Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi

1. Pengertian

Keluarga Berencana (KB) merupakan tindakan yang membantu

individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan objektif-

objektif tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan,

mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan, mengatur interval

diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kehamilan dalam hubungan

dengan suami istri dan menentukan jumlah anak dalam keluarga

(BKKBN, 2017). Kontrasepsi merupakan metode atau alat yang

digunakan untuk mencegah kehamilan (Stoppler, 2018).

2. Macam-macam Kontrasepsi

Kontrasepsi memiliki dua metode, metode sederhana dan modern

sebagai berikut :

a. Metode sederhana

1) Metode Kalender

Metode kalender adalah suatu metode yang

bergantung pada kesadaran pengguna akan kesuburannya.

Menurut metode ini, pengguna harus menghindari

hubungan seksual tanpa pelindung pada hari ke-8 sampai

ke-19 siklus menstruasi (WHO, 2004).

9
10

2) Metode Suhu Tubuh Basal

Suhu tubuh basal adalah suhu terendah yang dicapai

oleh tubuh selama istirahat atau dalam keadaan istirahat

(tidur). Pengukuran suhu basal dilakukan pada pagi hari

segera setelah bangun tidur dan sebelum melakukan

aktivitas lainnya. Tujuan pencatatan suhu basal untuk

mengetahui kapan terjadinya masa subur/ovulasi. Suhu

basal tubuh diukur dengan alat yang berupa termometer

basal. Termometer basal ini dapat digunakan secara oral,

vagina, atau melalui dubur dan ditempatkan pada lokasi

serta waktu yang sama selama 5 menit.

Suhu normal tubuh sekitar 35,5-36 derajat Celcius.

Pada waktu ovulasi, suhu akan turun terlebih dahulu dan

naik menjadi 37-38 derajat kemudian tidak akan kembali

pada suhu 35 derajat Celcius. Pada saat itulah terjadi masa

subur/ovulasi. Kondisi kenaikan suhu tubuh ini akan terjadi

sekitar 3-4 hari, kemudian akan turun kembali sekitar 2

derajat dan akhirnya kembali pada suhu tubuh normal

sebelum menstruasi. Hal ini terjadi karena produksi

progesteron menurun (Priyanti, 2017).

3) Metode Amenorrhea Laktasi (MAL)

Metode Amenorrhea Laktasi (MAL) adalah metode

kontrasepsi alamiah yang mengandalkan pemberian ASI


11

secara eksklusif tanpa pemberian tambahan bahan makanan

ataupun minuman lainnya (BKKBN, 2017).

Cara kerja dari MAL adalah menunda atau menekan

terjadinya ovulasi. Pada saat laktasi/menyusui, hormon

yang berperan adalah prolaktin dan oksitosin. Semakin

sering menyusui, maka kadar prolaktin meningkat dan

hormon gonadotrophin melepaskan hormon penghambat

(inhibitor). Hormon penghambat akan mengurangi kadar

estrogen, sehingga tidak terjadi ovulasi (Priyanti, 2017).

4) Senggama Terputus (Coitus interuptus)

Coitus interuptus atau sengama terputus adalah

metode keluarga berencana tradisional/alamiah, dimana pria

mengeluarkan alat kelaminnya (penis) dari vagina sebelum

mencapai ejakulasi. Metode coitus interuptus akan efektif

apabila dilakukan dengan benar dan konsisten (angka

kegagalan 4 – 27 kehamilan per 100 perempuan per tahun).

Pasangan yang mempunyai pengendalian diri yang besar,

pengalaman dan kepercayaan dapat menggunakan metode

ini menjadi lebih aktif (Priyanti, 2017).

b. Metode Modern

1) Kondom

Kondom adalah metode kontrasepsi jangka pendek

yang digunakan pada pria dan berfungsi sebagai barrier


12

atau penghalang. Kondom apabila digunakan secara baik

dan benar akan sangat efektif sebagai alat kontrasepsi

(BKKBN, 2017).

2) Pil

Pil KB adalah metode kontrasepsi jangka pendek

yang bersifat hormonal. Pil KB progestin (mini pil) dapat

segera digunakan ibu pasca persalinan dan tidak

mengganggu produksi ASI sehingga dapat digunakan bagi

ibu yang akan menyusui bayinya. Sedangkan pil KB

kombinasi tidak dapat diberikan pada ibu yang menyusui

bayinya karena akan mengganggu produksi ASI (BKKBN,

2017).

3) Operasi

Medis Operasi Wanita (MOW) merupakan metode

kontrasepsi mantap bagi pasangan yang ingin membatasi

anak dan ditujukan pada ibu. Medis Operasi Wanita

dilakukan di fasilitas kesehatan rujukan tingkat Fasilitas

Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL). Medis

Operasi Wanita bagi ibu bersalin Sectio Caesaria dapat

dilakukan bersamaan saat bayi dikeluarkan sedangkan ibu

bersalin normal dengan bantuan laparoskopi. MOW

dilakukan sebelum 1 minggu pasca kelahiran atau diatas 4


13

minggu setelah persalinan. MOW tidak mengganggu

produksi ASI.

Medis Operasi Pria (MOP) merupakan metode jangka

panjang bagi pasangan yang ingin membatasi anak dan

ditujukan bagi peran suami. MOP dapat dilakukan kapan

saja di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) apabila

tersedia tenaga medis yang terlatih dan fasilitas yang

memadai (BKKBN, 2017).

4) Implan

Implan merupakan pilihan metode kontrasepsi jangka

panjang dan hormonal yang dipasangkan pada ibu segera

sesaat setelah bersalin. Implan tidak mengganggu produksi

ASI (BKKBN, 2017).

5) Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)/Intrauterine

Device (IUD)

Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) merupakan

pilihan metode kontrasepsi jangka panjang dan non

hormonal yang bekerja secara mekanik. Alat Kontrasepsi

Dalam Rahim dapat dipasang 10 menit setelah plasenta

terlepas dari rahim. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim tidak

mengganggu produksi ASI (BKKBN, 2017).


14

6) Suntikan

Suntikan KB adalah metode kontrasepsi jangka

pendek yang bersifat hormonal. Suntikan KB progestin 3

bulanan baru dapat diberikan diatas 6 minggu persalinan.

KB progestin 3 (tiga) bulanan tidak mengganggu produksi

ASI sehingga dapat diberikan pada ibu menyusui. Suntikan

KB kombinasi 1 (satu) bulanan tidak dapat diberikan pada

ibu menyusui karena akan mengganggu produksi ASI

(BKKBN, 2017).

Kontrasepsi suntik yang digunakan di Puskesmas

adalah Depot Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) dan

merupakan kontrasepsi suntik 3 bulanan. Diberikan setiap 3

bulan dengan dosis 150 mg.

B. Depot Medroxyprogesterone Acetate (DMPA)

1. Pengertian

Medroxyprogesterone Acetate (MPA) atau biasa dikenal Depot

Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) dan merk dagang Depo-

Provera adalah obat hormon yang berisi progestin dalam bentuk injeksi

(Kuhl, 2005). Progestin adalah progestogen buatan (Tekoa, 2015).

Progestogen adalah jenis obat yang memberikan efek yang mirip

dengan hormon alami di tubuh wanita yaitu progesteron (Clark et al,

2012). Progesteron adalah hormon dari golongan steroid yang

mempengaruhi siklus menstruasi, kehamilan dan perkembangan janin.


15

Cara kerja DMPA dalam mencegah kehamilan adalah progestogen

menurunkan denyut nadi hormon gonadotropin saat dilepaskan

hipotalamus, sehingga menurunkan pelepasan hormon Follicel

Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH) oleh

hipofisis anterior. Penurunan kadar FSH menghambat perkembangan

folikel dan mencegah perkembangan level estradiol (Speroff, 2005).

Mekanisme sekunder dari DMPA adalah; (1) Lendir servik

menjadi kental dan sedikit sehingga menjadi barrier atau pelindung

terhadap spermatozoa, (2) membuat endometrium menjadi kurang baik

untuk implantasi dari ovum yang telah dibuahi dan (3) mempengaruhi

kecepatan transportasi ovum didalam tuba falopi (Hartanto, 2006).

2. Farmakologi

a. Tersedia dalam larutan mikro kristalin.

b. Setelah 1 minggu penyuntikan dosis 150 mg, tercapai kadar

puncak, kadarnya akan tetap tinggi hingga 2-3 bulan. Selanjutnya

akan menurun kembali.

c. Ovulasi dapat timbul setelah 73 hari penyuntikan, tetapi umumnya

ovulasi baru timbul kembali setelah 4 bulan atau lebih (Hartanto,

2006).
16

Gambar 2.2 Injeksi DMPA

(America Herald, 2015)

3. Efektivitas

Kontrasepsi DMPA memiliki efektivitas yang tinggi dengan 0,3

kehamilan per 100 perempuan dalam satu tahun pemakaian (BKKBN,

2020). Kegagalan yang terjadi pada umumnya dikarenakan

ketidakpatuhan akseptor pada jadwal yang telah ditentukan atau teknik

penyuntikan yang salah, injeksi harus benar-benar intragluteal

(Baziad, 2002).

4. Keuntungan

Keuntungan penggunaan suntik KB DMPA menurut BKKBN Jawa

Timur (2020) adalah sebagai berikut :

a. Sangat efektif (0,3 kehamilan per 100 perempuan dalam 1 tahun

pertama).

b. Pencegahan kehamilan jangka panjang.

c. Tidak berpengaruh pada hubungan suami isteri.

d. Tidak mengandung estrogen sehingga tidak berdampak serius

terhadap penyakit jantung dan gangguan pembekuan darah.


17

e. Tidak mempengaruhi ASI.

f. Sedikit efek samping.

g. Dapat digunakan oleh perempuan usia > 35 tahun sampai

perimenopause.

h. Membantu mencegah kanker endometrium dan kehamilan ektopik.

i. Menurunkan kejadian penyakit jinak payudara.

j. Mencegah beberapa penyebab penyakit radang panggul.

k. Menurunkan krisis anemia bulan sabit (sickle cell).

5. Keterbatasan

Keterbatasan penggunaan suntik KB DMPA menurut BKKBN Jawa

Timur (2020) adalah sebagai berikut :

a. Klien sangat tergantung pada tempat sarana pelayanan

kesehatan (harus kembali sesuai jadwal suntikan).

b. Tidak dapat dihentikan sewaktu-waktu sebelum suntikan berikut.

c. Tidak mencegah Infeksi Menular Seksual (IMS).

d. Keterlambatan kesuburan setelah penghentian pemakaian.

6. Indikasi

Indikasi penggunaan suntik KB DMPA menurut BKKBN (2003)

adalah sebagai berikut :

a. Wanita usia reproduktif.

b. Wanita yang telah memiliki anak.

c. Menghendaki kontrasepsi jangka panjang dan memiliki efektifitas

tinggi.
18

d. Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi yang sesuai.

e. Setelah melahirkan dan tidak menyusui.

f. Setelah abortus dan keguguran.

g. Memiliki banyak anak tetapi belum menghendaki tubektomi.

h. Masalah gangguan pembekuan darah.

i. Menggunakan obat epilepsy dan tuberculosis

7. Kontra Indikasi

Kontra indikasi adalah suatu kondisi atau faktor yang berfungsi

sebagai alasan untuk mencegah tindakan medis tertentu karena bahaya

yang akan didapatkan pasien (Vorvick, 2013). Kontra indikasi

penggunaan suntik KB DMPA menurut BKKBN (2003) adalah

sebagai berikut :

a. Hamil atau dicurigai hamil.

b. Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya.

c. Wanita yang tidak dapat menerima terjadinya gangguan haid.

d. Penderita kanker payudara atau ada riwayat kanker payudara.

e. Penderita diabetes mellitus disertai komplikasi

8. Waktu Pemakaian

Menurut Saifuddin (2003), waktu pemakaian suntik KB DMPA, yaitu :

a. Setiap saat selama siklus haid, asal tidak hamil.

b. Mulai hari pertama sampai hari ke-7 siklus haid.


19

c. Pada ibu yang tidak haid atau dengan perdarahan tidak teratur,

injeksi dapat diberikan setiap saat, asal tidak hamil. Selama 7 hari

setelah penyuntikan tidak boleh melakukan hubungan seksual.

d. Ibu yang telah menggunakan kontrasepsi hormonal lain secara

benar dan tidak hamil, kemudian ingin mengganti dengan

kontrasepsi DMPA, suntikan pertama dapat segera diberikan tidak

perlu menunggu sampai haid berikutnya.

e. Ibu yang menggunakan kontrasepsi nonhormonal dan ingin

mengganti dengan kontrasepsi hormonal, suntikan pertama dapat

segera diberikan, asal ibu tidak hamil dan pemberiannya tidak

perlu menunggu haid berikutnya. Bila ibu disuntik setelah hari ke-7

haid, selama 7 hari penyuntikan tidak boleh melakukan hubungan

seksual.

9. Cara Pemberian Suntik KB DMPA

Cara pemberian suntik KB DMPA menurut Saifuddin (2003) adalah

sebagai berikut :

a. Kontrasepsi suntikan DMPA diberikan setiap 3 bulan dengan cara

disuntik intramuscular (IM) dalam daerah pantat. Apabila suntikan

diberikan terlalu dangkal, penyerapan kontrasepsi suntikan akan

lambat dan tidak bekerja segera dan efektif. Suntikan diberikan tiap

90 hari.
20

b. Bersihkan kulit yang akan disuntik dengan kapas alkohol yang

dibasahi etil/isopropyl alcohol 60-90%. Biarkan kulit kering

sebelum disuntik, setelah kering baru disuntik.

c. Kocok dengan baik dan hindarkan terjadinya gelembung-

gelembung udara. Kontrasepsi suntik tidak perlu didinginkan. Bila

terjadi endapan putih pada dasar ampul, hilangkan dengan cara

dihangatkan.

10. Efek Samping

Berikut adalah efek samping yang sering ditemukan setelah

menggunakan suntik KB DMPA menurut Baziad (2002) :

a. Mengalami gangguan haid seperti amenore, spooting, menorarghia

dan metrorarghia.

b. Ketidakseimbangan hormon

c. Penambahan berat badan.

d. Mual.

e. Kunang-kunang.

f. Sakit kepala.

g. Nervositas.

h. Penurunan libido.

i. Vagina kering.
21

C. Glukosa

1. Pengertian

Glukosa adalah gula sederhana dengan rumus kimia C6H12O6.

Glukosa adalah monosakarida atau sub-kategori karbohidrat dengan

jumlah yang paling banyak (Domb, 1997). Pada metabolisme energi,

glukosa adalah sumber energi terpenting bagi makhluk hidup. Glukosa

untuk metabolisme disimpan dalam bentuk polimer, pada tumbuhan

umumnya dalam bentuk dan amylopectin dan pada hewan dalam

bentuk glikogen. Glukosa yang terdapat dalam darah pada manusia dan

hewan disebut gula darah. Bentuk alami glukosa adalah D-glukosa,

sementara L-glukosa diproduksi secara sintetis dalam jumlah kecil.

Glukosa adalah monosakarida yang berisi enam atom karbon yang

termasuk dalam kelompok aldehida sehingga disebut juga aldohexo.

Molekul glukosa dapat ditemukan di rantai terbuka (asiklik) begitu

juga dalam bentuk cincin (siklik). Pada manusia dan hewan, glukosa

dilepaskan pada saat pemecahan glikogen pada proses glikogenesis

(Kamide, 2005).

2. Metabolisme Glukosa

a. Peran penting glukosa dalam metabolisme karbohidrat

Produk akhir dari pencernaan karbohidrat adalah glukosa,

fruktosa, dan galaktosa, dengan glukosa sekitar 80% dari

seluruhnya. Setelah absorpsi dari usus, sebagian besar fruktosa dan


22

galaktosa diubah menjadi glukosa di hepar. Oleh karena itu, hanya

sedikit fruktosa dan galaktosa yang beredar dalam aliran darah.

Gambar 2.4 Interkonversi tiga monosakarida utama


(Galaktosa, Glukosa dan Fruktosa) pada sel hepar
(Guyton dan Hall, 2011)
Glukosa menjadi jalur akhir untuk transportasi hampir semua

karbohidrat ke dalam sel dan jaringan. Di dalam sel hepar, terdapat

enzim yang dapat memfasilitasi interkonversi monosakarida

(glukosa, fruktosa, galaktosa).

Selanjutnya, terjadi reaksi dinamis saat hepar yang melepaskan

kembali monosakarida ke dalam darah, dengan produk akhir

hampir seluruhnya adalah glukosa. Sel hepar mengandung glukosa

fosfat dalam jumlah yang besar, dengan demikian glukosa-6-fosfat

dapat dipecah menjadi glukosa dan fosfat. Akhirnya, glukosa dapat

ditransportasi melalui membran sel hepar kembali ke dalam darah

(Guyton dan Hall, 2011).


23

b. Transportasi glukosa melalui membran sel

Sebelum glukosa dapat digunakan oleh sel jaringan tubuh,

glukosa harus ditransportasi melalui membran sel jaringan ke

dalam sitoplasma seluler. Namun demikian, glukosa tidak dengan

mudah berdifusi melalui pori-pori membran sel karena berat

molekul maksimal dari partikel yang dapat langsung berdifusi

adalah sekitar 100, dan glukosa memiliki berat molekul 180.

Namun glukosa tetap dapat menembus membran sel ke dalam sel

melalui mekanisme facilitated diffusion. Sejumlah besar molekul

protein carrier menembus matriks lemak dari membran sel dapat

mengikat glukosa. Pada bentuk ikatan ini, glukosa dapat

ditransportasi dari satu sisi ke sisi yang lain kemudian dilepaskan.

Oleh karena itu, jika konsentrasi glukosa lebih tinggi pada salah

satu sisi dari membran sel, maka glukosa akan ditransportasi dari

daerah dengan konsentrasi glukosa yang lebih tinggi ke daerah

dengan konsentrasi glukosa yang lebih rendah.

Transportasi glukosa melalui membran dari hampir seluruh sel

jaringan berbeda dengan yang terjadi pada membran

gastrointestinal atau melalui epitel tubulus renalis. Pada kedua

kasus ini, glukosa ditransportasi dengan mekanisme active sodium-

glucose co-transportasi, dimana transportasi aktif dari natrium

memberikan energi untuk menyerap glukosa dengan melawan

perbedaan konsentrasi. Mekansime sodium co-transport ini


24

berfungsi hanya pada sel epitel khusus tertentu yang secara spesifik

beradaptasi untuk absorbsi aktif glukosa. Pada membran sel lain,

glukosa ditransportasi hanya dari konsentrasi yang lebih tinggi ke

konsentrasi yang lebih rendah dengan difusi terfasilitasi, yang

dimungkinkan terjadi oleh karena adanya pengikatan khusus dari

protein pada membran sel (Guyton dan Hall, 2011).

3. Sumber Glukosa Darah

Tubuh mendapatkan glukosa dari beberapa sumber, diantaranya

adalah sebagai berikut :

a. Karbohidrat makanan

Sebagian besar karbohidrat yang terdapat dalam makanan akan

membentuk glukosa, galaktosa, dan fruktosa pada pencernaan.

Zat–zat ini kemudian diabsorbsi kedalam vena porta, galaktosa

dan fruktosa diubah menjadi glukosa di dalam hati (Irawan, 2007).

b. Senyawa glukogenik yang mengalami glukoneogenesis

Senyawa-senyawa ini dibagi dalam dua kategori: (1) Senyawa

yang langsung diubah menjadi glukosa tanpa banyak resiklus,

seperti beberapa asam amino dan propionat, (2) Senyawa yang

merupakan hasil dari metabolisme parsial glukosa dalam jaringan

tertentu yang diangkut ke hati dan ginjal, dimana mereka disintesis

kembali menjadi glukosa. Misalnya, laktat yang dibentuk dari

oksidasi glukosa dalam otot rangka, oleh eritrosit ditransport ke

hati dan ginjal dimana mereka diubah menjadi glukosa yang dapat
25

digunakan lagi melalui sirkulasi untuk oksidasi dalam jaringan.

Proses ini dikenal sebagai siklus cori atau siklus asam laktat.

Gliserol untuk triasilgliserol jaringan adipose mula-mula berasal

dari glukosa darah karena gliserol bebas tidak segera dapat

dipergunakan untuk sintesis triasilgliserol dalam jaringan ini.

Asilgliserol jaringan adiposa secara kontinu mengalami hidrolisis

untuk membentuk gliserol bebas, yang berdifusi keluar dari

jaringan masuk ke dalam darah kemudian diubah kembali menjadi

glukosa oleh mekanisme glukoneogenesis dalam hati dan ginjal.

Terdapat suatu siklus yang kontinyu dimana glukosa ditransport

dari hati dan ginjal ke jaringan adiposa dan gliserol kemudian

dikembalikan untuk disintesis menjadi glukosa oleh hati dan ginjal

(Murray, 2006).

c. Glikogen hati oleh glikogenolisis

Glukosa bila tidak digunakan akan disimpan dalam bentuk

glikogen di hati sebagai cadangan makanan. Proses penyimpanan

glukosa menjadi glikogen disebut glikogenesis. Glikogen akan

dipecah menjadi glukosa melalui proses glikogenolisis jika tubuh

mengalami kekurangan glukosa (Murray et al, 2006).


26

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kadar Glukosa dalam Darah

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kadar glukosa dalam darah

adalah sebagai berikut :

a. Hormon insulin

Peningkatan kadar glukosa dalam darah memicu pankreas

untuk melepaskan insulin, yang diproduksi oleh rangkaian sel beta

khusus di Langerhans Islets, yaitu kumpulan sel di pankreas yang

mensekresi insulin dan glukagon. Insulin dibutuhkan agar glukosa

bisa masuk ke sebagian besar sel tubuh sehingga dapat digunakan

sebagai sumber energi. Sel-sel tubuh memiliki reseptor yang

berinteraksi dengan molekul insulin. Interaksi ini

memperbolehkan glukosa melewati sel membran. Insulin dapat

dianggap sebagai “kunci” pembuka pintu pada sel untuk

memungkinkan glukosa masuk. Sel menerima glukosa sebanyak

yang dibutuhkan agar fungsi menjadi normal (Lieseke, 2012).

Makanan dapat memberi lebih banyak glukosa daripada yang

dibutuhkan, maka dari itu insulin memicu tubuh untuk menyimpan

kelebihan glukosa di otot dan hati sebagai glikogen, yang pada

dasarnya merupakan rangkaian panjang molekul glukosa. Ketika

permintaan glukosa meningkat melebihi apa yang ada di aliran

darah, glikogen ini dipecah dan dilepaskan untuk digunakan

sebagai glukosa. Glukosa tambahan yang tidak dibutuhkan dapat

disimpan sebagai lemak (Lieseke, 2012).


27

b. Hormon steroid seks

Peningkatan hormon steroid seks akan memberi sinyal timbal

balik negatif pada pituitari anterior dan menyebabkan kadar

Follicle-stimulating hormone (FSH) dan Luteinizing hormone

(LH) menurun, seterusnya estrogen dan progesteron turut

menurun. Apabila terjadi penurunan kedua hormon ini, maka

terjadilah perdarahan akibat dari hormone withdrawal atau

penuruan hormon (Trout et al, 2007).

Hormon progesteron memiliki sifat anti-insulin serta dapat

menjadikan sel-sel kurang sensitif terhadap insulin yang

menyebabkan terjadinya resistensi insulin dalam tubuh. Faktor

yang menyebabkan peningkatan insulin pada siklus menstruasi

adalah kerja anti-insulin dari progesterone (Manuaba, 2009).

Sehingga ketika kadar progesteron berlebih, maka yang terjadi

adalah peningkatan kadar glukosa darah. Pada siklus polimenore

atau yang memendek maka hormon progesteron yang lebih

dominan. Sehingga dapat meningkatkan kadar glukosa darah

dalam tubuh (Jovanovic, 2004).

Fase oligomenore atau siklus menstruasi yang panjang dapat

menyebabkan penurunan kadar glukosa darah. Hal ini dikarenakan

adanya hormon estrogen, yang dimana hormon estrogen ini

bersifat antagonis terhadap kadar glukosa darah. Hal tersebut

dikarenakan reseptor hormon estrogen pada sel β pankreas


28

menyebabkan pelepasan insulin yang merupakan hormon

terpenting dalam homeostasis glukosa dalam darah (Rajan, 2002).

c. Memiliki riwayat diabetes

Diabetes melitus diklasifikasikan atas DM tipe 1, DM tipe 2,

DM tipe lain, dan DM pada kehamilan. Diabetes melitus tipe 2

(DMT2) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia, terjadi karena kelainan sekresi insulin,

kerja insulin atau kedua-duanya.

Sembilan puluh persen dari kasus diabetes adalah DMT2

dengan karakteristik gangguan sensitivitas insulin dan/atau

gangguan sekresi insulin. DMT2 secara klinis muncul ketika tubuh

tidak mampu lagi memproduksi cukup insulin unuk

mengkompensasi peningkatan insulin resisten (Decroli, 2019).

d. Obesitas

Kegemukan atau obesitas adalah suatu kondisi medis berupa

kelebihan lemak tubuh yang terakumulasi sedemikian rupa

sehingga menimbulkan dampak merugikan bagi kesehatan, yang

kemudian menurunkan harapan hidup dan/atau meningkatkan

masalah kesehatan. Seseorang dianggap menderita kegemukan

(obese) bila indeks massa tubuh (IMT), yaitu ukuran yang

diperoleh dari hasil pembagian berat badan

dalam kilogram dengan kuadrat tinggi badan dalam meter, lebih

dari 30 kg/m2 (WHO, 2000).


29

Pada jaringan lemak yang juga merupakan suatu jaringan

‘endokrin’ aktif yang dapat berhubungan dengan hati dan otot (dua

jaringan sasaran insulin) melalui pelepasan zat perantara yang

nantinya mempengaruhi kerja insulin dan tingginya penumpukan

jaringan lemak tersebut dapat berakhir dengan timbulnya resistensi

insulin. Resistensi insulin yang terjadi pada kelompok obesitas

kemudian mengakibatkan penurunan kerja insulin pada jaringan

sasaran sehingga menyebabkan kadar gula darah sulit memasuki

sel. Keadaan ini berakhir kepada peningkatan kadar gula dalam

darah (Clare et al, 2007).

e. Aktivitas fisik

Saat aktivitas fisik, otot menggunakan glukosa yang

disimpannya sehingga glukosa yang tersimpan akan berkurang

sehingga menyebabkan kadar gula darah terkontrol pada penderita

DM tipe II (Barnes, 2012). Beberapa aktivitas fisik seperti

jogging, dilakukan selama 30 – 40 menit dapat meningkatkan

pemasukan glukosa ke dalam sel sebesar 7 – 20 kali dibandingkan

dengan tidak melakukan aktivitas tersebut (Soegondo, 2011).

f. Usia

Peningkatan risiko diabetes seiring dengan umur, khususnya

pada usia lebih dari 40 tahun disebabkan karena pada usia tersebut

mulai terjadi peningkatan intoleransi glukosa. Adanya proses


30

penuaan menyebabkan penurunan fungsi sel 𝛽 pankreas dalam

memproduksi insulin (Sujana, 2009).

5. Pemeriksaan Laboratorium

a. Jenis pemeriksaan

1) Gula darah sewaktu atau acak

Gula darah sewaktu dapat diperiksa kapan saja sepanjang

hari tanpa memperhatikan kapan terakhir kali makan. Seorang

pasien yang bergejala diabetes, mungkin menunjukkan poliuria

(buang air kecil berlebihan), polifagia, (rasa lapar berlebihan),

atau polidipsia (haus berlebihan) dan penurunan berat badan

yang tidak dapat dijelaskan mungkin harus menjalani tes

glukosa acak (Lieseke, 2012).

Menurut Rudi (2013), nilai normal gula darah sewaktu

adalah < 110 mg/dL.

2) Gula darah puasa

Untuk mempersiapkan tes ini, pasien harus berpuasa

selama 8-12 jam dan tidak boleh merokok, tidak minum apapun

kecuali air mineral, atau minum obat sebelum tes (kadang-

kadang ada obat yang harus diminum; ini harus diberitahukan

kepada dokter/tenaga ahli sebelum spesimen diambil).

Kadar glukosa yang diinginkan adalah 70 sampai 100

mg/dL. Pasien dengan hasil 100 sampai 125 mg/dL mengalami

gangguan glukosa puasa, dan prediabetik. Hasil yang sama


31

dengan atau di atas 125 mg/dL merupakan indikasi diabetes

(Lieseke, 2012).

3) Gula darah Post Prandial (PP)

Post prandial mengacu pada sesuatu yang dilakukan

setelah makan atau setelah waktu makan. Tes glukosa yang

dilakukan post prandial dapat berarti bahwa spesimen darah

diambil dalam waktu tertentu setelah makan, atau mungkin

juga berarti bahwa spesimen diambil pada interval tertentu

setelah konsumsi minuman kaya glukosa. Penderita diabetes

yang sedang dalam kontrol glikemik yang ketat akan menguji

kadar glukosa darah mereka di rumah 1 atau 2 jam setelah

makan untuk melihat bagaimana tubuh mereka menangani

makanan.

Idealnya, glukosa darah tidak boleh melebihi 140 mg/dL

untuk pasien non-diabetes; untuk penderita diabetes, kadarnya

harus tetap di bawah 180 mg /dL 2 jam setelah makan (Lieseke,

2012).

4) Oral Glucose Tolerance Testing atau OGTT (Tes Toleransi

Glukosa Oral)

Menurut National Institutes of Health, tes toleransi

glukosa oral lebih sensitif terhadap deteksi pra-diabetes

daripada tes glukosa puasa. OGTT digunakan terutama untuk

diagnosis diabetes melitus. Tes ini dapat dilakukan pada pasien


32

dengan tes gula darah puasa abnormal, dengan asumsi bahwa

hasilnya kurang dari 200 mg/dL. Jika hasil puasa sama dengan

atau lebih dari 200 mg/dL, tes toleransi glukosa oral tidak

diindikasikan karena kadar Fasting Plasma Glucose (FPG)

yang tinggi mengindikasikan diabetes. Tes ini juga dapat

digunakan untuk pasien yang sedang dievaluasi untuk diabetes

gestasional, atau mereka yang memiliki hasil glukosa post

prandial 1 jam yang abnormal (Lieseke, 2012).

5) Hb A1c

Kadar glukosa darah yang meningkat pada akhirnya akan

mengubah molekul hemoglobin yang ada dalam sel darah

merah dan tubuh mengikat glukosa secara permanen ke sub-

unit hemoglobin A. Senyawa ini dikenal sebagai hemoglobin

ter-glikosilasi atau ter-glikasi dan disingkat Hb A1c. Sel darah

merah biasanya bertahan di dalam tubuh selama 90 hingga 120

hari. Karena perubahan pada molekul hemoglobin terus-

menerus terjadi setiap kali kadar glukosa darah meningkat

(entah pasien sadar atau tidak), mengukur kadar Hb A1c adalah

cara terbaik untuk mengukur kontrol glikemik selama periode 2

hingga 3 bulan.

Tes Hb A1c tidak direkomendasikan sebagai alat

diagnostik untuk diabetes, tetapi merupakan alat yang sangat

baik untuk memantau pengelolaan penyakit (Lieseke, 2012).


33

b. Metode pemeriksaan

1) Metode Kimia atau Reduksi

Prinsip pemeriksaan ini adalah adanya proses kondensasi

dengan akromatik amin dan asam asetat glasial pada suhu

panas sehingga terbentuk senyawa berwarna hijau yang

kemudian diukur secara fotometris (Patologi Klinik Universitas

Hasanuddin, 2018).

2) Metode Enzimatik

a) Metode Glukosa Oksidase (GOD – PAP)

Enzim glukosa oksidase mengkatalis reaksi

oksidase glukosa menjadi glukonolakton dan hidrogen

peroksida (Patologi Klinik Universitas Hasanuddin,

2018).

b) Metode Heksokinase

Prinsip pemeriksaan ini adalah heksokinase akan

mengkatalis reaksi fosforilasi glukosa dengan ATP

membentuk glukosa-6-fosfat dan ADP (Patologi Klinik

Universitas Hasanuddin, 2018).

3) Reagen Kering (Gluco DR)

Gluco DR adalah alat pemeriksaan glukosa darah

secara in vitro, dapat dipergunakan untuk mengukur kadar

glukosa darah secara kuantitatif dan

untuk screening pemeriksaan kadar glukosa darah. Sampel


34

yang digunakan dapat berupa darah segar kapiler atau darah

vena dan tidak dapat menggunakan sampel berupa plasma atau

serum darah (Patologi Klinik Universitas Hasanuddin, 2018).

Tes strip menggunakan enzim glukosa oksidase dan

didasarkan pada teknologi biosensor yang spesifik untuk

pengukuran glukosa, tes strip mempunyai bagian yang dapat

menarik darah utuh dari lokasi pengambilan / tetesan darah

kedalam zona reaksi. Glukosa oksidase dalam zona reaksi

kemudian akan mengoksidasi glukosa di dalam darah.

Intensitas arus electron terukur oleh alat dan terbaca sebagai

konsentrasi glukosa di dalam sampel darah (Patologi Klinik

Universitas Hasanuddin, 2018).

4) Strip Uji

Prinsip pemeriksaan ini adalah darah kapiler diserap ke

dalam strip tes, kemudian mengalir ke area tes dan bercampur

dengan reagen untuk memulai proses pengukuran. Enzim

glucose dehydrogenase dan koenzim dalam strip tes

mengkonversi glukosa dalam sampel darah menjadi

glukonolakton. Reaksi tersebut menghasilkan listrik DC yang

tidak berbahaya sehingga Meter mampu mengukur gula darah

(Patologi Klinik Universitas Hasanuddin, 2018).


35

5) Glycosylated Haemoglobin

Pengujian glycosylated haemoglobin adalah dengan

mengukur jumlah gula yang melekat pada hemoglobin dalam

sel-sel darah merah.Sel-sel darah ini hidup selama empat bulan

(Patologi Klinik Universitas Hasanuddin, 2018).

D. Hubungan Antara Lama Penggunaan KB Suntik DMPA dengan

Kadar Glukosa

Kontrasepsi suntik merupakan kontrasepsi yang paling populer di

Indonesia karena berdaya kerja panjang (lama), tidak membutuhkan

pemakaian setiap akan senggama, dan tetap revesible (Hartanto, 2006).

KB suntik DMPA berisi hormon progesteron saja dan tidak mengandung

hormon esterogen. Dosis yang diberikan 150 mg/ml depot

medroksiprogesteron asetat yang disuntikkan secara intramuscular (IM)

setiap 12 minggu (Varney et al., 2006).

Penggunaan kontrasepsi hormonal dalam jangka waktu yang lama

akan menimbulkan efek samping diantaranya meningkatnya berat badan,

timbunan kolestrol, hipertensi dan bahkan diabetes, dimana terjadi

peningkatan jumlah hormon progesteron didalam tubuh. Efek samping

yang ditimbulkan dari kontrasepsi hormonal, salah satunya adalah kelainan

terhadap metabolisme glukosa dalam tubuh. Kelainan metabolisme

glukosa ini timbul akibat penggunaan kontrasepsi hormonal dimana

hormon yang dikandung dapat mempengaruhi kerja insulin dalam


36

metabolisme gula sehingga dapat meningkatkan kadar glukosa darah

(Nurrahmani dan Kurniadi, 2015).

Hormon progesteron mengandung hormon steroid anti insulin

rendah yang menurunkan jumlah dan afinitas reptor insulin terhadap

glukosa (Amelia, 2009). Apabila jumlah insulin menurun maka insulin

tidak dapat bekerja secara optimal untuk memindahkan gula darah

kedalam sel untuk diubah menjadi energi dan glikogen (Rahayu, 2015).

E. Kerangka Teori

Gambar 2.3 Kerangka Teori

Anda mungkin juga menyukai