TINJAUAN TEORI
A. Keluarga Berencana
1. Pasangan Usia subur
Pasangan usia subur yaitu pasangan yang istrinya berumur 15-49 tahun atau
pasangan suami istri berumur kurang dari 15 tahun dan sudah haid atau istri
berumur lebih dari 50 tahun tetapi masih haid (BKKBN, 2009).
2. Keluarga berencana merupakan usaha suami isteri untuk mengukur jumlah
dan jarak anak yang diinginkan. Usaha yang dimaksud termasuk
kontrasepsi atau pencegahan kehamilan dan perencanaan keluarga. Prinsip
dasar metode kontrasepsi adalah mencegah sperma laki-laki mecapai dan
membuahi telur wanita (fertilisasi) atau mencegah telur yang sudah dibuahi
untuk berimplanasi (melekat) dan berkembang didalam rahim. (Purwoastuti
& Walyani, 2015).
3. Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang
paling dasar dan utama bagi wanita, meskipun tidak selalu diakui demikian.
Peningkatan dan perluasan pelayanan keluarga berencana merupakan salah
satu usaha untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu yang
sedemikian tinggi akibat kehamilan yang dialami oleh wanita. Banyak
wanita yang harus menentukan pilihan kontrasepsi yang sulit, tidak hanya
terbatasnya jumlah metode yang tersedia tetapi juga karena metode-metode
tertentu mungkin tidak dapat diterima sehubungan dengan kebijakan
nasional KB, kesehatan individual dan seksualis wanita atau biaya untuk
memperoleh kontasepsi (Tresnawati, 2013:120).
4. Tujuan Keluarga Berencana
Menurut Suratun (2008), tujuan keluarga berencana antar lain adalah :
a. Tujuan demografi yaitu mencegah terjadinya ledakan penduduk dengan
menekan laju pertumbuhan penduduk
1
2
a) Diafragma
Diafragma adalah kap berbentuk bulat cembung, terbuat dari
lateks (karet) yang diinsersikan ke dalam vagina sebelum
berhunbungan seksual dan menutupi serviks (Prawirohardjo,
2012).
b) Metode Lendir Serviks atau lebih dikenal dengan Metode
Ovulasi Billings (MOB)
Metode Lendir Serviks dilakukan dengan wanita mengalami
lendir serviksnya setiap hari. Lendir bervariasi selama siklus,
mungkin tidak ada lendir atau mungkin terlihat lengket dan jika
direntangkan diantara kedua jari, akan putus lendir tersebut
dikenal
d. Kontrasepsi Hormonal
1) Pil KB
a) Pil Kombinasi
Pil kombinasi ini dapat diminum setiap hari, efektif dan
reversibel, pada bulan-bulan pertama efek samping berupa mual
dan perdarahan bercak yang tidak berbahaya dan segera akan
hilang, efek samping serius jarang terjadi, dapat dipakai semua
ibu usia reproduki, baik yang sudah mempunyai anak maupun
belum, dapat dimulai diminum setiap saat bila yakin sedang
tidak hamil, tidak dianjurkan pada ibu yang mnyusui dan dapat
dipakai sebagai kontrasepsi darurat (Prawirohardjo, 2012).
b) Mini Pil (Pil Progestin)
Kontrasepsi mini pil ini cocok untuk perempuan menyusui yang
ingin memakai pil KB, sangat efektif pada masa laktasi, dosis
rendah, tidak menurunkan produksi ASI, tidak memberikan efek
samping estrogen, efek samping utama adalah gangguan
perdarahan; perdarahan bercak, atau perdarahan tidak teratur,
dan dapat dipakai kontrasepsi darurat (Prawirohardjo, 2012).
2) Kontrasepsi Suntik
5
5) Wanita hipertensi
6) Penderita penyakit jantung, diabetes militus. (Yuhedi & Kurniawati,
2015).
9. Efektifitas
Efektifitas dari pemasangan susuk/implan menurut Tresawati (2013) adalah
sebagai berikut:
a) Lendir serviks menjadi kental
b) Mengganggu proses pembentukan endometrium hingga sulit terjadi
implanasi
c) Mengurangi transportasi sperma
d) Menekan ovulasi e. 99% Sangat efektif ( kegagalan 0,2-1 kehamilan per
100 perempuan). (Tresawati, 2013)/
10. Cara Pemakaian dan Cara Pengeluaran Implant (Hartanto, 2009)
a. Insersi Implant umumnya merupakan prosedur bedah minor, yang
memerlukan anestesi lokal dan insisi yang kecil, waktu terbaik untuk
insersi adalah pada saat haid atau jangan melebihi 5-7 hari setelah
mulainya haid. Implant ditempatkan di bawah kulit, umumnya pada
bagian dalam lengan atas atau lengan bawah.
b. Bila Implant telah dikeluarkan, implant baru dapat segera dipasang
pada tempat yang sama. Bila tidak ada pembengkakan pada tempat
tersebut, atau dipasang pada tempat yang sama dengan arah yang
berlawanan bila tempat lama mengalami trauma dan pembengkakan
selama pengeluaran implant yang lama, atau dipasang pada lengan yang
lain.
c. Pengeluaran Implant terutama Norplant, biasanya memerlukan waktu
15-20 menit bila dipasang dengan benar.
d. Mengeluarkan Implant pertama yang terletak paling dekat ke insisi atau
yang terletak paling dekat ke permukaan.
11. Prosedur Pemasangan.
Ada beberapa prosedur pemasangan kontrasepsi implan, salah satunya
menurut Affandi (2012), sebagai berikut :
11
a. Persiapan pemasangan
1) Pelaksanaan pelayanan untuk pemasangan maupun pencabutan
implan, ruangan sebaiknya jauh dari area yang sering digunakan atau
ramai di rumah sakit serta harus memilih pencahayaan yang cukup,
terbebas dari debu dan serangga, memiliki ventilasi yang baik selain
itu juga perlu ada fasilitas untuk mencuci tangan termasuk air bersih
dan mengalir.
2) Peralatan untuk pemasangan harus tersedia lengkap di setiap klinik
atau fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta.
Yang penting, semua peralatan dan bahan harus dalam kondisi baik
(misalnya: trokar dan skapel harus tajam). Pastikan semua alat dan
bahan dalam keadaan steril atau DTT.
3) Kapsul implant dikemas dalam wadah steril, tertutup baik dan tetap
steril selama tiga tahun sesuai dengan jaminan sterilitas dan masa
aktif dari produsennya, kemasannya tidak rusak dan disimpan di
tempat yang sejuk dan kering.
4) Peralatan yang diperlukan untuk setiap pemasangan adalah sebagai
berikut :
(a) Tempat tidur.
(b) Sabun untuk mencuci tangan.
(c) 2 kapsul implan dalam satu kemasan steril (sudah terdapat
skapel dan trokar 1 set dengan pendorong).
(d) Kain penutup operasi steril (bersih) yang kering.
(e) mangkok steril 3 buah atau DTT (1 untuk betadine, 1 tempat air
DTT/steril, kasa).
(f) Sepasang sarung tangan steril/DTT.
(g) Larutan antiseptik.
(h) Anestesi lokal (lidokain 5cc).
(i) Tabung suntik dan jarum suntik (5 atau 10 ml).
(j) Jika ingin menandai posisi kapsul dapat digunakan bolpoin.
12
(k) Band aid (plester untuk luka ringan) atau kasa steril dengan
plester.
b. Persiapan pemasangan
1) Langkah 1
Pastikan klien telah mencuci dan membilas lengan atas hingga
bersih. Periksa kembali tidak ada sisa sabun karena dapat
menurunkan efektivitas antiseptik tertentu.
2) Langkah 2
Lapisi tempat penyangga lengan dengan kain bersih.
3) Langkah 3 Persilahkan klien berbaring dan lengan atas yang
telah disiapkan, ditempatkan di atas kain yang telah disiapkan,
lengan atas membentuk sudut 30° terhadap bahu dan sendi siku
90° untuk memudahkan petugas melakukan pemasangan
4) Langkah 4
Tentukan tempat pemasangan yang optimal, 8 cm (3 inci) di atas
lipat siku. Tandai posisi lengan yang dengan berbentuk V
5) Langkah 5
Siapkan tempat peralatan dan bahan serta buka bungkus steril
tanpa menyentuh peralatan yang ada di dalamnya.
c. Tindakan sebelum pemasangan
1) Langkah 1
Cuci tangan 6 langkah dengan sabun dan air, keringkan dengan
kain bersih.
2) Langkah 2
Pakai sarung tangan steril atau DTT
3) Langkah 3
Persiapkan tempat insisi dengan larutan antiseptik (betadine)
menggunakan kasa. Mulai mengusap dari tempat yang akan
dilakukan insisi ke arah luar dengan gerakan melingkar sekitar
13
7) Langkah 7
Sebelum mencabut trokar, raba kapsul untuk memastikan kedua
kapsul telah terpasang. Pastikan ujung dari kedua kapsul harus
cukup jauh dari luka insisi.
8) Langkah 8
Setelah kedua kapsul terpasang dan posisi setiap kapsul sudah di
pastikan tepat keluarkan trokar pelan-pelan. Tekan tempat insisi
dengan jari menggunakan kasa selama 1 menit untuk
menghentikan pendarahan. Bersihkan tempat pemasangan
dengan kasa antiseptik.
e. Tindakan setelah pemasangan kapsul
1) Menutup luka insisi Temukan tepi kedua insisi dan gunakan
band aid atau plester dengan kasa steril untuk menutup luka
insisi. Periksa adanya perdarahan, selanjutnya buang sampah
sekali pakai yang telah terkontaminasi oleh klien, cuci alat lalu
rendam dengan larutan klorin selama 10 menit dan sterilkan.
Cuci tangan segera dengan sabun dan air (Affandi, 2012 PK-
26).
2) Perawatan klien Buat catatan pada rekam medik tempat
pemasangan kapsul dan kejadian tidak umum yang mungkin
terjadi selama pemasangan. Amati klien lebih kurang 15 sampai
20 menit untuk kemungkinan perdarahan dari luka insisi atau
efek lain sebelum memulangkan klien. Beri petunjuk untuk
perawatan luka insisi setelah pemasangan, kalau bisa diberikan
secara tertulis (Affandi, 2012 PK-27).
3) Petunjuk perawatan luka insisi di rumah
(a) Mungkin akan terdapat memar, bengkak atau sakit di daerah
insisi selama beberapa hari, Hal ini normal.
(b) Jaga luka insisi tetap kering dan bersih selama paling sedikit
48 jam. Luka insisi dapat mengalami infeksi bila basah saat
mandi atau mencuci pakaian.
16
hanya selama asuhan primer periodik atau kunjungan prenatal saja tetapi
selama wanita tersebut bersama bidan terus menerus.
5. Langkah V (kelima ) : merencanakan asuhan yang menyeluruh . Pada
langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh yang ditentukan
oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan
kelanjutan manajemen terhadap diagnosa atau masalah yang telah
diidentifikasi atau diantisipasi, pada langkah ini informasi/data dasar
yang tidak lengkap dapat dilengkapi.
6. Langkah VI (keenam) : melaksanakan perencanaan. Pada langkah keenam
ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah
kelima dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini bisa
dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dilakukan oleh bidan dan
sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim kesehatan yang lain.
7. Langkah VII (ketujuh) : evaluasi. Pada langkah ketujuh ini dilakukan
evaluasi keefektifan dari asuhan yang telah diberikan meliputi
pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar terpenuhi sesuai
dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi dalam masalah
dan diagnosa. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar
efektif dalam pelaksanaannya
Pendokumentasian proses asuhan kebidanan
Metode pendokumentasian SOAP merupakan intisari dari proses fikir
dalam asuhan kebidanan yang menggambarkan catatan perkembangan
klien dan merupakan suatu sistem pencatatan dan pelaporan informasi
tentang kondisi dan perkembangan kesehatan reproduksi dan semua
kegiatan yang di lakukan oleh bidan dan memberikan asuhan kebidanan
terdapat dalam rekam medikdengan pengertian
1) Subjektif (S)
Menggambarkan pendokumentasian hasil asuhan pengumpulan data
klien melalui anamnesis
2) Objektif (O)
25
Pathway KB Implan
Implant
Kurang pengetahuan
Kadar Supresi Merangsang terhadap pemasangan
progestin maturasi hipotalamus dan efek yang terjadi
tetap konstan siklik dan hipofisis
PEMBAHASAN
implant yaitu: informasi sekali dalam pemilihan alat kontrasepsi implant, serta
adanya dukungan suami. Penghambat dalam penggunaan alat kontrasepsi implant
yaitu: kurangnya informasi yang jelas sehingga akseptor takut untuk memakai
implant serta akseptor sudah terlanjur memakai alat kontrasespsi yang lain dan
sudah merasa cocok dengan alat kontrasepsi yang digunakan, tidak semua tenaga
kesehatan pelatihan tentang implant, kurangnya promosi serta sosialisasi tentang
alat kontrasepsi implant di masyarakat. Perlu meningkatkan promosi serta
sosialisasi tentang alat kontrasepsi implant di masyarakat, diadakan pelatihan-
pelatihan tentang implant, pemberian reward kepada calon akseptor serta tenaga
kesehatan pemberi pelayanan, masyarakat diharapkan selalu mengakses informasi
yang benar dan akurat tentang alat kontrasepsi implant.
Diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Sainah (2017) dengan
judul “Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kurangnya Peminat Penggunaan Alat
Kontrasepsi Implant Pada Pasangan Usia subur Di Desa Tamalatea Kecamatan
Mamuju Kabupaten Gowa”, dimana hasil penelitian menyatakan adanya pengaruh
antara pengetahuan dengan kurangnya minat terhadap penggunaan alat kontrasepsi
implant, adanya pengaruh dukungan suami dengan kurangnya minat penggunaan
alat kontrasepsi implant pada pasangan usia subur, ada pengaruh antara informasi
dari petugas kesehatan dengan kurannya minat penggunaan alat kontrasepsi implant
pada pasangan usia subur.
Dari data subyektif dan obyektif didapatkan usia reproduktif ibu 26 tahun,
menginginkan kontraspesi jangka panjang dan sedang menyusui dan menginginkan
KB implant supaya tidak menggangu produksi ASI. Hal ini sesuai dengan Affandi
B (2012) indikasi pemakaian implant antara lain prempuan pada usia reproduksi.,
telah memiliki anak ataupun belum, menghendaki kontrasepsi yang memiliki
efektifitas tinggi dan menghendaki pencegahan kehamilan jangka panjang.,
menyusui dan membutuhkan kontrasepsi., pascapersalinan dan tidak menyusui,
pasca keguguran, tidak menginginkan anak lagi, tetapi menolak sterilisasi, riwayat
kehamilan ektopik, tekanan darah dibawah 180/110 mmHg, dengan masalah
pembekuan darah/ anemia bulan sabit, perempuan yang tidak boleh menggunakan
29
yaitu Biaya murah, Mengurangi nyeri haid, Tidak menggangu kegiatan senggama.
Kekurangan implant yaitu berat badan bertambah, menimbulkan acne/jerawat,
ketegangan payudara.
Hal ini sependapat dengan penelitian oleh Qoyyimah Anna Uswatun,
Rohmawati Wiwin (2017) dengan judul “Hubungan Lama Pemakaian Kontrasepsi
Implant dengan Kenaikan Berat Badan” menyatakan bahwa dari hasil penelitian
diperoleh lama pemakaian kontrasepsi implant sebagian besar adalah >1 tahun
sebesar 60,4% dan 58,3% responden mengalami kenaikan berat badan sedangkan p
value 0,015 (p<0,05). Kesimpulan penelitian adalah ada hubungan lama pemakaian
kontrasepsi implant dengan kenaikan berat badan di wilayah kerja Puskesmas
Juwiring.
Selanjutnya indikasi implant yaitu perempuan pada usia reproduksi., telah
memiliki anak ataupun belum, menyusui dan membutuhkan kontrasepsi, pasca
persalinan dan tidak menyusui, pasca keguguran, tidak menginginkan anak lagi.
Kontraindikasi implant yaitu hamil atau diduga hamil, memiliki benjolan atau
kanker payudara, memiliki miom uterus dan kanker payudara, sering ditemukan
efek samping berupa gangguan pola haid utamanya pada norplant, terutama 6 – 12
hari pada bulan pertama, beberapa perempuan mungkin haidnya berhenti sama
sekali. Perubahan pola haid tersebut tidak membahayakan klien. Efek samping lain
berupa sakit kepala, penambahan berat badan, nyeri payudara. Efek samping ini
tidak berbahaya dan akan hilang dengan sendirinya. Hal ini di perkuat dengan
penelitian yang dilakukan oleh Indria Astuti and Siska Asti (2015) dengan judul
“Hubungan Lama Penggunaan Kontrasepsi Implant Dengan Siklus Menstruasi”
hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang lama
penggunaan KB implant lebih dari 1 tahun sebanyak 32 responden (53,3%),
sebagian besar responden mengalami siklus haid tidak teratur sebanyak 38
responden (63,3%), dan ada hubungan lama penggunaan kontrasepsi implant
dengan siklus menstruasi pada akseptor KB implant dengan P value 0,000. Dan
terakhir memberitahu cara pemasangan implant yaitu dipasang dibawah kulit pada
lengan kiri bagian atas.
31
BAB V
PENUTUP
B. SARAN
1. Bagi Tenaga Kesehatan
Hendaknya bidan selalau meningkatkan ketrampilan, kemampuan
dan menambah ilmu pengetahuan melalui pendidikan formal / mengikuti
seminar pelatihan, sehingga dapat memberikan asuhan kebidanan pada
akseptor KB implant.
2. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan Rumah Sakit dapat meningkatkan mutu pelayanan,
terutama dalam memberikan asuhan kebidanan kepada akseptor KB
implant.
3. Bagi Klien
Untuk tetap menjaga kebersihan diri khususnya daerah genitalia,
kontrol secara rutin dan apabila ada keluhan segera datang ketenaga
kesehatan.
4. Bagi Pendidikan
Diharapkan laporan ini bias bermanfaat untuk referensi dan tidak
ditemukan kesenjangan antara teori dengan praktik dan diharapkan dapat
dijadikan sebagai referensi bagi institusi pendidikan.
34
DAFTAR PUSTAKA
Debi Novita dan Siti Patimah (2018). Gambaran Pengetahuan Wus Tentang Kb
Implant Di Klinik Ela Azmi Tahun 2018. Jurnal Kebidanan.
Febriyanti Ni Made Ari and Febrianti Angela Niluh Erika (2018). Faktor – Faktor
Yang Mempengaruhi Akseptor Tidak Menggunakan Alat Kontrasepsi
Implant. Akademi Kebidanan Kartini Bali. Jurnal Genta Kebidanan, Volume
8, Nomor1, Juni 2018, hlm 14 – 19.
Indria Astuti and Siska Asti (2015). Hubungan Lama Penggunaan Kontrasepsi
Implant Dengan Siklus Menstruasi. Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 10 No. 3.
Manuaba, I.D. (2012). Ilmu Kandungan Dan KB Untuk Kebidanan. Jakarta: EGC.