Pesangon merupakan salah satu hak karyawan yang sudah diatur dalam Undang-Undang dan harus
diberikan oleh perusahaan ketika karyawan memasuki masa pensiun atau terjadi Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK). Pesangon dihitung dari upah tetap ditambah uang penghargaan masa kerja dan uang
penggantian hak, di mana besarannya dihitung berdasarkan masa kerja karyawan yang sudah kami
sebutkan pada artikel Besaran Pesangon Menurut UU Cipta Kerja.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2009 disebutkan bahwa pesangon adalah penghasilan
yang dibayarkan oleh pemberi kerja termasuk pengelola dana pesangon tenaga kerja kepada pegawai,
dengan nama dan dalam bentuk apapun, sehubungan dengan berakhirnya masa kerja atau terjadi
pemutusan hubungan kerja, termasuk uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak.
Pesangon merupakan objek pajak penghasilan pasal 21 yang bersifat final atau PPh 21 Final, yaitu pajak
yang dikenakan langsung saat seseorang atau wajib pajak menerima penghasilan. Pada pasal 2 PP No 68
Tahun 2009 disebutkan “Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai berupa uang pesangon,
uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus dikenai
pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final.
Yang dimaksud dibayarkan sekaligus yakni jika sebagian atau seluruh pembayarannya dilakukan dalam
jangka waktu paling lama 2 tahun kalender.
Dalam PP No 65 Tahun 2009, tarif PPh 21 atas penghasilan berupa uang pesangon ditentukan sebagai
berikut:
a. Penghasilan bruto sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dikenakan tarif
sebesar 0% (nol persen);
b. Penghasilan bruto di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), dikenakan tarif sebesar 5% (lima persen);
c. Penghasilan bruto di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), dikenakan tarif sebesar 15% (lima belas persen);
d. Penghasilan bruto di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), dikenakan tarif sebesar
25% (dua puluh lima persen).
Tarif PPh 21 final tersebut diberlakukan atas jumlah kumulatif pesangon dalam jangka waktu paling lama
2 (dua) tahun kalender. Jika pesangon diberikan sampai tahun ketiga atau lebih, maka pemotongan
pajak tahun ketiga dan seterusnya dilakukan dengan menerapkan tarif pasal 17 ayat 1a Undang-Undang
PPh.
Anton merupakan karyawan dari sebuah perusahaan swasta yang mengalami PHK dikarenakan usianya
sudah memasuki masa pensiun. Perusahaan memberikan uang pesangon ditambah uang penghargaan
masa kerja dan uang penggantian hak dengan nominal seluruhnya sebesar Rp750.000.000,00. Berapa
pajak yang dikenakan atas pesangon tersebut?
Jawaban:
Nominal pesangon yang diterima oleh Anton sudah memasuki lapisan tarif paling tinggi yakni 25%,
namun untuk menghitung besaran PPh 21nya tidak bisa kita hitung langsung dari jumlah pesangon
dikalikan 25%, sebab harus kita hitung dari mulai lapisan terkecil. Berikut perhitungannya:
Lapisan 1 : 50.000.000 x 0% = 0
Lapisan 2 : 50.000.000 x 5% = 2.500.000
Lapisan 3 : 400.000.000 x 15% = 60.000.000
Lapisan 4 : 250.000.000 x 25% = 62.500.000
750.000.000 = 125.000.000
Jadi besaran PPh 21 final atas pesangon yang diterima Anton yaitu Rp125.000.000. Jika pajak tersebut
dibebankan kepada Anton, maka Anton hanya menerima pesangon sebesar Rp625.000.000.
Jika di bulan bersangkutan perusahaan harus membayar PPh 21 atas penghasilan karyawan dan PPh 21
atas pesangon, maka perusahaan jangan menjumlahkan dari kedua nominal tersebut, karena kode
setoran PPh 21 atas penghasilan karyawan berbeda dengan kode setoran PPh 21 atas pesangon. Kode
setoran PPh 21 atas penghasilan karyawan adalah 100 - (Masa PPh Pasal 21), sedangkan kode setoran
PPh 21 atas pesangon adalah 401 - (PPh Final Pasal 21 Pembayaran Sekaligus Atas Jaminan Hari Tua,
Uang Tebusan Pensiun, dan Uang Pesangon).
Jika terjadi pembayaran PPh 21 atas pesangon, perusahaan harus menerbitkan bukti pemotongan PPh
21 final (Formulir 1721-VII) untuk pegawai bersangkutan. Bukti pemotongan PPh 21 final atas pesangon
berbeda dari bukti pemotongan PPh 21 pegawai tetap (Formulir 1721-A1) sehingga pada saat
melaporkan SPT tahunan orang pribadi, pegawai harus melaporkan kedua bukti potong tersebut.