Anda di halaman 1dari 21

MODUL AJAR

Asuhan Kepenataan Anestesi Dalam Manajemen Nyeri


Ns. Bayu Despriyanto Pratama, S.Kep.
bayudpratama@itspku.ac.id
KONSEP NYERI
a. Definisi nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat kerusakan jaringan yan aktual dan potensial
(Judha, Sudarti, Fauziah, 2012). Nyeri adalah alasan utama
seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan (Smelter &
Bare, 2002). Menurut Smelter & Bare (2002), International
Association for the Study of Pain (IASP) mendefenisikan nyeri
sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman emosi yang tidak
menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau
potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana
terjadi kerusakan (Judha, Sudarti, Fauziah, 2012).
b. Klasifikasi nyeri
1) Nyeri berdasarkan sifatnya
- Incidental Pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktuwaktu lalu
menghilang.
- Steady Pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta
dirasakan dalam waktu yang lama.
- Paroximal Pain, nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi
dan kuat sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap ± 10-15
menit lalu menghilang kemudian timbul lagi
2) Nyeri berdasarkan tempatnya
- Pheriperal Pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan
tubuh misalnya pada kulit, mukosa.
- Deep Pain, nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang
lebih dalam atau organ-organ tubuh viseral
- Refered Pain, nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit
organ/struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian
tubuh di daerah yang berbeda, bukan daerah asal nyeri.
- Central Pain, nyeri yang terjadi karena perangsangan pada
sistem saraf pusat, spinal cord, batang otak, talamus.
3) Nyeri berdasarkan durasainya
- Nyeri Akut bersifat terbatas atau akan sembuh dalam
beberapa hari atau minggu contoh: nyeri pasca trauma,
paska operasi dan nyeri obstetrik seperti halnya nyeri yang
diasosiasikan dengan kondisi medis kritis yang akut seperti
miokard infark, pancreatitis dan calculi renal.
- Nyeri Kronis menetap dialami lebih 3 bulan atau 6 bulan
dari akibat abnormal penyembuhannya atau karena
pengobatan yang tidak adekuat, contoh : kanker
4) Nyeri berdasarkan tipe
- Nyeri somatik Nyeri somatik dideskripsikan sebagai sakit,
menggerogoti, dan tajam dalam hal kualitas. Dapat
dilokalisasi dan diinisiasi oleh aktivasi nosiseptor di
jaringan kulit dan jaringan dalam. Contoh nyeri somatic
termasuk nyeri akut pasca operasi dan patah tulang.
- Nyeri visceral Nyeri visceral juga diasosiasikan dengan
kerusakan jaringan, khususnya infiltrasi, kompresi dan
distensi dari organ dalam. Nyeri yang tumpul dan sukar
dilokalisasi dan bisa menyebar ke tempat lain. Misalnya
nyeri perut yang disebabkan oleh konstipasi.
- Nyeri neuropatik Nyeri neuropati dihasilkan dari kerusakan
terhadap sistem saraf baik pusat maupun periferl.
Tertembak, sengatan listrik, ataupun luka bakar sering
bersamaan dengan latar belakang timbulnya sensasi nyeri
dan terbakar. Contohnya, neuropati diabetik dan neuralgia
post herpetic.
c. Fisiologi dan mekanisme nyeri
1) Stimulasi / Transduksi
Reseptor khusus nyeri – nociceptor – berhubungan dengan
saraf aferen berujung pada spinal cord.
Jika terdapat stimulus nyeri (noxious pain) misalnya panas,
tekanan, kimia – diubah menjadi impuls saraf – ditransmisikan
(potensial aksi) di sepanjang saraf aferen menuju ke spinal
cord – ke SSP.
2) Transmisi
Merupakan suatu proses penyaluran impuls melalui serabut
saraf aferen (serabut nociceptor). Serabut saraf aferen ada 2
macam yaitu serabut A-δ dan serabut C. Mediator inflamasi
(histamin, prostaglandin,leukotrien, serotonin) dapat
meningkatkan sensitivitas nociceptor – nyeri.
d. Persepsi nyeri
Setelah impuls saraf sampai ke otak – nyeri dirasakan – timbul
respon ‘nyeri’
e. Modulasi nyeri
Suatu proses interaksi antara analgesik endogen dengan impuls
nyeri yang masuk (inhibition of nociceptive impuls). Contoh
analgesik endogen - Endogenous opiate system – opiat endogen
akan berikatan dengan reseptor opiat – modulasi perjalanan impuls
nyeri – nyeri itu subyektif. Contoh analgesik endogen lainnya :
serotonin, NE, GABA dan neurotensin
f. Pengukuran Derajat Nyeri
MANAJEMEN NYERI

Non Famakologi
a. Dapat menurunkan nyeri tanpa penggunaan obat yang dapat
menimbulkan efek samping
b. Dapat meningkatkan Kontrol pasien terhadap rasa nyeri
c. Klien harus selalu di motivasi untuk menggunakan strategi
manajemen diri (self-management strategies)
Berikut ini beberapa penanganan nyeri Non Farmakologi:
1) Stimulasi dan masase kutaneus.
Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum,
sering dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase tidak
secara spesifik menstimulasi reseptor tidak nyeri pada bagian
yang sama seperti reseptor nyeri tetapi dapat mempunyai
dampak melalui sistem kontrol desenden. Masase dapat
membuat pasien lebih nyaman karena menyebabkan relaksasi
otot (Smeltzer dan Bare, 2002).
2) Terapi es dan panas
Terapi es dapat menurunkan prostaglandin, yang
memperkuat sensitivitas reseptor nyeri dan subkutan lain
pada tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi.
Penggunaan panas mempunyai keuntungan meningkatkan
aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut
menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan.Baik
terapi es maupun terapi panas harus digunakan dengan hati-
hati dan dipantau dengan cermat untuk menghindari cedera
kulit (Smeltzer dan Bare, 2002).

3) Trancutaneus electric nerve stimulation


Trancutaneus electric nerve stimulation (TENS)
menggunakan unit yang dijalankan oleh baterai dengan
elektroda yang dipasang pada kulit untuk menghasilkan
sensasi kesemutan, menggetar atau mendengung pada area
nyeri.TENS dapat digunakan baik untuk nyeri akut maupun
nyeri kronis (Smeltzer dan Bare, 2002).

4) Distraksi
Distraksi yang mencakup memfokuskan perhatian pasien
pada sesuatu selain pada nyeri dapat menjadi strategi yang
berhasil dan mungkin merupakan mekanisme yang
bertanggung jawab terhadap teknik kognitif efektif lainnya.
Seseorang yang kurang menyadari adanya nyeri atau
memberikan sedikit perhatian pada nyeri akan sedikit
terganggu oleh nyeri dan lebih toleransi terhadap nyeri.
Distraksi diduga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan
menstimulasi sistem kontrol desenden, yang mengakibatkan
Manajemen nyeri farmakologi

a. Manajemen dengan farmakologi


Pengobatan nyeri harus dimulai dari anlagesik yang paling ringan
sampai ke analgesik yang paling kuat. Penanganan nyeri dengan
obat sebagai berikut:
Step 1: Nyeri ringan- sedang.
Obat non opiat dan adjuvant, NSAID asetominofen.Terapi
adjuvan dpt digunakan sendiri atau kombinasi dg non
opiate.
Contoh: kortikosteroid, antidepresan trisiklik,
antikonvulsan, plester lidokain 5%, Capsaicin
Step 2: nyeri moderat sampai berat moderat
Agen opiat spt: kodein, hidrokodon, propoxiphen. Sering
dikombinasi dengan asetominofen atau NSAID Tramadol
agen atipikal baru yg metabolitnya (o-demetil tramadol)
dpt mengikat reseptor opiat mu dan memiliki karakteristik
non opiat. Yaitu sedikit menghambat reuptake NE dan
serotonin.
Step 3: Nyeri moderat sampai berat
Morfin, oksikodon, fentanil dan hidromorfin.
b. Penatalaksanaan nyeri neuropati
Hampir sebagian besar nyeri neuropati tidak berespon thd NSAID
dan analgesik opioid. Terapi utamanya adalah : antidepresan
trisiklik (TCA’s), antikonvulsan, dan anestetik sistemik lokal.
Contoh obat yang dapat digunakan : Pregabalin, Gabapentin,
Fenitoin, Carbamazepin
c. Analgesik Non-Opiat
Analgesik yang digunakan dimulai dari analgesik yang efektif
dengan efek samping yang ringan. Asetaminofen, Aspirin, dan
NSAID biasanya digunakan untuk treatment mild-moderate.

1. Parasetamol 6. Asam propionat :


2. Salisilat : a. Ibuprofen
a. Aspirin b. Ketoprofen
b. Diflunisal c. Naproksen
c. Salisilamid 7. Asam pirolizin karboksilat :
3. Fenamat :
Ketorolak
a. Meklofenamat
8. Inhibitor COX-2 :
b. Asam Mefenamat
a. Celecoxib
4. Na diklofenak
b. Valdecoxib
5. Antalgin

d. Analgesic opiat

1. Agonis seperti morfin : 3. Agonis seperti metadon :


a. Morfin a. Metadon
b. Kodein b. Propoksifen
c. Hidromorfin 4. Antagonis :
d. Oksikodon Nalokson
2. Agonis seperti meperidin 5. Analgesik sentral :
Tramadol
:
a. Meperidin
b. Fentanil

e. Mekanisme opiat.
Bekerja pada reseptor opiat di SSP. reseptor yang memodulasi
transmisi nyeri, menurunkan persepsi nyeri
a) Reseptor opiat ada 3 : Reseptor µ (mu) : berperan dalam
analgesia supraspinal, depresi respirasi, euforia, dan
ketergantungan
b) Reseptor к (kappa) : berperan dalam analgesia spinal,
miosis, sedasi
c) Reseptor δ (delta) : disforia, halusinasi, stimulasi pusat
vasomotor. Manajemen nyeri non farmakologi
PERAN DAN WEWENANG PERAWAT ANESTESIDALAM
MANAJEMEN NYERI

a Pain assessment
Penilaian nyeri merupakan hal yang penting untuk
mengetahui intensitas dan menentukan terapi yang efektif.
Pengkajian dapat dilakukan dengan menggunakan PQRST
(Provoking, Quality, Regio, Severe, Time)
1) Faktor pencetus (P: provocate)
Perawat mengkaji tentang penyebab atau stimulus nyeri pada klien,
dalam hal ini perawat juga dapat melakukan observasi bagian tubuh
yang mengalami cedera. Apabila perawat mencurigai adanya nyeri
psikogenik maka perawat harus dapat mengeksplore perasaan klien
dan menanyakan perasaan-perasaan apa saja yang mencetuskan
nyeri.
2) Kualitas (Q: quality)
Kualitas nyeri merupakan sesuatu yang subjektif yang diungkapkan
oleh klien, seringkali klien mendeskripsikan nyeri dengan kalimat-
kalimat: tajam, tumpul, berdenyut, berpindah-pindah, seperti
tertindih, perih, tertusuk dan lain-lain, dimana tiap-tiap klien
mungkin berbeda-beda dalam melaporkan kualitas nyeri yang
dirasakan. Perawat sebaiknya tidak memberikan kata-kata deskriptif
pada klien. Pengkajian akan lebih akurat apabila klien mampu
mendeskripsikan sensasi yang dirasakannya setelah 8 perawat
mengajukan pertanyaan terbuka. Misalnya, perawat dapat
mengatakan, “Coba jelaskan pada saya, seperti apa nyeri yang Anda
rasakan.” Perawat dapat memberikan klien daftar istilah untuk
mendeskripsikan nyeri hanya apabila klien tidak mampu
menggambarkan nyeri yang dirasakannya. Mc Caffery dan Beebe
(1989) melaporkan bahwa kualitas menusuk (pricking), terbakar, dan
sakit adalah bermanfaat mendeskripsi nyeri tahap awal. Pada
kesempatan selanjutnya klien dapat memilih istilah yang lebih
deskriptif.
3) Lokasi (R: region)
Untuk mengkaji lokasi nyeri maka perawat meminta klien
menunjukkan semua bagian/daerah yang dirasakan tidak nyaman
oleh klien. Untuk melokalisasi nyeri lebih spesifik, maka perawat
dapat meminta klien untuk melacak daerah nyeri dari titik yang
paling nyeri, kemungkinan hal ini akan sulit apabila nyeri yang
dirasakan bersifat difus (menyebar). Dalam mencatat lokasi nyeri,
perawat menggunakan titik-titik penandaan anatomic dan
peristilahan yang deskriptif. Pernyataan “Nyeri terdapat di kuadran
abdomen kanan atas,” adalah pernyataan yang lebih spesifik
dibanding “Klien mengatakan bahwa nyeri terasa di abdomen.”
Dengan mengetahui penyakit yang klien alami, membantu perawat
dalam melokalisasi nyeri dengan lebih mudah. Nyeri, di klasifikasi
menurut lokasi, mungkin superficial atau kutaneus, dalam atau
viseral, atau teralih atau meradiasi.
4) Keparahan (S: Severe) :
Tingkat keperahan pasien tentang nyeri merupakan karakteristik
yang paling subjektif. Pada pengkajian ini klien diminta untuk
menggambarkan nyeri yang ia rasakan sebagai nyeri ringan, sedang,
berat. Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan
nyeri yang lebih objektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal
Descriptor Scale, VDS) merupakan 9 sebuah garis yang terdiri dari
tiga samppai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang
sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa
nyeri” sampai”nyeri yang tidak tertahankan.”perawat menunjukkan
klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas
nyeri terbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa
jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa
paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien
memilih sebuah kategori untuk mendeskripsi nyeri. Skala penilaian
numeric (Numerical Rating Scales, NRS) lebih digunakan sebagai
pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri
dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat
mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terepeutik.
Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasi
patokan 10 cm (AHCPR, 1992).

5) Durasi (T: Time)


perawat menanyakan pada pasien untuk menentukan awitan,
durasi, dan rangkaian nyeri. Perawat dapat menanyakan: “Kapan
nyeri dirasakan?, apakah nyeri yang dirasakan terjadi pada waktu
yang sama setiap hari?, seberapa sering nyeri kambuh?, atau yang
lainnya dengan kata yang semakna. Pengkajian dengan pendekatan
PQRST dapat membantu perawat dalam menentukan rencana
intervensi yang sesuai (Muttaqin, 2011).

Variabel Deskripsi dan Pertanyaan


Faktor Pencetus (P: Provoking Incident) Pengkajian untuk mengindentifikasi faktor
yang menjadi predisposisi nyeri. -
Bagaimana peristiwa sehingga terjadi nyeri?
- Faktor apa saja yang bisa menurunkan
nyeri?
Kualitas (Q: Quality of Pain) Pengkajian untuk menilai bagaimana rasa
nyeri dirasakan secara subyektif. Karena
sebagian besar deskripsi sifat dari nyeri sulit
ditafsirkan. - Seperti apa rasa nyeri yang
dirasakan pasien? - Bagaimana sifat nyeri
yang digambarkan pasien?
Lokasi (R: Region) Pengkajian untuk mengindentifikasi letak
nyeri secara tepat, adanya radiasi dan
penyebabnya. - Dimana (dan tunjukan
dengan satu jari) rasa nyeri paling hebat
mulai dirasakan? - Apakah rasa nyeri
menyebar pada area sekitar nyeri?
Keparahan (S: Scale of Pain) Pengkajian untuk menentukan seberapa jauh

rasa nyeri yang dirasakan pasien.


Pengkajian ini dapat dilakukan berdasarkan
skal nyeri dan pasien menerangkan seberapa
jauh rasa sakit memengaruhi kemampuan
fungsinya. Berat ringannya suatu keluhan
nyeri bersifat subyektif. - Seberapa berat
keluhan yang dirasakan. - Dengan
menggunakan rentang 0-9. Keterangan: 0 =
Tidak ada nyeri 1-2-3 = Nyeri ringan 4-5 =
Nyeri sedang 6-7 = Nyeri hebat 8-9 = Nyeri
sangat 10 = Nyeri paling hebat
Waktu (T: Time) Pengkajian untuk mendeteksi berapa lama
nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau
siang hari. - Kapan nyeri muncul? -
Tanyakan apakah gejala timbul mendadak,
perlahan-lahan atau seketika itu juga? -
Tanyakan apakah gejala-gejala timbul
secara terus-menerus atau hilang timbul. -
Tanyakan kapan terakhir kali pasien merasa
nyaman atau merasa sangat sehat.
b Tools pengkajian nyeri (Numeric scale, worngbekerface, nips
scale, )
 Numeric Rating Scale (NRS))
Dianggap sederhana dan mudah dimengerti, sensitif
terhadap dosis, jenis kelamin, dan perbedaan etnis. Lebih
baik daripada VAS terutama untuk menilai nyeri akut.
Namun, kekurangannya adalah keterbatasan pilihan kata
untuk menggambarkan rasa nyeri, tidak memungkinkan
untuk membedakan tingkat nyeri dengan lebih teliti dan
dianggap terdapat jarak yang sama antar kata yang
menggambarkan efek analgesik.

 Wong Baker Pain Rating Scale

Digunakan pada pasien dewasa dan anak >3 tahun yang


tidak dapat menggambarkan intensitas nyerinya
dengan angka
NIPS (Neonatal Infant Pain Scale)

Assessment nyeri
Ekspresi wajah Wajah tenang, ekspresi netral
0 – Otot relaks Otot wajah tegang, alis berkerut (ekspresi wajah negatif)
1 – Meringis
Tangisan Tenang, tidak menangis
0 – Tidak menangis Mengerang lemah intermiten
1 – Merengek Menangis kencang, melengking terus menerus
2 – Menangis keras (catatan: menangis tanpa suara diberi skor bila bayi
diintubasi)
Pola napas Bernapas biasa
0 – Relaks Terikan ireguler, lebih cepat disbanding biasa, menahan
1 – Perubahan nafas napas, tersedak
Tungkai Tidak ada kekakuan otot, gerakan tungkai biasa
0 – Relaks Tegang kaku
1 – Fleksi / Ekstensi
Tingkat kesadaran Tenang tidur lelap atau bangun
0 – Tidur / bangun Sadar atau gelisah
1 - Gelisah

Interpretasi:
Skor 0 tidak perlu intervensi
Skor 1-3 intervensi non-
farmakologis Skor 4- 5 terapi
analgetik non-opioid Skor 6-7
terapi opioid

c Diagnose masalah nyeri


Perumusan masalah keperawatan didasarkan pada
identifikasi kebutuhan klien. Diagnosa keperawatan
berfokus pada mendefinisikan kebutuhan dasar
keperawatan dari klien (Gordon, 1994). Untuk
mengidentifikasikan kebutuhan klien, perawat harus lebih
dulu menentukan apa masalah kesehatan klien dan apakah
masalah tersebut potensial atau aktual (Potter & Perry,
2005).

Terdapat dua diagnosa keperawatan utama yang


dapat digunakan untuk menggambarkan nyeri pada klien
yaitu nyeri akut dan nyeri kronis. Menurut North American
Nursing Diagnosis Association (NANDA, 2012), nyeri
akut didefenisikan sebagai suatu pengalaman sensori dan
emosional yang tidak menyenangkan sebagai akibat dari
kerusakan jaringan yang bersifat aktual maupun potensial,
dengan onset tiba-tiba ataupun lambat, dan intensitas yang
ringan sampai berat, dapat diprediksi untuk berakhir dan
durasi kurang dari enam bulan. Nyeri kronis didefenisikan
sebagai suatu pengalaman sensori dan emosional yang
tidak menyenangkan sebagai akibat dari kerusakan jaringan
yang bersifat aktual maupun potensial, dengan onset tiba-
tiba ataupun lambat, dari intensitas yang ringan sampai
berat, tidak dapat diprediksi berakhirnya dan durasi lebih
dari enam bulan (NANDA, 2012).
d Intervensi
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang
diperoleh, menurut Wilkinson dan Ahren (2012),
intervensi keperawatan pada pasien dengan diagnosa
keperawatan nyeri akut dan nyeri kronis adalah:

1) Nyeri Akut
a) Kaji nyeri yang meliputi lokasi, awitan dan durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas atau keparahan
nyeri, dan faktor presipitasinya.
b) Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan,
khususnya pada mereka yang tidak mampu
berkomunikasi efektif.
c) Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab
nyeri, berapa lama akan berlangsung, dan
antisipasi ketidaknyamanan akibat prosedur.
d) Ajarkan penggunaan tehnik nonfarmakologis
(misalnya, hipnosis, relaksasi, imajinasi
terbimbing, terapi musik, distraksi, terapi bermain,
terapi aktivitas, kompres hangat atau dingin, dan
masase sebelum, setelah dan jika memungkinkan
selama aktivitas yang menimbulkan nyeri.
e) Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas,
bukan pada nyeri dan rasa tidak nyaman dengan
melakukan pengalihan melalui televisi, radio, tape
dan interaksi dengan pengunjung.
f) Kendalikan faktor lingkungan yang dapat
memengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan (misalnya suhu ruangan,
pencahayaan, dan kegaduhan).
2) Nyeri Kronis
a) Pantau tingkat kepuasan pasien terhadap manajemen nyeri
b) Tentukan dampak pengalaman nyeri pada kualitas
hidup (misalnya, tidur, selera makan, aktivitas,
kognisi, alam perasaan, hubungan, kinerja, dan
tanggungjawab peran)
c) Tawarkan tindakan meredakan nyeri untuk
membantu pengobatan nyeri (misalnya, tehnik
relaksasi, dan masase punggung).
d) Bantu pasien mengidentifikasi tingkat nyeri
e) Tingkatkan istirahat dan tidur yang adekuat untuk
peredaan nyeri

Menurut Brunner dan Suddarth (2001), intervensi


keperawatan dengan diagnosa nyeri adalah:

Tujuan/Kriteria hasil Intervensi Rasional

Tujuan: klien secara 1. Yakinkan pasien 1. Ketakutan bahwa nyeri


aktif akan bahwa anda akan tidak dapat diterima
berpartisipasi dalam mengetahui nyeri seperti peningkatan
rencana pelaksanaan yang dialami pasien ketegangan dan ansietas
nyeri nyata dan akan yang nyata dan
Kriteria hasil: klien membantunya dalam menurunkan toleransi
akan menghadapi nyeri nyeri.
- Melaporkan peredaan tersebut. 1. Berikan nilai dasar untuk
nyeri yang diterima 2. gunakan skala mengkaji perubahan dalam
secara nyata dan pengkajian nyeri tingkat nyeri dan
bahwa pasien akan untuk mengevaluasi intervensi
mendapat bantuan mengidentifikasi 2. Data membantu
dalam meredakan intensitas nyeri dan mengevaluasi nyeri dan
nyeri ketidaknyamanan. peredaan nyeri serta
- Melaporkan intensitas 3. Kaji dan catat nyeri mengidentifikasi sumber-
nyeri dan dan karakteristiknya : sumber multiple dan jenis
ketidaknyamanan lokasi, kualitas, nyeri.
nyeri menurun setelah frekuensi, dan durasi. 3. Analgesik, lebih
intervensi digunakan Berikan analgesik sesuai efektifbila diberikan pada
Melaporkan lebih yang diresepkan untuk awal siklus nyeri.
sedikit gangguan dan meningkatkan peredaan 5. Memungkinkan
ketidaknyamanan nyeri yang optimal. pengkajian terhadap
akibat nyeri setelah 5. Berikan kembali skala keefektifan analgesik dan
pengunaan intevensi pengkajian nyeri. mengidentifikasi
- Menerima medikasi 6. Catat keparahan nyeri kebutuhan terhadap tindak
nyeri sesuai yang pasien pada bagan. lanjut bila tidak efektif.
diresepkan 7. Identifikasi dan 5. Membantu dalam
- Menunjukkan tanda- dorong pasien untuk menunjukkan kebutuhan
tanda nyeri fisik dan menggunakan strategi analgesik tambahan atau
perilaku dalam nyeri yang menunjukkan pendekatan alternatif
akut (tidak merengut, keberhasilan pada terhadap peñatalaksanaan
menangis, waspada nyeri sebelumnya. nyeri.
terhadap lingkungan 8. Ajarkan pasien 6. Mendorong penggunaan
sekitar, ikut serta strategi tambahan strategi peredaan nyeri
dalam peristiwa dan untuk meredakan yang familiar dan dapat
aktivitas) nyeri dan diterima oleh pasien.
- Mengidentifikasi ketidaknyamanan : 7. Menggunakan strategi
keefektifan strategi distraksi, imajinasi ini sejalan dengan
peredaan nyeri terbimbing, relaksasi. analgesia dapat
- Memperagakan 9. Intruksikan pasien dan menghasilkan peredaan
pengunaan strategi keluarga tentang yang lebih efektif.
baru untuk meredakan potensial efek samping 8. Mengantisipasi dan
nyeri dan melaporkan analgesik dan mencegah efek samping
Keefektifannya pencegahan serta memampukan pasien
- Mengalami efek penatalaksanaan. untuk melanjutkan
samping minimal dari penggunaan analgesik
analgesic tanpa tanpa gangguan karena
gangguan untuk efek samping.
mengatasi efek
- Samping

e Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan
yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah
status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik
yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon,
1994, dalam Potter & Perry, 2011). Berikut contoh implementasi
masalah keperawatan:
Mengkaji TTV klien Mengkaji skala nyeri pada pasien,
mempertahankan tirah baring selama fase akutemberitahu cara
mengendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi
respon klien terhadap ketidaknyamanan, mis : suhu ruangan dan
cahaya Mengilangkan atau meminimalkan aktivitas vasokontriksi
yang dapat meningkatkan sakit kepala, mis mengejan saat BAB,
batuk panjang dan membungkuk, mengajarkan tekinik relaksasi
Memberitahukan bagaimana posisi nyaman, memberikan tindakan
non farmakologis dengan melakukan kompres dingin pada dahi,
memijat punggung dan leher pasien
f Evaluasi
Tahapan ini perawat melakukan tindakan intelektual untuk
melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh
diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya
sudah berhasil dicapai.

Anda mungkin juga menyukai