning/ SA 2 (SSPC SP-6) SA 2
Merupakan tingkat kebersihan permukaan material yang sedikit
lebih baik dari SA 1, tetapi tingkat ini masih tidak diperbolehkan proses
aplikasi, karena masih ada sedikit sisa-sisa karat.
3. Near White Metal Cleaning/ SA 2,5 (SSPC SP-10) SA 2,5
Merupakan tingkat kebersihan permukaan material yang sudah
diperbolehkan untuk proses aplikasi. Hasil kebersihan SA 2,5 ini berwarna
mendekati putih.
4. White Metal Cleaning/ SA 3 (SSPC SP-5) SA 3
Merupakan tingkat kebersihan yang paling baik. Untuk mendapatkan
SA 3 ini biasanya harganya sangat mahal, karena terlalu sulit untuk
mencapainya.

2.3.5 Penunjuk Konfigurasi Permukaan


Pada gambar teknik penunjukkan konfigurasi permukaan ditunjukkan dengan
simbol berupa segitiga sama sisi dengan salah satu sudutnya bersentuhan dengan
permukaan (Azhar, 2014).

Keterangan :
A : Nilai kekerasan permukaan (Ra)
B. : Cara pengerjaan produksi
C : Panjang sampel
D : Arah pengerjaan
E : Kelebihan ukuran yang dikehendaki
F : Nilai kekasaran lain jika diperlukan
Gambar 2.14 Penunjuk Konfigurasi Permukaan
(Azhar, 2014).

2.3.6 Alat Ukur Kekasaran Permukaan


Surface Roughness Tester merupakan alat pengukuran kekasaran permukaan.
Setiap permukaan komponen dari suatu benda mempunyai beberapa bentuk yang
bervariasi menurut strukturya maupun dari hasil proses produksinya. Pengukuran
kekasaran permukaan diperoleh dari sinyal pergerakan stylus berbentuk diamond
untuk bergerak sepanjang garis lurus pada permukaan sebagai alat indicator
pengkur kekasaran permukaan benda uji. Prinsip kerja dari alat ini adalah dengan
20
menggunakan transducer dan diolah dengan microprocessor. Roughness tester
dapat digunakan di lantai di setiap posisi, horizontal, vertikal atau di mana pun.
Surface Roughness Tester dapat dilihat pada Gambar 2.15.

Gambar 2.15 Surface Roughness Tester


(tokopedia.com)

2.4 Konsep Dasar Pembebanan dan Tumpuan


2.4.1 Pembebanan
1. Beban Terpusat
Titik kerja pada batang dapat dianggap berupa titik karena luas kontaknya kecil.
Gambar 2.16 menjelaskan bagaimana pembebanan terpusat dapat terjadi pada
sebuah batang. (Soelarso, 1987)

Gambar 2.16 Balok dengan Beban Terpusat


(Soelarso, 1987)

RAV+RBV–P=0 Oke
Gaya Lintang untuk SFD
SFA=RAV=½PKN
SFC=½P–P=-½PKN
SFB=½PKN
Bending Momen Diagram
MA = 0 KNm
MC = RAV. ½L = ½P. ½L
= ¼.P.L KNm
MB = 0 KNm

Gambar 2.17 Grafik SFD dan BMD Beban Terpusat


(Soelarso, 1987)

21
2. Beban Merata
Disebut beban terbagi merata karena merata sepanjang batang dinyatakan
dalam q (kg/m atau KN/m). Pada gambar 2.11 menjelaskan bagaimana pembebanan
terbagi merata pada sebuah batang. (Soelarso, 1987)

Gambar 2.18 Balok dengan Beban Merata


(Soelarso, 1987)

SFD
SFx=RAV–Q.x
=½.Q.L–Q.x=Q(½.L-x)
x=0SF=½.Q.L
x=½.LSF=0
x=LSF=-½.Q.L

BMD
BMx=RAV.x–Rx.½.x
=RAV.x–Q.x.½.x
=½.Q.L.x–½.Q.x2
=½.Q(L.x–x2)
x=0BM=0
x=½.LBM=⅛.Q.L2
x=LBM=0
Gambar 2.19 Grafik SFD dan BMD Beban Merata
(Soelarso, 1987)
2.4.2 Tumpuan
Tumpuan atau perletakan adalah lokasi pada struktur diletakan, sebagai
pendukung yang menyalurkan akibat beban luar kebagian pendukung lainya
(Ma’arif, 2012).
Berikut merupakan tiga contoh jenis tumpuan :
1. Tumpuan Jepit
Tumpuan jepit adalah tumpuan yang dapat menahan gaya dalam segala arah dan
dapat menahan momen.

Gambar 2.20 Pemodelan Tumpuan Jepit (Ma’arif, 2012)


22
2. Tumpuan Sendi
Tumpuan sendi adalah tumpuan yang dapat menerima gaya dari segala arah, akan
tetapi tidak mampu menahan momen.

Gambar 2.21 Pemodelan Tumpuan Sendi (Ma’arif, 2012)


3. Tumpuan Rol
Tumpuan rol adalah tumpuan yang hanya dapat menahan gaya bekerja tegak lurus
vertikal dan tidak dapat menahan momen.

Gambar 2.22 Pemodelan Tumpuan Rol (Ma’arif, 2012)

2.5 Konsep Keseimbangan


2.5.1 Tegangan
Tegangan diidentifikasikan sebagai tahanan terhadap gaya-gaya luar yang di
ukur dalam bentuk gaya yang di timbulkan per satuan luas (Jensen dan Chenoweth,
1989: 1). Dalam menentukan bahan untuk pembuatan suatu struktur atau
komponen, maka hal yang paling utama yang harus ditentukan adalah tegangan
yang mampu diberikan pada struktur tersebut. Menurut Jensen dan Chenoweth
(1989: 4) tegangan ijin merupakan bagian kekuatan batas yang bisa aman
digunakan pada perancangan. Istilah dalam tegangan kerja dan tegangan kerja aman
memberikan pengertian yang sama dan keduanya digunakan secara luas. Tegangan
yang bekerja pada penampang bahan dapat dirumuskan sebagai
𝑃
ε=𝐴

Dimana :

ε =Tegangan atau gaya per satuan luas (N/𝑚𝑚2)


P = Beban (Newton)
A = Luas penampang (𝑚2 )

23
Secara umum tegangan dasar dibagi menjadi dua jenis, yaitu: Tegangan normal,
tegangan yang bekerja tegak lurus terhadap permukaan yang mengalami tegangan
yang sedang ditinjau maupun tekan dan tegangan geser yaitu tegangan yang bekerja
sejajar terhadap permukaan yang mengalami tegangan (Jensen dan
Chenoweth,1989: 2). Batasan tegangan maksimum yang diijinkan dalam analisis
ini adalah nilai tegangan maksimum tidak boleh melebihi nilai yield strength
(tegangan luluh) material yang digunakan, karena nilai tegangan luluh merupakan
fase daerah landing peralihan deformasi elastis ke deformasi plastis.

2.5.2 Regangan
Menurut Shigley dan Mitchell (1984: 41) regangan adalah jumlah pertambahan
panjang atau pemuaian, sedangkan satuan regangan adalah pertambahan panjang
per satuan panjang dari batang tersebut. Menurut Singer dan Pytel (1985: 32) untuk
memperoleh satuan regangan, maka dilakukan dengan membagi perpanjangan (δ)
dengan panjang (L) yang telah diukur, dengan demikian rumusnya :
δ
ε=
𝐿
Dimana :
ε = regangan
δ = perubahan bentuk aksial total ( mm )
L = panjang batang ( mm )
Secara umum hubungan antara tegangan dan regangan dapat dilihat pada
diagram tegangan – regangan berikut ini

Gambar 2.23 Diagram Tegangan Regangan


(Gere dan Timoshenko, 1996: 10)

Dari diagram regangan gambar diatas diketahui pemberian beban sampai batas
sebanding akan mempercepat regangan setiap pertambahan tegangan, akibatnya
jika tegangan melebihi batas sebanding maka tejadi kurva kemiringan sampai dititik
B (tegangan leleh), dari kurva titik B terjadi regangan yang sangat besar sampai
pada titik C tanpa adanya tegangan, gejala tersebut dinamakan pelelehan bahan.

24
Setelah mengalami reganngan yang besar di daerah BC, maka baja akan mengalami
perkuatan regangan yang menghasilkan bertambahnya tahanan bahan terhadap
deformasi selanjutnya. Akhirnya pembebanan mencapai nilai maksimum pada titik
D yang disebut tegangan batas, jika penariakan bahan itu dilakukan sebenarnya
diikuti dengan pengurangan beban dimana tejadi proses necking atau kontraksi luas,
membuat bahan menjadi putus dititik E. jika luas penampang sebenarnya pada
bagian sempit dari kontraksi luas digunakan untuk menghitung tegangan, maka
kurva tegangan regangan sebenarnya akan mengalami seperti garis terputus-putus
C𝐸′.

2.6 Faktor Keamanan


Shigley dan Mitchell (1984: 11) menyatakan definisi faktor keamanan adalah
faktor yang digunakan untuk mengevaluasi keamanan suatu mesin. Sedangkan
menurut Jensen dan Chenoweth (1989: 4) menyatakan faktor keamanan adalah
perbandingan tegangan rusak terhadap tegangan izin. Sedangkan tegangan izin
merupakan bagian kekuatan batas yang biasa aman digunakan dalam perancangan
(Jensen dan Chenoweth, 1989: 4).

σ yield bahan
Safety factor (Sf) =
σtarik rangka

Secara teoritis nilai faktor keamanan yang digunakan dalam skala industri
adalah minimal empat. Adapun sebagai pedoman untuk menentukan faktor
keamanan suatu struktur yang akan dirancang dapat menggunakan aturan berikut:

Tabel 2.5 Faktor Kemanan Berdasarkan Tegangan Luluh


Sf Beban Kriteria
Kondisi terkontrol dan tegangan ditentukan secara
1,25 – 1.5 Statis
pasti.
Bahan yang sudah diketahui, kondisi lingkungan
1,5 – 2,0 Dinamis beban dan tegangan yang tetap dan ditentukan dengan
mudah.
Dinamis Bahan yang beroperasi secara rata-rata dengan batasan
2,0 – 2,5
dan Kejut beban yang diketahui.
Bahan yang diketahui tanpa melalui tes, pada kondisi
2,5 – 3,0 Kejut
beban dan tegangan rata-rata.
Bahan yang sudah diketahui, kondisi beban, tegangan
3,0 – 4,5 Kejut
dan lingkungan yang tidak pasti.
(Sumber: Dobrovolsky, 1978)

25
2.7 Momen Inersia
Untuk luas penampang dari rangka utama yang merupakan besi hollow segi empat
dapat dilihat pada gambar 2.21.

Gambar 2.24 Profil Besi Hollow Kotak


(Ma’arif, 2012)

Dengan adanya dimensi dari penampang rangka utama maka dapat dicari
momen inersia luas penampang rangka utama. Untuk luas penampang persegi
panjang rumus inersia luas penampangnya adalah:

1
𝐼= × (𝐵𝐻 3 − 𝑏ℎ3 )
12

Keterangan :
I = Momen inersia (mm)
B = Lebar bidang luar (mm)
b = Lebar bidang dalam (mm)
H = Tinggi bidang luar (mm)
h = Tinggi bidang dalam (mm)

2.8 Teori Kompresor Udara


2.8.1 Teori Kompresi
Kompresor udara adalah sebuah mesin yang mengkompresi udara dan
menaikkan tekanannya. Kompresor udara menghisap udara dari udara atmosfir,
mengkompresinya dan kemudian menghantarkannya pada tekanan tinggi pada
sebuah bejana penyimpan (Asyari, 2017). Operasi kompresor ini dapat dilihat pada
Gambar 2.22 Kompresi akan mengikuti kurva 1-2. Kerja yang dilakukan per siklus
adalah = W seperti pada Gambar 2.25.

26
Gambar 2.25 Cara Kerja Kompresor
(Asyari, 2017)

proses 1-2 : kompresi adiabatic


2-3 : kompresi isotermal,
3-4 : proses hisap
4-1 : proses pembesaran volume
1. Hisap
2. Kompresi
3. Buang

Jika gas di tekan paksa pada temperature tetap pada ruang tertutup , maka
volume pada ruang tutup akan mengalami pengecilan volume dan tekanan gas akan
bertambah, dan tekanannya akan berbanding terbalik dengan volumenya,
pernyataan ini disebut hukum Boyle dan dapat dirumuskan pula sebagai : jika suatu
gas mempunyai volume V1 dan tekanan P1 dimampatkan pada temperature tetap
hingga volumenya menjadi V2, maka tekanan akan menjadi P2 dimana.
P1V1 = P2V2,

1. Proses Kompresi Isotermal


Proses kompresi gas pada suhu tetap.
P1 V1 = P2 V2
Jadi dari rumus di atas terlihat bahwa perubahan volume hanya
akan mengubah nilai tekanannya saja.

27
2. Proses Kompresi Adiabatik
Proses kompresi ini tidak ada panas yang keluar dan masuk kedalam gas.
P1V1k = P2 V2k
Dimana k = cp/cv

2.8.2 Efisiensi dan Daya Kompresor


1. Efisiensi Volumetric
Jumlah udara mampat yang ke luar kompresor tidak akan mencapai jumlah
yang sama dengan jumlah udara yang masuk kompresor pada proses penghisapan.
Tingkat pencapaian proses pemampatan udara pada kompresor didefinisikan
sebagai efisiensi volumetrik, yaitu perbandingan jumlah udara yang dike luarkan
kompresor sebagai udara mampat dengan jumlah udara yang masuk kompresor
selama perpindahan torak pada langkah hisap.
Qs
v 
Vp
Dimana :
Qs = volume gas yang dihasilkan, pada kondisi tekanan dan temperatur isap
(m3/min)

Vp  D2 S (m3/min)
4
Dimana :
Vp = volume perpindahan,
D = diameter,
S = langkah torak

28
2. Daya Kompresor
Besarnya daya kompresor dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

(Asyari, 2017)

Dimana :
P2 = tekanan isap tingkat pertama (N/m2)
P2= tekanan keluar dari tingkat akhir (N/m2)
V1 = Volume tingkat pertama (m3)
V4= Volume tingkat akhir (m3)
n = 1,3 (udara) adiabatic

2.8.3 Spesifikasi Kompresor


Kompresor adalah salah satu komponen penting dalam proses
sandblasting.Kompresor harus dilengkapi dengan FRL (Filter Regulator
Lubricator), umumnya tekanan yang digunakan adalah 3-6 Bar dengan kondisi
tekanan yang stabil. Spesifikasi salah satu komprosor yang digunakan bisa dilihat
pada Gambar 2.26

Gambar 2.26 Kompresor


(tokopedia.com)

29
Tabel 2.6 Spesifikasi Kompresor SWAN SVU-201
Kompresor SWAN SVU-201
Daya 1 Horse Power
Input Volt 220 V
Silinder 200 mm
Jumlah Silinder 2
Kapasitas Tangki 85 liter
Kapasitas Aliran Udara 140 l/min
Kapasitas Tekanan 8 - 10 Bar
Berat Kompresor 58 Kg
Engine Loncin G160F 5.5 HP
(sumber: swan-compressors.com)

2.9 Komponen Sandblasting


1. Blasting Pot
Blasting pot adalah tabung penyimpanan material abrasif , blasting pot
umumnya hanya boleh terisi 80-90% dari kapasitasnya.

Gambar 2.27 Contoh Blasting Pot


(problastingsupplies.com)

Karena blasting pot berbentuk tabung maka perhitungan kapasitas blasting pot
menggunakan rumus volume tabung.

Rumus volume tabung = π × r2 × t

Gambar 2.28 Tabung (Raharjo, 2009)

30
Keterangan :
π = 3,14
r = jari-jari tabung
t = tinggi tabung

2. Hopper
Hopper yang dibuat dalam kabinet sandblasting berbentuk limas segi empat
yang dipancung, sehingga untuk mengetahui kapasitas dari hopper menggunakan
rumus dari volume limas segi empat yang dipancung. Gambar 2.33 adalah contoh
bentuk hopper kabinet dry sandblasting.

Gambar 2.29 Contoh Hopper

Karena hopper berbentuk limas terpancung maka rumus yang digunakan


adalah :

Volume Limas Terpancung


1
V = 𝑥 𝑡 (𝐿1 + √𝐿1 𝑥 𝐿2 + 𝐿2)
3

Gambar 2.30 Prisma Terpancung (Raharjo, 2009)

Keterangan :
t = tinggi prisma terpancung
L1 = Luas alas bagian bawah
L2 = Luas alas bagian atas

31
3. Nozzle
Nozzle berfungsi sebagai alat untuk menembakan material abrasive ke benda uji.
Adapun nozzle yang digunakan bias dilihat pada Gambar

Gambar 2.31 Nozzle


(kriwbow.com)
4. JIG Benda Kerja
JIG merupakan alat bantu yang berfungsinya sebagai tempat meletakan benda
kerja atau sebagai penjepit benda kerja saat proses penyemprotan berlangsung. JIG
bisa dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.32 Contoh JIG Pencekam Benda Kerja


(directindustry.es)

32

Anda mungkin juga menyukai