Anda di halaman 1dari 44

`BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

21. Covid-19

2.1.1 Definisi Covid-19

Corona virus (Co Vs) adalah keluarga besar virus yang beragam secara

fenotip dan genotip. CoVs adalah virus dengan keluarga coronavirade subfamili

orthocoronavirinae yang dapat menyebabkan penyakit pada burung, mamalia dan

manusia (Ayu et al., 2020).

COVID-19 atau Corona virus disease 2019 yaitu penyakit yang

diakibatkan oleh merebaknya virus baru yaitu Corona virus jenis baru (SARS-

CoV-2). Corona virus adalah virus RNA strain tunggal positif, tergolong dalam

ordo Nidovirales, famili Coronaviridae. Corona virus bersifat sensitif terhadap

panas dan secara efektif dapat diinaktifkan oleh desinfektan yang mengandung

klorin, pelarut lipid dengan suhu 56oC selama 30 menit, eter, alkohol, asam

perioksiasetat, detergen nonioinik, formalin, oksidizing agen dan kloroform

(Amaliyyah, 2021).

2.1.2 Epidemiologi Covid-19

Berawal pada bulan Desember 2019 tepatnya pada tanggal 29 Desember

2019, ditemukan lima kasus pertama pasien pneumonia di Kota Wuhan Provinsi

Hubei, China. Lima orang tersebut dirawat dirumah sakit dengan acute respiratory

distress syndrome dan satu diantaranya meninggal dunia Sekitar 66% penderita

terpajan di pasar ikan atau pasar makanan laut (Wet Market) Huanan di kota

Wuhan. Thailand adalah Negara pertama yang terkonfirmasi Covid-19 diluar

Negara China pada tanggal 13 Januari 2020. Thailand terkonfirmasi positif Covid-
19 sebanyak 3.135 kasus dan 58 kematian sejak tanggal 13 Januari 2020 hingga

15 Juni 2020 (Levani et al., 2021).

Penderita Covid-19 meningkat pesat menjadi 7.734 kasus pada tanggal 30

Januari 2020 dan pada tanggal yang sama terkonfirmasi 90 kasus pasien positif

Covid-19 yang berasal dari berbagai Negara baik di benua Asia, Eropa dan

Australia. Pada tanggal 30 Januari 2020 pula, WHO membunyikan alarm darurat

Kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian oleh seluruh dunia yaitu Public

Health Emergency of International Concern (PHEIC). Penyebaran kasus pertama

Covid-19 di Indonesia pada tanggal 02 Maret 2020 yang terkonfirmasi sebanyak 2

penderita yang berasal dari Jakarta. Tanggal 15 Juni 2020, sebanyak 38.277 kasus

terkonfirmasi positif Covid-19 dan terkonfirmasi meninggal sebanyak 2.134

kasus. Di Jawa Timur, pada tanggal 19 Juni 2020 terkonfirmasi penderita Covid-

19 sebanyak 9.046 +209 kasus baru, terkonfirmasi sembuh sebanyak 2.763 kasus,

dan terkonfirmasi meninggal sebanyak 721 kasus (Levani et al., 2021).

2.1.3 Patofisiologi

Corona virus kebanyakan menginfeksi hewan dan juga bersirkulasi di

hewan. Virus ini disebut juga dengan virus zoonotik yaitu virus yang

ditransmisikan dari hewan ke manusia. Ada banyak hewan liar yang dapat

membawa patogen dan bertindak sebagai vektor untuk penyakit menular tertentu.

Kelelawar, tikus dan musang merupakan host yang biasa ditemukan untuk Corona

virus. Corona virus pada kelelawar merupakan sumber utama untuk kejadian

Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute

Respiratorysyndrome (SARS) (Yuliana, 2020).


Corona virus hanya dapat memperbanyak diri melalui sel host-nya, oleh

karenanya virus ini tidak bisa hidup tanpa sel host. Siklus dari Corona virus

setelah menemukan sel host sesuai tropismenya yaitu: pertama, penempelan dan

virus masuk ke sel host yang diperantarai oleh protein S yang ada dipermukaan

virus. Berdasarkan studi SARS-CoV protein S berikatan dengan reseptor di sel

host yaitu enzim angiotensin-converting enzyme 2 (ACE-2). Setelah virus berhasil

masuk, selanjutnya terjadi proses translasi replikasi gen dari RNA genom virus.

Kemudian replikasi dan transkripsi dimana sintesis virus RNA melalui translasi

dan perakitan dari kompleks replikasi virus. Tahap selanjutnya yaitu perakitan dan

rilis virus (Yuliana, 2020).

2.1.4 Manifestasi Klinis

Gejala penyakit lantaran infeksi virus corona yang baru di Wuhan ini

bervariasi, dari yang ringan tanpa gejala hingga yang parah seperti timbul sesak

gagal napas dan kematian. Gejala yang timbul bisa demam, batuk, rasa capek,

nyeri otot, pilek seperti flu sampai diare (Tandra, 2020).

Dibawah ini pedoman kesiapsiagaan menghadapi COVID-19 Direktorat Jendral

Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Depkes RI, Revisi ke 4 27 maret 2020 :

Manifestasi Klinis yang berhubungan dengan Infeksi COVID-19

Uncomplicates illness Pasien dengan gejala non-spesifik seperti demam,

batuk, nyeri tenggorokan, hidung tersumbat, malaise,

sakit kepala, nyeri otot, perlu waspada pada usia

lanjut dan imunocompromised karena

gejala dan tanda tidak khas

Pneumonia ringan Pasien dengan pneumonia dan tidak ada tanda

pneumonia berat. Anak dengan pneumonia ringan

mengalami batuk atau kesulitan bernafas + napas


cepas : frekuensi napas : < 2 bulan, ≥ 60 x/menit ,

2-11 bulan, ≥50 x/menit, 1-5 tahun, ≥ 40 x/menit

dan tidak ada tanda pneumonia berat

Pneumonia berat/ISPA Pasien remaja atau dewasa dengan demam atau

berat dalam pengawasan infeksi saluran napas, ditambah

satu dari frekuensi napas > 30 x/menit, distress

pernafasan berat atau saturasi oksigen (SpO2) <

90% pada udara kamar.

Pasien anak dengan batuk atau kesulitan bernafas,

ditambah setidaknya satu dari berikut ini :

- Sianosis sentral atau SpO2 < 90%

- Distres pernafasan berat (seperti mendengkur,

tarikan dinding dada yang berat)

- Tanda pneumonia berat, ketidakmampuan

menyusu atau minum, letargi atau penurunan

kesadaran atau kejang

Tanda lain dari pneumonia yaitu : tarikan dinding

dada, takipnea < 2 tahun ≥ 60 x/menit, 2-11 bulan ≥

50 x/menit, 1-5 tahun ≥40 x/menit, > 5 tahun ≥ 30

menit

Acute Respiratory Distress Onset : baru terjadi atau perburukan dalam waktu

Syndrome (ARDS) satu minggu


Pencitraan dada (CT scan toraks atau ultrasonografi

paru) : opasitas bilateral, efusi pleura yang tidak

dapat dijelaskan penyebabnya, kolaps paru, kolaps

lobus atau nodul.penyebab edema : gagal nafas

yang bukan akibat gagal jantung atau kelebihan

cairan, perlu pemeriksaan objektif (seperti

ekokardiografi) untuk menyingkirkan bahwa

penyebab edema bukan akibat hidrostatik jika tidak

ditemukan faktor resiko

Kriteria ARDS pada dewasa :

- ARDS ringan : 200 mmHg <PaO2/FiO2≤300

mmHg (dengan PEEP atau continuous positive

airway pressure (CPAP) ≥5 cmH2O, atau yang

tidak diventilasi)

- ARDS sedang : 100 mmHg <PaO 2/FiO2≤200

mmHg dengan PEEP ≥5 cmH 2O, atau yang

tidak diventilasi)

- ARDS berat : PaO2/ FiO2≤100 mmHg dengan

PEEP ≥ 5 cmH2O atau yang tidak diventilasi)

- Ketika PaO2 tidak tersedia, SpO2/FiO2 ≤315

mengindikasikan ARDS (termasuk pasien yang

tidak di ventilasi)

Kriteria ARDS pada anak berdasarkan Oxygenation

index dan Oxygenatin index menggunakan SpO2 :

- PaO2/ FiO2≤300 mmHg atau SpO2/FiO2 ≤264 :

Bilevel noninvasive ventilation (NIV) atau

CPAP ≥ 5 cmH2O dengan menggunakan full

face mask
- ARDS ringan (ventilasi invasif) : 4

≤oxygenation index (OI) <B atau 5 ≤ OSI < 7,5

- ARDS sedang (ventilasi invasif) : 8 ≤ OI < 16

atau 7,5 ≤ OSI < 12,3

- ARDS berat (ventilasi invasif) : OI ≥ 16 atau

OSI ≥ 12,3

Sepsis Pasien dewasa : disfungsi organ yang mengancam

nyawa disebabkan oleh disregulasi respon tubuh

terhadap dugaan atau terbukti infeksi.

Tanda disfungsi organ meliputi : perubahan status

mental/kesadaran, sesak nafas, saturasi oksigen

rendah, urin output menurun, denyut jantung cepat,

nadi lemah, ekstremitas dingin atau tekanan darah

rendah, ptekie/purpura/mottled skin atau hasil

laboratorium menunjukkan

koagulopati,

trombositopenia, asidosis, laktat yang tinggi,

hiperbilirubinemia.

Pasien anak : terhadap dugaan atau terbuksi infeksi

dan kriteria systemic inflammatory response

syndrome (SIRS) ≥ 2, dan disertai salah satu dari

suhu tubuh abnormal atau jumlah sel darah putih

abnormal

Syok septik Pasien dewasa : hipotensi yang menetap meskipun

sudah dilakukan resusitasi cairan dan membutuhkan

vasopresor untuk mempertahankan mean arterial

pressure (MAP) ≥ 65 mmHg dan kadar laktat serum


> 2 mmol/L.

Pasien anak : hipotensi (TDS < persentil 5 atau > 2

SD di bawah normal usia) atau terdapat 2-3 gejala

dan tanda berikut : perubahan status

mental/kesadaran : takikardia atau bradikardia

(HR<90nx/menit atau >160 x/menit pada bayi dan

HR <70x/menit atau >150 x/menit pada anak):

waktu pengisian kembali kapiler yang memanjang

(>2 detik) atau vasodilatasi hangat dengan bounding

pulse, takipnea, mottled skin atau ruam petekie atau

purpura, peningkatan laktat, oliguria, hipertermia

atau hipotermia.

Sumber : (Tandra, 2020)

Berdasarkan beratnya kasus, COVID-19 dibedakan menjadi tanpa gejala, ringan,

sedang, berat dan kritis (PDPI et al., 2020) :

1. Tanpa Gejala

Kondisi ini merupakan kondisi paling ringan, pasien tidak

ditemukan gejala

2. Ringan

Pasien dengan gejala tanpa ada bukti Pasien dengan gejala tanpa

ada bukti pneumonia virus atau tanpa hipoksia. Gejala yang muncul

seperti demam, batuk, fatigue, anoreksia, napas pendek, mialgia.

Gejala tidak spesifik lainnya seperti sakit tenggorokan, kongesti

hidung, sakit kepala, diare, mual dan muntah, penghidu (anosmia)

atau hilang pengecapan (ageusia) yang muncul sebelum onset gejala

pernapasan juga sering dilaporkan. Pasien usia tua dan


immunocompromised gejala atipikal seperti fatigue, penurunan

kesadaran, mobilitas menurun, diare, hilang nafsu makan, delirium,

dan tidak ada demam

3. Sedang

Pada pasien remaja atau dewasa : pasien dengan tanda klinis

pneumonia (demam, batuk, sesak, napas cepat) tetapi tidak ada

tanda pneumonia berat termasuk SpO2 > 93% dengan udara

ruangan ATAU Anak-anak : pasien dengan tanda klinis pneumonia

tidak berat (batuk atau sulit bernapas + napas cepat dan/atau tarikan

dinding dada) dan tidak ada tanda pneumonia berat). Kriteria napas

cepat : usia <2 bulan, ≥60x/menit; usia 2–11 bulan,

≥50x/menit; usia 1–5 tahun, ≥40x/menit ; usia >5 tahun,

≥30x/menit.

4. Berat/ Pneumonia berat

Pada pasien remaja atau dewasa : pasien dengan tanda klinis

pneumonia (demam, batuk, sesak, napas cepat) ditambah satu dari:

frekuensi napas > 30 x/menit, distres pernapasan berat, atau SpO2 <

93% pada udara ruangan. ATAU Pada pasien anak : pasien dengan

tanda klinis pneumonia (batuk atau kesulitan bernapas), ditambah

setidaknya satu dari berikut ini:

- Sianosis sentral atau SpO2<93%

- Distres pernapasan berat (seperti napas cepat, grunting, tarikan


dinding dada yang sangat berat)

- Tanda bahaya umum : ketidakmampuan menyusu atau minum,

letargi atau penurunan kesadaran, atau kejang.

- Napas cepat/tarikan dinding dada/takipnea : usia <2 bulan,

≥60x/menit; usia 2–11 bulan, ≥50x/menit; usia 1–5 tahun,

≥40x/menit; usia >5 tahun,

≥30x/menit.

5. Kritis

Pasien dengan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS),

sepsis dan syok sepsis.

2.1.5 Penatalaksanaan Pasien Covid-19

Beberapa penatalaksanaan pasien yang terkonfirmasi Covid-19 (PDPI et al.,

2020) yaitu :

1. PEMERIKSAAN PCR SWAB

• Pengambilan swab di hari ke-1 dan 2 untuk penegakan diagnosis. Bila

pemeriksaan di hari pertama sudah positif, tidak perlu lagi pemeriksaan di

hari kedua, Apabila pemeriksaan di hari pertama negatif, maka diperlukan

pemeriksaan di hari berikutnya (hari kedua).

• Pada pasien yang dirawat inap, pemeriksaan PCR dilakukan sebanyak

tiga kali selama perawatan.

• Untuk kasus tanpa gejala, ringan, dan sedang tidak perlu dilakukan

pemeriksaan PCR untuk follow-up. Pemeriksaan follow-up hanya

dilakukan pada pasien yang berat dan kritis.


• Untuk PCR follow-up pada kasus berat dan kritis, dapat dilakukan setelah

sepuluh hari dari pengambilan swab yang positif.

• Bila diperlukan, pemeriksaan PCR tambahan dapat dilakukan dengan

disesuaikan kondisi kasus sesuai pertimbangan DPJP dan kapasitas di

fasilitas kesehatan masing-masing.

• Untuk kasus berat dan kritis, bila setelah klinis membaik, bebas demam

selama tiga hari namun pada follow-up PCR menunjukkan hasil yang

positif, kemungkinan terjadi kondisi positif persisten yang disebabkan

oleh terdeteksinya fragmen atau partikel virus yang sudah tidak aktif.

Pertimbangkan nilai Cycle Threshold (CT) value untuk menilai infeksius

atau tidaknya dengan berdiskusi antara DPJP dan laboratorium pemeriksa

PCR karena nilai cutt off berbeda-beda sesuai dengan reagen dan alat

yang digunakan.

Tabel 1. Jadwal Pengambilan Swab Untuk Pemeriksaan RT-PCR

Hari ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11/12*

X X x

Keterangan : * diperiksa hanya untuk berat dan kritis

2. TANPA GEJALA

a. Isolasi dan Pemantauan

 Isolasi mandiri di rumah selama 10 hari sejak pengambilan

spesimen diagnosis konfirmasi, baik isolasi mandiri di rumah

maupun di fasilitas publik yang dipersiapkan pemerintah.


 Pasien dipantau melalui telepon oleh petugas Fasilitas

Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)

 Kontrol di FKTP terdekat setelah 10 hari karantina untuk

pemantauan klinis

b. Non-farmakologis

Berikan edukasi terkait tindakan yang perlu dikerjakan (leaflet

untuk dibawa ke rumah):

 Pasien :

- Selalu menggunakan masker jika keluar kamar dan saat

berinteraksi dengan anggota keluarga

- Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand

sanitizer sesering mungkin.

- Jaga jarak dengan keluarga (physical distancing)

- Upayakan kamar tidur sendiri / terpisah

- Menerapkan etika batuk (Diajarkan oleh tenaga medis)

- Alat makan-minum segera dicuci dengan air/sabun

- Berjemur matahari minimal sekitar 10-15 menit setiap harinya

(sebelum jam 9 pagi dan setelah jam 3 sore).

- Pakaian yg telah dipakai sebaiknya dimasukkan dalam kantong plastik /

wadah tertutup yang terpisah dengan pakaian kotor keluarga yang

lainnya sebelum dicuci dan segera dimasukkan mesin cuci

- Ukur dan catat suhu tubuh 2 kali sehari (pagi dan malam hari)

- Segera beri informasi ke petugas pemantau/FKTP atau keluarga jika

terjadi peningkatan suhu tubuh > 38oC


 Lingkungan/kamar:

- Perhatikan ventilasi, cahaya dan udara

- Membuka jendela kamar secara berkala

- Bila memungkinkan menggunakan APD saat membersihkan kamar

(setidaknya masker, dan bila memungkinkan sarung tangan dan goggle).

- Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer sesering

mungkin.

- Bersihkan kamar setiap hari , bisa dengan air sabun atau bahan

desinfektan lainnya

 Keluarga:

- Bagi anggota keluarga yang berkontak erat dengan pasien sebaiknya

memeriksakan diri ke FKTP/Rumah Sakit.

- Anggota keluarga senanitasa pakai masker

- Jaga jarak minimal 1 meter dari pasien

- Senantiasa mencuci tangan

- Jangan sentuh daerah wajah kalau tidak yakin tangan bersih

- Ingat senantiasa membuka jendela rumah agar sirkulasi udara tertukar

- Bersihkan sesering mungkin daerah yg mungkin tersentuh pasien

misalnya gagang pintu dll

c. Farmakologi

 Bila terdapat penyakit penyerta / komorbid, dianjurkan untuk tetap

melanjutkan pengobatan yang rutin dikonsumsi. Apabila pasien rutin

meminum terapi obat antihipertensi dengan golongan obat ACE-

inhibitor dan Angiotensin Reseptor Blocker perlu berkonsultasi ke


Dokter Spesialis Penyakit Dalam atau Dokter Spesialis Jantung

 Vitamin C (untuk 14 hari), dengan pilihan ;

- Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari)

- Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari)

- Multivitamin yang mengandung vitamin C 1-2 tablet /24 jam (selama

30 hari),

- Dianjurkan multivitamin yang mengandung vitamin

C,B, E, Zink

 Vitamin D

- Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet, kapsul,

tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul lunak, serbuk,

sirup)

- Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan

tablet kunyah 5000 IU)

 Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun Obat

Modern Asli Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM dapat

dipertimbangkan untuk diberikan namun dengan tetap memperhatikan

perkembangan kondisi klinis pasien.

 Obat-obatan yang memiliki sifat antioksidan dapat diberikan.

3. DERAJAT RINGAN

a. Isolasi dan Pemantauan

 Isolasi mandiri di rumah/ fasilitas karantina selama maksimal 10 hari sejak

muncul gejala ditambah 3 hari bebas gejala demam dan gangguan

pernapasan. Jika gejala lebih dari 10 hari, maka isolasi dilanjutkan hingga
gejala hilang ditambah dengan 3 hari bebas gejala. Isolasi dapat dilakukan

mandiri di rumah maupun di fasilitas publik yang dipersiapkan

pemerintah.

 Petugas FKTP diharapkan proaktif melakukan pemantauan kondisi

pasien.

 Setelah melewati masa isolasi pasien akan kontrol ke FKTP terdekat.

b. Non Farmakologis

Edukasi terkait tindakan yang harus dilakukan (sama dengan edukasi

tanpa gejala).

c. Farmakologis

 Vitamin C dengan pilihan:

- Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari)

- Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari)

- Multivitamin yang mengandung vitamin c 1-2 tablet

/24 jam (selama 30 hari),

- Dianjurkan vitamin yang komposisi mengandung vitamin C, B, E, zink

 Vitamin D

- Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet, kapsul,

tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul lunak, serbuk,

sirup)

- Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan tablet

kunyah 5000 IU)

 Azitromisin 1 x 500 mg perhari selama 5 hari

 Antivirus :
- Oseltamivir (Tamiflu) 75 mg/12 jam/oral selama 5- 7 hari (terutama bila

diduga ada infeksi influenza) ATAU

- Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral

hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5)

 Pengobatan simtomatis seperti parasetamol bila demam.

 Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun Obat

Modern Asli Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM dapat

dipertimbangkan untuk diberikan namun dengan tetap memperhatikan

perkembangan kondisi klinis pasien.

 Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada

4. DERAJAT SEDANG

a. Isolasi dan Pemantauan

 Rujuk ke Rumah Sakit ke Ruang Perawatan COVID-19/ Rumah Sakit

Darurat COVID-19

 Isolasi di Rumah Sakit ke Ruang PerawatanCOVID-19/ Rumah Sakit

Darurat COVID-19

b. Non Farmakologis

 Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit, status

hidrasi/terapi cairan, oksigen

 Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap berikut dengan hitung

jenis, bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi ginjal, fungsi

hati dan foto toraks secara berkala.

c. Farmakologis
 Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 1

jam diberikan secara drip Intravena (IV) selama perawatan

 Diberikan terapi farmakologis berikut:

o Azitromisin 500 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari) atau

sebagai alternatif Levofloksasin dapat diberikan apabila curiga ada infeksi

bakteri: dosis 750 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari).
2.2 Konsep Lansia

2.2.1 Definisi Lansia

Lanjut usia merupakan kelompok manusia yang memasuki tahap akhir

kehidupannya. Pada kelompok lanjut usia ini terjadi proses penuaan yaitu suatu

proses yang ditandai dengan gagalnya mempertahankan keseimbangan terhadap

kondisi stress fisiologis, kegagalan yang didapat adalah menurunnya kemampuan

hidup serta meningkatnya kepekaan individu (Turana Y, mayza M, 2013).

Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun. Menua

bukanlah suatu penyakit melainkan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan

perubahan kumulatif yang merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh

dalam menghadapi rangsangan baik dari dalam tubuh ataupun dari luar tubuh.

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan

manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai

dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai semnjak permulaan kehidupan. Menua

merupakan proses alamiah yang berarti bahwa seseorang telah melalui tiga

tahapan kehidupan yaitu anak, dewasa dan tua (Kholifah, 2016)

2.2.2 Batasan Usia Lanjut

Usia yang dijadikan patokan untuk usia lanjut berbeda-beda, umumnya

berkisar antara 60-65 tahun. Beberapa pendapat para ahli tentang usia (Wibowo,

2016) yaitu:

a. menurut organisasi kesehatan dunia ada empat yaitu :

1. Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun.

2. Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun


3. Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun

4. Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun

b. menurut departemen kesehatan republik indonesia mengklasifikasikan lansia

menjadi (Mutaqqin Arif & Kumala Sari, 2011):

1. pralansia (prasenilis), seseorang yang berusia antar 45-59 tahun

2. lansia , seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

3. lansia risiko tinggi, seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih / seseorang yang

berusia 60 tahun lebih dengan masalah kesehatan.

4. Lansia potensia, lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau

pekerjaan yang dapat mengahasilkan barang atau jasa.

5. Lansia yang tidak potensial yaitu lansia yang tidak berdayamencari nafkah

sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

c. Menurut sumber lain (Wibowo, 2016) :

1. Elderly (usia 60-65 tajun).

2. Junior Old age (usia > 65-75 tahun).

3. Formal old age (usia >75-90 tahun).

4. longevity old age (usia > 90-120 tahun.

Diindonesia batasan usia lanjut adalah 60 tahun keatas, terdapat dalam UU no 13

tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia. Menurut undang-undang tersebut

diatas lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas, baik pria

maupun wanita.

2.2.3 Perubahan-Perubahan pada Lansia

Perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia meliputi (Kholifah, 2016):

2.2.3.1 Perubahan fisiologis


a. Sel

Sel pada lansia jumlahnya semakin sedikit atau berkurang, lebih besar

ukurannya, berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan

intraseluler, menurunya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah dan hati,

jumlah sel otak menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel dan otak

menjadi atrofi beratnya berkurang 5-20%.

b. Sistem Cardiovaskuler

Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan menjadi

kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah

umur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya,

kehilangan elastisitas pembuluh darah, dan tekanan darah meninggi diakibatkan

oleh resistensi dari pembuluh perifer

c. Sistem Pernafasan

Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya

aktivitas dari silia, paru-paru kehilangan elastisitas : kapasitas residu meningkat,

menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun dan

kedalaman bernafas menurun, alveoli ukurannya melebar dari biasa dan

jumlahnya berkurang, oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmhg,

karbondioksida pada arteri tidak berganti, kemampuan untuk batuk berkurang,

dan kemampuan pegas, dinding dada, dan kekuatan otot pernapasan akan

menurun seiring dengan pertambahan usia.

d. Sistem Persarafan

Berat otak menurun 10-20% ( setiap orang berkurang sel saraf otaknya

dalam setiap hari), cepatnya menurun hubungan persarafan, lambat dalam respon
dan waktu untuk bereaksi, mengecilnya saraf panca indra : Berkurangnya

penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya saraf penciuman dan perasa,

lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap

dingin.

e. Sistem Gastrointestinal

perubahan yang terjadi pada lansia meliputi :

1. kehilangan gigi : penyebab utama adanya peridontal disease yang biasa

terjadi setelah 30 tahun. Penyebab lain meliputi keehatan gigi yang buruk

dan gizi yang buruk.

2. Indra pengecap menurun : adanya iritasi yang kronis dan selaput lendir,

atropi indra pengecap (kurang lebih 80%), hilangnya sensitivitas dari indra

pengecap di lidah terutama rasa manis dan asin, hilangnya sensitivitas dari

saraf pengecap tentang rasa asin, asam dan pahit.

3. Esofogus melebar.

4. lambung : rasa lapar menurun : (sensitivitas lapar menurun), asam

lambung menurun, waktu mengosongkan menurun.

5. Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.

6. Fungsi absrobsi melemah (daya absorbsi terganggu).

7. Liver (hati): makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan

berkurangnya aliran darah.


f. Sistem Genitourinaria

1. Ginjal

Aliran darah ke ginjal menurun sampai 50 %, fungsi tubulus

berkurang akibat kurangnya kemampuan mengkonsentrasi urin, berat jenis

urin menurun prpteinuria (biasanya + 1) BUN (Blood Urea Nitrogen)

meningkat sampai 21 mg % , nilai ambang ginjal terhadap glukosa

meningkat.

2. Vesika Urinaria (kandung keih)

Otot-otot menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml

atau menyebabkanfrekuensi buang air seni meningkat, vesika urinaria

susah dikosongkan pada pria lanjut usia sehingga mengakibatkan

meningkatnya retensi urin.

3. Pembesaran prostat kurang lebih 75 % dialami oleh pria usia diatas 65

tahun.

g. Sistem Endokrin

1. Produksi dari hampir semua hormon menurun.

2. Fungsi parathiroid dan sekresinya tidak berubah.

3. Pituitari : Pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah dan hanya

didalam pembuluh darah, berkurangnya produksi dari ACTH

(Adrenocortikotropic Hormone), TSH ( Thyroid Stimulating Hormone) FSH

( Folikel Stimulating Hormone) dan LH (Leutinezing Hormone).

4. Menurunnya aktivitas tiroid, menurunnya BMR ( Basal Metabolic Rate)

dan menurunnya daya pertukaran zat.

5. Menurunnya produksi aldosteron.


6. Menurunnya sekresi hormon kelamin, misalnya : progesteron, estrogen

dan testosteron.

h. Sistem Indera : Pendengaran, Penglihatan, Perabaan dll

1. Sistem Pendengaran

a. Presbiakuisis ( gangguan pendengaran). Hilangnya kemampuan/daya

pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau

nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata,

50 % terjadi pada usia diatas umur 65 tahun.

b. Membran timpani menjadi atropi menyebabkan otosklerosis.

c. Terjadinya pengumpulan cerumen dapat mengeras karena meningkatya

keratin.

d. pendengaran menurun pada lanjt usia yang mengalami ketegangan jiwa

atau stress.

2. Sistem Penglihatan.

a. Spingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar.

b. Karena lebih berbentuk sfesis (bola).

c. Lensa lebih suram (Kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, jelas

menyebabkan gangguan penglihatan.

d. Meningkatkan ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap

kegelapan, lebih lambat dan susah melihat dalam cahaya gelap.

e. Hilangnya daya akomodasi.

F. Menurunnya lapang pandang; berkurangnya luas pandang

g. Menurunnya daya membedakan warna biru/hijau pada skala.


3. Rabaan

Indera peraba memberikan pesan yang paling intim dan yang paling

mudah untuk menterjemahkan. Bila indera lain hilang, rabaan dapat

mengurangi perasaan sejahter. Meskipun reseptor lain akan menumpul

dengan bertambahnya usia, namun tidak pernah menghilang.

4. Pengecap dan penghidu

i. Sistem Integumen

1. Kulit mengekrut atau keriput akibat hilangnya jaringan lemak.

2. permukaan kulit kasar dan bersisik (karena kehilangan proses keratinisasi

serta perubahan ukuran dan bentuk-bentuk sel epidermis).

3. menurunnya respon terhadap trauma.

4. mekanisme proteksi kulit menurun: produksi serum menurun, penurunan

serum menurun dan gangguan pigmentasi kulit.

5. Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu.

6. Rambut dalam hidung dan telinga menebal.

7. Berkurangnya elastisitas akibat dari menurunnya cairan dan vaskularisasi.

8. Pertumbuhan kuku lebih lambat.

9. Kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti dan seperti tanduk.

10. kelenjer keringat berkurangnya jumlah dan fungsinya.

11. Kuku menjadi pudar, kurang bercahaya.

12. Kuku jari menjadi keras dan rapuh.

j. Sistem Muskuloskeletal.

1. Tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh dan osteoporosis.

2. Kifosis
3. Pinggang, lutut, dan jari-jari pergelangan terbatas.

4. Discus intervertebralis menipis dan menjadi pendek (tingginya

berkurangnya).

5. Persendian membesar dan menjadi kaku.

6. Tendon mengerut dan mengalami sklerosis.

7. Atrofi serabut otot (otot-otot serabut mengecil) : serabut-serabut otot

mengecil sehingga seseorang bergerak menjadi lamban, otot-otot kram dan

menjadi tremor.

k. Sistem Reproduksi dan Seksualitas

a. Vagina

Orang-orang yang makin menua sexual intercourse masih juga

membutuhkannya, tidak ada batasan umur tertentu. Fungsi seksual

seseorang berhenti, frekuensi sexual intercourse cenderung menurun

secara bertahap tiap tahun tetapi kapasitas untuk melakukan dan

menikmati berjalan terus sampai tua.

b. Menciutnya ovari dan uterus.

c. Atrofi payudara

d. pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun

adanya penurunan secara berangsur-angsur.

e. Dorongan seksual menetap sampai usia diatas 70 tahun ( asal kondisi

kesehatan baik).

f. Produksi estrogen dan progesteron oleh oleh ovarium menurun saat

menopause.perubahan yang terjadi pada sistem reproduksi wanita meliputi

penipisan dinding vagina dengan pengecilan dan ukuran dan hilangnya


elastisitas, penurunan sekresi vagina, mengakibatkan kekeringan, gatal dan

menurunnya keasaman vagina; involusi (atrofi) uterus dan ovarium; dan

penurunan tonus pubokoksigius, mengakibatkan lemasnya vagina dan

perinium. Perubahan tersebut berakibat perdarahan vagina dan nyeri saat

bersenggama. Pada pria lansia penis dan testis menurun ukurannya dan

kadar androgen berkurang.

2.3 Vaksin

2.3.1 Definisi Vaksin

Vaksin adalah produk biologi yang berisi antigen berupa mikroorganisme

atau bagiannya atau zat yang dihasilkannya yang telah diolah sedemikian rupa

sehingga aman, yang apabila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan

kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit tertentu (KEMENKES, 2021)

Vaksin adalah suatu substansi yang digunakan untuk memperoleh respon

imun terhadap mikroorganisme yang patogen. Vaksin merupakan suatu bahan

biologi antara lain berupa peptida, protein, polisakarida, virus atau organisme

utruh lainnya sehingga dapat mempengaruhi terbentuknya imunitas terhadap suatu

penyakit (Amaliyyah, 2021)

Vaksinisasi adalah pemberian vaksin dalam rangka menibulkan atau

meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga

apabila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya

mengalami sakit ringan dan tidak menjadi sumber penularan (KEMENKES, 2021)

Organisasi kesehatan dunia (WHO) mendefisinikan vaksinisasi sebagai sebuah

kegiatan sederhana, aman dan efketif untuk melawan penyakit berbahaya sebelum

penyakit tersebut masuk kedalam tubuh. Vaksin berisi virus atau bakteri yang
telah dilemahkan atau dibunuh sebelumnya, sehingga ketika disuntikan ke dalam

tubuh manusia akan melatih sistem imun dan membentuk antibodi dan mengingat

serta serta mengetahui bagaimana melawan virus asli. Vaksin bisa dilakukan

dengan cara disuntik, dimasukkan kedalam mulut, atau disemprotkan melalui

hidung (WHO, 2021)

2.3.2 Jenis-jenis Vaksin

Kementrian Kesehatan menetapkan 7 jenis vaksin COVID-19 yang akan

digunakan untuk pelaksanaan vaksinasi di Indonesia adalah yang diproduksi

oleh:

a. AstraZeneca

AstraZeneca merupakan vaksin COVID-19 yang dapat

menstimulasi pertahanan alami tubuh (sistem imun), sehingga tubuh

menghasilkan antibodi terhadap virus tersebut dan akan membantu

melindungi tubuh dari COVID-19 di masa yang akan datang. Seperti

halnya vaksin lainnya, vaksin COVID-19 AstraZeneca mungkin tidak

melindungi semua orang yang divaksinasi, belum diketahui berapa

lama orang yang telah menerima vaksin akan terlindungi (GOV.UK,

2021).

Vaksin COVID-19 AstraZeneca masih sementara berada dalam

tahap pelaksanaan uji klinik tahap 3 di Inggris, Amerika Serikat,

Afrika Selatan, Kolombia, Peru dan Argentina. Sebanyak 40.000

sampel yang digunakan pada pengujian vaksin ini. Dosis vaksin ini

yaitu 0,22 ml atau 0,5 ml, yang diberikan dengan 2 tahap. Pemberian

vaksin tahap kedua dilakukan 28 hari setelah vaksinasi tahap


pertama. Vaksin COVID-19 AstraZeneca diinjeksikan melalui otot

biasanya di lengan bagian atas (Ophinni, 2021).

Seperti obat-obatan pada umumnya, vaksin juga dapat

menimbulkan efek samping, meskipun tidak semua orang

mengalaminya. Dalam studi klinis pada vaksin, sebagian besar efek

samping ringan sampai sedang dan dapat sembuh dalam beberapa

hari atau seminggu setelah vaksinasi. Efek samping yang terjadi

selama uji klinis pada vaksin COVID-19 AstraZeneca adalah sebagai

berikut (GOV.UK, 2021):

1) Sangat Umum (dapat mempengaruhi lebih dari 1 dari 10 orang) :

nyeri, hangat, gatal atau memar dimana suntikan diberikan,

umumnya perasaan tidak enak badan merasa lelah atau letih,

menggigil atau merasa demam, sakit kepala, mual dan nyeri otot.

2) Umum (dapat mempengaruhi hingga 1 dari 10 orang) : bengkak,

kemerahan atau benjolan di tempat suntikan, demam, muntah,

diare, gejala mirip flu seperti suhu tinggi, sakit tenggorokan,

pilek, batuk dan menggigil.

3) Jarang (dapat mempengaruhi hingga 1 dari 100 orang) : perasaan

pusing, nafsu makan berkurang, nyeri perut, pembesaran kelenjar

getah bening, berkeringat berlebihan dan kulit gatal atau ruam.

B. Sinopharm

BBIBP-CorV oleh Sinopharm merupakan virus yang dibiakkan

dalam sel Vero, dinonaktifkan dengan β-propiolakton. Strain virus yang


digunakan adalah HB02, diperoleh dari sampel Bronchoalveolar Lavage (BAL)

dari pasien yang dirawat di rumah sakit di Wuhan (Ophinni, 2021).

Vaksin yang diproduksi oleh Sinopharm masih berada dalam tahap

pelaksanaan uji klinik tahap 3 di Cina, UEA, Maroko, Mesir, Bahrain,

Yordania, Pakistan, Peru dan Argentina. Sebanyak 31.000 sampel (usia

18-59 tahun) yang digunakan pada pengujian vaksin ini. Dosis vaksin ini

yaitu 4 µg atau 8 µg, yang diberikan dengan 2 tahap. Pemberian vaksin

tahap kedua dilakukan 21 hari setelah vaksinisasi tahap pertama (Ophinni,

2021)

C. Moderna

MRNA-1273 diproduksi oleh Moderna dengan dukungan dari National

Institute of Allergy and Infectious Diseases (NIAID). Vaksin Moderna COVID-

19 merupakan vaksin yang telah diizinkan oleh Food and Drug Administration

(FDA) untuk penggunaan darurat dalam mencegah COVID-19 (FDA, 2020).

Vaksin yang diproduksi oleh Moderna telah melewati uji klinik tahap 3 di

Amerika Serikat. Sebanyak >30.000 sampel yang digunakan pada pengujian

vaksin ini. Dosis vaksin ini yaitu 100 µg, yang diberikan dengan 2 tahap.

Pemberian vaksin tahap kedua dilakukan 28 hari setelah vaksinasi tahap pertama

(Ophinni, 2021).

Efek samping yang dapat terjadi setelah injeksi vaksin Moderna COVID-

19 yaitu (FDA, 2020):

1. Reaksi di tempat suntikan: nyeri, pembengkakan kelenjar getah

bening di lengan suntikan yang sama, bengkak (keras) dan


kemerahan.

2. Efek samping umum: kelelahan, sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi,

menggigil, mual dan muntah, serta demam.

d. Novavax Inc

NVX-CoV2372 yang diproduksi oleh Novavax yang mengandung protein

S dari SARS-CoV-2 rekombinan dengan bahan pembantu saponin matriks-M1

yang dikemas dalam nanopartikel. Vaksin yang diproduksi oleh Novavax masih

berada dalam tahap pelaksanaan uji klinik tahap 3 di Inggris, India, Afrika Selatan

dan Meksiko. Sebanyak 15.000 sampel di Inggris (usia 18-59 tahun) yang

digunakan pada pengujian vaksin ini. Dosis vaksin ini yaitu 5 µg atau 25 µg, yang

diberikan dengan 2 tahap. Pemberian vaksin tahap kedua dilakukan 21 hari

setelah vaksinasi tahap pertama (Ophinni, 2021)

e. Pfizer Inc. dan BioNTech

BNT162b2 diproduksi oleh perusahaan biotek Jerman BioNTech,

bekerja sama dengan Pfizer. Vaksin yang diproduksi oleh BioNTech/Pfizer telah

melewati uji klinik tahap 3 di Amerika Serikat, Jerman, Turki, Afrika Selatan,

Brasil dan Argentina. Sebanyak 43,548 sampel yang digunakan pada pengujian

vaksin ini. Dosis vaksin ini yaitu 30 µg, yang diberikan dengan 2 tahap.

Pemberian vaksin tahap kedua dilakukan 21 hari setelah vaksinasi tahap pertama

(Ophinni, 2021).

f. Sinovac
CoronaVac yang diproduksi oleh Sinovac mengandung strain SARS-

CoV- 2 CN2 yang diekstraksi dari bronchoalveolar lavage (BAL) dari pasien

rawat inap di Wuhan, dikultur dalam sel Vero, dipanen, dinonaktifkan

menggunakan β- propiolactone, kemudian dimurnikan sebelum akhirnya diserap

ke dalam aluminium hidroksida (Ophinni, 2021)

Sinovac saat ini menjalankan uji klinis fase 3 di Indonesia, Turki, Brazil,

dan Chili, Sebanyak >30.000 sampel (usia 18-59 tahun) yang digunakan pada

pengujian vaksin ini. Di Indonesia, Sinovac bekerja sama dengan perusahaan

farmasi milik negara Biofarma. Analisis independen yang dilakukan oleh Badan

Pengawasan Obat dan Makanan Indonesia (BPOM) dan akan memberikan

Otorisasi Penggunaan Darurat jika disetujui. Sinovac akan menjadi vaksin utama

yang akan digunakan oleh Pemerintah Indonesia, dengan biaya ditanggung

sepenuhnya. Gelombang pertama 1,2 juta dosis vaksin Sinovac telah dikirim ke

Indonesia pada 6 Desember, dengan gelombang kedua 1,8 juta dosis. Mirip

dengan vaksin tidak aktif lainnya. Corona vac stabil pada penyimpanan 4 0 C

(Ophinni, 2021).

Dosis vaksin CoronaVac ini yaitu 3 µg atau 6 µg, yang diberikan dengan 2

tahap. Pemberian vaksin tahap kedua dilakukan 14 atau 28 hari setelah vaksinasi

tahap pertama (Ophinni, 2021)

g. PT. Bio Farma

Di Indonesia juga mengembangkan calon vaksin yang diberi nama

vaksin Merah Putih. Vaksin COVID-19 ini dikembangkan oleh beberapa lembaga

diantaranya Lembaga Biologi Molekuler Eijkman (LBM Eijkman), Badan

Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Lembaga Ilmu Pengetahuan


Indonesia (LIPI), Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Kementrian

Riset dan Teknologi (Kemenristek) serta sejumlah universitas. Penelitian,

pengembangan serta produksi vaksin dalam negeri tersebut telah mendapat

dukungan dari Komisi IX DPR RI melalui Rapat Kerja Bersama

Kemenristek/BRIN, Kementerian Kesehatan, Badan POM serta PT Bio Farma

(Persero) pada tanggal 14 Juli 2020. LBM Eijkman telah membangun pondasi

pembuatan vaksin dan selanjutnya akan diuji pada tahap praklinik terhadap hewan

yang akan dilakukan di Laboratorium Biosafety Level-3 (BSL-3) LIPI. Vaksin

merah putih ini ditargetkan akan rampung pada 2021 (Yuningsih, 2020).

2.3.3 Tahapan Pelaksanaan Vaksinisasi Covid-19

Vaksinisasi Covid-19 dilaksanakan dalam 3 tahapan dengan

mempertimbangkan ketersediaan, waktu kedatangan tahapan pelaksanaan

vaksinisasi COVID-19 dilaksnakan sebagai berikut (KEMENKES, 2021) :

a. Tahap 1 dilaksankan mulai bulan Januari 2021 dengan sasaran kelompok

prioritas tenaga, asisten tenaga kesehatan dan tenaga penunjang serta

mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan profesi kedokteran yang

bekerja pada fasilitas pelayanan kesehatan, yang berusia 18 tahun ke atas.

b. Tahap 2 dilaksanakan mulai minggu ketiga Februari 2021 dengan sasaran

kelompok sebagai berikut :

 Kelompok usia lanjut (>60 tahun).

 Petugas pelayanan publik yaitu Tentara Nasional

Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia, aparat hukum

dan petugas pelayanan publik lainnya yang meliputi petugas di


bandara/pelabuhan/stasiun/terminal, perbankan, perusahaan listrik

negara, dan perusahaan daerah air minum serta petugas lain yang

terlibat secara langsung memberikan pelayanan kepada masyarakat

c. Tahap 3 dengan sasaran kelompok prioritas masyarakat rentan dari aspek

geospasial, sosial dan ekonomi yang berusia 18 tahun ke atas dan

masyarakat lainnya selain kelompok prioritas yang dilakukan vaksinisasi

pada tahap I dan II yang dilaksnakan mulai bulan Juli 202.

2.3.4 Kriteria Pemberian Vaksin Covid-19

Vaksin diberikan hanya untuk mereka yang sehat. Ada beberapa kriteria

individu atau kelompok yang tidak boleh divaksinasi COVID-19 :

 Orang yang sedang demam dengan suhu >37,5 oC

 Orang dengan hipertensi tidak terkontrol yaitu tekanan darah >180/110

mmhg pengukuran tekanan darah di ulang 5 (lima) sampai 10 (sepuluh)

menit kemudian. Jika masih tinggi maka vaksinasi ditunda sampai

terkontrol.

 Orang yang mengalami alergi berat setelah divaksinasi COVID-19

sebelumnya (vaksinasi dosis 1)maka tidak bisa mendapatkan vaksinasi

COVID-19 dosis ke dua.

 Orang yang sedang hamil, di tunda sampai melahirkan

 Orang yang mengidap penyakit autoimun seperti asma, lupus. Vaksinasi

ditunda jika dalam kondisi akut atau belum terkendali.

 Orang yang sedang mendapat pengobatan untuk gangguan pembekuan

darah, kelainan darah, defisiensi imun.


2.4 Kecemasan

2.4.1 Definisi Cemas

Kecemasan merupakan suatu gangguan alam perasaan (affective)

ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan

berkelanjutan (Hawari,2013). Kecemasan adalah perasaan yang tidak tenang

yang samar-samar oleh karena ketidaknyamanan atau ketakutan yang disertai

dengan ketidakpastian, ketidakberdayaan, isolasi dan ketidakamanan (Stuart,

2016).

Kecemasan merupakan perasaan takut atau ketakutan yang tidak dapat

dijelaskan dan merupakan respon stimulus internal dan external yang memiliki

tanda dan gejala meliputi gejala perilaku, kognitif dan fisik (Berman, A., Snyder,

S., & Frandsen, 2016). Kecemasan merupakan perasaan was-was, khawatir yang

samar disertai respon otonom sumber seringkali tidak spesifik atau tidak

diketahui oleh individu, perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap

bahaya. Hal ini merupakan suatu isyarat kewaspadaan untuk memperingatkan

individu akanbahaya dan memberi kemampuan individu uintyukbertindak dalam

menghadapi segala ancaman (Herdman, T. H., & Kamitsuru, 2018).

Kecemasan merupakan perasaan takut akan terjadinya sesuatu yang

disebabkan adanya antisipasi bahaya dan merupakan sinyal pengambilan

keputusan pada individu utk mengambil tindakan dalam menghadapi ancaman.

Pengaruh adanya tuntutan, persaingan dan bencana dalam kehidupan yang

dialami akan mempengaruhi kesehatan fisik dan psikologis, dimana dampak

psikologis adalah kecemasan atau Anxietas (Sutejo, 2018).


2.4.2 Penyebab

Menurut (Herdman, T. H., & Kamitsuru, 2018) dalam NANDA ada beberapa

penyebab yang menimbulkan kecemasan, yaitu :

a. Perubahan status kesehatan

Apabila seseorang mengalami kondisi yang tidak baik bagi dirinya, baik

secara fisik maupun psikologis, akan menunjukkan dampak kecemasan

baik mulai dari ringan, sedang, berat bahkan panik. Kondisi status

kesehatan tidak hanya secara fisik, namun juga secara psikologis.

Perubahan status tersebut akan berdampak pada rasa takut atau cemas

dikarenakan mengkhawatirkan terjadinya perubahan status kesehatan

daripada sebelumnya.

b. Hospitalisasi

Hospitalisasi merupakan suatu keadaan krisis yang terjadi pada

seseorang, yang terjadi saat seseorang sakit dan dirawat di rumah sakit.

Perawatan seseorang di rumah sakit merupakan krisis utama yang

tampak pada seseorang karena seseorang yang dirawat di rumah sakit

mengalami perubahan status kesehatan dan juga lingkungan seperti

ruangan perawatan, petugas kesehatan yang memakai seragam

ruangan, alat-alat kesehatan. Selama proses tersebut, seseorang dapat

mengalami hal yang tidak menyenangkan bagi dirinya, bisa

ditunjukkan dengan seseorang tidak aktif, tidak komunikatif. Keadaan

ini terjadi karena seseorang berusaha beradaptasi dengan lingkungan

baru yaitu lingkungan rumah sakit sehingga kondisi tersebut mejadi


faktor stressor bagi seseorang maupun orang tua dan keluarga yang

bisa menimbulkan kecemasan, berbagai perasaan yang sering muncul

pada seseorang yaitu rasa cemas, marah, sedih, takut, dan merasa

bersalah

c. Ancaman terhadap kematian

Ancaman yang dimaksud adalah ancaman yang diperoleh dari kondisi

kesehatan yang dialami seseorang, misal seseorang mengalami

penyakit tertentu atau kondisi lainnya yang mempengaruhi kondisi

seseorang.

d. Bencana

Bencana juga menjadi salah satu pemicu kecemasan, dimana bencana

terjadi secara tiba-tiba (accident) dialami oleh seseorang. Bencana

tersebut akan memberikan dampak yang luas bagi yang mengalami.

2.4.3 Gejala Cemas

Menurut (Nevid, J., Rathus, S. A., & Beverly, 2013) kecemasan dapat

diklasifikasikan dalam 3 jenis, yaitu :

a. Gejala fisik dari kecemasan adalah kegelisahan, anggota tubuh bergetar

banyak keluar keringat, kesulitan bernafas, jantung berdetak kencang,

dan merasa lemas

b. Gejala behavior dari kecemasan adalah terguncang, berperilaku

menghindar, terguncang melekat dan dependen.

c. Gejala kognitif dari kecemasan adalah khawatir tentang sesuatu,

perasaan terganggu atau ketakutan terhadap sesuatu yang akan terjadi di

masa depan keyakinan bahwa sesuatu yang menakutkan akan segera


terjadi, kesakitan akan ketidakmampuan, mengatasi masalah,

kebingungan, pikiran terasa campuraduk, sulit berkonsentrasi, panas

dingin, mudah marah atau tersinggung.

2.4.4 Tingkatan Kecemasan

Adapun tingkat kecemasan secara umum terdiri dari 4 tingkat mulai

dari yang ringan sampai dengan berat/ panic (Stuart, 2016) yaitu :

a. Kecemasan ringan

Kecemasan yang berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan

sehari- hari yang menyebabkan orang menjadi waspada dan

meningkatkan persepsinya.

b. Kecemasan sedang

Kecemasan sedang ini dapat menimbulkan seseorang untuk

memusatkan perhatian pada hal penting dan mengesampingkan yang

lain, berakibat seseorang akan memiliki perhatian yang selektif dan

lebih terarah.

c. Kecemasan berat

Kecemasan berat ini sangat mengurangi persepsi seseorang, terdapat

kecenderungan untuk memusatkan pada suatu yang terinci dan

spesifik. Semua perilaku ditunjukkan untuk mengurangi ketegangan,

sehingga orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat

memusatkan perhatian pada hal yang lain.

d. Tingkat Panik

Kecemasan berhubungan dengan ketakutan dan merasa diteror tidak


mempunyai kemampuan aktivitas apapun walaupun dengan

pengarahan. Panik akan meningkatkan aktivitas motorik, menurunkan

kemampuan berhubungan dengan orang lain, persepsi menyimpang dan

kehilangan pemikiran rasional

2.4.5 Penatalaksanaan Cemas

Menurut (Hawari, 2008) penatalaksanaan atau manajemen pada tahap

pencegahan dan terapi memerlukan metode pendekatan yang bersifat holistik:

a. Penatalaksanaan farmakologi. Dengan menggunakan obat – obatan

misalnya anti kecemasan benzodiazepim, obat ini tidak boleh digunakan

dalam waktu lama karena bisa mnyebabkan ketergantungan

b. Non farmakologi.

1). Distraksi : merupakan metode untuk menghilangkan kecemasan

dengan mengalihkan perhatian dari rasa cemas . Stimulus sensori yang

menyenangkan menyebabkan pelepasan endokrin akan menghambat

stimulus cemas yang mengakibatkan lebih sedikit stimulus yang

ditransmisikan ke otak.

2). Relaksasi: Terapi relaksasi yang dapat dilakukan berupa relaksasi,

tarik nafas dalam, rmediasi, relaksai imajinasi dan visualisasi.


2.5 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman,

rasa dan raba (Sari, 2021).

Berkaitan dengan tingkat pengetahuan dalam domain kognitif, ada enam

tingkatan di dalamnya yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan

evaluasi. Hal tersebut diuraikan dibawah ini (Sari, 2021) :

a. Tahu (Know)

Tahu yang artinya adalah mengingat suatu materi yang telah

dipelajari atau rangsangan yang telah diterima sebelumnya. Tahu

menjadi tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk

mengukur bahwa seseorang itu tahu adalah ia dapat menyebutkan,

menguraikan, mendefinisikan dan menyatakan.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami adalah kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi

tersebut secara benar. Orang yang paham harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contohnya, menyimpulkan dan meramalkan atau

memprediksi.

c. Aplikasi atau penerapan(Aplication)

Aplikasi ini artinya adalah kemampuan menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi rill atau sebenarnya. Aplikasi

disini dapat diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode


dan prinsip dalam konteks atau situasi nyata.

d. Analisis(Analysis)

Analisis yang memiliki arti kemampuan menjabarkan materi atau

objek ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil tetapi masih dalam satu

struktur organisasi dan ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan

analisis dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat

menggambarkan, membuat bagan, membedakan, memisahkan dan

mengelompokkan.

e. Sintesis(Synthesis)

Sintesis yaitu kemampuan meletakkan atau menghubungkan

bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau

kemampuan menyusun formulasi baru dari formulasi yang sudah ada.

Contohnya antara lain dapat menyusun, merencanakan, meringis dan

menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi yang berarti kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Evaluasi dilakukan dengan

menggunakan kriteria sendiri atau kriteria yang telah ada.

Cara pengukuran tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan

wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang diukur

dari subjek penelitian atau responden. Cara mengukur tingkat

pengetahuan dengan memberikan pertanyaan- pertanyaan, kemudian

dilakukan penilaian nilai 1 untuk jawaban benar dengan nilai 0 untuk

jawaban salah. Berdasarkan skala data rasio maka rentang skor


pengetahuan yaitu 0 sampai 100 (Sari, 2021)
Daftar Pustaka

Amaliyyah, R. (2021). Tingkat Pengetahuan Mahasiswa UIN Allaudin Makasar

terhadap Penggunaan Vaksin sebagai Pencegahan COVID-19.

Ayu, G., Laksmi, P., & Sari, P. (2020). Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).

Journal of Midwifery and Women’s Health, 65(6), 833–834.

https://doi.org/10.1111/jmwh.13196

Berman, A., Snyder, S., & Frandsen, G. (2016). Kozier & Erb’s Fundamentals of

Nursing: Concepts, Process, and Practice. Pearson Education, Inc.

FDA. (2020). Fact Sheet For Recipients And Caregivers Emergency Use

Authorization (Eua) Of The Moderna Covid-19 Vaccine To Prevent

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) In Individuals 18 Years Of Age And

Older. FDA.

GOV.UK. (2021). Information for UK recipients on COVID 19 Vaccine

AstraZeneca. Inggris. GOV.UK.

Hawari, D. (2008). ilmu kedokteran jiwa dan kesehatan jiwa. Dana Bhakti Yasa.

Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2018). NANDA-I Diagnosis Keperawatan :

Definisi dan Klasifikasi 2018-2020. (11th ed.). EGC.

KEMENKES. (2021). Tanya Jawab Seputar Vaksinisasi Covid-19. Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia.

Kholifah, S. N. (2016). Keperawatan Gerontik. Kementrian Kesehatan Republik

Indonesia.

Levani, Prastya, & Mawaddatunnadila. (2021). Coronavirus Disease 2019

(COVID-19): Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Pilihan Terapi. Jurnal

Kedokteran Dan Kesehatan, 17(1), 44–57.


https://jurnal.umj.ac.id/index.php/JKK/article/view/6340

Mutaqqin Arif & Kumala Sari. (2011). Keperawatan Medikal Bedah (dewasa).

Salemba Medika.

Nevid, J., Rathus, S. A., & Beverly, G. (2013). Pengantar Psikologi Abnormal.

Erlangga.

Ophinni, Y. (2021). COVID-19 Vaccines: Current Status and Implication for Use

in Indonesia. ResearchGate.

PDPI, PERKI, PAPDI, PERDATIN, & IDAI. (2020). Pedoman tatalaksana

COVID-19 Edisi 3 Desember 2020. In Pedoman Tatalaksana COVID-19.

https://www.papdi.or.id/download/983-pedoman-tatalaksana-covid-19-edisi-

3-desember-2020

Sari, M. (2021). Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Lansia Terhadap Kecemasan

Lansia Pada Masa Pandemi Covid-19 Di Puskesmas Sukajadi

Palembangtahun 2021. In Kebidanan, Program Studi Tinggi, Sekolah

Kesehatan, Ilmu.

Stuart, G. (2016). Principles and Practice of Psychiatric Nursing. Mosby.

Sutejo. (2018). Keperawatan Jiwa, Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan

Kesehatan Jiwa: Gangguan Jiwa dan Psikososial. Pustaka Baru Press.

Tandra, H. (2020). Virus Corona Baru. COVID-19. Kenali, Cegah, Lindungi diri

sendiri & Orang lain. Andi Offset.

Turana Y, mayza M, pudjiastuti. (2013). Panduan program simulasi otak pada

lansia. Nida dwi karya.

WHO. (2021). Vaksinisasi Covid-19. World Health Organization.

Wibowo. (2016). Kesehatan Masyarakat di Indonesia. Raja grafindo Persada.


Yuliana, Y. (2020). Corona virus diseases (Covid-19): Sebuah tinjauan literatur.

Wellness And Healthy Magazine, 2(1), 187–192.

https://doi.org/10.30604/well.95212020

Yuningsih, R. (2020). Uji Klinik Coronavac Dan Rencana Vaksinasi Covid-19

Massal Di Indonesia. Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI. 2020.

Anda mungkin juga menyukai