Anda di halaman 1dari 21

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Bioinformatika


Bioinformatika, sesuai dengan asal katanya yaitu “bio” dan “informatika”
adalah gabungan antara ilmu biologi dan teknik informasi (TI). Sebagai suatu
disiplin ilmu, bioinformatika merupakan kajian yang memadukan disiplin biologi
molekul, matematika dan teknik informasi (TI). Bidang ini masih tergolong relatif
baru sehingga masih banyak kesalahpahaman mengenai definisinya. Secara umum,
bioinformatika dapat digambarkan sebagai segala bentuk penggunaan komputer
dalam menangani masalah-masalah biologi. Tetapi dalam prakteknya, definisi yang
digunakan lebih bersifat terperinci (Sukmawati, 2015).
Bioinformatika didefenisikan sebagai cabang komputasi dari biologi
molekuler yang merupakan teknologi pengumpulan, penyimpanan, analisa,
interpretasi, penyebaran, dan aplikasi dari informasi biologi. Bioinformatika
menggunakan program komputer maupun website untuk analisa data biologi dan
penyimpanan sejumlah data biologi yang dihasilkan oleh proyek genom.
Bioinformatika banyak berhubungan dengan sekuen nukleotida termasuk desain
primer, struktur, fungsi, pembandingan seluruh genom dan dan gen, struktur tiga
dimensi protein, dan manajemen data. Melalui bioinformatika kita juga dapat
melakukan berbagai desain eksperimen untuk mengetahui penyakit manusia dan
pembuatan peta genom.
Bioinformatika "klasik"
Sebagian besar ahli Biologi mengistilahkan ‘mereka sedang melakukan
Bioinformatika’ ketika mereka sedang menggunakan komputer untuk menyimpan,
melihat atau mengambil data, menganalisa atau memprediksi komposisi atau
struktur dari biomolekul. Ketika kemampuan komputer menjadi semakin tinggi
maka proses yang dilakukan dalam bioinformatika dapat ditambah dengan
melakukan simulasi. Bagian yang termasuk dalam biomolekul diantaranya adalah
materi genetik dari manusia (asam nukleat) dan produk dari gen manusia yaitu
protein. Hal-hal diataslah yang merupakan bahasan utama dari Bioinformatika
"klasik", terutama berurusan dengan analisis sekuen (sequence analysis).
Bioinformatika "baru"
Salah satu pencapaian besar dalam metode Bioinformatika adalah selesainya
proyek pemetaan genom manusia (Human Genome Project). Selesainya proyek
raksasa tersebut menyebabkan bentuk dan prioritas dari riset dan penerapan
Bioinformatika berubah. Secara umum dapat dikatakan bahwa proyek tersebut
membawa perubahan besar pada sistem hidup kita, sehingga sering disebutkan --
terutama oleh ahli biologi bahwa kita saat ini berada di masa pascagenom.
Selesainya proyek pemetaan genom manusia ini membawa beberapa perubahan bagi
bioinformatika diantaranya: Setelah memiliki beberapa genom yang utuh maka kita
dapat mencari perbedaan dan persamaan di antara gen-gen dari spesies yang

1
berbeda. Dari studi perbandingan antara gen-gen tersebut dapat ditarik kesimpulan
tertentu mengenai spesies-spesies dan secara umum mengenai evolusi. Jenis cabang
ilmu ini sering disebut sebagai perbandingan genom atau comparative genomics
(Suprianto, 2017).
Bioinformatika memiliki 3 tujuan utama. Pertama yaitu yang paling
sederhana yakni mengatur data dengan cara memungkinkan peneliti untuk
mengakses informasi yang ada dan untuk mengirimkan data baru setelah diteliti
lebih lanjut oleh peneliti. Misalnya data dari protein 9 dengan struktur 3Dnya.
Tujuan kedua yaitu untuk membantu mengembangkan alat dan sumber daya yang
membantu dalam analisis data. Misalnya untuk membandingkan hasil dari penelitian
terbaru dengan penelitian yang sebelumnya. Hal ini memerlukan program-program
seperti FASTA dan PSI-BLAST. Sementara tujuan ketiga yaitu untuk untuk
menganalisis data dan menginterpretasikan hasil analisis data sehingga menjadi data
yang bermakna. Secara tradisional, penelitian dalam bidang biologi memiliki tujuan
untuk mengungkap sesuatu hal secara detail dan seringkali membandingkannya
dengan hal-hal yang memiliki keterikatan (Luscombe, 2001).

2.2 Bioinformatika dalam Bidang Genomic dan Proteomic


A. Bioinformatika dalam bidang Genomic
Genomics adalah bidang ilmu yang ada sebelum selesainya sekuen genom,
kecuali dalam bentuk yang paling kasar. Genomics adalah setiap usaha untuk
menganalisa atau membandingkan seluruh komplemen genetik dari satu spesies atau
lebih. Secara logis tentu saja mungkin untuk membandingkan genom-genom dengan
membandingkan kurang lebih suatu himpunan bagian dari gen di dalam genom yang
representatif (Fadil Rizal, 2021)
Salah satu pencapaian besar dalam metode bioinformatika adalah selesainya
proyek pemetaan genom manusia (Human Genome Project). Selesainya proyek raksasa
tersebut menyebabkan bentuk dan prioritas dari riset dan penerapan bioinformatika
berubah Secara umum dapat dikatakan bahwa proyek tersebut membawa perubahan
besar pada sistem hidup kita, sehingga sering disebutkan terutama oleh ahli biologi
bahwa kita saat ini berada di masa pascagenom. Selesainya proyek pemetaan genom
manusia ini membawa beberapa perubahan bagi Bioinformatika, diantaranya Setelah
memiliki beberapa genom yang utuh maka kita dapat mencari perbedaan dan persamaan
di antara gen-gen dari spesies yang berbeda. Dari studi perbandingan antara gen-gen
tersebut dapat ditarik kesimpulan tertentu mengenai spesies-spesies dan secara umum
mengenai evolusi Jenis cabang ilmu ini sering disebut sebagai perbandingan genom
(comparative genomics)
Sekarang ada teknologi yang didisain untuk mengukur jumlah relatif dari kopi
atau cetakan sebuah pesan genetik (level dari ekspresi genetik) pada beberapa tingkatan
yang berbeda pada perkembangan atau penyakit atau pada jaringan yang berbeda
Teknologi tersebut contohnya seperti DNA microarrays akan semakin penting. Akibat
yang lain, secara langsung adalah cara dalam skala besar untuk mengidentifikasi fungsi

2
fungsi dan keterkaitan dari gen (contohnya metode yeast twohybrid) akan semakin
tumbuh secara signifikan dan bersamanya akan mengikuti bioinformatika yang
berkaitan langsung dengan kerja fungsi genom (functional genomics).
Akan ada perubahan besar dalam penekanan dari gen itu sendiri ke hasil-hasil
dari gen Yang pada akhirnya akan menuntun ke usaha untuk mengkatalogkan semua
aktivitas dan karakteristik interaksi antara semua hasil-hasil dari gen (pada manusia)
yang disebut proteomics, usaha untuk mengkristalisasi dan memprediksikan struktur
struktur dari semua protein (pada manusia) yang disebut structural genomics. Apa yang
disebut orang sebagai research informatics atau medical informatics, manajemen dari
semua data eksperimen biomedik yang berkaitan dengan molekul atau pasien tertentu
mulai dan spektroskop massal, hingga ke efek samping klinis akan berubah dan semula
hanya merupakan kepentingan bagi mereka yang bekerja di perusahaan obat-obatan dan
bagian TI Rumah Sakit akan menjadi jalur utama dari biologi molekul dan biologi sel,
dan berubah jalur dari komersial dan klinikal ke arah akademis Dari uraian di atas
terlihat bahwa bioinformatika sangat mempengaruhi kehidupan manusia, terutama
untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Penggunaan komputer yang notabene
merupakan salah satu keahlian utama dari orang yang bergerak dalam 11 merupakan
salah satu unsur utama dalam Bioinformatika, baik dalam Bioinformatika "klasik"
maupun Bioinformatika baru.
Jenis Data Genomik
Secara hipotetis urutan DNA untuk satu manusia dapat disimpan dalam sekitar
750 megabyte. Namun, pada kenyataannya proses sekuensing DNA tidak sempurna,
dan alih-alih mendapatkan satu bacaan sempurna dari seluruh genom mulai selesai,
malah menghasilkan banyak bacaan parsial yang harus dirangkai bersama seperti
puzzle.
Karena DNA diurutkan dengan cara ini, urutan DNA mentah langsung dari
mesin pengurutan berukuran sekitar 200 gigabyte, dan harus "dibersihkan" sebelum
dianalisis.
Sejauh ini, kita hanya membicarakan tentang mendapatkan urutan genom
lengkap, sesuatu yang disebut sebagai "pengurutan genom secara keseluruhan". Studi
genomik juga dapat dilakukan dengan jenis pengukuran genom lainnya:
1. Whole exome sequencing (“WES”) : dalam teknik ini, hanya bagian pengkodean
genom (bagian yang mengkode protein) yang diurutkan.
2. Genotipe SNP : dalam teknik ini, hanya satu huruf di lokasi yang diketahui
penting yang diukur. Sebuah "SNP" adalah "polimorfisme nukleotida tunggal":
tunggal karena hanya satu lokasi (misalnya "posisi 4.576.877"), nukleotida karena
penyusun DNA adalah nukleotida dan ada satu nukleotida di lokasi itu (A, T, C,
atau G), dan polimorfisme karena ini adalah lokasi khusus yang sedang
dipertimbangkan yang diketahui bervariasi dalam populasi (yaitu "polimorfik").
Memiliki nukleotida tertentu di SNP daripada yang lain dapat mengakibatkan
konsekuensi yang dramatis. Misalnya, penyakit anemia sel sabit dapat disebabkan
oleh perubahan nukleotida tunggal.

3
Seperti DNA, RNA adalah asam nukleat - khususnya, asam ribonukleat.
Perbandingan DNA dan RNA:
1. DNA terbuat dari A, T, C, dan G. RNA terbuat dari A, U, C, dan G. Jadi,
RNA mengandung U (urasil), bukan T (timin).
2. DNA beruntai ganda. RNA beruntai tunggal.
3. DNA adalah untuk penyimpanan jangka panjang yang stabil dari semua
informasi yang dibutuhkan untuk membuat makhluk hidup. RNA digunakan
sebagai cetakan sementara untuk membantu dalam proses pembuatan
protein.
RNA digunakan sebagai template untuk membangun protein. Pertama, sepotong
RNA dibangun berdasarkan gen dalam DNA. Proses pembuatan RNA dari DNA
disebut "transkripsi" karena RNA "ditranskripsikan" dari DNA, menggunakan aturan
pemasangan yang dibahas sebelumnya (kecuali kali ini alih-alih menjadi untai DNA-
pasangan untai DNA untuk membentuk heliks ganda, ini adalah untai D NA - untai
RNA berpasangan untuk membuat templat RNA):
1. RNA C berpasangan dengan DNA G.
2. RNA G berpasangan dengan DNA C.
3. RNA U berpasangan dengan DNA A.
4. RNA A berpasangan dengan DNA T (Pertiwi, dkk. 2012)

B. Bioinformatika dalam bidang proteomic


Bioinformatika (bioinformatics) adalah ilmu yang mempelajari penerapan teknik
komputasional untuk mengelola dan menganalisis informasi biologis. Bidang ini
mencakup penerapan metode-metode matematika, statistika, dan informatika untuk
memecahkan masalah-masalah biologis, terutama dengan menggunakan sekuens DNA
dan asam amino serta informasi yang berkaitan dengannya. Pada umumnya,
Bioinformatika didefenisikan sebagai aplikasi dari alat komputasi dan analisa untuk
menangkap dan menginterpretasikan data-data biologi.
Proteomics adalah Ilmu yang mempelajari proteome. Proteomics saat ini tidak
hanya memperhatikan semua protein di dalam sel yang diberikan, tetapi juga himpunan
dari semua bentuk isoform dan modifikasi dari semua protein, interaksi diantaranya,
deskripsi struktural dari protein-protein dan kompleks-kompleks orde tingkat tinggi dari
protein.
Istilah proteomics pertama kali digunakan untuk menggambarkan himpunan dari
protein-protein yang tersusun (encoded) oleh genom. Ilmu yang mempelajari proteome,
yang disebut proteomics, pada saat ini tidak hanya memperhatikan semua protein di
dalam sel yang diberikan, tetapi juga himpunan dari semua bentuk isoform dan
modifikasi dari semua protein, interaksi diantaranya, deskripsi struktural dari
proteinprotein dan kompleks-kompleks orde tingkat tinggi dari protein, dan mengenai
masalah tersebut hampir semua pasca genom. Michael J. Dunn [DUNN2004],
Pemimpin Redaksi dari Proteomics mendefiniskan kata “proteome” sebagai: “The
PROTEin complement of the genOME”. Dan mendefinisikan proteomics berkaitan

4
dengan: “studi kuantitatif dan kualitatif dari ekspresi gen di level dari protein-protein
fungsional itu sendiri”. Yaitu: “sebuah antarmuka antara biokimia protein dengan
biologi molekul”.
Mengkarakterisasi sebanyak puluhan ribu protein-protein yang dinyatakan
dalam sebuah tipe sel yang diberikan pada waktu tertentu –apakah untuk mengukur
berat molekul atau nilai-nilai isoelektrik protein-protein tersebut– melibatkan tempat
penyimpanan dan perbandingan dari data yang memiliki jumlah yang sangat besar, tak
terhindarkan lagi akan memerlukan Bioinformatika.
Protein adalah makromolekul penting yang ditemukan di sel. Mereka penting
bagi banyak fungsi fisiologis yang terjadi pada organisme. Hampir semua reaksi
biokimia dikatalisis oleh protein yang ada di dalam sel. Gen disimpan dengan petunjuk
genetik untuk menghasilkan protein. Kode genetik diubah menjadi urutan asam amino
yang menentukan protein tertentu. Proses ini dikenal dengan ekspresi gen. Bila
diperlukan, gen diekspresikan dan disintesis sebagai protein. Seluruh rangkaian protein
sel dikenal sebagai proteome. Studi tentang proteome sel dikenal sebagai proteomik.
Struktur, karakteristik, interaksi dan fungsi protein dipelajari di bawah proteomik untuk
menyelidiki bagaimana protein mempengaruhi proses seluler (Larasati, dkk. 2018)
Manfaat Bioinformatika :
Bioinformatika dalam bidang Klinis
Perananan Bioinformatika dalam bidang klinis ini sering juga disebut sebagai
informatika klinis (clinical informatics). Aplikasi dari clinical informatics ini adalah
berbentuk manajemen data-data klinis dari pasien melalui Electrical Medical Record
(EMR) yang dikembangkan oleh Clement J. McDonald dari Indiana University School
of Medicine pada tahun 1972 [5]. McDonald pertama kali mengaplikasikan EMR pada
33 orang pasien penyakit gula (diabetes). Sekarang EMR ini telah diaplikasikan pada
berbagai penyakit. Data yang disimpan meliputi data analisa diagnosa laboratorium,
hasil konsultasi dan saran, foto ronsen, ukuran detak jantung, dll. Dengan data ini dokter
akan bisa menentukan obat yang sesuai dengan kondisi pasien tertentu. Lebih jauh lagi,
dengan dibacanya genom manusia, akan memungkinkan untuk mengetahui penyakit
genetik seseorang, sehingga personal care terhadap pasien menjadi lebih akurat
(Ohoiwutun Triana. 2017)
Bioinformatika dalam bidang Virologi
Khusus di bidang Virologi (ilmu virus), kemajuan bioinformatika telah berperan
dalam mempercepat kemajuan ilmu ini. Sebelum kemajuan bioinformatika, untuk
mengklasifikasikan virus kita harus melihat morfologinya terlebih dahulu. Untuk
melihat morfologi virus dengan akurat, biasanya digunakan mikroskop elektron yang
harganya sangat mahal sehingga tidak bisa dimiliki oleh semua laboratorium. Selain itu,
kita harus bisa mengisolasi dan mendapatkan virus itu sendiri.

Bioinformatika Untuk Penemuan Obat

5
Cara untuk menemukan obat biasanya dilakukan dengan menemukan
zat/senyawa yang dapat menekan perkembangbiakan suatu agent penyebab penyakit.
Karena perkembangbiakan agent tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor, maka
faktor-faktor inilah yang dijadikan target. Diantaranya adalah enzim-enzim yang
diperlukan untuk perkembangbiakan suatu agent Mula mula yang harus dilakukan
adalah analisa struktur dan fungsi enzim-enzim tersebut.
Kemudian mencari atau mensintesa zat/senyawa yang dapat menekan fungsi dari
enzim-enzim tersebut.
Bioinformatika Untuk Identifikasi Agent Penyakit Baru
Bioinformatika juga menyediakan tool yang sangat penting untuk identifikasi
agent penyakit yang belum dikenal penyebabnya. Banyak sekali penyakit baru yang
muncul dalam dekade ini, dan diantaranya yang masih hangat adalah SARS (Severe
Acute Respiratory Syndrome).
Bioinformatika Untuk Identifikasi Agent Penyakit Baru
Bioteknologi telah diterapkan secara luas dalam bidang pertanian, antara lain yaitu:
Pupuk Hayati (biofertiliser) yaitu suatu bahan yang berasal dari jasad hidup,
khususnya mikrobia yang digunakan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas
produksi tanaman.
Kultur in vitro, yaitu pembiakan tanaman dengan menggunakan bagian tanaman
yang ditumbuhkan pada media bernutrisi dalam kondisi aseptik.
Kultur in vitro memungkinkan perbanyakan tanaman secara massal dalam waktu
yang singkat.
Teknologi DNA Rekombinaan, pengembangan tanaman transgenik, misalnya
galur tanaman transgenik yang membawa gen cry dari Bacillus thuringiensis untuk
pengendalian hama.

2.3 Jenis-Jenis Teknik Analisis Biologi Molekuler


A. Ekstraksi DNA dan RNA
Ekstraksi DNA dan RNA adalah dua prosedur yang terlibat dalam isolasi dan
pemurnian asam nukleat dari sel-sel jaringan.
Ekstraksi DNA
Ekstraksi DNA merupakan proses pemisahan DNA dari komponen sel lainnya
seperti protein, karbohidrat, lemak dan lain- lain. Proses ekstraksi DNA diawali dengan
lisis. Selama lisis sel, hambatan membran sel seperti membran sel dan membran nukleus
terbuka untuk mengekspos DNA. Langkah selanjutnya adalah menghilangkan lipid
membran dari sampel. Akhirnya, presipitasi DNA melibatkan penghilangan protein
terkait DNA oleh protease dan penghilangan RNA oleh RNase.
Di bawah ini ditunjukkan protokol dasar ekstraksi DNA.
1. Lisis sel dengan buffer lisis sel untuk melisiskan membran sel
2. Lipid dipecah dengan deterjen dan surfaktan

6
3. Pemisahan puing-puing sel, protein yang dicerna, lipid, dan RNA dengan
menambahkan garam pekat diikuti dengan sentrifugasi
4. Pengendapan etanol DNA dengan etanol dingin atau isopropanol. Kekuatan
ion natrium asetat dapat digunakan untuk meningkatkan presipitasi. DNA yang
diendapkan muncul sebagai benang dalam solusi akhir.
(Siti, 2017)

Gambar 1. Ekstraksi DNA

Ekstraksi RNA
Ekstraksi RNA adalah proses untuk mengekstraksi/memurnikan RNA dari
sampel. RNA mudah terdegradasi dengan cepat karena adanya enzim ribonuklease
dalam sel dan jaringan, atau dari eksogen. Metode ekstraksi Guanidinium thiocynate-
phenol-chloroform adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengekstraksi
RNA, karena dalam metode ini selain dapat memisahkan RNA dari komponen sel
lainnya seperti DNA dan protein, juga dapat menghambat aktivitas enzim ribonuklease.
Pereaksi khusus digunakan dalam ekstraksi RNA yang disebut Tri-reagen. Ini
mengandung guanidinium tiosianat, fenol, dan natrium asetat. Tujuan langkah-langkah
dasar ekstraksi RNA mirip dengan ekstraksi DNA.
Protokol untuk ekstraksi RNA dijelaskan di bawah ini.
1. Sel dicuci dengan PBS dingin untuk menjaga osmolaritas sel.
2. Aspirasi sel dan homogenkan sampel dengan Tri-reagen.
3. Tambahkan kloroform dan kocok.
4. Sentrifugasi dapat menghasilkan tiga lapisan. Lapisan atas adalah lapisan air,
yang jelas. Lapisan tengah atau interfase berisi DNA yang diendapkan. Lapisan
bawah adalah lapisan organik
5. Lepaskan lapisan air dan tambahkan isopropanol.
6. Cuci pelet dengan etanol 75%. Keringkan pelet di udara.
7. Larutkan pelet dengan buffer TE atau air
Ekstraksi RNA umumnya dilakukan pada pH di bawah 7. Pada pH basa,
RNA lebih rentan terdegradasi oleh hidrolisis alkali karena adanya gugus OH
pada posisi 2 sugar dari gula ribosa. Selain itu, RNA cenderung tetap dalam fase
air pada pH asam. Di sisi lain, DNA cenderung mendenaturasi dan bergerak ke

7
fase organik pada pH asam. Oleh karena itu, ekstraksi DNA dapat dilakukan
pada pH sekitar 8.
(Siti, 2017)

Gambar 2. Ekstraksi RNA

B. Isolasi DNA
Isolasi DNA merupakan suatu teknik yang digunakan untuk memperoleh
DNA murni, yaitu tanpa protein dan RNA dari suatu sel dalam jaringan. Prinsip
utama dalam isolasi DNA ada tiga yakni penghancuran (lisis), ektraksi atau
pemisahan DNA dari bahan padat seperti selulosa dan protein, serta pemurnian
DNA (Yuwono, 2008).

Tahap Isolasi DNA


1) Tahapan Lisis
Tahap pertama dalam isolasi DNA adalah proses perusakan atau
penghancuran membran dan dinding sel. Pemecahan sel (lisis) merupakan
tahapan dari awal isolasi DNA yang bertujuan untuk mengeluarkan isi sel
(Holme dan Hazel, 1998). Tahap penghancuran sel atau jaringan memiliki
beberapa cara yakni dengan menggunakan kimiawi maupun enzimatik.
Penghancuran dengan menggunakan kimiawi seperti penggunaan detergen yang
dapat melarutkan lipid pada membran sel sehingga terjadi destabilisasi membran
sel (Surzycki, 2000). Sementara cara enzimatik seperti menggunakan proteinase
K seperti untuk melisiskan membran pada sel darah, serta mendegradasi protein
globular maupun rantai polipeptida dalam komponen sel (Brown, 2010).
Pada proses lisis dengan menggunakan detergen, sering digunakan
sodium dodecyl sulphate (SDS) sebagai tahap pelisisan membran sel. Detergen
tersebut selain berperan dalam melisiskan membran sel juga dapat berperan
dalam mengurangi aktivitas enzim nuklease yang merupakan enzim
pendegradasi DNA (Switzer, 1999). Selain digunakan SDS, detergen yang lain
seperti cetyl trimethylammonium bromide (CTAB) juga sering dipakai untuk
melisiskan membran sel pada isolasi DNA tumbuhan (Bettelheim dan
Landesberg, 2007). Parameter keberhasilan dalam penggunaan CTAB

8
bergantung pada beberapa hal. Pertama, Konsentrasi NaCl harus di atas 1.0 M
untuk mencegah terbentuknya kompleks CTAB-DNA. Karena jumlah air dalam
pelet sel sulit diprediksi, maka penggunaan CTAB sebagai pemecah larutan
harus dengan NaCl dengan konsentrasi minimal 1.4 M. Kedua, ekstrak dan
larutan sel yang mengandung CTAB harus disimpan pada suhu ruang karena
kompleks CTAB-DNA bersifatinsolublepada suhu di bawah 15°C. Ketiga,
penggunaan CTAB dengan kemurnian yang baik akan menentukan kemurnian
DNA yang didapatkan dan dengan sedikit sekali kontaminasi polisakarida.
Setelah ditambahkan CTAB, sampel diinkubasikan pada suhu kamar. Tujuan
inkubasi ini adalah untuk mencegah pengendapan CTAB karena CTAB akan
mengendap pada suhu 15°C. Karena efektivitasnya dalam menghilangkan
polisakarida, CTAB banyak digunakan untuk purifikasi DNA pada sel yang
mengandung banyak polisakarida seperti terdapat pada sel tanaman dan bakteri
gram negatif seperti Pseudomonas, Agrobacterium, dan Rhizobium (Surzycki,
2000).
Dalam penggunaan buffer CTAB seringkali ditambahkan reagen-reagen
lain seperti NaCl, EDTA, Tris-HCl, dan 2-mercaptoethanol. NaCl berfungsi
untuk menghilangkan polisakarida sementara 2-mercaptoethanol befungsi untuk
menghilangkan kandungan senyawa polifenol dalam sel tumbuhan (Ranjan et
al., 2010). 2-mercaptoethanol dapat menghilangkan polifenol dalam sel tanaman
dengan cara membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa polifenol yang
kemudian akan terpisah dengan DNA. Senyawa polifenol perlu dihilangkan agar
diperoleh kualitas DNA yang baik. Polifenol juga dapat menghambat reaksi dari
enzim Taq polimerase pada saat dilakukan amplifikasi. Disamping itu polifenol
akan mengurangi hasil ektraksi DNA serta mengurangi tingkat kemurnian DNA.
Penggunaan 2-mercaptoethanol dengan pemanasan juga dapat mendenaturasi
protein yang mengkontaminasi DNA (Walker dan Rapley, 2008).
Konsentrasi dan pH dari bufer yang digunakan harus berada dalam
rentang pH 5 sampai 12. Larutan buffer dengan pH rendah akan mengkibatkan
depurifikasi dan mengakibatkan DNA terdistribusi ke fase fenol selama proses
deproteinisasi. Sedangkan pH larutan yang tinggi di atas 12 akan mengakibatkan
pemisahan untai ganda DNA. Fungsi larutan buffer adalah untuk menjaga
struktur DNA selama proses penghancuran dan purifikasi sehingga
memudahkan dalam menghilangkan protein dan RNA serta mencegah aktivitas
enzim pendegradasi DNA dan mencegah perubahan pada molekul DNA. Untuk
mengoptimalkan fungsi larutan buffer, dibutuhkan konsentrasi, pH, kekuatan
ion, dan penambahan inhibitor DNAase dan detergen (Surzycki 2000).
2) Tahapan Ekstraksi
Pada tahapan ekstraksi DNA, seringkali digunakan chelating agent
seperti ethylenediamine tetraacetic acid (EDTA) yang berperan menginaktivasi
enzim DNase yang dapat mendenaturasi DNA yang diisolasi, EDTA
menginaktivasi enzim nuklease dengan cara mengikat ion magnesium dan

9
kalsium yang dibutuhkan sebagai kofaktor enzim DNAse (Corkill dan Rapley,
2008). DNA yang telah diekstraksi dari dalam sel selanjutnya perlu dipisahkan
dari kontaminan komponen penyusun sel lainnya seperti polisakarida dan
protein agar DNA yang didapatkan memiliki kemurnian yang tinggi. Fenol
seringkali digunakan sebagai pendenaturasi protein, ekstraksi dengan
menggunakan fenol menyebabkan protein kehilangan kelarutannya dan
mengalami presipitasi yang selanjutnya dapat dipisahkan dari DNA melalui
sentrifugasi (Karp, 2008). Bettelheim dan Landesberg (2007) menyebutkan
bahwa setelah sentrifugasi akan terbentuk 2 fase yang terpisah yakni fase
organik pada lapisan bawah dan fase aquoeus (air) pada lapisan atas sedangkan
DNA dan RNA akan berada pada fase aquoeus setelah sentrifugasi sedangkan
protein yang terdenaturasi akan berada pada interfase dan lipid akan berada pada
fase organik (Gambar 1). Selain fenol, dapat pula digunakan campuran fenol dan
kloroform atau campuran fenol, kloroform, dan isoamil alkohol untuk
mendenaturasi protein. Ekstrak DNA yang didapat seringkali juga
terkontaminasi oleh RNA sehingga RNA dapat dipisahkan dari DNA ekstrak
dengan cara pemberian RNAse (Clark, 2010).

Gambar 3. Asam nukleat berada pada lapisan air setelah disentrifugasi


pada tahapan ekstraksi

3) Tahapan Pemisahan DNA


Setelah proses ekstraksi, DNA yang didapat dapat dipekatkan melalui
presipitasi (pemisahan). Pada umumnya digunakan etanol atau isopropanol
dalam tahapan presipitasi. Kedua senyawa tersebut akan mempresipitasi DNA
pada fase aquoeus sehingga DNA menggumpal membentuk struktur fiber dan
terbentuk pellet setelah dilakukan sentrifugasi (Switzer, 1999). Hoelzel (1992)
juga menambahkan bahwa presipitasi juga berfungsi untuk menghilangkan
residu-residu kloroform yang berasal dari tahapan ekstraksi. Pada tahapan
presipitasi ini, DNA yang terpresipitasi akan terpisah dari residu-residu RNA
dan protein yang masih tersisa. Pada saat etanol atau isopropanol dibuang dan
pellet dikeringkan dalam tabung, maka pellet yang tersisa dalam tabung adalah
DNA pekat. Proses presipitasi kembali dengan etanol atau isopropanol sebelum
pellet dikeringkan dapat meningkatkan derajat kemurnian DNA yang diisolasi
(Bettelheim dan Landesberg, 2007). Pada tahap pencucian biasanya etanol

10
dicampur dengan ammonium asetat yang bertujuan untuk membantu
memisahkan kontaminan yang tidak diinginkan seperti dNTP dan oligosakarida
yang terikat pada asam nukleat. Amonium asetat jika berikatan dengan protein
mengakibatkan terbentuknya senyawa baru dengan kelarutan lebih rendah,
sehingga menyebabkan protein mengendap (Sambrook et al., 2001). Prinsip
utama sentrifugasi adalah memisahkan substansi berdasarkan berat jenis molekul
dengan cara memberikan gaya sentrifugal sehingga substansi yang lebih berat
akan berada di dasar, sedangkan substansi yang lebih ringan akan terletak di atas
(Fauziah, 2010).

Gambar 4. Isolasi DNA

C. Isolasi Protein
Protein merupakan kelompok biomakromolekul yang sangat heterogen.
Ketika berada di luar makhluk hidup atau sel, protein menjadi tidak stabil. Untuk
mempertahankan fungsi dan strukturnya, setiap jenis protein membutuhkan kondisi
tertentu ketika diekstraksi dari normal biological milieu. Protein yang diekstraksi
hendaknya dihindarkan dari proteolisis atau dipertahankan aktivitas enzimatiknya.
Isolasi protein merupakan suatu cara yang digunakan untuk memisahkan
protein dari makromolekul lain yang tidak diinginkan. Protein dari suatu bahan
dapat dianalisa dengan isolasi protein. Tujuan dari isolasi protein adalah untuk
mendapatkan protein dengan tingkat kemurnian yang tinggi sehingga kemudian
dilakukan analisa lebih lanjut. Isolat protein adalah produk turunan yang memiliki
kandungan protein hingga 90% dalam berat kering. Tahapan dalam isolasi protein
biasanya terdiri dari 2 tahap yaitu penghancuran sel dan pemisahan partikel tertentu
dari suspensi melalui sentrifugasi. Prinsip dari isolasi protein adalah dengan
mengkondisikan suatu bahan ke titik isoelektriknya untuk mengendapkan molekul-
molekul protein (Endres, 2001).
Untuk menganalisa protein yang ada di dalam sel, diperlukan prosedur
fraksinasi sel yaitu:
1. memisahkan sel dari jaringannya,
2. menghancurkan membran sel untuk mengambil kandungan sitoplasma dan
organelnya,
3. memisahkan organel-organel dan molekul penyusunnya.

11
Prosedur 1 dan 2 dinamakan homogenasi dapat dilakukan dengan
menggunakan alat yang paling sederhana seperti homogeniser atau mortal sampai
alat yang paling mutakhir seperti pemakaian vibrasi dan sonikasi tergantung pada
bahan yang akan dihomogenasi. Prosedur 3 dilakukan dengan menggunakan
sentrifus dengan kecepatan dan lama sentrifugasi tertentu. Sebagian besar protein
merupakan molekul yang mudah rusak bila tidak berada pada kondisi fisiologisnya.
Karena itu, untuk mempertahankan struktur dan fungsi protein, fraksinasi dilakukan
pada suhu rendah (0-4oC) dalam buffer dan pH tertentu (tergantung dari jenis protein
yang akan dianalisa). Suatu teknik isolasi dan identifikasi protein harus
mempertimbangkan sifat-sifat fisik, kimiawi dan kelistrikan suatu protein
sedemikian rupa sehingga konformasi dan aktivitasnya tidak berubah.

Gambar Isolasi Protein

Teknik-Teknik Isolasi Protein


1) Pemanasan Protein
Protein-protein dalam suatu organisme memiliki tingkat kestabilan terhadap
suhu dan pH yang berbeda-beda. Ada protein-protein yang stabil pada suhu tinggi
seperti protein-protein dalam bakteri termofilik dan ada pula yang mudah rusak
akibat pemanasan. Perbedaan tingkat kestabilan suatu protein ditentukan oleh urutan
asam amino-asam amino penyusun protein dan interaksi-interaksi intramolekulnya.
Fungsi suatu enzim akan dipertahankan selama struktur protein globular tidak
berubah. Ada tiga jenis interaksi non kovalen yang berhubungan dengan tingkat
kestabilan struktur protein tersier (Lehninger, 1977). Pertama, yaitu ikatan hidrogen
antara gugus-gugus rantai samping residu asam amino pada simpul yang berdekatan

12
di dalam rantai. Kedua, yaitu gaya tarik menarik ionik antara gugus-gugus rantai
samping yang muatannya berlawanan. Yang ketiga, yaitu interaksi hidrofobik.
Gugus-gugus rantai hidrofobik dari beberapa residu asam amino
menghindari lingkungan air dan cenderung untuk berkelompok bersama-sama di
bagian dalam struktur globular yang terlindung dari air. Interaksi-interaksi hidrofob
tersebut akan melipat molekul protein membentuk struktur yang paling stabil
dengan energi bebas yang paling kecil. Jika suatu protein yang tidak tahan panas
berada dalam lingkungan yang suhunya tinggi, maka lipatan protein yang hidrofobik
akan membuka (terdenaturasi). Protein-protein yang telah mengalami pembukaan
lipatan akan saling berinteraksi satu sama lain membentuk suatu agregat dan
akhirnya akan mengendap.
2) Sonikasi
Kebanyakan molekul protein berada dalam sel, dan kemungkinan besar
terdapat di dalam organel pada sel, dan pada kasus ini membuka sel dan organel
dibutuhkan. Sonikasi frekuensi tinggi adalah metode yang banyak digunakan untuk
menghancurkan sel dan organel. Aplikasi gelombang suara frekuensi tinggi adalah
metode yang efektif untuk merusak sel yang bisa diaplikasikan ke mikroorganisme.
Mekanismenya melibatkan microcavitation yang menghasilkan perbedaan tekanan
yang akan merusak dinding sel. Efisiensi perusakan sel dipengaruhi oleh kekuatan
yang dipakai pada instrument, durasi pemaparan dan volume material proses.
3) Fraksinasi Ammonium Sulfat
Fraksinasi tergolong ke dalam metode pemurnian yang telah lama
digunakan. Cara ini mudah dan cukup efektif dalam memisahkan campuran protein
ekstrak kasar. Fraksinasi dilakukan atas dasar perbedaan kelarutan protein-protein di
dalam campuran. Garam netral, seperti (NH 4)2SO4, ditambahkan ke dalam larutan
protein dalam jumlah tertentu. Pengaruh garam netral terhadap kelarutan protein
merupakan fungsi dari kekuatan ioniknya, suatu ukuran konsentrasi dan jumlah
muatan listrik sumbangan kation dan anion garam. Efek salting-in disebabkan oleh
kecenderungan perubahan gugus-gugus rantai samping dalam protein yang
terdisosiasi untuk mengion. Tetapi bila kekuatan ionik meningkat lebih lanjut,
kelarutan protein mulai menurun. Pada kekuatan ionik yang cukup tinggi, protein
akan mengendap dengan sempurna (salting-out). Garam pada konsentrasi tinggi
menarik molekul air di permukaan molekul protein sehingga mengurangi kelarutan
protein tersebut.
4) Dialisis
Protein globular dalam larutan dengan mudah dapat dipisahkan dari zat
terlarut yang berbobot molekul kecil (misalnya garam) dengan menggunakan cara
dialisis. Membran semipermiabel (tabung dialisis yang biasanya terbuat dari
selofan) digunakan untuk menahan molekul-molekul protein, sedangkan molekul
terlarut kecil (seperti glukosa dan (NH4)2SO4) dan air dibiarkan lewat. Proses dialisis
dikendalikan oleh perbedaan konsentrasi terlarut dalam kedua sisi yang dipisahkan
membran. Setelah kesetimbangan konsentrasi tercapai, proses difusi zat terlarut

13
menembus membran menjadi setimbang. Penggantian molekul garam dengan air
atau bufer berkekuatan ion rendah dari luar membran menyebabkan konsentrasi
molekul terlarut kecil di dalam larutan protein berkurang.
5) Gel Filtrasi
Gel filtrasi dilakukan menggunakan butiran berpori. Kolom yang dibangun
dengan butiran tersebut akan mempunyai dua pengukuran volume cairan antara lain
volume eksternal, yaitu cairan diantara pori dan volume internal, yaitu cairan yang
berada diantara pori-pori butiran. Molekul besar hanya melewati volume eksternal
sedangkan molekul kecil melewati volume internal dan volume eksternal. Campuran
protein dilewatkan melalui bagian atas kolom gel filtrasi dan dibiarkan perkolasi
melewati kolom. Yang terpenting pada gel filtrasi adalah diameter pori yang dapat
memasuki volume internal dan diameter hidrodinamik molekul protein. Protein yang
mempunyai diameter hidrodinamik kecil yang sama dengan diameter rata- rata pori-
pori butiran akan memasuki volume internal dan akan menjadi bagian matriks gel.
Protein yang mempunyai diameter hidrodinamik besar tidak akan memasuki volume
internal dan akan keluar dari kolom (Deutscher, 1990).
6) Kromatografi Penukar Ion
Teknik ini menggunakan zeolitas, resin organik atau anorganik sebagai
penukar ion. Senyawaan yang mempunyai ion-ion dengan afinitas yang berbeda
terhadap resin yang digunakan dapat dipisahkan. Kromatografi pertukaran ion (ion-
exchange chromatography) biasa digukanan untuk pemurnian materi biologis,
seperti asam amino, peptida, protein. Metode ini dapat dilakukan dalam dua tipe,
yaitu dalam kolom maupun ruang datar (planar). Terdapat dua tipe pertukaran ion,
yaitu pertukaran kation (cation exchange) dan pertukaran anion (anion exchange).
Pada pertukaran kation, fase stasioner bermuatan negatif; sedangkan pada
pertukaran anion, fase stasioner bermuatan positif. Molekul bermuatan yang berada
pada fase cair akan melewati kolom.Jika muatan pada molekul sama dengan
kolom, maka molekul tersebut akan terelusi. Namun jika muatan pada molekul
tidak sama dengan kolom, maka molekul tersebut akan membentuk ikatan ionik
dengan kolom.Untuk mengelusi molekul yang menempel pada kolom diperlukan
penambahan larutan dengan pH dan kekuatan ionik tertentu (Deutscher, 1990).
7) Ultrafiltrasi
Ultrafiltrasi adalah variasi dari membran filtrasi dimana tekanan hidrostatis
mendorong cairan melewati membran semipermeabel. Endapan padat dan
campuran dengan berat molekul besar tertahan, sedangkan air dan campuran
dengan berat molekul kecil melewati membran. Proses pemisahan ini digunakan
pada industri dan penelitian untuk memurnikan dan memekatkan campuran
molekul makro (103 – 106 Da), terutama untuk campuran protein. Ultrafiltrasi tidak
jauh berbeda dari mikrofiltrasi, nanofiltrasi, kecuali dalam ukuran molekul yang
tertahan (Deutscher, 1990).
8) Ekstraksi pelarut
Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia

14
dalam cairan pencari yang sesuai selama beberapa hari pada temperatur kamar
terlindung dari cahaya, cairan pencari akan masuk ke dalam sel melewati dinding
sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam
sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan
diganti oleh cairan pencari dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa
tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel
dan di dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian
cairan pencari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya
dipekatkan.
9) Metode Ekstraksi Gelombang Mikro
Ekstraksi dengan Bantuan Gelombang Mikro Ekstraksi dengan bantuan
gelombang mikro yang merupakan proses ekstraksi yang memanfaatkan energi
yang ditimbulkan oleh gelombang mikro dalam bentuk radiasi non-ionisasi
elektromagnetik. Energi ini dapat menyebabkan pergerakan molekul dengan
migrasi ion dan rotasi dari dua kutub, tetapi tidak mengubah struktur molekulnya.
Pada umumnya ekstraksi menggunakan pelarut polar sebagai pengekstraknya,
tetapi ekstraksi juga dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut nonpolar,
seperti heksana dan toluena dengan cara menambahkan aditif polar ataupun serat
yang dapat menyerap gelombang mikro.

D. Elektroforesis
Elektroforesis adalah teknik pemisahan komponen atau molekul bermuatan
berdasarkan perbedaan tingkat migrasinya dalam sebuah medan listrik. Teknik ini
dipelopori pada tahun 1937 oleh ahli kimia Swedia Arne Tiselius untuk pemisahan
protein. Sekarang telah meluas ke banyak pemisahan kelas yang berbeda lain dari
biomolekul termasuk asam nukleat, karbohidrat dan asam amino. Medan listrik
dialirkan pada suatu medium yang mengandung sampel yang akan dipisahkan.
Teknik ini dapat digunakan dengan memanfaatkan muatan listrik yang ada
pada makromolekul, misalnya DNA yang bermuatan negatif. Jika molekul yang
bermuatan negatif dilewatkan melalui suatu medium, kemudian dialiri arus listrik
dari suatu kutub ke kutub yang berlawanan muatannya maka molekul tersebut akan
bergerak dari kutub negatif ke kutub positif. Kecepatan gerak molekul tersebut
tergantung pada muatan terhadap massanya serta tergantung pula pada bentuk
molekulnya. Pergerakan ini dapat dijelaskan dengan gaya Lorentz, yang terkait
dengan sifat-sifat dasar elektris bahan yang diamati dan kondisi elektris lingkungan:

F adalah gaya Lorentz, q adalah muatan yang dibawa oleh objek, E adalah medan
listrik. Secara umum, elektroforesis digunakan untuk memisahkan,
mengidentifikasi, dan memurnikan fragmen DNA.

Jenis-Jenis Elektroforesis
1) Elektroforesis Kertas

15
Kisah teknik pemisahan DNA/RNA ini berawal dari sekelompok ilmuwan
biokimia di awal tahun 1950-an yang sedang meneliti mekanisme molekular
DNA/RNA hidrolisis. Saat itu, tepatnya tahun 1952, Markham dan Smith
mempublikasikan bahwa hidrolisis RNA terjadi melalui mekanisme pembentukan
zat antara (intermediate) posfat siklik, yang kemudian menghasilkan nukleosida 2′-
monoposfat dan 3′-monoposfat. Ternyata mereka menggunakan suatu peralatan
yang dapat memisahkan komponen campuran reaksi hidrolisis tadi, salah satunya
yaitu nukleotida ‘siklik’ yang membawa pada kesimpulan bahwa hidrolisis RNA
terjadi melalui pembentukan intermediate posfat siklik. Peralatan itu dinamakan
‘elektroforesis‘, yang dibuat dari kertas saring Whatman nomor 3, sebuah tangki
kecil dan berbagai larutan penyangga (buffer). Nukleotida yang sudah terhidrolisis
ditaruh di atas kertas saring, kemudian arus listrik dialirkan melalui kedua ujung alat
elektroforesis.
Arus listrik yang dialirkan ini ternyata dapat memisahkan campuran
kompleks reaksi tadi menjadi komponen-komponennya, ini akibat adanya perbedaan
minor antara struktur molekul RNA yang belum terhidrolisis, zat antara
(intermediate) dan hasil reaksi (nukleosida 2′-monoposfat dan nukleosida 3′-
monoposfat) yang menyebabkan mobilitas alias pergerakan mereka pada kertas
saring berbeda-beda kecepatannya. Karena pada akhir proses elektroforesis
komponen tersebut terpisah-pisah, sehingga dapat mengisolasi dan mengidentifikasi
setiap komponen tersebut.
Elektroforesis kertas adalah jenis elektroforesis yang terdiri dari kertas
sebagai fase diam dan partikel yang terlarut sebagai fase gerak, terutama ion-ion
kompleks. Pemisahan ini terjadi akibat adanya gradasi konsentrasi sepanjang system
pemisahan. Pergerakan partikel dalam kertas tergantung pada muatan atau valensi
zat terlarut, luas penampang, tegangan yang digunakan, konsentrasi elektrolit,
kekuatan ion, pH, viskositas, dan adsorbsivitas zat terlarut.

2) Elektroforesis Gel Kanji


Selanjutnya teknik elektroforesis dikembangkan untuk memisahkan
biomolekul yang lebih besar. Tahun 1955 Smithies mendemonstrasikan bahwa gel
yang terbuat dari larutan kanji dapat digunakan untuk memisahkan protein-protein
serum manusia. Caranya yaitu dengan menuangkan larutan kanji panas ke dalam
cetakan plastik, setelah dibiarkan mendingin kanji tersebut akan membentuk gel

16
yang padat namun rapuh. Gel kanji berperan sebagai fasa diam (stationary phase)
menggantikan kertas saring Whatman pada teknik terdahulu. Ternyata elektroforesis
gel yang diperkenalkan Smithies memicu para ilmuwan untuk menemukan bahan
kimia lain yang dapat digunakan sebagai bahan gel yang lebih baik, seperti agarosa
dan polimer akrilamida.  Dan penemuan elektroforesis gel kanji di awal karir
Smithies membawanya menerima hadiah nobel bidang kedokteran tahun 2007.
Teknik elektroforesis gel makin berkembang dan disempurnakan, hingga 12
tahun kemudian ditemukan gel poliakrilamida (PAGE = Polyacrilamide Gel
Electrophoresis) yang terbentuk melalui proses polimerisasi akrilamida dan bis-
akrilamida. PAGE ini sanggup memisahkan campuran DNA/RNA atau protein
dengan ukuran lebih besar. Meskipun aplikasi elektroforesis makin berkembang
luas, namun ternyata teknik ini masih menyerah jika digunakan untuk memisahkan
DNA dengan ukuran yang super besar, misalnya DNA kromosom. Campuran DNA
kromosom tidak dapat dipisahkan meskipun ukuran mereka berbeda-beda.

3) Pulse-Field Gel Electrophoresis (PFGE)


Pertengahan 1980-an, Schwartz dan Cantor memberitahukan ide cerdasnya
untuk memisahkan campuran DNA berukuran super besar menggunakan teknik
yang dinamakan Pulse-field Gradient Gel Electrophoresis (PFGE), yang
menggunakan pulsa-pulsa pendek medan listrik tegak lurus yang arahnya berganti-
ganti. Teknik PFGE kini digunakan secara luas oleh para ahli biologi dalam studi
genotyping berskala masif, juga analisa epidemiologi molekular pada patogen.
Ketiga teknik di atas merupakan pintu masuk bagi penelitian-penelitian
lainnya dalam bidang biologi molekular yang kini berkembang sangat pesat. Sulit
dibayangkan sebuah laboratorium biologi molekular dapat menghasilkan sesuatu
tanpa teknik elektroforesis. Tanpa elektroforesis, DNA/RNA yang sedang kita teliti
akan bercampur dengan kontaminan yang tidak kita inginkan, sulit pula
membayangkan cara mengetahui ukuran DNA/RNA/protein yang lebih praktis
selain dengan elektroforesis, bahkan teknik DNA sequencing modern sekalipun
sangat bergantung pada teknik elektroforesis ini.

17
2.1 Aplikasi Genetika pada Proses Forensic
Ilmu forensik merupakan terapan berbagai ranah keilmuan (multi disiplin)
yang penting untuk menentukan identitas korban maupun pelaku, tanda, sebab dan
cara kematian, serta perkiraan waktu kematian. Produk yang dihasilkan merupakan
bukti autentik dalam suatu proses peradilan hukum demi menegakkan kebenaran.
Identifikasi forensik merupakan upaya menentukan identitas seseorang berdasarkan
ras, jenis kelamin, umur, tinggi badan dan prinsip identifikasi rangka yang tidak
diketahui identitasnya, dengan tujuan membantu penyidik. Identifikasi merupakan
cara yang digunakan untuk menentukan identitas seseorang, baik dalam keadaan
hidup maupun mati. Identifikasi forensik dilakukan berdasar pada ciri- ciri atau
tanda- tanda khusus yang ada pada fisik seseorang.

A. Peran DNA pada Proses Forensik


Pemeriksaan sidik jari DNA (DNA Fingerprinting) pertama kali
diperkenalkan oleh Sir Alex Jefreys pada tahun 1985. Pemeriksaan ini lebih
spesifik dan akurat dibandingkan dengan cara konvensional, salah satu contoh
adalah pemeriksaan serologi forensik, sehingga pemeriksaan identifikasi memasuki
suatu era baru yang sebagian kalangan kedokteran forensik menyebutnya sebagai
revolusi ilmu kedokteran forensik. Penemuan ini telah membawa perkembangan
teknologi DNA di bidang kedokteran forensik ke arah kemajuan yang
menggemparkan sehingga identifikasi personal di bidang forensik bukan
merupakan sebuah masalah yang begitu besar. Dengan identifikasi melalui
pemeriksaan analisis DNA pada korban atau barang bukti yang sulit dikenali, maka
identifikasi tidak lagi berdasarkan ciri-ciri fisik melainkan berdasar pada daerah
(lokus) DNA korban atau barang bukti tersebut. Pemeriksaan ini didasarkan bahwa
DNA manusia ternyata bersifat individual dan spesifik. Susunan DNA manusia
memiliki khas untuk setiap individu maka dapat digunakan untuk membedakan
individu satu dengan lainnya.
DNA merupakan polinukleotida dan Monomernya adalah nukleotida. Setiap
nukleotida tersusun oleh tiga komponen, yaitu molekul gula pentosa (deoxyribose),
gugusan fosfat dan basa nitrogen. Deoksiribosa dan fosfat terdapat di semua
nukleotida dengan susunan dan bentuk yang identik. Komponen ketiga (basa
nitrogen) merupakan senyawa yang mempunyai bentuk berbeda satu nukleotida

18
dengan nukleotida lainnya. Basa nitrogen DNA adalah adenin dan guanin yang
merupakan senyawa purin serta sitosin dan timin yang merupakan senyawa
pirimidin. Urutan basa nitrogen yang membentuk DNA inilah yang dapat
membedakan antara individu satu dengan individu lainnya, karena urutan atau
susunan basa-basa tersebut berbeda antara satu orang dengan orang lainnya.
Variasi urutan basa dalam DNA di dalam setiap sel manusia merupakan
suatu polimorfisme. Polimorfisme merupakan suatu istilah yang digunakan untuk
menunjukkan adanya suatu bentuk yang berbeda dari struktur dasar yang sama.
Polimorfisme ini diduga akibat adanya pertukaran yang tidak sama (unequal
exchange) pada proses mitosis dan meiosis, sehingga menunjukkan variasi setiap
individu yang dapat memberikan keuntungan karena dapat untuk membedakan satu
orang dengan yang lainnya. Hal inilah dimanfaatkan dalam dunia kedokteran
forensik sebagai dasar bagi identifikasi individu melalui analisis DNA.
Polimorfisme DNA tersebut dapat berupa perubahan urutan basa nukleotidanya
maupun adanya perbedaan panjang fragmen DNA hasil pemotongan dengan enzim
restriksi.

B. Analisis DNA pada Identifikasi forensik


Pada prinsipnya identifikasi personal korban meninggal di bidang
kedokteran forensik merupakan serangkaian tindakan pembandingan data hasil
pemeriksaan terhadap mayat (data postmortem) dengan data tersangka atau korban
saat masih hidup (data antemortem). Data tersebut kemudian akan dibandingkan
dengan data milik orang yang diduga sebagai korban. Data yang diperoleh dari
keluarga, rekam medis, rekam medis gigi, data polisi, dan lain sebagainya. Dengan
adanya kesesuaian antara data antemortem dan data postmortem, akan
mempersempit jumlah orang yang diduga sebagai korban. Dengan demikian hal ini
akan semakin memperkuat dugaan bahwa korban/pelaku kejahatan adalah benar-
benar orang yang telah diduga selama ini.
Dalam kasus kematian yang diakibatkan oleh kebakaran ataupun ledakan
yang disertai dengan kebakaran hebat, sering kali mengakibatkan korban sulit untuk
dapat dikenali dengan pemeriksaan forensik konvensional biasa. Hal ini disebabkan
tubuh korban mengalami kerusakan yang begitu hebat, yang membawa akibat bagi
hilangnya tanda-tanda fisik korban yang bersifat personal, yang membedakannya
dengan individu lainnya.
Identifikasi forensik pada korban yang sulit dilaksanakan dengan metode
identifikasi konvensional, dapat disebabkan oleh karena derajat kerusakan yang
sangat bervariasi sifatnya. Pada dasarnya kerusakan yang ada pada tubuh korban
sehingga sulit untuk dikenali, dapat dibedakan menjadi 3 kategori, yakni:
tercabiknya otot maupun tulang yang patah atau hancurnya tubuh korban,
terjadinya lubang-lubang akibat pecahan proyektil (efek proyektil) dan terjadinya
luka bakar pada tubuh korban.

19
Berdasarkan hal tersebut, maka sampel pemeriksaan DNA pada korban
yang sulit untuk diidentifikasi didasarkan pada kondisi relatif masing-masing
tempat kejadian perkara (TKP). Misalnya pada kasus ledakan bom, identifikasi
yang menggunakan sampel pemeriksaan DNA didasarkan pada kategori dari efek
ledakan, di mana pada korban yang tubuhnya masih utuh, sampel DNA-nya dapat
diambil dari darah, otot, organ dalam, tulang, serta gigi. Sedangkan pada korban
yang hangus terbakar, yang masih mungkin dilakukan adalah dengan mengambil
bahan DNA dari jaringan yang belum terlalu terbakar, seperti dari gigi, tulang, dan
mungkin juga otot panggul bagian dalam. Adapun khusus pada keadaan korban
sudah berupa serpihan jaringan hangus, pengambilan sampel bahan DNA dapat
dilakukan bagian tengah jaringan masih lunak dan belum hangus.
Adapun pada kasus korban yang sudah terkubur lama maupun yang
terbakar, biasanya yang tersisa adalah tulang dan gigi. Namun pada kondisi tertentu
tulang tidak dapat digunakan sebagai sumber bagi sebuah analisis DNA, contohnya
karena adanya invasi kuman/ bakteri pengurai yang menyebabkan oleh frakturnya
tulang, atau tulang mengalami degradasi dan kerusakan DNA karena faktor
lingkungan atau kontaminasi bahan-bahan kimia tertentu. Sebagai alternatif dapat
menggunakan gigi sebagai bahan analisis DNA menggantikan tulang. Hal ini
disebabkan karena gigi mempunyai kandungan hydroxyapatite yang lebih tinggi
dibandingkan dengan tulang, sehingga gigi tidak mudah terpengaruh oleh faktor
lingkungan ataupun kontaminasi bahan-bahan kimia. Dengan demikian DNA pada
gigi terlindungi dari pengaruh-pengaruh yang datangnya dari luar, sehingga gigi
memiliki stabilitas kimia DNA yang lebih baik dibandingkan DNA pada tulang.
Pada pemeriksaan DNA di bidang forensik, ada beberapa patokan yang
dapat dijadikan penuntun bagi sebuah hasil yang optimal, sebagai berikut:
1. Sampel DNA haruslah diambil sebanyak mungkin. Hal ini perlu dilakukan untuk
mengimbangi mutu sampel yang kemungkinan jelek akibat adanya efek bakar
yang menyebabkan putusnya fragmen-fragmen DNA.
2. Metode pemeriksaan DNA yang digunakan harus berbasis pada metode
Polymerase Chain Reaction (PCR), yang dapat menganalisis DNA berukuran
lebih pendek, karena terfragmentasi oleh efek panas.
3. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan terhadap fragmen DNA pendek, contohnya
Short Tandem Repeats (STR), yang tetap dapat dianalisis meskipun sampelnya
sudah terdegradasi sekalipun.
4. Sebaiknya pemeriksaan dilakukan terhadap beberapa lokus DNA sehingga dapat
dihasilkan kesimpulan yang akurat.

C. Ante Mortem dan Post Mortem)


Ante Mortem (AM) merupakan data-data fisik khas dari korban sebelum
meninggal. Mulai dari data umum korban seperti nama, umur, berat badan, tinggi
badan, pakaian dan aksesoris yang dikenakan korban terakhir kali, sampai dengan
barang bawaan korban serta kepemilikan lainnya. Data medis korban sebelum

20
meninggal juga sangat penting dalam pengumpulan data Ante Mortem (AM) seperti
warna kulit, warna dan jenis rambut, mata, golongan darah, tattoo, cacat, tanda
khusus lainnya sampai dengan catatan medis gigi geligi.
Sedangkan data Post Mortem (PM) merupakan data-data fisik yang
diperoleh melalui Personal Identification setelah korban meninggal. Data-data
tersebut seperti sidik jari, golongan darah, ciri-ciri fisik korban yang spesifik,
konstruksi gigi geligi, foto rontgen dan foto diri korban lengkap dengan pakaian dan
aksesoris yang melekat di tubuh korban. Ada dua metode identifikasi yang
dilakukan dalam pencocokkan data korban, yaitu Identifikasi Primer berupa sidik
jari, catatan gigi dan DNA. Dan Identifikasi Sekunder berupa diskripsi personal atau
temuan medis dan harta benda milik korban (property).

21

Anda mungkin juga menyukai