Anda di halaman 1dari 21

Volume 2, Issue 4, Maret 2021 E-ISSN 2686-4924 P-ISSN 2686-5246

DOI: https://doi.org/10.31933/jimt.v2i4
Received: 4 Januari 2021, Revised: 20 Februari 2021, Publish: 13 Maret 2021

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSAINGAN DAN


PERTUMBUHAN PASAR: BUDAYA, SOSIAL, PERSONAL (SUATU
LITERATURE REVIEW)

Andreas Prasetia1
1
Mahasiswa Magister Management Universita Mercu Buana, email: andreprans@yahoo.com

Abstrak: Bisnis kecil dan menengah di Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda dengan negara
lain. Literature Review ini menguji pengaruh moderasi intensitas kompetisi dan pertumbuhan pasar
terhadap hubungan faktor sosial, faktor budaya dan faktor personal. Budaya organisasi, faktor personal
dan perorangan memiliki hubungan yang kuat dengan efektivitas organisasi. Ketiganya dapat
memberikan dampak yang besar bagi masa depan organisasi. Dalam literature ini penulis akan mengulas
persaingan dan pertumbuhan pasar baik pada pasar domestik maupun internasional. Berbagai aspek
budaya, sosial dan personal telah ditemukan di beberapa penelitian tentang kaitannya dengan persaingan
dan pertumbuhan pasar. Semuanya memiliki situasi yang sama dan harus menghadapinya untuk membuat
kemajuan yang baik demi efektivitas perusahaan dalam bersaing di masa depan.

Keyword: persaingan pasar, pertumbuhan pasar, budaya, sosial, personal

PENDAHULUAN
Perubahan perubahan terjadi dalam lingkungan bisnis yang meliputi perubahan teknologi
produksi dan teknologi informasi serta globalisasi mengakibatkan organisasi untuk terus
berkembang dalam mencapai tujuan organisasi di tengah persaingan bisnis yang semakin ketat.
Persaingan bisnis yang sangat ketat menuntut manajemen organisasi untuk menjamin usaha
organisasi berjalan dengan baik, tetap bertahan dan terus berkembang. Salah satu agar
manajemen untuk mencapai tersebut adalah menyusun, mengendalikan, melaksanakan dan
mengevaluasi strategi pemasaran organisasi. Definisi sebuah pasar strategis, akan selalu
memiliki fokus pada pasar potensial yang sesuai dengaan strategi perusahaan (Kotler, 2012).
Tujuan dari penulisan “Literature Review Paper” ini adalah untuk lebih mamahami materi pada
perkuliahan “STRATEGIC MARKETTING MANAGEMENT”, sehingga dapat di
implementasikan pada penulisan artikel ilmiah atau Tesis. “Literature Review Paper” ini
mengkaji teori-teori dan artikel-artikel ilmiah dari jurnal-jurnal bereputasi yang bekaitan dengan
tema-tema dari Rencana Pembelajaran Semester (RPS) yang berbasis Outcome Base

Available Online: https://dinastirev.org/JIMT Page 442


Volume 2, Issue 4, Maret 2021 E-ISSN 2686-4924 P-ISSN 2686-5246

Education(OBE) untuk menghasilkan kerangka konseptual (conceptual framework) untuk riset


selnjutnya (tesis).

Secara rinci tujuan dari penulisan “Literature Review Paper” ini adalah mengetahui pengaruh
atau hubungan antara variabel exogen (X1, X2, X3 dan X4) terhadap variabel endogen (Y1 &
Y2):
1) Pengaruh atau hubungan faktor budaya terhadap persaingan pasar
2) Pengaruh atau hubungan faktor sosial terhadap persaingan pasar
3) Pengaruh atau hubungan faktor personal terhadap persaingan si pasar
4) Pengaruh atau hubungan faktor budaya terhadap pertumbuhan pasar
5) Pengaruh atau hubungan faktor sosial terhadap pertumbuhan pasar
6) Pengaruh atau hubungan faktor personal terhadap pertumbuhan pasar
7) Pengaruh atau hubungan persaingan pasar terhadap pertumbuhan pasar

KAJIAN PUSTAKA
1. Teori Persaingan / kompetisi Pasar
Berdasarkan konsensus umum diketahui bahwa persaingan pasar suatu produk dalam suatu
industri mempengaruhi keputusan manajerial dan oleh karena itu merupakan penentu penting
dari profitabilitas perusahaan. Namun, ada sedikit kesepakatan tentang bagaimana
persaingan tersebut mempengaruhi perilaku eksekutif atau insentif yang diberikan kepada
manajer (Porter, 1990; Nickell, 1996).

Ketika persaingan meningkat, perusahaan memberikan insentif yang lebih lemah karena
manajer secara implisit termotivasi untuk bekerja lebih keras. Misalnya, Hart (1983)
menunjukkan bahwa persaingan yang lebih besar memberikan insentif manajerial implisit
yang lebih kuat, karena pemain pasar tambahan membuat perusahaan mendapatkan
informasi yang lebih baik dan dengan demikian lebih mampu mengevaluasi tindakan
manajer. Demikian juga, Schmidt (1997) menunjukkan bahwa peningkatan persaingan
meningkatkan kemungkinan likuidasi dan oleh karena itu insentif yang lebih besar bagi
manajer, yang bekerja lebih keras untuk mempertahankan pekerjaan mereka.

Untuk menguji hubungan antara persaingan dan konsentrasi, pertimbangkan apa yang terjadi
ketika produk dapat diganti dalam suatu industri meningkat. Ketika pergantian produk
meningkat, begitu pula persaingan harga hal ini memaksa perusahaan yang kurang efisien
yang tidak dapat menjaga biaya tetap rendah untuk keluar dari industri atau bergabung
dengan perusahaan yang lebih efisien, dalam jangka panjang. Lebih lanjut, peningkatan
persaingan ini dapat menghalangi perusahaan potensial memasuki industri. Akibatnya,
industri berakhir dengan lebih sedikit perusahaan dan konsentrasi yang meningkat.
Perusahaan yang tersisa menghadapi peningkatan permintaan untuk produksi dan karenanya
memberikan manajer insentif yang lebih kuat untuk mengurangi biaya marjinal (Hotelling,
1929; Salop, 1979).

Available Online: https://dinastirev.org/JIMT Page 443


Volume 2, Issue 4, Maret 2021 E-ISSN 2686-4924 P-ISSN 2686-5246

Literatur manajemen strategis berpendapat bahwa perusahaan dapat mempertahankan


keunggulan kompetitif mereka dengan memanfaatkan sumber daya dan kemampuan di mana
mereka memiliki keunggulan komparatif (misalnya, Helfat dan Peteraf, 2003; Hooley et al.,
2006; Peteraf, 1993; Wernerfelt, 1984, 1995). Dalam konteks liberalisasi perdagangan,
perusahaan domestik memiliki keunggulan komparatif dibandingkan perusahaan asing dalam
hubungannya dengan pemangku kepentingan lokal, sementara mungkin sulit bagi mereka
untuk bersaing secara biaya. Oleh karena itu, penulis berpendapat bahwa domestic
perusahaan dapat menanggapi meningkatnya persaingan luar negeri dengan memperkuat
hubungan mereka dengan konsumen lokal, karyawan, dan pemangku kepentingan lainnya.
Dalam artian, dengan meningkatkan inisiatif sosial dan lingkungan, perusahaan dapat
membedakan diri dan membangun penghalang perdagangan "lunak" yang merugikan
pesaing asing mereka(Flammer, 2014).

Terlepas dari pentingnya pemahaman kita tentang cara kerja persaingan dan implikasi
kebijakan ekonominya, secara mengejutkan hanya ada sedikit makalah teoretis tentang
subjek ini. Jensen dan Meckling (1976) berpendapat bahwa tingkat persaingan tidak
berpengaruh apapun pada biaya agensi. Bagaimanapun, kelonggaran manajerial dinikmati
oleh manajer perusahaan, bukan oleh pemiliknya. Oleh karena itu, pemilik monopoli
memiliki kepentingan yang sama untuk mengurangi biaya keagenan seperti halnya pemilik
perusahaan kompetitif, dan keduanya harus menawarkan skema insentif yang persis sama.
Argumen ini mengabaikan, bagaimanapun, bahwa skema insentif yang optimal bergantung
pada lingkungan di mana perusahaan beroperasi (Ã, 2007)

Sebagian besar literatur dimulai dari pengamatan bahwa persaingan menghasilkan informasi
tambahan yang tidak tersedia dalam industri monopoli. Holmstrom (1982) dan Nalebuff dan
Stiglitz (1983) menganalisis penggunaan evaluasi kinerja relatif. Jika jumlah pesaing di
pasar meningkat, dan jika guncangan yang mempengaruhi biaya masing-masing perusahaan
berkorelasi, maka peningkatan persaingan menghasilkan informasi tambahan yang dapat
digunakan untuk mengurangi masalah bahaya moral. Sementara gaji pemilik meningkat jika
dia dapat memanfaatkan informasi ini, efeknya pada upaya manajerial masih ambigu.
Bergantung pada distribusi probabilitas yang mendasarinya, mungkin saja biaya penerapan
tingkat upaya yang lebih rendah berkurang lebih dari biaya penerapan tingkat upaya yang
lebih tinggi di mana manajer dapat didorong untuk bekerja lebih sedikit. Selanjutnya,
performanya relative evaluasi mensyaratkan bahwa gaji manajer bergantung langsung pada
kinerja manajer yang bersaing (Schmidt, 1997)

Lokasi pasar merupakan salah satu hal yang dianggap para pedagang sebagai penyebab
terjadinya kompetisi pasar. Lokasi pasar berhubungan dengan kenyamanan konsumen, dan
jarak pasar yang berada dekat dengan konsumen dianggap lebih nyaman bagi konsumen.
Jarak antara toko tradisional dan lokasi toko modern yang berada dalam satu jangkauan
pelayanan akan mempengaruhi preferensi konsumen dalam menentukan tempat
berbelanja(Asribestari & Setyono, 2013)

Available Online: https://dinastirev.org/JIMT Page 444


Volume 2, Issue 4, Maret 2021 E-ISSN 2686-4924 P-ISSN 2686-5246

Berdasarkan teori dan kajian sebelumnya dapat menunjukkan bahwa konsentrasi pasar yang
tinggi dapat mencerminkan level persaingan pasar. Ketika pasar bervariasi dalam produk
yang dapat diganti, konsentrasi yang tinggi mungkin menunjukkan persaingan yang ketat. Di
sisi lain, ketika ukuran atau biaya masuk pasar bervariasi, konsentrasi yang lebih sedikit
dapat menjadi indikasi persaingan yang ketat.

2. Teori Pertumbuhan Pasar


Berdasarkan matriks ekspansi produk-pasar Ansoff (1965) yang terkenal, diversifikasi hanya
mewakili satu jenis strategi pertumbuhan. Strategi pertumbuhan lainnya adalah penetrasi
pasar, pengembangan pasar dan pengembangan produk. Fokus pada diversifikasi bisa jadi
karena itu mewakili bentuk yang paling ekstrim dari strategi pertumbuhan, sedangkan
pengembangan produk atau pengembangan pasar dianggap lebih sebagai kontinum dari
pengembangan perusahaan (Abell & Hammond, 1979; Ansoff, 1965). Namun, untuk
perusahaan kecil dan menengah, bahkan pengembangan produk atau pasar dapat dianggap
sebagai penghentian pengembangan sebelumnya (cf. Barber, Metcalfe & Porteous, 1991) —
khususnya, ketika konteksnya didefinisikan sebagai pilihan strategi pertumbuhan
internasional.

Penggunaan teori berbasis sumber daya untuk memprediksi strategi pertumbuhan terdapat
dua tradisi berbeda dapat diidentifikasi. Yang pertama berkaitan dengan aliran besar
penelitian tentang strategi diversifikasi di tingkat strategi perusahaan, di mana perhatian
difokuskan pada peran sumber daya perusahaan dalam menentukan batas-batas kegiatan
perusahaan. Diversifikasi dilihat sebagai hasil dari kelebihan kapasitas dalam sumber daya
yang memiliki banyak kegunaan dan yang menyebabkan kegagalan pasar (Peteraf, 1993, hal.
188). Sumber daya dipandang sebagai kekuatan pendorong untuk diversifikasi, sementara
peluang pasar — meskipun disebutkan — kurang terfokus. Dalam studi empiris, berbagai
jenis indeks diversifikasi berdasarkan S.I.C. Kode (Standar Klasifikasi Industri) digunakan
sebagai variabel dependen, sedangkan variabel independen terdiri dari rasio keuangan yang
berbeda dan ukuran tidak langsung yang digunakan untuk menangkap sumber daya fisik dan
aset tidak berwujud. Diasumsikan bahwa perusahaan dengan sumber daya yang dapat
digeneralisasikan atau fleksibel dapat melakukan diversifikasi secara luas, sedangkan
perusahaan dengan sumber daya yang terspesialisasi atau tidak fleksibel akan mengikuti
strategi diversifikasi yang agak sempit. Misalnya, Chatterjee & Wernerfelt, 1991
menyarankan bahwa sumber daya fisik dan sumber daya tak berwujud, yang diyakini sangat
tidak fleksibel, dapat digunakan untuk memasuki pasar yang terkait erat, sementara
diversifikasi yang relatif lebih tidak terkait akan dikaitkan dengan sumber daya keuangan
(Andersen & Suat, 1998)

Secara tradisional, manajemen pemasaran menekankan pertumbuhan penjualan sebagai


tujuan strategis utama berdasarkan asumsi bahwa peningkatan volume penjualan
menciptakan ekonomi di banyak area yang meningkatkan profitabilitas. Dengan demikian,

Available Online: https://dinastirev.org/JIMT Page 445


Volume 2, Issue 4, Maret 2021 E-ISSN 2686-4924 P-ISSN 2686-5246

peningkatan penjualan yang berkelanjutan diasumsikan menurunkan biaya total rata-rata per
unit yang akan digabungkan dengan tingkat penjualan yang lebih tinggi untuk meningkatkan
kinerja laba perusahaan. Namun, dalam praktiknya, peningkatan penjualan tidak selalu
dibarengi dengan keuntungan yang lebih besar meskipun penelitian menunjukkan bahwa
harus ada hubungan positif antara keduanya. Hal ini telah memfokuskan kembali perhatian
manajer pemasaran dan sarjana ke arah identifikasi tujuan strategis lainnya yang mungkin
lebih relevan dengan tujuan jangka panjang dari "memaksimalkan kekayaan"
perusahaan(Cronin, Joseph, 1998)

Ada beberapa konsep yang mewakili kebijaksanaan konvensional dari strategi pertumbuhan
perusahaan. Urutan di mana perusahaan menggunakan strategi ini adalah fungsi dari (I) nilai
yang diharapkan dari profitabilitas, biasanya diukur dengan pengembalian investasi, dari
setiap strategi dan (2) risiko, atau varian yang diharapkan dalam profitabilitas, terkait dengan
setiap strategi. Bagian sebelumnya telah menunjukkan bahwa ada alasan untuk meyakini
bahwa antara produk dan layanan terdapat perbedaan hasil yang diharapkan dan varian dari
strategi serupa. Pada bagian ini, pertama-tama kita akan meninjau kebijaksanaan
konvensional urutan strategi pertumbuhan, kemudian memperjelas masalah perusahaan jasa
dalam mengikuti urutan ini, dan akhirnya menganalisis risiko yang terkait dengan urutan
alternatif yang tersedia untuk perusahaan jasa.(Carman & Langeard, 1980)

Salah satu anugerah sumber daya penting untuk pertumbuhan usaha baru adalah kemampuan
teknologi. Perusahaan dengan kekuatan teknologi lebih mudah diterima oleh pasar melalui
biaya rendah (Chen et al., 2009)

Secara umum, penulis yakin langkah selanjutnya untuk meningkatkan pertumbuhan pasar
dari sudut pandang maksimalisasi keuntungan dan minimalisasi risiko adalah dengan
menjual paket layanan yang ada ke segmen pasar baru. Melakukan ekspansi pasar, tetapi kali
ini perluasan pasar didasarkan pada segmen sosiodemografi baru daripada segmen geografis
baru. Biasanya jenis ini melakukan perluasan pasar

3. Faktor Budaya
Budaya, subkultur, dan kelas sosial memberikan pengaruh yang sangat penting dalam
perilaku pembelian konsumen. Budaya adalah penentu mendasar dari keinginan dan perilaku
seseorang. Melalui keluarga dan institusi penting lainnya, seorang anak yang tumbuh di
Amerika Serikat dihadapkan pada nilai-nilai seperti pencapaian dan keberhasilan, aktivitas,
efisiensi dan kepraktisan, kemajuan, kenyamanan, individualisme, kebebasan, kenyamanan
eksternal, kemanusiaan, dan kemudaan(Kotler & Keller, n.d.). Seorang anak yang tumbuh di
negara lain mungkin memiliki pandangan yang berbeda tentang diri, hubungan dengan orang
lain, dan ritual. Seorang marketing harus memperhatikan dengan cermat nilai-nilai budaya di
setiap negara untuk memahami cara terbaik memasarkan produk yang ada dan menemukan
peluang untuk produk baru. Komunikasi pada pasar internasional adalah komunikasi yang
melintasi batas negara untuk tujuan bisnis. Komunikasi di antara orang-orang dari budaya

Available Online: https://dinastirev.org/JIMT Page 446


Volume 2, Issue 4, Maret 2021 E-ISSN 2686-4924 P-ISSN 2686-5246

yang sama seringkali cukup sulit. Oleh karena itu, komunikasi antara orang-orang dari
budaya yang berbeda dari sudut pandang bahasa, nilai, pelanggan, dan cara berpikir, akan
jauh lebih sulit, dengan tingkat miskomunikasi yang hampir tak terhindarkan (Ferraro,
2006). Masalah dalam komunikasi pemasaran yang dilakukan secara lintas budaya seringkali
muncul ketika peserta dari satu budaya tidak dapat memahami perbedaan yang ditentukan
secara budaya dalam praktik komunikasi, tradisi, dan budaya dan pemrosesan pemikiran
dalam konteks budaya lain. Literatur komunikasi pemasaran yang difokuskan pada
periklanan mendukung hipotesis bahwa konten iklan berbeda antar negara(Kotler & Keller,
n.d.).

Budaya organisasi juga diartikan sebagai pengetahuan sosial dalam suatu organisasi yang
meliputi aturan, norma, dan nilai-nilai yang membentuk sikap dan perilaku karyawan, maka
definisi yang disampaikan oleh J. Chatman dan DL Caldwell dalam Colquitt, dkk, sebagai
berikut: “Budaya organisasi sebagai pengetahuan sosial bersama dalam suatu organisasi
mengenai aturan, norma, dan nilai yang membentuk sikap dan perilaku karyawannya
(Colquitt, et al, 2009: 546).

Penelitian periklanan internasional telah mengkonfirmasi perbedaan konten iklan antar


negara. Premis yang mendasari penelitian ini menunjukkan bahwa iklan, sebagian,
mencerminkan sistem sosial masing-masing negara (Emery dan Tian, 2003; McLeod dan
Kunita, 1994; Mueller, 1992; Ramaprasad dan Hasegawa, 1992; Zandpour, Chang, dan
Catalano, 1992).

Nilai, norma, dan karakteristik yang tertanam dalam pesan iklan muncul dalam berbagai
budaya bisa ke tingkat yang lebih besar atau lebih kecil (Emery dan Tian, 2003; Mueller,
1993). Oleh karena itu pemahaman tentang pentingnya nilai budaya dalam periklanan
memiliki nilai praktis yang besar dalam komunikasi pemasaran. Menentukan perbedaan nilai
budaya harus memandu perumusan strategi komunikasi pemasaran internasional (Munson
dan McIntyre, 1979). Mengabaikan makna budaya yang tertanam dalam periklanan dapat
menyebabkan salah tafsir dari pesan yang dimaksudkan perusahaan (McCracken, 1987).
Miskomunikasi semacam itu terutama bertanggung jawab atas kegagalan bisnis di pasar
internasional.

Untuk mencocokkan pemasaran dengan preferensi konsumen, perilaku pembelian, dan pola
penggunaan produk, pemasar mendapat manfaat dari pemahaman lingkungan budaya pasar.
Perusahaan bisnis tidak boleh berfokus pada perbedaan budaya hanya untuk menyesuaikan
program komunikasi pemasaran agar dapat diterima oleh konsumen. Ini untuk menyarankan
bahwa perusahaan juga harus mengidentifikasi kesamaan budaya, untuk mengidentifikasi
peluang dan memodifikasi pemasaran standar
strategi berdasarkan teori komunikasi pemasaran diinformasikan dengan informasi budaya.
Bekerja secara terampil dengan persamaan dan perbedaan budaya ini di pasar dunia
merupakan tugas pemasaran yang penting untuk bisnis.

Available Online: https://dinastirev.org/JIMT Page 447


Volume 2, Issue 4, Maret 2021 E-ISSN 2686-4924 P-ISSN 2686-5246

Bisnis internasional sering dilakukan melalui berbagai cara dari budaya ke budaya,
komunikasi pemasaran dapat ditingkatkan ketika para manajer dilatih secara lintas budaya
untuk menyadari area yang kemungkinan menciptakan hambatan komunikasi dan konflik.
Bisnis internasional secara umum ditingkatkan ketika orang-orang dari budaya yang berbeda
menemukan pendekatan baru untuk memecahkan masalah dengan menciptakan solusi yang
menggabungkan perspektif budaya dan memeriksa masalah yang dihadapi dari sudut
pandang yang berbeda satu sama lain.

4. Faktor Sosial
Selain faktor budaya, faktor sosial seperti kelompok referensi, keluarga, dan peran serta
status sosial mempengaruhi perilaku pembelian kita. Keluarga adalah kelompok konsumen
terpenting dalam masyarakat, dan anggota keluarga merupakan kelompok referensi utama
yang paling berpengaruh. Ada dua keluarga dalam kehidupan pembeli. Keluarga orientasi
terdiri dari orang tua dan saudara kandung. Melalui orang tua seseorang memperoleh
orientasi terhadap agama, politik, dan ekonomi dan rasa ambisi pribadi, harga diri, dan
cinta.8 Bahkan jika pembeli tidak lagi banyak berinteraksi dengan orang tuanya, pengaruh
orang tua terhadap perilaku dapat menjadi penting. Hampir 40 persen keluarga memiliki
asuransi mobil dengan perusahaan yang sama dengan orang tua (Kotler & Keller, n.d.)

Teori sementara terkait adopsi teknologi berguna untuk menjelaskan hasil adopsi teknologi,
teori perilaku berfokus pada tingkat analisis individu di mana perilaku manusia memiliki
dampaknya. The Theory of Reasoned Action (TRA) menurut Ajzen (1991) menyatakan
bahwa sikap dan norma subjektif mempengaruhi niat berperilaku. Davis (1989) menerapkan
TRA ke tingkat individu dari perilaku adopsi teknologi. Hasil yang dihasilkan adalah salah
satu teori perilaku adopsi teknologi yang paling dikenal, Technology Acceptance Model
(TAM). Dua konstruksi utama yang mempengaruhi niat individu untuk menggunakan
teknologi adalah Perceived Usefulness (PU) dan Perceived Ease of Use (PEU).

Dalam kasus UKM di mana proses pengambilan keputusan bisnis untuk pemilik atau
manajer bisnis identik dengan proses pengambilan keputusan individu. Dari literatur,
perilaku adopsi teknologi baru yang ditunjukkan oleh bisnis mungkin menggambarkan
perilaku yang sama oleh satu individu. Hal ini dapat disimpulkan sebagai sikap dan perilaku
adopsi teknologi tingkat bisnis yang digeneralisasi mungkin juga dapat dijelaskan secara
efektif oleh TAM

Penelitian yang berfokus pada factor social relative sedikit, penelitian ilmiah tentang faktor
sosial dan peran komunikasi pemasarannya dalam industri bisnis dan organisasi berkembang.
Pemasaran di bidang ini mengacu pada penggunaan teknologi media sosial untuk melakukan
aktivitas pemasaran perusahaan. Bahkan banyak UKM menghadapi banyak keterbatasan
termasuk adopsi teknologi sebagai kendala bagi kelompok ini untuk meraih peluang yang
dapat membantu perusahaan meningkatkan kinerja bisnisnya, pemasaran media sosial

Available Online: https://dinastirev.org/JIMT Page 448


Volume 2, Issue 4, Maret 2021 E-ISSN 2686-4924 P-ISSN 2686-5246

dipersepsikan sebagai saluran komunikasi bisnis yang sangat menjanjikan. Namun, dengan
sumber daya yang terbatas, kesalahpahaman dan kurangnya pemahaman tentang teknologi
akan berdampak parah pada bisnis kecil.

5. Faktor Personal
Marketing Management edition 14th: Karakteristik pribadi yang mempengaruhi keputusan
pembeli meliputi usia dan tahapan dalam siklus hidup, pekerjaan dan keadaan ekonomi,
kepribadian dan konsep diri, serta gaya hidup dan nilai. Karena banyak di antaranya
berdampak langsung pada perilaku konsumen, penting bagi seorang marketing untuk
mengikutinya dengan cermat(Kotler & Keller, n.d.)

Kepuasan Pelanggan dan Kontras Kepuasan Pelanggan Ini Menurut Oliver [9] adalah bahwa
kunci untuk mempertahankan pelanggan adalah kepuasan pelanggan, dimana dimensi
kepuasan pelanggan adalah: 1) Harapan, pelanggan puas hanya jika pada kenyataannya
produk yang telah mereka beli adalah sesuai atau Di luar ekspektasi / ekspektasi mereka.
Produk yang baik adalah produk yang mampu memenuhi harapan / harapan pelanggannya,
sehingga pelanggan akan mendapatkan pengalaman yang positif setelah membeli produk
tersebut; 2) Disconfirmation subyektif, customer merasa puas jika tidak ada hal atau alasan
yang berhubungan dengan ketidaksesuaian produk subjektif; 3) Performance Outcome,
pelanggan merasa puas dengan keseluruhan performa produk yang dibelinya dan
mendapatkan manfaat yang optimal sesuai dengan yang diinginkannya.(Setyadi & Ali, 2017)
Penelitian mengenai factor personal atau orang sudah pernah dilakukan pada penelitian
sebelumnya termasuk: (Djoko Setyo Widodo, P. Eddy Sanusi Silitonga, 2017), (Agussalim
et al., 2016), (Novansa & Ali, 1926), (Elmi et al., 2016), (Novansa, Hafizh, Ali, 2017),
(Limakrisna et al., 2016), (Octavia et al., 2020), and (Anggita & Ali, 2017)
Perilaku konsumen terbagi menjadi dua, yaitu persepsi sebagai bentuk penafsiran objek dan
preferensi sebagai kecenderungan pilihan pada suatu hal. Dalam melakukan pemilihan,
terdapat hal‐hal yang menjadi pertimbangan. (Asribestari & Setyono, 2013)

Menurut Salvatore (2006), preferensi konsumen diungkapkan atas beberapa asumsi yang
digunakan sebagai dasaran dalam preferensi konsumen adalah sebagai berikut:
1. Cita rasa seorang individu tidak berubah selama periode tertentu.
2. Adanya konsistensi, yaitu apabila konsumen yang diamati lebih menyukai objek A
daripada objek B maka konsumen ini tidak akan pernah menyukai objek B daripada
objek A.
3. Adanya transitivitas, yaitu jika A lebih disukai daripada B dan B lebih disukai
daripada C, maka A lebih disukai daripada C.
4. Konsumen dapat didorong untuk membeli kombinasi barang yang manapun jika
harganya dibuat cukup menarik.

Faktor personal dari konsumen pernah dilakukan pada penelitian - penelitian sebelumnya
untuk memprediksi konservasi energi, daur ulang, dan pembelian serta penggunaan produk

Available Online: https://dinastirev.org/JIMT Page 449


Volume 2, Issue 4, Maret 2021 E-ISSN 2686-4924 P-ISSN 2686-5246

dengan kesadaran ekologis. Kassarjian (1971) mempelajari reaksi konsumen terhadap bensin
yang mengurangi polusi udara dan menemukan bahwa ada korelasi positif antara perhatian
terhadap polusi udara dan kesediaan untuk membayar harga yang lebih tinggi untuk itu.
Sikap terhadap pencemaran udara (diungkapkan dengan perhatian) merupakan variabel
terpenting dalam menentukan perilaku konsumen terhadap produk. Kinnear dan Taylor
(1973) menyelidiki dimensi sikap dan perilaku perhatian ekologis dan menemukan mereka
memiliki efek yang ditandai pada persepsi merek untuk produk binatu. Dalam sebuah
penelitian yang dilakukan di Jerman Barat, Balderjahn (1988) menemukan bahwa sikap
positif terhadap kehidupan yang sadar ekologis menghasilkan pembelian dan penggunaan
produk yang bertanggung jawab secara ekologis, termasuk penggunaan mobil. Ini juga
mendorong konsumen untuk menunjukkan kepedulian lingkungan secara umum, hal ini
mendukung bermunculannya kelompok-kelompok yang mengeluarkan berbagai petisi yang
relevan secara ekologis dan mendukung atau bergabung dengan organisasi yang peduli
terhadap lingkungan

METODE PENELITIAN
Metode penulisan artikel ilmiah ini menggunakan studi literatur dan studi kepustakaan.
Dengan mengkaji berbagai referensi sesuai dengan teori yang dibahas, khusunya dalam lingkup
Manajemen Pemasaran. Disamping itu menganalisis artikel-artikel ilmiah yang bereputasi dan
juga artikel ilmiah dari jurnal yang belum bereputasi. Semua artikel ilmiah yang di citasi
bersumber dari Mendeley dan Scholar Google.

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Pengaruh / hubungan faktor budaya terhadap kompetisi pasar
Budaya adalah penentu mendasar dari keinginan dan perilaku seseorang (Kotler, 2012).
Dalam konteks liberalisasi perdagangan, perusahaan domestik memiliki keunggulan
komparatif dibandingkan perusahaan asing dalam hubungannya dengan pemangku
kepentingan lokal, sementara mungkin sulit bagi mereka untuk bersaing secara biaya. Oleh
karena itu, perusahaan domestik dapat menanggapi meningkatnya persaingan luar negeri
dengan memperkuat hubungan mereka dengan konsumen lokal, karyawan, dan pemangku
kepentingan lainnya. Dalam artian, dengan meningkatkan inisiatif sosial dan lingkungan,
perusahaan dapat membedakan diri dan membangun penghalang perdagangan "lunak" yang
merugikan pesaing asing mereka(Flammer, 2014).

Budaya organisasi dan efektivitas organisasi memiliki hubungan yang sangat erat. Sehingga
keduanya tidak dapat dipisahkan dari kehidupan organisasi dalam rangka mencapai
tujuannya. Setiap anggota organisasi dapat saja berasal dari berbagai suku bangsa dengan
latar belakang adat istiadat yang berbeda, tapi semuanya memiliki budaya organisasi yang
membedakan organisasinya dengan organisasi lainnya(Tjiharjadi, 2007)

Available Online: https://dinastirev.org/JIMT Page 450


Volume 2, Issue 4, Maret 2021 E-ISSN 2686-4924 P-ISSN 2686-5246

Faktor budaya telah lama diketahui mempengaruhi komunikasi dan potensi keberhasilan
persaingan dalam menjalankan bisnis internasional. Kesadaran budaya membentuk
bagaimana perusahaan bisnis berperilaku di pasar internasional yang direfleksikan secara
lintas budaya. Diakui secara luas bahwa faktor budaya bertindak sebagai penghalang tak
terlihat dalam komunikasi pemasaran internasional. Memahami perbedaan budaya adalah
salah satu keterampilan paling signifikan bagi perusahaan untuk dikembangkan agar
memiliki keunggulan kompetitif dalam bisnis internasional(Tian & Borges, 2011)

Negosiasi bisnis, jenis format penting lain untuk komunikasi pemasaran, juga membutuhkan
kesadaran akan perbedaan budaya. Sebuah studi baru-baru ini oleh Chang (2003)
menyimpulkan bahwa dalam masyarakat Cina, orang-orang menekankan "permainan zero-
sum" di sebagian besar aktivitas persaingan bisnis mereka(Tian & Borges, 2011)

2. Pengaruh / hubungan faktor sosial terhadap kompetisi pasar


Keluarga adalah kelompok konsumen terpenting dalam masyarakat, dan anggota keluarga
merupakan kelompok referensi utama yang paling berpengaruh (Kotler, 2012). Tingkat
kebutuhan masyarakat di dalam suatu daerah tertentu akan berbeda dengan daerah lainnya.
Dalam konteks ini, perusahaan domestik memiliki keunggulan komparatif dibandingkan
perusahaan asing dalam hubungannya dengan pemangku kepentingan lokal, sementara
mungkin sulit bagi mereka untuk bersaing secara biaya. Perusahaan domestic atau
perusahaan dengan pengetahuan domestic akan lebih mudah mengikuti kompetisi pasar
(Flammer, 2014).

Hadirnya layanan jasa dari perusahaan finance diyakini masyarakat luas sebagai lembaga
pemberi layanan untuk mempermudah melakukan pembelian barang yang diinginkan,
sehingga kebutuhan yang biasanya tidak mudah didapatkan dengan pembayaran tunai bisa
terbantu dengan hadirnya perusahaan pembiayaan yang menerapkan sistem kredit, yang
dapat dicicil dalam jangka waktu yang fleksibel dengan bunga yang terjangkau. Dalam hal
ini perusahaan finance harus mengelola usahanya dengan manajemen yang baik, hal ini
dilakukan untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat dari pendatang baru maupun
perusahaan sejenis yang bergerak di bidang pembiayaan (finance), sehingga perusahaan
dapat bertahan hidup dan terus berkembang dimasa yang akan datang. Kelangsungan hidup
perusahaan di era kompetisi global menuntut manajemen untuk menyusun perencanaan
strategis dalam menghadapi perubahan-perubahan yang akan terjadi. Perubahan-perubahan
yang perlu di respon oleh perusahaan bukan hanya berorientasi pada produk perusahaan saja,
melainkan pada aspek-aspek penting yang menyangkut kinerja suatu perusahaan sebagai
entitas masyarakat(Yeni et al., 2019).

Manfaat sosial dan kepercayaan mempengaruhi minat beli online (Liu & Guo, 2017).
Pudaruth & Nursing, (2017) menemukan kemudahan mempengaruhi niat beli. Penelitian
yang dikembangkan oleh (Silva et al., 2019) bahwa kepercayaan memiliki kemampuan
dalam memediasi risiko yang dirasakan terhadap minat beli online, kemudian dari perspektif

Available Online: https://dinastirev.org/JIMT Page 451


Volume 2, Issue 4, Maret 2021 E-ISSN 2686-4924 P-ISSN 2686-5246

yang berbeda kepercayaan juga mampu memediasi e-wom terhadap minat beli online
(Bhandari & Rodgers, 2018). Penelitian (Silva et al., 2019) sebelumnya menjadikan variabel
kepercayaan sebagai mediasi antara persepsi risiko dan ewom terhadap minat beli online,
dan dari perspektif yang berbeda (Bhandari & Rodgers, 2018) menemukan bahwa variabel
kepercayaan mampu memediasi antara e-wom terhadap minat beli online(Ilhamalimy, 2020)

3. Pengaruh / hubungan faktor personal terhadap kompetisi pasar


Penelitian pada artikel “Attitude toward Using m-Commerce: The Analysis of Perceived
Usefulness, Perceived Ease of Use, and Perceived Trust: Case Study in Ikens Wholesale
Trade, Jakarta – Indonesia” menghasilkan salah satu output bahwa dilihat dari target
pengurus Grup Ikens, keputusan perpindahan saluran penjualan dari offline ke online sangat
tepat. Selain sebagian besar pelanggan berada di luar kota (Jakarta), persaingan juga semakin
marak. Kuesioner menunjukkan bahwa 60% pelanggan sudah memiliki aplikasi seluler
serupa. Ini menandakan bahwa Ikens bukanlah yang pertama. Pelanggan Ikens adalah
pemilik toko yang kebanyakan mengelola tokonya sendiri dan oleh karena itu keputusan
berbelanja juga dibuat langsung oleh pemiliknya(Indarsin & Ali, 2020)

Membangun perusahaan berkualitas tinggi yang merupakan karakteristik perusahaan yang


berorientasi pasar. Penerapannya melalui suatu proses dan menuntut kerjasama dari berbagai
pihak yang ada dalam organisasi. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, semakin tinggi
orientasi pasar suatu organisasi, maka semakin tinggi pula kinerja yang mampu dicapai (Ali
et al., 2005; Matanda dan Ndubisi, 2009; Felgueira dan Ricardo, 2012; Asgar et al.., 2013).
Hafeez dkk. (2011) yang mendeklarasikan orientasi pasar dan orientasi wirausaha dapat
meningkatkan kinerja usaha bagi UKM. Namun tidak di Indonesia, berdasarkan pantauan
orientasi pasar banyak penelitian yang menitikberatkan pada lingkungan strategis di negara
maju, sangat sedikit yang melakukan penelitian di negara berkembang khususnya pada UKM
(Teck, 2012). Hasil penelitian pada UKM menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh antara
orientasi pasar terhadap kinerja usaha (P = 0,078). Hasil ini kontras dengan hasil penelitian
sebelumnya yang mengatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan terhadap kinerja
bisnis. Perbedaan hasil tidak hanya karena perbedaan objek penelitian. Memang sebagian
besar penelitian yang menemukan ada pengaruh yang signifikan orientasi kinerja pasar-
bisnis dilakukan pada industri besar. Industri jenis ini telah mengadopsi konsep orientasi
pasar, seperti orientasi pasar dan orientasi pesaing serta fungsi koordinasi, sedangkan untuk
strategi usaha kecil belum fokus kepada pelanggan dan pesaing. 32-47% menyatakan bahwa
pelaku usaha untuk membentuk orientasi pasar terdapat tiga faktor utama yaitu orientasi
kepada pelanggan, pesaing dan fungsi koordinasi. Sebanyak 59% pemilik usaha dan pendiri
menyatakan bahwa orientasi pasar penting untuk meningkatkan kinerja bisnis. Namun hasil
ini memberikan fakta bahwa sebagian besar UKM tidak memiliki budaya berorientasi pasar.
Hal ini didukung oleh observasi bahwa UKM kurang memiliki motivasi untuk
memenangkan persaingan(Octavia & Ali, 2017)

Available Online: https://dinastirev.org/JIMT Page 452


Volume 2, Issue 4, Maret 2021 E-ISSN 2686-4924 P-ISSN 2686-5246

Dalam belanja tentu konsumen tidak serta merta akan berubah dan meninggalkan tempat
belanja lama (red. retail offline) sebagai tempat belanja produk fashion mereka namun
hadirnya tempat belanja baru (red. retail online) pun yang sekarang terbukti dalam penelitian
ini belum bisa merubah perilaku konsumen dan berbelanja produk fashion. Tempat belanja
lama tetap menjadi pilihan belanja khususnya untuk dua generasi (yaitu gen X dan gen Y)
yang ada saat ini yang bisa dikatakan memiliki usia di atas > 22 tahun. Tentu saja ada bisa
yang terjadi ketika dikatakan usia yang paling labil adalah generasi Y 22 thn – 41 thn yang
mana generasi ini adalah generasi yang sebagian bisa melakukan belanja online dan sebagian
lagi tetap belanja di retail offline. Data berbeda ditunjukan bagi generasi X yang rentang usia
mereka >42 tahun yang menurut data merupakan generasi yang setia pada retail offline
sebagai tempat belanja mereka karena selama masa hampir setengah hidup mereka
menggunakan metode belanja di retail offline. Oleh karena itu jika dikatakan bahwa retail
offline tetap menjadi primadona bagi generasi ini yang merupakan generasi yang loyal
terhadap retail offline dan merupakan konsumen utama pada retail offline(Suleman et al.,
2020).

Munculnya pasar modern menyebabkan penurunan jumlah konsumen pada pasar tradisional
karena adanya pasar modern diikuti dengan adanya perubahan preferensi masyarakat dalam
memilih tempat belanja antara Pasar Tradisional Karangayu dan Pasar Modern Giant
Superdome. Hal ini sesuai dengan pandangan Kotller bahwa jika di sekitar lokasi pasar
tradisional terdapat tempat‐tempat yang menawarkan barang yang sama dengan barang yang
ditawarkan di pasar tradisional dapat menimbulkan persaingan, mencakup semua tawaran
dan barang pengganti yang bersaing secara aktual dan potensial, yang bisa dipertimbangkan
oleh pembeli(Asribestari & Setyono, 2013).

4. Pengaruh / hubungan factor budaya terhadap pertumbuhan pasar


Profil budaya berdasarkan survei yang dilakukan oleh Denison menemukan empat dimensi
budaya: pertama, misi terdiri dari arah strategis, tujuan, dan visi. Organisasi yang sukses
memiliki tujuan yang jelas, yang menentukan arah tujuan organisasi dan sasaran strategis
dan mengungkapkan visi tentang bagaimana organisasi akan terlihat; kedua, konsistensi
terdiri dari nilai primer, persetujuan, koordinasi dan integrasi (Mukhtar et al., 2016).

Dari sisi tantangan bisnis, pada era globalisasi seperti sekarang ini pertumbuhan bisnis
menjadi sangat pesat sekaligus menimbulkan persaingan yang sangat kompetitif, baik di
pasar dalam negeri maupun di pasar luar negeri. Jumlah penduduk Indonesia kurang lebih
250 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk yang cukup signifikan merupakan
tantangan bagi para agen prudential untuk mengembangkan bisnis prudential di Indonesia.
Kemudian dengan minimnya pengetahuan masyarakat Indonesia tentang pentingnya ber
asuransi akan menjadi tantangan tersendiri bagi para agen atau tenaga pemasaran prudential.
Hal ini membuat prudential mengembangkan pu sat pelatihan dan pengembangan tenaga
pemasaran baik dari jalur distribusi keagenan mau pun partnership distribution yang dikenal
dengan nama Pru Sales Academy (Hafidz, 2018).

Available Online: https://dinastirev.org/JIMT Page 453


Volume 2, Issue 4, Maret 2021 E-ISSN 2686-4924 P-ISSN 2686-5246

Pasar asuransi jiwa di dalam negeri pun berkembang pesat dan sekarang ini sudah banyak
sekali perusahaan asuransi jiwa di dalam negeri baik dari pendatang baru maupun pesaing
yang sudah ada sebelumnya. Banyaknya merek-me- rek baru atau kompetitor asuransi jiwa
penda- tang baru membuat konsumen semakin banyak pilihan dan setiap asuransi jiwa
pastinya ma- sing-masing memiliki keunggulan untuk ber- saing dan menawarkan produk
produk yang bervariasi kepada konsumen. Selain itu, per- saingan yang ketat antar merek
menjadikan konsumen memilki posisi yang semakin kuat dalam posisi tawar-menawar.
Dapat dilihat pada Gambar 1.1 berikut pertumbuhan perusahaan asuransi jiwa dari tahun
2011 sampai dengan 2015(Hafidz, 2018).

Budaya organisasi memiliki hubungan yang kuat dengan efektivitas organisasi. Keduanya
dapat memberikan dampak yang besar bagi masa depan dan pertumbuhan organisasi.
Berbagai aspek budaya telah ditemukan di perusahaan multinasional yang beroperasi di
Indonesia. Semuanya memiliki situasi budaya yang sama dan harus menghadapinya untuk
mencapai kemajuan yang baik demi efektivitas perusahaan agar dapat terus tumbuh dan bisa
memenangkan persaingan(Tjiharjadi, 2007).

Budaya organisasi yang kuat dan mengakar pada diri setiap individu seperti itulah yang
membuat orang Jepang berhasil mengubah citra produk buatannya dari low class quality
menjadi high class quality sehingga mampu menembus pasaran dunia. Semua ini dapat
tercipta karena orang Jepang memiliki prinsip hidup yang mengakari kemampuannya dalam
berorganisasi. Takeo Fujisawa, salah seorang pendiri Honda Motor Company, pernah
mengatakan bahwa sebenarnya, 95% manajemen Jepang dan Amerika tidak berbeda. Hanya
5% yang berbeda itu terletak pada aspek-aspek yang sangat penting. Orang Jepang juga
belajar ilmu manajemen dari orang Amerika. Tetapi ilmu itu telah dikombinasikan dengan

Available Online: https://dinastirev.org/JIMT Page 454


Volume 2, Issue 4, Maret 2021 E-ISSN 2686-4924 P-ISSN 2686-5246

budaya Jepang yang akhirnya menghasilkan satu manajemen khas Jepang yang terkenal
keampuhannya, yaitu Kaizen(Tjiharjadi, 2007).

5. Pengaruh / hubungan faktor sosial terhadap pertumbuhan pasar


MenurutRangkuti (2014), penelitian menunjukkan bahwa kinerja perusahaan dapat
ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut harus
dipertimbangkan dalam analisis SWOT. Analisis SWOT adalah singkatan dari lingkungan
internal strengths dan weaknesses serta lingkungan eksternal opportunities dan threats yang
dihadap di dunia bisnis. Analisis SWOT dibandingkan antara faktor eksternal peluang
(opportunities) dan ancaman (threats) dengan faktor internal keluatan (strengths), dan
kelemahan weaknesses.(Yeni et al., 2019)

Saat ini bisnis retail di Indonesia berkembang pesat sehingga menimbulkan persaingan
terutama sejak masuknya investor asing dalam bisnis ini. Persaingan yang tinggi di sektor
ritel memaksa peritel untuk terus berinovasi guna memenangkan pelanggan untuk
memenangkan persaingan. Untuk itu dalam mengembangkan pemasarannya perusahaan
harus berorientasi pada konsumen, sehingga perusahaan dapat mengidentifikasi dan
mengetahui apa yang dibutuhkan konsumen(Setyadi & Ali, 2017).

Reputasi dari merek adalah rangkaian asosiasi (persepsi) yang ada di benak konsumen,
sebuah merek biasanya disusun menjadi suatu makna. Relasi dengan sebuah brand akan
semakin kuat jika dilandasi oleh pengalaman dan mendapatkan banyak informasi. Citra atau
asosiasi merepresentasikan persepsi yang mencerminkan realitas objektif atau tidak. Citra
yang terbentuk dari asosiasi (persepsi) inilah yang mendasari keputusan membeli bahkan
loyalitas merek (brand loyalty) dari konsumen(Setyadi & Ali, 2017).

Manusia, seperti yang kita tahu, adalah mahluk sosial. Konsumen sebagai manusia
membutuhkan hubungan sosial dan memiliki interaksi dan hubungan sosial dengan orang
lain. Nitzan dan Libai (2011) mengemukakan bahwa definisi sosial dengan kata lain sebagai
koneksi dan transmisi informasi adalah fakta dan praktik umum manusia dan / atau
pelanggan. Lebih jauh, pengaruh sosial dapat terjadi bila ada transmisi informasi antar
manusia yang terhubung satu sama lain. Dengan demikian, seseorang mungkin memiliki
perilaku membeli yang menyimpang dari praktiknya sendiri ketika ada transmisi informasi
dari orang-orang yang terhubung dengannya. Misalnya, seseorang mungkin menerima
pengalaman penggunaan produk dari teman / kerabat / anggota keluarganya. Misalkan
orang-orang yang terhubung memiliki pengalaman buruk dengan produk, mungkin ada
dampak pada pelanggan yang membuat keputusan untuk berbelanja produk. Selain itu, Bell,
Corsten dan Knox (2011) juga menunjukkan bahwa perilaku pembelian yang tidak terencana
dapat dipengaruhi oleh faktor out-of-store (red. tidak tersedianya produk pada toko)
khususnya dari mulut ke mulut dari keluarga dan teman. Demikian pula, Chang, Molly, dan
Yan (2011) menemukan pengaruh karakteristik sosial terhadap respon emosional positif
pelanggan. Namun, temuan penelitian Inman, Winer dan Ferraro (2009) terhadap proposisi

Available Online: https://dinastirev.org/JIMT Page 455


Volume 2, Issue 4, Maret 2021 E-ISSN 2686-4924 P-ISSN 2686-5246

efek sosial pada pengambilan keputusan pelanggan. Dengan demikian, pengetahuan dan
teori penelitian saat ini masih jarang. Secara khusus, masih ada pertanyaan apa hasil dari
efek sosial, ketika pengaruh orang yang terhubung dengan pelanggan terjadi dalam situasi di
dalam toko. Sekali lagi, hingga saat ini, hanya ada sedikit studi yang menyelidiki masalah
khusus ini. Secara khusus, sehubungan dengan studi apriori (misalnya Bell, Corsten & Knox,
2011; Chang, Molly & Yan, 2011; Nitzan & Libai, 2011), dapat disimpulkan bahwa
mungkin ada dampak efek sosial pada pelanggan. perilaku pembelian di dalam toko yang
tidak direncanakan(Chomvilailuk & Butcher, 2014).

6. Pengaruh / hubungan faktor personal terhadap pertumbuhan pasar


Untuk mengukur keterlibatan pelanggan, pengukuran harus dilakukan dalam konteks strategi
pemasaran perusahaan dan pelanggan itu sendiri, di mana perilaku yang diperlihatkan akan
tercipta dan terhubung dengan pelanggan. Kunci terpenting untuk mempertahankan
keuntungan masa depan yang stabil tidak begitu jelas hanya dengan menjaga hubungan baik
dengan pelanggan - tetapi kita harus memperdalam hubungan kita dan lebih terhubung
dengan mereka (Shefrin, 2007), kita dapat mengatakan bahwa hubungan emosional yang
mapan antara pelanggan dan perusahaan akan sangat memengaruhi kinerja bisnis dan atau
keuangan, termasuk retensi pelanggan, penjualan silang, pembagian dompet, frekuensi
pembelian, profitabilitas pendapatan, dan pertumbuhan hubungan. Penelitian menunjukkan
bahwa pelanggan yang terlibat penuh 23% jauh lebih baik daripada pelanggan rata-rata
dalam hal pangsa dompet, profitabilitas pendapatan, dan pertumbuhan hubungan.(Mansur &
Buana, 2019).

Meningkatkan kapabilitas manajemen wirausaha melalui pelatihan kewirausahaan (Putha,


2014). Pelatihan kewirausahaan memiliki kemampuan dan keahlian di bidang manajemen
dibandingkan dengan wirausaha yang tidak mengikuti pelatihan. Hal ini sejalan dengan
pendapat Alasadi dan Al Sabbagh (2015) bahwa dengan adanya pelatihan di bidang
manajemen maka pengusaha akan lebih mampu meningkatkan kinerja usahanya. Pelatihan
adalah perencanaan dan tindakan sistematis untuk meningkatkan keterampilan dan
kemampuan melalui pembelajaran untuk meningkatkan kinerja. Program pelatihan
tradisional sebagian besar berfokus pada peningkatan jiwa kewirausahaan tetapi hanya
sedikit yang mencoba menyentuh kegiatan manajemen sebagai bagian dari program
pelatihan. Ciri-ciri kepribadian yang ditunjukkan sebagai keahliannya merupakan salah satu
faktor dalam meningkatkan kinerja bisnis (Krueger, 1998). Keterampilan manajemen adalah
kemampuan jaringan untuk mengembangkan kewirausahaan, berinisiatif, mengambil
keputusan, memanfaatkan peluang, inovatif, mampu memecahkan masalah dan berpikir
strategis. Eikebrokk dan Olson (2009) menyatakan ada hubungan positif antara pelatihan,
kompetensi dan kinerja bisnis. Altinay dan Chaterine (2011) menyatakan pendidikan dan
pelatihan sangat dibutuhkan terutama untuk mengetahui apa yang diinginkan dan dibutuhkan
oleh konsumen. Gheorghe (2013) menyatakan orientasi kewirausahaan dan pembelajaran
dasar di bidang pemasaran (pelatihan) akan mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam
berinovasi. Bahkan lingkungan adalah variabel antara orientasi dan kinerja kewirausahaan

Available Online: https://dinastirev.org/JIMT Page 456


Volume 2, Issue 4, Maret 2021 E-ISSN 2686-4924 P-ISSN 2686-5246

(Milavanovic dan Zoran, 2014). Untuk meningkatkan kinerja keterampilan manajemen usaha
yang dibutuhkan dapat diperoleh melalui pelatihan kewirausahaan (Gambar 1 ).(Octavia &
Ali, 2017)

Hampir 35% atau sekitar 88,1 juta dari 250 juta penduduk Indonesia terdaftar sebagai
pengguna internet [1]. Angka ini secara langsung mendorong pesatnya pertumbuhan dan
transaksi perdagangan online yang biasa dikenal dengan e-commerce dan juga penjualan
online. Saluran penjualan online juga mencatat angka yang memuaskan. McKinsey (2016)
melalui penelitiannya melaporkan bahwa pada tahun 2015, 34% penduduk Indonesia
melakukan transaksi melalui saluran e-commerce atau penjualan online dan dalam
laporannya diperkirakan pada tahun 2020 angka ini akan meningkat pesat hingga 53% dari
populasi di Indonesia [2] (Indarsin & Ali, 2020)

Secara demografis, sebagian besar pelanggan Ikens yang berada di rentang usia 41 hingga 50
tahun berada pada usia produktif di mana rentang usia tersebut paling banyak mengalami
perubahan dan perkembangan teknologi dari analog ke digital. Mereka adalah kelompok
yang cepat beradaptasi dan mampu menggunakan perangkat smartphone dengan baik. Selain
itu, hampir seluruh responden merupakan pemilik toko atau pelaku usaha yang berani
mencoba hal-hal baru guna memajukan usahanya sehingga jalur yang ditempuh manajemen
Ikens Group tidak menjadi masalah besar dan tidak menjadi kendala bagi mereka(Indarsin &
Ali, 2020).

Aksesibilitas merupakan hal yang cukup mempengaruhi persepsi dan preferensi konsumen
terhadap Pasar Karangayu dan Giant Superdome. Aksesibilitas dilihat dari jarak antara
rumah dengan pasar, pemilihan moda transportasi dan biaya transportasi. Diketahui bahwa
adanya limitasi berupa pulau jalan dapat mengurangi kemudahan aksesibilitas, terutama bagi
konsumen yang berada di seberang pasar. Hal ini dikarenakan mereka harus memilih jalan
berputar dan menumouh jarak yang lebih jauh saat menuju pasar (Asribestari & Setyono,
2013).

7. Pengaruh / hubungan kompetisi pasar terhadap pertumbuhan pasar


Pendapatan Premi Prudential Neto setiap tahunya memang selalu mengalami kenaikan
namun jika diperhatikan pada angka pertumbuhannya tidak pernah bisa mencapai pada
pencapaian pada tahun 2011 bahkan sejak tahun 2011 setiap tahunya selalu mengalami
penurunan untuk pertumbuhan preminya dapat di ambil kesimpulan terdapat masalah dalam
keputusan pembelian pada PT. Prudential Life Assurance. Prudential Indonesia adalah
“pemimpin” pasar dalam penjualan produk asuransi jiwa yang dikaitkan dengan investasi
(unit link) pertamanya di tahun 1999”. Sebagai market leader perusahaan asuransi jiwa,
“Prudential Indonesia selalu berusaha untuk menyediakan produk unit link yang dirancang
untuk memenuhi dan melengkapi kebutuhan nasabahnya, dalam setiap tahap kehidupan,
mulai dari usia kerja, pernikahan, kelahiran anak, pendidikan anak, dan masa pensiun”.
Dalam industri asuransi jiwa iklim kompetisi terbilang tinggi hal ter- sebut juga yang

Available Online: https://dinastirev.org/JIMT Page 457


Volume 2, Issue 4, Maret 2021 E-ISSN 2686-4924 P-ISSN 2686-5246

dihadapi oleh Prudential khususnya dalam bisnis jasa asuransi unit link, namun manajemen
menanggapi hal tersebut sebagai sebuah tantangan. Setiap perusahaan harus dapat
melakukan usahanya dengan lebih efisien, efektif dan produktif. Tingkat kompetisi yang
tinggi ini memacu tiap-tiap perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidup
organisasinya termasuk perusahaan Prudential(Hafidz, 2018)

Konosuke percaya bahwa pertumbuhan perusahaan merupakan “pengakuan” masyarakat


terhadap nilai dari aktifitas yang dijalankan perusahaan. Selain itu Konosuke juga
menanamkan prinsip bahwa bila perusahaannya tidak dapat menjamin pelayanan purna jual
dari produk yang dijual, lebih baik perusahaannya mengurangi skala bisnis atau jenis produk
yang dijual. Produk, penjualan, dan pelayanan adalah tiga aspek yang menurutnya tak dapat
dipisahkan. Sepeninggal Konosuke, perusahaan Matsushita yang memiliki brand product
National tersebut, tetap memiliki ciri khas yang mengantarkan image konsumen akan high
quality dari brand National miliknya(Tjiharjadi, 2007).

Saat ini bisnis retail di Indonesia berkembang pesat sehingga menimbulkan persaingan
terutama sejak masuknya investor asing dalam bisnis ini. Persaingan yang tinggi di sektor
ritel memaksa peritel untuk terus berinovasi guna memenangkan pelanggan untuk
memenangkan persaingan. Untuk itu dalam mengembangkan pemasarannya perusahaan
harus berorientasi pada konsumen, sehingga perusahaan dapat mengidentifikasi dan
mengetahui apa yang dibutuhkan konsumen(Setyadi & Ali, 2017).

Kualitas layanan: sebagai bentuk awal dan kinerja produk merupakan bagian utama dari
strategi atau institusi perusahaan untuk mencapai keunggulan yang berkelanjutan, baik
sebagai pemimpin pasar maupun sebagai strategi untuk terus berkembang. Keunggulan suatu
produk tergantung pada keunikan atau ciri Ciri khas dan kualitas yang ditunjukkan oleh
produk tersebut, apakah sesuai dengan harapan dan keinginan konsumen Kotler dan
Armstrong, [11]. Kualitas pelayanan berpusat pada upaya memenuhi kebutuhan dan
keinginan konsumen serta ketepatan penyampaian untuk menyeimbangkan harapan
konsumen. Menurut Tjiptono [12] kualitas layanan merupakan tingkat keunggulan yang
diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan untuk memenuhi keinginan konsumen.
Konsumen yang mengonsumsi dan menikmati layanan perusahaan harus menentukan
kualitas layanan yang diberikan. Apabila jasa yang diterima konsumen melebihi atau sama
dengan harapannya, maka dapat dikatakan bahwa jasa yang diberikan oleh penyedia jasa itu
baik atau memuaskan begitu pula sebaliknya(Setyadi & Ali, 2017).

Pada perkembangannya, baik pasar tradisional maupun pasar modern, menjadi sarana
penunjang perekonomian masyarakat di sektor perdagangan. Semula pasar memiliki skala
pelayanan lingkungan permukiman yang kemudian berkembang hingga mencapai skala
pelayanan kota dan wilayah. Perkembangan pasar di Kota Semarang cukup pesat, tidak
hanya pasar tradisional, pertumbuhan pasar modern di Kota Semarang juga dapat dikatakan
cukup pesat. Data tahun 2010 yang terdapat pada Masterplan Pola Perpasaran Kota

Available Online: https://dinastirev.org/JIMT Page 458


Volume 2, Issue 4, Maret 2021 E-ISSN 2686-4924 P-ISSN 2686-5246

Semarang menunjukkan jumlah pasar tradisional di Kota Semarang, baik skala lingkungan
hingga skala kota, adalah 53 pasar dan jumlah pasar modern di Kota Semarang berjumlah
724 pasar yang terbagi menjadi hypermart, supermarket, minimarket dan pertokoan. Menurut
Fox dan Sethuraman (2006), munculnya berbagai jenis pasar nontradisional ini dapat
meningkatkan kompetisi antara pasar tradisional dengan pasar modern. Kompetisi pasar ini
berupa kompetisi dalam menarik minat pengujung untuk melakukan berbelanja di pasar
tersebut. Bentuk kompetisi pasar ini juga didukung dengan adanya perubahan perilaku
masyarakat yang kini semakin modern mengakibatkan kecenderungan perpindahan tempat
belanja dari pasar tradisional menuju pasar modern. Salah satu contoh kompetisi pasar terjadi
pada Pasar Karangayu dan Giant Superdome. Kedua pasar ini terletak di lokasi yang sama
yaitu di Kelurahan Karangayu, Kecamatan Semarang Barat. Kedua pasar ini memiliki
karateristik yang cukup mirip yaitu menjual barang kebutuhan harian, terletak dilokasi yang
sama dan memiliki jangkauan pelayanan Kota Semarang (Asribestari & Setyono, 2013).

Kerangka Konseptual
Berdasarkan Kajian teori dan review artikel ilmiah, maka conceptual framework kajian
pustaka dalam rangka membangun hipotesis adalah sebagai berikut:
1) Pengaruh atau hubungan faktor budaya terhadap persaingan pasar berdasarkan hasil
riset: (Flammer, 2014), (Tjiharjadi, 2007) dan (Tian & Borges, 2011)
2) Pengaruh atau hubungan faktor budaya terhadap pertumbuhan pasar berdasarkan
hasil riset dari (Mukhtar et al., 2016), (Hafidz, 2018) dan (Tjiharjadi, 2007).
3) Pengaruh atau hubungan faktor sosial terhadap persaingan pasar berdasarkan hasil
riset: (Flammer, 2014), (Yeni et al., 2019) dan (Ilhamalimy, 2020)
4) Pengaruh atau hubungan faktor sosial terhadap pertumbuhan pasar berdasarkan hasil
riset dari (Yeni et al., 2019), (Setyadi & Ali, 2017) dan (Chomvilailuk & Butcher,
2014).
5) Pengaruh atau hubungan faktor personal terhadap persaingan pasar berdasarkan hasil
riset: (Indarsin & Ali, 2020), (Octavia & Ali, 2017), (Suleman et al., 2020) dan
(Asribestari & Setyono, 2013).
6) Pengaruh atau hubungan faktor personal terhadap pertumbuhan pasar berdasarkan
hasil riset dari (Mansur & Buana, 2019), (Octavia & Ali, 2017), (Indarsin & Ali,
2020) dan (Asribestari & Setyono, 2013).
7) Pengaruh atau hubungan persaingan pasar terhadap pertumbuhan pasar berdasarkan
hasil riset dari (Hafidz, 2018), (Tjiharjadi, 2007), (Setyadi & Ali, 2017) dan
(Asribestari & Setyono, 2013).
Dari rumusan masalah penulisan artikel ini dan kajian studi literature review baik dari buku
dan artikel yang relevan, maka di perolah rerangka artikel ini seperti di bawah ini.

Available Online: https://dinastirev.org/JIMT Page 459


Volume 2, Issue 4, Maret 2021 E-ISSN 2686-4924 P-ISSN 2686-5246

BUDAYA
X1 1
PERSAINGAN
2
Y1
3

SOSIAL
X2 4 7

5
PERTUMBUHAN
Y2
6
PERSONAL
X3

Gambar 1: Conceptual Framework

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Berdasarkan rumusan artikel, hasil dan pembahasan yang di kaji dan di bahas pada artikel ini,
maka dapat disimpulkan untuk membangun suatu hipoteis guna untuk riset selanjutnya adalah:
1. Faktor budaya memiliki hubungan dan berpengaruh terhadap persaingan pasar
2. Faktor sosial memiliki hubungan dan berpengaruh terhadap persaingan pasar
3. Faktor personal memiliki hubungan dan berpengaruh terhadap persaingan pasar
4. Faktor budaya memiliki hubungan dan berpengaruh terhadap pertumbuhan pasar
5. Faktor sosial memiliki hubungan dan berpengaruh terhadap pertumbuhan pasar
6. Faktor personal memiliki hubungan dan berpengaruh terhadap pertumbuhan pasar
7. Persaingan pasar memiliki hubungan dan berpengaruh terhadap pertumbuhan pasar

Saran
Bersdasarkan Kesimpulan di atas, maka saran pada artikel ini baik secara akademik atau secara
empirik bahwa faktor budaya social dan personal memiliki keterkaitan dan pengaruh yang cukup
besar terhadap pertumbuhan dan persaingan pasar, selain itu perlu di teliti lebih mendalam
mengani sub dari masing – masing faktor tersebut agar bisa didapatkan sub faktor yang dominan
yang berpengaruh. Oleh karena itu, masih di perlukan kajian yang lebih lanjut untuk melengkapi
sub faktor – sub faktor lain apa sajakah yang dapat memepengaruhi pertumbuhan dan persaingan
pasar.

Available Online: https://dinastirev.org/JIMT Page 460


Volume 2, Issue 4, Maret 2021 E-ISSN 2686-4924 P-ISSN 2686-5246

Bibliography/Daftar Pustaka
Ã, C. K. (2007). Industry product market competition and managerial incentives $. 43, 275–297.
https://doi.org/10.1016/j.jacceco.2007.02.004
Andersen, O., & Suat, L. (1998). Resource-based theory and international growth strategies : an
exploratory study. 7(0969), 163–184.
Asribestari, R., & Setyono, J. (2013). PENGARUH DAYA TARIK PASAR TRADDISIONAL DAN
PASAR MODERN TERHAD P PREFERENSI KONSUMEN. 2(3), 539–548.
Carman, J. M., & Langeard, E. (1980). Growth Strategies for Service Firms. I(August 1979), 7–
22.
Chen, X., Zou, H., & Wang, D. T. (2009). Intern . J . of Research in Marketing How do new
ventures grow ? Firm capabilities , growth strategies and performance. International
Journal of Research in Marketing, 26(4), 294–303.
https://doi.org/10.1016/j.ijresmar.2009.08.004
Chomvilailuk, R., & Butcher, K. (2014). Social effects on unplanned in-store buying. Procedia -
Social and Behavioral Sciences, 148, 127–136.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.07.026
Cronin, J. (1998). An Examination of the Relative Impact of Growth Strategies on Profit
Performance.
Flammer, C. (2014). DOES PRODUCT MARKET COMPETITION FOSTER CORPORATE
SOCIAL RESPONSIBILITY ? EVIDENCE FROM TRADE LIBERALIZATION. March
2013. https://doi.org/10.1002/smj
Hafidz, M. (2018). PENGARUH FAKTOR BUDAYA DAN FAKTOR SOSIAL TERHADAP
KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA PT. PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE Muhammad.
2(2), 245–260.
Ilhamalimy, R. (2020). DETERMINASI MINAT BELI ONLINE SHOPEE Ridho Rafqi
Ilhamalimy 1) 1) Universitas Mercu Buana, Jakarta, Indonesia,. 2(1), 708–718.
https://doi.org/10.31933/JIMT
Indarsin, T., & Ali, H. (2020). Attitude toward Using m-Commerce : The Analysis of Perceived
Usefulness , Perceived Ease of Use , and Perceived Trust : Case Study in Ikens Wholesale
Trade , Jakarta – Indonesia. 6663, 995–1007. https://doi.org/10.21276/sjbms.2017.2.11.7
Kotler, P., & Keller, K. L. (n.d.). Marketing Management.
Mansur, S., & Buana, U. M. (2019). Impact of Customer Engagement to Reputation of the Bri
Syariah Indonesia. May.
Mukhtar, P., Ali, P. H., & Jannah, S. R. (2016). Analysis of Leadership Style and Oranizational
Culture Effect on Career Development at Ministry Religious Affairs in Jambi Province.
18(11), 65–74. https://doi.org/10.9790/487X-1811046574
Octavia, A., & Ali, H. (2017). The Model of Market Orientation , Entrepreneurial Orientation
and Business Performance of Small and Medium Enterprises. 7(3), 331–337.
Schmidt, K. M. (1997). Managerial Incentives and Product Market Competition. 191–213.
Setyadi, A., & Ali, H. (2017). Building Brand Image : Analysis of Service Quality and Customer
Satisfaction. 770–777. https://doi.org/10.21276/sjbms
Suleman, D., Ali, H., Nusraningrum, D., & Ali, M. M. (2020). Strategi Memenangkan

Available Online: https://dinastirev.org/JIMT Page 461


Volume 2, Issue 4, Maret 2021 E-ISSN 2686-4924 P-ISSN 2686-5246

Persaingan Bisnis Berbasis Perilaku Konsumen untuk Produk Fashion.


Tian, K., & Borges, L. (2011). Cross-Cultural Issues in Marketing Communications : An
Anthropological Perspective of International Business. 2(1), 110–126.
Tjiharjadi, S. (2007). Pentingnya posisi budaya dan efektivitas organisasi dalam kompetisi di
masa depan. 6(2), 1–10.
Yeni, F., Erwin, G., & Ali, H. (2019). ANALISIS STRATEGI PEMASARAN DALAM
MENGHADAPI PERSAINGAN BISNIS PADA PT.FEDERAL INTERNASIONAL FINANCE
(FIF) GROUP DI KECAMATAN IPUH, KABUPATEN MUKOMUKO. 1(September), 38–
54. https://doi.org/10.31933/JIMT

Available Online: https://dinastirev.org/JIMT Page 462

Anda mungkin juga menyukai