Non Famakologi
a. Dapat menurunkan nyeri tanpa penggunaan obat yang dapat
menimbulkan efek samping
b. Dapat meningkatkan Kontrol pasien terhadap rasa nyeri
c. Klien harus selalu di motivasi untuk menggunakan strategi
manajemen diri (self-management strategies)
Berikut ini beberapa penanganan nyeri Non Farmakologi:
1) Stimulasi dan masase kutaneus.
Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum,
sering dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase tidak
secara spesifik menstimulasi reseptor tidak nyeri pada bagian
yang sama seperti reseptor nyeri tetapi dapat mempunyai
dampak melalui sistem kontrol desenden. Masase dapat
membuat pasien lebih nyaman karena menyebabkan relaksasi
otot (Smeltzer dan Bare, 2002).
2) Terapi es dan panas
Terapi es dapat menurunkan prostaglandin, yang
memperkuat sensitivitas reseptor nyeri dan subkutan lain
pada tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi.
Penggunaan panas mempunyai keuntungan meningkatkan
aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut
menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan.Baik
terapi es maupun terapi panas harus digunakan dengan hati-
hati dan dipantau dengan cermat untuk menghindari cedera
kulit (Smeltzer dan Bare, 2002).
4) Distraksi
Distraksi yang mencakup memfokuskan perhatian pasien
pada sesuatu selain pada nyeri dapat menjadi strategi yang
berhasil dan mungkin merupakan mekanisme yang
bertanggung jawab terhadap teknik kognitif efektif lainnya.
Seseorang yang kurang menyadari adanya nyeri atau
memberikan sedikit perhatian pada nyeri akan sedikit
terganggu oleh nyeri dan lebih toleransi terhadap nyeri.
Distraksi diduga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan
menstimulasi sistem kontrol desenden, yang mengakibatkan
Manajemen nyeri farmakologi
d. Analgesic opiat
e. Mekanisme opiat.
Bekerja pada reseptor opiat di SSP. reseptor yang memodulasi
transmisi nyeri, menurunkan persepsi nyeri
a) Reseptor opiat ada 3 : Reseptor µ (mu) : berperan dalam
analgesia supraspinal, depresi respirasi, euforia, dan
ketergantungan
b) Reseptor к (kappa) : berperan dalam analgesia spinal,
miosis, sedasi
c) Reseptor δ (delta) : disforia, halusinasi, stimulasi pusat
vasomotor. Manajemen nyeri non farmakologi
PERAN DAN WEWENANG PERAWAT ANESTESIDALAM
MANAJEMEN NYERI
a Pain assessment
Penilaian nyeri merupakan hal yang penting untuk
mengetahui intensitas dan menentukan terapi yang efektif.
Pengkajian dapat dilakukan dengan menggunakan PQRST
(Provoking, Quality, Regio, Severe, Time)
1) Faktor pencetus (P: provocate)
Perawat mengkaji tentang penyebab atau stimulus nyeri pada klien,
dalam hal ini perawat juga dapat melakukan observasi bagian tubuh
yang mengalami cedera. Apabila perawat mencurigai adanya nyeri
psikogenik maka perawat harus dapat mengeksplore perasaan klien
dan menanyakan perasaan-perasaan apa saja yang mencetuskan
nyeri.
2) Kualitas (Q: quality)
Kualitas nyeri merupakan sesuatu yang subjektif yang diungkapkan
oleh klien, seringkali klien mendeskripsikan nyeri dengan kalimat-
kalimat: tajam, tumpul, berdenyut, berpindah-pindah, seperti
tertindih, perih, tertusuk dan lain-lain, dimana tiap-tiap klien
mungkin berbeda-beda dalam melaporkan kualitas nyeri yang
dirasakan. Perawat sebaiknya tidak memberikan kata-kata deskriptif
pada klien. Pengkajian akan lebih akurat apabila klien mampu
mendeskripsikan sensasi yang dirasakannya setelah 8 perawat
mengajukan pertanyaan terbuka. Misalnya, perawat dapat
mengatakan, “Coba jelaskan pada saya, seperti apa nyeri yang Anda
rasakan.” Perawat dapat memberikan klien daftar istilah untuk
mendeskripsikan nyeri hanya apabila klien tidak mampu
menggambarkan nyeri yang dirasakannya. Mc Caffery dan Beebe
(1989) melaporkan bahwa kualitas menusuk (pricking), terbakar, dan
sakit adalah bermanfaat mendeskripsi nyeri tahap awal. Pada
kesempatan selanjutnya klien dapat memilih istilah yang lebih
deskriptif.
3) Lokasi (R: region)
Untuk mengkaji lokasi nyeri maka perawat meminta klien
menunjukkan semua bagian/daerah yang dirasakan tidak nyaman
oleh klien. Untuk melokalisasi nyeri lebih spesifik, maka perawat
dapat meminta klien untuk melacak daerah nyeri dari titik yang
paling nyeri, kemungkinan hal ini akan sulit apabila nyeri yang
dirasakan bersifat difus (menyebar). Dalam mencatat lokasi nyeri,
perawat menggunakan titik-titik penandaan anatomic dan
peristilahan yang deskriptif. Pernyataan “Nyeri terdapat di kuadran
abdomen kanan atas,” adalah pernyataan yang lebih spesifik
dibanding “Klien mengatakan bahwa nyeri terasa di abdomen.”
Dengan mengetahui penyakit yang klien alami, membantu perawat
dalam melokalisasi nyeri dengan lebih mudah. Nyeri, di klasifikasi
menurut lokasi, mungkin superficial atau kutaneus, dalam atau
viseral, atau teralih atau meradiasi.
4) Keparahan (S: Severe) :
Tingkat keperahan pasien tentang nyeri merupakan karakteristik
yang paling subjektif. Pada pengkajian ini klien diminta untuk
menggambarkan nyeri yang ia rasakan sebagai nyeri ringan, sedang,
berat. Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan
nyeri yang lebih objektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal
Descriptor Scale, VDS) merupakan 9 sebuah garis yang terdiri dari
tiga samppai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang
sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa
nyeri” sampai”nyeri yang tidak tertahankan.”perawat menunjukkan
klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas
nyeri terbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa
jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa
paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien
memilih sebuah kategori untuk mendeskripsi nyeri. Skala penilaian
numeric (Numerical Rating Scales, NRS) lebih digunakan sebagai
pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri
dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat
mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terepeutik.
Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasi
patokan 10 cm (AHCPR, 1992).
Assessment nyeri
Ekspresi wajah Wajah tenang, ekspresi netral
0 – Otot relaks Otot wajah tegang, alis berkerut (ekspresi wajah negatif)
1 – Meringis
Tangisan Tenang, tidak menangis
0 – Tidak menangis Mengerang lemah intermiten
1 – Merengek Menangis kencang, melengking terus menerus
2 – Menangis keras (catatan: menangis tanpa suara diberi skor bila bayi
diintubasi)
Pola napas Bernapas biasa
0 – Relaks Terikan ireguler, lebih cepat disbanding biasa, menahan
1 – Perubahan nafas napas, tersedak
Tungkai Tidak ada kekakuan otot, gerakan tungkai biasa
0 – Relaks Tegang kaku
1 – Fleksi / Ekstensi
Tingkat kesadaran Tenang tidur lelap atau bangun
0 – Tidur / bangun Sadar atau gelisah
1 - Gelisah
Interpretasi:
Skor 0 tidak perlu intervensi
Skor 1-3 intervensi non-
farmakologis Skor 4- 5 terapi
analgetik non-opioid Skor 6-7
terapi opioid
1) Nyeri Akut
a) Kaji nyeri yang meliputi lokasi, awitan dan durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas atau keparahan
nyeri, dan faktor presipitasinya.
b) Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan,
khususnya pada mereka yang tidak mampu
berkomunikasi efektif.
c) Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab
nyeri, berapa lama akan berlangsung, dan
antisipasi ketidaknyamanan akibat prosedur.
d) Ajarkan penggunaan tehnik nonfarmakologis
(misalnya, hipnosis, relaksasi, imajinasi
terbimbing, terapi musik, distraksi, terapi bermain,
terapi aktivitas, kompres hangat atau dingin, dan
masase sebelum, setelah dan jika memungkinkan
selama aktivitas yang menimbulkan nyeri.
e) Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas,
bukan pada nyeri dan rasa tidak nyaman dengan
melakukan pengalihan melalui televisi, radio, tape
dan interaksi dengan pengunjung.
f) Kendalikan faktor lingkungan yang dapat
memengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan (misalnya suhu ruangan,
pencahayaan, dan kegaduhan).
2) Nyeri Kronis
a) Pantau tingkat kepuasan pasien terhadap manajemen nyeri
b) Tentukan dampak pengalaman nyeri pada kualitas
hidup (misalnya, tidur, selera makan, aktivitas,
kognisi, alam perasaan, hubungan, kinerja, dan
tanggungjawab peran)
c) Tawarkan tindakan meredakan nyeri untuk
membantu pengobatan nyeri (misalnya, tehnik
relaksasi, dan masase punggung).
d) Bantu pasien mengidentifikasi tingkat nyeri
e) Tingkatkan istirahat dan tidur yang adekuat untuk
peredaan nyeri
e Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan
yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah
status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik
yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon,
1994, dalam Potter & Perry, 2011). Berikut contoh implementasi
masalah keperawatan:
Mengkaji TTV klien Mengkaji skala nyeri pada pasien,
mempertahankan tirah baring selama fase akutemberitahu cara
mengendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi
respon klien terhadap ketidaknyamanan, mis : suhu ruangan dan
cahaya Mengilangkan atau meminimalkan aktivitas vasokontriksi
yang dapat meningkatkan sakit kepala, mis mengejan saat BAB,
batuk panjang dan membungkuk, mengajarkan tekinik relaksasi
Memberitahukan bagaimana posisi nyaman, memberikan tindakan
non farmakologis dengan melakukan kompres dingin pada dahi,
memijat punggung dan leher pasien
f Evaluasi
Tahapan ini perawat melakukan tindakan intelektual untuk
melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh
diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya
sudah berhasil dicapai.