Anda di halaman 1dari 37

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Keluarga Berencana
1. Pasangan Usia subur
Pasangan usia subur yaitu pasangan yang istrinya berumur 15-49 tahun atau
pasangan suami istri berumur kurang dari 15 tahun dan sudah haid atau istri
berumur lebih dari 50 tahun tetapi masih haid (BKKBN, 2009).
2. Keluarga berencana merupakan usaha suami isteri untuk mengukur jumlah
dan jarak anak yang diinginkan. Usaha yang dimaksud termasuk
kontrasepsi atau pencegahan kehamilan dan perencanaan keluarga. Prinsip
dasar metode kontrasepsi adalah mencegah sperma laki-laki mecapai dan
membuahi telur wanita (fertilisasi) atau mencegah telur yang sudah dibuahi
untuk berimplanasi (melekat) dan berkembang didalam rahim. (Purwoastuti
& Walyani, 2015).
3. Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang
paling dasar dan utama bagi wanita, meskipun tidak selalu diakui demikian.
Peningkatan dan perluasan pelayanan keluarga berencana merupakan salah
satu usaha untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu yang
sedemikian tinggi akibat kehamilan yang dialami oleh wanita. Banyak
wanita yang harus menentukan pilihan kontrasepsi yang sulit, tidak hanya
terbatasnya jumlah metode yang tersedia tetapi juga karena metode-metode
tertentu mungkin tidak dapat diterima sehubungan dengan kebijakan
nasional KB, kesehatan individual dan seksualis wanita atau biaya untuk
memperoleh kontasepsi (Tresnawati, 2013:120).
4. Tujuan Keluarga Berencana
Menurut Suratun (2008), tujuan keluarga berencana antar lain adalah :
a. Tujuan demografi yaitu mencegah terjadinya ledakan penduduk dengan
menekan laju pertumbuhan penduduk

1
2

b. Mengatur kehamilan dengan menunda perkawinan, menunda


kehamilan anak pertama dan menjarangkan kehamilan serta
menghentikan kehamilan.
c. Mengobati kemandulan atau infertilitas bagi pasangan yang telah
menikah lebih dari satu tahun tetapi belum juga mempunyai keturunan
d. Married consoling atau nasihat perkawinan bagi remaja atau pasangan
yang akan menikah dengan harapan bahwa pasangan akan mempunyai
pengetahuan dan pemahaman yang cukup tinggi dalam membentuk
keluarga yang bahagia dan berkualitas
e. Tercapainya NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia dan sejahtera)
5. Macam macam alat kontrasepsi.
a. Metode Amenorea Laktasi Metode amenorea laktasi (MAL)
Metode Amenorea Laktasi Metode amenorea laktasi (MAL) adalah
kontrasepsi yang mengandalkan pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara
eksklusif (Prawirohardjo, 2012)
b. Metode Keluarga Berencana Alamiah (KBA)
Metode kontrasepsi alamiah merupakan metode untuk mengatur
kehamilan secara alamiah, tanpa menggunakan alat apapun. Metode ini
dilakukan dengan menentukan periode/masa subur yang biasanya
terjadi sekitar 14 hari sebelum menstruasi sebelumnya,
memperhitungkan masa hidup sperma dalam vagina (48-72 jam), masa
hidup ovum (12-24 jam), dan menghindari senggama selama kurang
lebih 7-18 hari termasuk masa subur dari setiap siklus. Kb alamiah
terdiri dari metode kalender, metode suhu badan basal (termal), metode
lendir serviks (Bilings), metode simto termal, dan koitus interuptus
(Yuhedi & Kurniawati, 2015).
1) Metode Kalender (Ogino-Knaus)/Pantang Berkala Pantang berkala
atau lebih dikenal dengan system kalender
Merupakan salah satu cara/metode kontrasepsi sederhana yang
dapat dikerjakan sendiri oleh pasangan suami isteri dengan tidak
3

melakukan senggama pada masa subur (Yuhedi & Kurniawati,


2015)
2) Metode Suhu Badan Basal Metode
Kontrasepsi ini dilakukan berdasarkan pada perubahan subu tubuh.
Pengukuran dilakukan dengan pengukuran suhu basal (pengukuran
suhu yang dilakukan ketika bangun tidur sebelum beranjak dari
tempat tidur (Yuhedi & Kurniawati, 2015).
3) Metode Lendir Serviks
Metode kontrasepsi ini dilakukan berdasarkan perubahan siklus
lendir serviks yang terjadi karena perubahan kadar estrogen (Yuhedi
& Kurniawati, 2015).
4) Metode Simto Termal
Metode ini menggunakan perubahan siklis lendir serviks yang
terjadi karena perubahan kadar estrogen untuk menentukan saat
yang aman untuk bersenggama. Metode simto termal ini gabungan
dari metode suhu basal, metode lendir serviks , dan metode kalender
(Yuhedi & Kurniawati, 2015).
5) Senggama Terputus (Koitus Interruptus)
Senggama Terputus ialah penarikan penis dari vagina sebelum
terjadinya ejakulasi (Padila, 2014:200).
c. Metode Kontrasepsi Sederhana
1) Kondom
Kondom merupakan selubung/sarung karet yang dapat terbuat dari
berbagai bahan di antaranya lateks (karet), plastik (vinil), atau
bahan alami (produksi hewani) yang dipasang pada penis saat
berhubungan seksual. Kondom ini tidak hanya mencegah
kehamilan, tetapi juga mencegah IMS termasuk HIV/AIDS.
(Prawirohardjo, 2012).
2) Kontrasepsi Barier- Intra-Vagina Jenis konrasepsi barier intra-
vagina, yaitu diafragma, lender serviks.
4

a) Diafragma
Diafragma adalah kap berbentuk bulat cembung, terbuat dari
lateks (karet) yang diinsersikan ke dalam vagina sebelum
berhunbungan seksual dan menutupi serviks (Prawirohardjo,
2012).
b) Metode Lendir Serviks atau lebih dikenal dengan Metode
Ovulasi Billings (MOB)
Metode Lendir Serviks dilakukan dengan wanita mengalami
lendir serviksnya setiap hari. Lendir bervariasi selama siklus,
mungkin tidak ada lendir atau mungkin terlihat lengket dan jika
direntangkan diantara kedua jari, akan putus lendir tersebut
dikenal
d. Kontrasepsi Hormonal
1) Pil KB
a) Pil Kombinasi
Pil kombinasi ini dapat diminum setiap hari, efektif dan
reversibel, pada bulan-bulan pertama efek samping berupa mual
dan perdarahan bercak yang tidak berbahaya dan segera akan
hilang, efek samping serius jarang terjadi, dapat dipakai semua
ibu usia reproduki, baik yang sudah mempunyai anak maupun
belum, dapat dimulai diminum setiap saat bila yakin sedang
tidak hamil, tidak dianjurkan pada ibu yang mnyusui dan dapat
dipakai sebagai kontrasepsi darurat (Prawirohardjo, 2012).
b) Mini Pil (Pil Progestin)
Kontrasepsi mini pil ini cocok untuk perempuan menyusui yang
ingin memakai pil KB, sangat efektif pada masa laktasi, dosis
rendah, tidak menurunkan produksi ASI, tidak memberikan efek
samping estrogen, efek samping utama adalah gangguan
perdarahan; perdarahan bercak, atau perdarahan tidak teratur,
dan dapat dipakai kontrasepsi darurat (Prawirohardjo, 2012).
2) Kontrasepsi Suntik
5

Suntik KB ada dua jenis yaitu, suntik KB 1 bulan (cyclofem) dan


suntik KB 3 bulan (DMPA. Efek sampinya terjadi gangguan haid,
depresi, keputihan, jerawat, perubahan berat badan, pemakaian
jangka panjang bisa terjadi penurunan libido, dan densitas tulang.
(Padila, 2015). Cara kerjanya mencegah ovulasi, mengentalkan
lendir serviks sehingga menurunkan kemampuan penetrasi sperma,
menjadikan selaput lendir rahim tipis dan atrofi dan menghambat
transportasi gamet oleh tuba (Prawirohardjo, 2012).
3) Kontrasepsi Implan
Implan adalah alat kontarsepsi yang disusupkan di bawah kulit,
biasanya di lengan atas (Mulyani & Rinawati, 2013).
4) Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)/IUD
AKDR atau spiral adalah suatu benda kecil yang terbuat dari plastik
yang lentur, mempunyai lilitan tembaga atau juga mengandung
hormone dan dimasukkan kedalam rahim melalui vagina dan
mempunyai benang.
1) Kontrasepsi Mantap (Kontap)\
a) Tubektomi
Tubektomi adalah metode kontrasepsi untuk perempuan yang
tidak ingin anak lagi (Prawirohardjo, 2012).
b) Vasektomi
Vasektomi adalah metode kontrasepsi untuk lelaki yang tidak
ingin anak lagi (Prawirohardjo, 2012).
B. Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)/Implant
1. Pengertian
Implant adalah suatu alat kontrasepsi yang mengandung
levonogestrelyang dibungkus dalam kapsul silasticsilikon
(polidemetsilixane) dan di susukkan dibawah kulit (Saifuddin, 2010).
Implant adalah metode kontrasepsi yang hanya mengandung progestin
dengan masa kerja panjang, dosis rendah, reversible untuk wanita.
2. Jenis KB Implant
6

a) Jenis-jenis Kontrasepsi Implan


1) Norplant
Noplant terdiri dari 6 kapsul, yang secara total bermuatan 216 mg
levornogestrel. Panjang kapsul adalah 34 mm dengan diameter 2,4
mm. Kapsul terbuat dari bahan silastik medik (polydemethyloxane)
yang fleksibel di mana kedua 25 ujungnya ditutup dengan
penyumbat sintetik yang tidak mengganggu kesehatan klien.
Setelah penggunaan selama 5 tahun, ternyata masih tersimpan
sekitar 50% bahan aktif levonorgestrel asal yang belum
terdistribusi kejaringan interstisial dan sirkulasi. Enam kapsul
norplant di pasang menurut konfigurasi kipas dilapisi di lapisan
subderma. (Prawirohardjo, 2012).
2) Implanon dan Sinoplant
Terdiri dari satu batang putih lentur dengan panjang kira-kira 40
mm, diameter 2 mm, yang diisi dengan 68 mg 3-keto-desogestel
dan lama kerjanya 3 tahun. (Mulyani & Rinawati, 2013).
3) Indoplant /Jadena
Terdiri dari 2 batang yang diisi dengan 75 mg levonorgestal dengan
lama kerjanya 3 tahun. (Mulyani & Rinawati, 2013)
3. Cara Kerja Kontrasepsi Implan
Implan mencegah terjadinya kehamilan melalui berbagai cara. Seperti
kontrasepsi progestin pada umumnya, mekanisme utamanya adalah
menebalkan mukus serviks sehingga tidak dilewati oleh sperma. Walaupun
pada konsentrasi yang rendah, progestin akan menimbulkan pengentalan
mukus serviks. Perubahan terjadi segera setelah pemasangan implan.
Progestin juga menekan pengeluaran Follicle stimulating hormone (FSH)
dan luteinizing hormone (LH) dari hipotalamus dan hipofise. Lonjokan LH
(surge) direndahkan sehingga ovulasi ditekan oleh levonorgestrel. Level LH
ditekan lebih kuat oleh etonogestrel sehingga tidak terjadi ovulasi pada 3
tahun pertama penggunaan implan. Penggunaan progestin jangka panjang,
juga menyebabkan hipotropisme endometrium sehingga dapat mengganggu
7

proses implanasi. Perubahan pertumbuhan dan maturasi endometrium, juga


menjadi penyebab terjadinya perdarahan ireguler. Hal yang baru dalam
implan ialah cara pengeluaran hormon levonogestrel di dalam tubuh, yang
terjadi secara terus menerus dan stabil selama 3-4 tahun. (Prawirohardjo,
2012).
4. Efek Samping Kontrasepsi Implan dan Penanggulangan
1) Amenorea
Lakukan pemeriksaan kehmailan untuk memastikan apakah klien hamil
atau tidak. Apabila klien tidak hamill, tidak perlu penanganan khusus.
Apabila terjadi kehamilan dan ingin melanjutkan kehamilan, cabut
implan. Rujuk klien jika di duga terjadi kehamilan ektopik.
2) Perdarahan bercak (spooting) ringan
Tidak perlu tindakan apapun jika tidak ada masalah dank klien tidak
hamil.
3) Ekspulsi
Cabut kapsul ekspulsi, periksa apakah terdapat tanda infeksi daerah
insersi bila tidak ada infeksi dan kapsul lain masih berada pada
tempatnya, pasang 1 buah kapsul baru pada tempat insersi yang
berbeda. Bila ada infeksi, cabut seluruh kapsul yang ada dan pasang
kapsul baru pada lengan yang lain.
4) Infeksi pada daerah insersi
Bila terdapat infeksi tanpa nanah, bersihkan dengan, sabun, air, dan
antiseptik. Berikan antibiotik selama 7 hari, tetapi implan tidak perlu
dilepas dan minta klien untuk kembali setelah 7 hari. Apabila tidak
terjadi perbaikan, cabut implan.
5) Peningkatan atau penurunan berat badan
6) Beri tahu klien bahwa perubahan berat badan 1-2 kg adalah normal.
apabila terjadi perubahan berat badan > 2 kg, kaji kembali diet klien.
5. Keuntungan Kontrasepsi Implant (Saifuddin, 2010)
a. Keuntungan Kontrepsi
1) Daya guna tinggi
8

2) Perlindungan jangka panjang (sampai 5 tahun)


3) Pengembalian tingkat kesuburan yang cepat setelah pencabutan
4) Tidak memerlukan pemeriksaan-pemeriksaan dalam
5) Bebas dari pengaruh estrogen
6) Tidak mengganggu kegiatan senggama
7) Dapat dicabut setiap saat sesuai dengan kebutuhan.
b. Keuntungan Nonkontrasepsi
1) Mengurangi nyeri haid
2) Mengurangi jumlah darah haid
3) Mengurangi/memperbaiki anemia
4) Melindungi terjadinya kanker endometrium
5) Menurunkan angka kejadian kelainan jinak payudara
6) Melindungi diri dari beberapa penyebab penyakit radang panggul
7) Menurunkan angka kejadian endometriosis
6. Keterbatasan (Saifuddin, 2010)
Pada kebanyakan klien dapat menyebabkan perubahan pola haid berupa
perdarahan bercak (spotting), hipermenoea, atau meningkatkanya jumlah
darah haid, serta amenorea.
Timbulnya keluhan-keluhan, seperti :
a. Nyeri kepala
b. Peningkatan/penurunan berat badan
c. Nyeri payudara
d. Perasaan mual
e. Pening/pusing kepala
f. Perubahan perasaan (mood) atau kegelisahan (nervousness)
g. Membutuhkan tindak pembedahan minor untuk insersi dan pencabutan
h. Tidak memberikan efek protektif terhadap PMS termasuk AIDS
i. Klien tidak dapat menghentikan sendiri pemakaian kontrasepsi ini sesuai
dengan keinginan, akan tetapi harus pergi ke klinik untuk pencabutan
j. Efektifitasnya menurun bila menggunakan obat-obat tuberkulosis
(rifampisin) atau obat epilepsi (fenitoin dan barbiturat)
9

k. Terjadinya kehamilan ektopik sedikit lebih tinggi (1,3 per 100.0000


perempuan per tahun)
7. Kekurangan
Kekurangan implant menurut Mulyani & Rinawati (2013) adalah:
(a) Implan harus dipasang dan diangkat oleh petugas kesehatan yang
terlatih
(b) Petugas kesehatan harus dilatih khusus
(c) Harga implan yang mahal
(d) Implan sering mengubah pola haid
(e) Implan dapat terlihat di bawah kulit.
8. Indikasi Dan Kontraindikasi Kontrasepsi Implan
a) Indikasi penggunaan kontrasepsi implant
1) Wanita usia reproduksi
2) Wanita nulipara atau yang sudah mempunyai anak atau yang belum
mempunyai anak.
3) Wanita yang menghendaki kontrasepsi jangka panjang dan yang
memiliki efektifitas tinggi.
4) Wanita setelah keguguran dan setelah melahirkan, yang menyusui
atau yang tidak menyusui.
5) Wanita yang tidak menginginkan anak lagi tetapi menolak untuk
sterilisasi.
6) Wanita dengan tekanan darah kurang dari 180/110 mmHg
7) Wanita yang sering lupa meminum pil kontrasepsi.
b) Kontraindikasi penggunaan kontrasepsi implant
1) Wanita yang hamil atau dicurigai hamil
2) Wanita yang mengalami perdarahan per vagina yang belum jelas
penyebabnya.
3) Wanita yang tidak dapat menerima terjadinya gangguan menstruasi
atau amenorea.
4) Wanita yang menderita kanker payudara atau mempunyai riwayat
kanker payudara.
10

5) Wanita hipertensi
6) Penderita penyakit jantung, diabetes militus. (Yuhedi & Kurniawati,
2015).
9. Efektifitas
Efektifitas dari pemasangan susuk/implan menurut Tresawati (2013) adalah
sebagai berikut:
a) Lendir serviks menjadi kental
b) Mengganggu proses pembentukan endometrium hingga sulit terjadi
implanasi
c) Mengurangi transportasi sperma
d) Menekan ovulasi e. 99% Sangat efektif ( kegagalan 0,2-1 kehamilan per
100 perempuan). (Tresawati, 2013)/
10. Cara Pemakaian dan Cara Pengeluaran Implant (Hartanto, 2009)
a. Insersi Implant umumnya merupakan prosedur bedah minor, yang
memerlukan anestesi lokal dan insisi yang kecil, waktu terbaik untuk
insersi adalah pada saat haid atau jangan melebihi 5-7 hari setelah
mulainya haid. Implant ditempatkan di bawah kulit, umumnya pada
bagian dalam lengan atas atau lengan bawah.
b. Bila Implant telah dikeluarkan, implant baru dapat segera dipasang
pada tempat yang sama. Bila tidak ada pembengkakan pada tempat
tersebut, atau dipasang pada tempat yang sama dengan arah yang
berlawanan bila tempat lama mengalami trauma dan pembengkakan
selama pengeluaran implant yang lama, atau dipasang pada lengan yang
lain.
c. Pengeluaran Implant terutama Norplant, biasanya memerlukan waktu
15-20 menit bila dipasang dengan benar.
d. Mengeluarkan Implant pertama yang terletak paling dekat ke insisi atau
yang terletak paling dekat ke permukaan.
11. Prosedur Pemasangan.
Ada beberapa prosedur pemasangan kontrasepsi implan, salah satunya
menurut Affandi (2012), sebagai berikut :
11

a. Persiapan pemasangan
1) Pelaksanaan pelayanan untuk pemasangan maupun pencabutan
implan, ruangan sebaiknya jauh dari area yang sering digunakan atau
ramai di rumah sakit serta harus memilih pencahayaan yang cukup,
terbebas dari debu dan serangga, memiliki ventilasi yang baik selain
itu juga perlu ada fasilitas untuk mencuci tangan termasuk air bersih
dan mengalir.
2) Peralatan untuk pemasangan harus tersedia lengkap di setiap klinik
atau fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta.
Yang penting, semua peralatan dan bahan harus dalam kondisi baik
(misalnya: trokar dan skapel harus tajam). Pastikan semua alat dan
bahan dalam keadaan steril atau DTT.
3) Kapsul implant dikemas dalam wadah steril, tertutup baik dan tetap
steril selama tiga tahun sesuai dengan jaminan sterilitas dan masa
aktif dari produsennya, kemasannya tidak rusak dan disimpan di
tempat yang sejuk dan kering.
4) Peralatan yang diperlukan untuk setiap pemasangan adalah sebagai
berikut :
(a) Tempat tidur.
(b) Sabun untuk mencuci tangan.
(c) 2 kapsul implan dalam satu kemasan steril (sudah terdapat
skapel dan trokar 1 set dengan pendorong).
(d) Kain penutup operasi steril (bersih) yang kering.
(e) mangkok steril 3 buah atau DTT (1 untuk betadine, 1 tempat air
DTT/steril, kasa).
(f) Sepasang sarung tangan steril/DTT.
(g) Larutan antiseptik.
(h) Anestesi lokal (lidokain 5cc).
(i) Tabung suntik dan jarum suntik (5 atau 10 ml).
(j) Jika ingin menandai posisi kapsul dapat digunakan bolpoin.
12

(k) Band aid (plester untuk luka ringan) atau kasa steril dengan
plester.
b. Persiapan pemasangan
1) Langkah 1
Pastikan klien telah mencuci dan membilas lengan atas hingga
bersih. Periksa kembali tidak ada sisa sabun karena dapat
menurunkan efektivitas antiseptik tertentu.
2) Langkah 2
Lapisi tempat penyangga lengan dengan kain bersih.
3) Langkah 3 Persilahkan klien berbaring dan lengan atas yang
telah disiapkan, ditempatkan di atas kain yang telah disiapkan,
lengan atas membentuk sudut 30° terhadap bahu dan sendi siku
90° untuk memudahkan petugas melakukan pemasangan
4) Langkah 4
Tentukan tempat pemasangan yang optimal, 8 cm (3 inci) di atas
lipat siku. Tandai posisi lengan yang dengan berbentuk V
5) Langkah 5
Siapkan tempat peralatan dan bahan serta buka bungkus steril
tanpa menyentuh peralatan yang ada di dalamnya.
c. Tindakan sebelum pemasangan
1) Langkah 1
Cuci tangan 6 langkah dengan sabun dan air, keringkan dengan
kain bersih.

2) Langkah 2
Pakai sarung tangan steril atau DTT
3) Langkah 3
Persiapkan tempat insisi dengan larutan antiseptik (betadine)
menggunakan kasa. Mulai mengusap dari tempat yang akan
dilakukan insisi ke arah luar dengan gerakan melingkar sekitar
13

8-13 cm (3-5 inci) dan biarkan kering (sekitar 2 menit) sebelum


memulai tindakan
4) Langkah 4 Bila ada, gunakan kain penutup (doek) yang
mempunyai lubang untuk menutupi lengan. Lubang tersebut
harus cukup lebar untuk memaparkan tempat yang akan
dipasang kapsul. Dapat juga dengan menutupi lengan di bawah
tempat pemasangan dengan kain steril.
5) Langkah 5
Setelah memastikan (dari anamnesa) tidak ada riwayat alergi
terhadap obat anestesi, isi alat suntik dengan 3 ml obat anestesi
(lidocaine 1% tanpa epinefrin). Dosis ini sudah cukup untuk
menghilangkan rasa sakit selama memasang dua kapsul implan
6) Langkah 6
Masukkan jarum tepat di bawah kulit pada tempat insisi,
kemudian lakukan aspirasi untuk memastikan jarum tidak
masuk ke dalam pembuluh darah. Suntikkan sedikit (0,3 cc)
obat intrakutan, kemudian tanpa memindahkan jarum,
masukkan ke subdermal. Hal ini akan membuat kulit terangkat
dari jaringan lunak di bawahnya dan 30 dorong jarum
menelusuri bawah kulit hingga 4 cm, kemudian tarik jarum
sambil menyuntikkan anestesi pada kedua jalur kapsul
(masingmasing 1 ml) membentuk huruf V
d. Pemasangan kapsul
Sebelum membuat insisi, pastikan efek anestesi telah berlangsung
dan sensasi nyeri hilang.
1) Langkah 1
Ingat kegunaan kedua tanda pada trokar. Trokar harus dipegang
dengan ujung yang tajam menghadap ke atas.
2) Langkah 2
Dengan trokar dimana posisi angka dan panah menghadap keatas
masukkan ujung trokar pada luka insisi dengan posisi 45° (saat
14

31 memasukkan ujung trokar) kemudian turunkan menjadi 30°


saat memasuki lapisan subdermal dan sejajar permukaan kulit
saat mendorong hingga tanda 1 (3-5 mm dari pangkal trokar).
3) Langkah 3
Untuk meletakkan kapsul tepat di bawah kulit, angkat trokar ke
atas, sehingga kulit terangkat. Masukkan trokar perlahan-lahan
dan hati-hati. Trokar harus cukup dangkal sehingga dapat diraba
dari luar dengan jari. Trokar harus selalu terlihat mengangkat
kulit selama pemasangan. Masuknya trokar akan lancar bila
berada tepat di bawah kulit. Jangan menyentuh trokar terutama
bagian tabung yang masuk ke bawah kulit untuk mencegah trokar
terkontaminasi pada waktu memasukkan dan menarik keluar.
4) Langkah 4
Saat trokar masuk sampai tanda, dorong trokar (posisi panah
disebelah atas) setelah tanda tercapai sambil meraba dan menahan
bagian kapsul untuk memastikan bahwa kapsul sudah keluar dari
trokar dan sudah berada dalam kulit.
5) Langkah 5
Tarik trokar dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk ke arah
luka insisi atau mendekati pangkal pendorong sampai tanda
muncul di luka insisi dan pangkalnya menyentuh pegangan
pendorong. Pangkal trokar tidak akan mencapai pangkal
pendorong karena akan tertahan di tengah karena terhalang oleh
ujung pendorong yang belum memperoleh akses ke kapsul kedua.
6) Langkah 6
Tanpa mengeluarkan seluruh trokar, putar ujung dari trokar ke
arah lateral kanan dan kembalikan lagi ke posisi semula. Untuk
memastikan kapsul pertama bebas, kapsul kedua ditempatkan
setelah trokar didorong kembali mengikuti kaki V sebelahnya
hingga tanda 1, kemudian dorong pendorong sampai kapsul
keluar dari trokar.
15

7) Langkah 7
Sebelum mencabut trokar, raba kapsul untuk memastikan kedua
kapsul telah terpasang. Pastikan ujung dari kedua kapsul harus
cukup jauh dari luka insisi.
8) Langkah 8
Setelah kedua kapsul terpasang dan posisi setiap kapsul sudah di
pastikan tepat keluarkan trokar pelan-pelan. Tekan tempat insisi
dengan jari menggunakan kasa selama 1 menit untuk
menghentikan pendarahan. Bersihkan tempat pemasangan
dengan kasa antiseptik.
e. Tindakan setelah pemasangan kapsul
1) Menutup luka insisi Temukan tepi kedua insisi dan gunakan
band aid atau plester dengan kasa steril untuk menutup luka
insisi. Periksa adanya perdarahan, selanjutnya buang sampah
sekali pakai yang telah terkontaminasi oleh klien, cuci alat lalu
rendam dengan larutan klorin selama 10 menit dan sterilkan.
Cuci tangan segera dengan sabun dan air (Affandi, 2012 PK-
26).
2) Perawatan klien Buat catatan pada rekam medik tempat
pemasangan kapsul dan kejadian tidak umum yang mungkin
terjadi selama pemasangan. Amati klien lebih kurang 15 sampai
20 menit untuk kemungkinan perdarahan dari luka insisi atau
efek lain sebelum memulangkan klien. Beri petunjuk untuk
perawatan luka insisi setelah pemasangan, kalau bisa diberikan
secara tertulis (Affandi, 2012 PK-27).
3) Petunjuk perawatan luka insisi di rumah
(a) Mungkin akan terdapat memar, bengkak atau sakit di daerah
insisi selama beberapa hari, Hal ini normal.
(b) Jaga luka insisi tetap kering dan bersih selama paling sedikit
48 jam. Luka insisi dapat mengalami infeksi bila basah saat
mandi atau mencuci pakaian.
16

(c) Jangan membuka pembalut tekan selama 48 jam dan biarkan


band aid di tempatnya sampai luka insisi sembuh (umumnya
3-5 hari).
(d) Klien dapat segera bekerja secara rutin. Hindari benturan
atau luka di daerah tersebut atau menambahkan tekanan.
(e) Setelah luka insisi sembuh, daerah tersebut dapat disentuh
dan dibersihkan dengan tekanan normal.
(f) Bila terdapat tanda-tanda infeksi seperti demam, daerah
insisi kemerahan dan panas atau sakit yang menetap selama
beberapa hari, segera kembali ke klinik (Affandi, 2012)
(g) Bila terjadi infeksi obati dengan pengobatan yang sesuai
untuk infeksi lokal dan bila terjadi abses (tanpa ekspulsi
kapsul), cabut semua kapsul.
4) Kunci keberhasilan pemasangan
(a) Untuk tempat pemasangan kapsul, pilihlah lengan klien
yang jarang digunakan.
(b) Gunakan cara pencegahan infeksi yang dianjurkan.
(c) Pastikan kapsul-kapsul tersebut di tempatkan sedikitnya 8
cm (3inci) di atas lipat siku, di daerah medial lengan.
(d) Insisi untuk pemasangan harus kecil, hanya sekedar
menembus kulit. Gunakan trokar tajam untuk membuat
insisi.
(e) Masukkan trokar melalui luka insisi dengan sudut yang
kecil, superfisial tepat di bawah kulit. Waktu memasukkan
trokar jangan dipaksakan. Trokar harus dapat mengangkat
kulit setiap saat, untuk memastikan pemasangan tepat di
bawah kulit. Pastikan 1 kapsul benar-benar keluar dari
trokar sebelum memasang kapsul berikutnya (untuk
mencegah kerusakan kapsul sebelumnya, pegang kapsul
yang sudah terpasang tersebut dengan jari tengah dan
masukkan trokar pelan-pelan disepanjang tepi jari tersebut.
17

(f) Setelah selesai memasang, bila sebuah ujung kapsul


menonjol keluar atau terlalu dekat dengan luka insisi, harus
dicabut dengan hati-hati dan dipasang kembali dalam posisi
yang tepat.
(g) Jangan mencabut ujung trokar dari tempat insisi sebelum
semua kapsul dipasang dan diperiksa seluruh posisi kapsul.
Hal ini untuk memastikan bahwa kedua kapsul dipasang
dengan posisi yang benar dan pada bidang yang sama di
bawah kulit.
(h) Melakukan dokumentasi pada rekam medik dan buat
catatan bila ada kejadian tidak umum yang mungkin terjadi
selama pemasangan.
f. Instruksi Untuk Klien
Menurut Saifuddin (2010), instruksi untuk klien atau akseptor
implan yaitu daerah insersi harus tetap dibiarkan kering dan bersih
selama 48 jam pertama. Hal ini bertujuan untuk mencegah infeksi
pada luka insisi, perlu dijelaskan bahwa mungkin terjadi sedikit rasa
perih, pembengkakan atau lebam pada daerah insisi. Hal ini tidak
perlu dikhawatirkan, pekerjaan rutin 36 harian tetap dikerjakan.
Namun, hindari benturan, gesekan atau penekanan pada daerah
insersi. Balutan penekan jangan dibuka selama 48 jam, sedangkan
plester dipertahankan hingga luka sembuh (biasanya 5 hari). Setelah
luka sembuh, daerah tersebut dapat disentuh dan dicuci dengan
tekanan yang wajar, bila ditemukan adanya tanda-tanda infeksi
seperti demam, peradangan atau bila rasa sakit menetap selama
beberapa hari segera kembali ke klinik.
C. Jurnal Penelitian tentang Penggunaan KB Implant
Penggunaan metode kontrasepsi hormonal secara terus menerus diduga
dapat berpengaruh terhadap kejadian hipertensi dini perempuan. Berdasarkan
Penelitian Isfandari dkk, perempuan pengguna kontrasepsi hormonal memiliki
risiko hipertensi sedikit lebih tinggi dibanding perempuan pengguna
18

kontrasepsi non hormonal. Penggunaan kontrasepsi hormonal memiliki


kontribusi terhadap kejadian hipertensi dini perempuan usia pre menopause.
Risiko hipertensi pengguna kontrasepsi hormonal lebih tinggi dibandingkan
pengguna kontrasepsi non-hormonal (Isfandari, Siahaan, Pangaribuan, Lolong,
& Humaniora, 2016).
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Lestari menunjukan bahwa
terdapat hubungan anatara lama penggunaan kontrasepsi hormonal dengan
kejadian hipertensi di Kelurahan Ngaliyan, Semarang (Lestari, n.d.).
Berdasarkan hasil penelitian proporsi hipertensi lebih tinggi pada
responden yang menggunakan kontrasepsi jenis pil. hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Ceidy Silva Tamunu dan kawan-kawan yang
menyatakan bahwa kejadian hipertensi lebih tinggi terjadi pada wanita
pasangan usia subur yang menggunakan kontrasepsi jenis pil yaitu sebesar
75%.9 Hormon sintetis dalam TPH (Terapi Pengganti Hormon) juga terdapat
didalam pil KB, susuk KB, suntikan dan IUD. Penelitian yang dilakukan
beberapa ilmuwan membuktikan bahwa semua terapi hormon yang melibatkan
estrogen dan progestin memiliki risiko berbahaya. Penggunaan kontrasepsi oral
setelah 5 tahun pemakaian dapat meningkatkan tekanan darah (Fatmasari,
Saraswati, Adi, & Udiyono, 2018).

D. Konseling Pada Akseptor KB


Konseling adalah suatu proses yang terjadi dalam hubungan pribadi
antara seseorang yang mengalami kesulitan dan seorang professional yang
latihan dan pengalamannya mungkin dapat dipergunakan untuk membantu
orang lain untuk memecahkan persoalan pribadinya.
Konseling kebidanan adalah bantuan kepada orang lain dalam bentuk
wawancara yang menuntut adanya komunikasi, interaksi, yang mendalam
dan usaha bersama antara konselor (bidan) dan konseli (klien) untuk
mencapai tujuan konseling yang dapat berupa pemecahan masalah,
19

pemenuhan kebutuhan kebutuhan ataupun perubahan tungkah laku dan sikap


dalam ruang lingkup dan sikap dalam ruang lingkup pelayanan kesehatan.
Tujuan konseling adalah :
1. Membantu perubahan dalam diri individu yang bersangkutan
2. Mencapai kesehatan psikologi yang positif
3. Meningkatkan pengetahuan dan sikap dalam individu
4. Pemecahan masalah, meningkatkan efektivitas pengambilan kepetusan
secara tepat
5. Pemenuhan kebutuhan, menghilangkan perasaan yang menekan atau
mengganggu
6. Perubahan sikap dan tingkah laku
Tidak semua akseptor KB mengalami kenyamanan dalam menggunakan
lat kontrasepi. Ada juga yang mengalami perubahan baik secara fisiologis
maupun psikologis setelah penggunaan alat kontrasepsi. Salah satu aspek
penting dalam meningkatkan keberhasilan keluarga berencana dsn
kesehatan reproduksi perempuan adalah dengan melakukan konseling.
Untuk mencapai tujuan konseling dalam pelayanan keluarga berencana,
bidan sebagai konselor harus mempunyai sikap sebagai berikut :
1. Memperlakukan klien dengan sopan, baik dan ramah.
Sikap yang dibutuhkan bidan untuk dapat memperlakukan klien dengan
baik diantaranya sabar, menghargai klien, membina rasa percaya
(trust), terbuka dan tidak menganggap remeh
2. Interaksi dengan kilen
Interaksi yang harus dilakukan oleh bidan dank lien, menggunankan
teknik mendengar yang baik, tidak boleh melakukan penilaian
(judgment)
3. Menghindari informasi yang berlebihan
Penjelasan diperlukan klien untuk menentukan pilihan (informed
choise). Penjelasan dengan menggunakan bahasa yang mudah
dimengerti dan focusing akan lebih bermenfaat daripada menjelaskan
berbagai jenis kontrasepsi. Bidan sebagai konselor harus
20

mempersilahkan klien untuk berdiskusi, bertanya, dan mengajukan


pendapat. Menyediakan metode yang diinginkan klien dalam proses
koseling keluarga berencana, bidan harus mengkaji apakah klien sudah
mengerti mengenai metode kontrasepsi, cara pengguanaan, keuntungan
serta kerugian kontrasepsi.
4. Membantu klien mengerti dan mengingat
Penggunaan alat peraga berbagai jenis kontrasepsi akan sangat
membantu klien untuk mengerti tentang berbagai jenis alat kontrasepsi.
Bidan dapat menggunakan flip charts, poster, pamflet, halaman
bergambar, atau model dari BKKBN dan atau dapat membuat sendiri
model untuk melakukan proses konseling tentang KB.
E. Konseling KB Implant
Konseling merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayana KB.
Menurut Kemenkes RI (2014) pemberian konseling KB implan dalam ABPK
meliputi informasi mengenai, pengertian dari kontrasepsi implan, keefektifan,
kelebihan, kekurangan dan cara kerja implan, indikasi dan kontraindikasi
implan, efek samping, pemasangan dan pencabutan implan, kapan sebaiknya
penggunaan implan dan hal yang perlu diingat oleh akseptor KB implan.
Penelitian yang dilakukan oleh Yunik Windarti menunjukan bahwa
semakin kurang pengetahuan akseptor tentang implant maka semakin rendah
jumlah pemakaian kontrasepsi tersebut (Windarti, 2015). Sehingga bagi tenaga
kesehatan diharapkan dapat meningkatkan konseling dan penyuluhan kepada
masyarakat tentang implant. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Veby Monica Lasut, dkk di wilayah kerja Puskesmas Bolaang
Mongondow Timur dimana terdapat pengaruh pendidikan kesehatan terhadap
pengetahuan pasangan usia subur tentang alat kontrasepsi implan (Lasut,
Palandeng, & Bidjuni, 2013).
Pena dkk menyebutkan bahwa kualitas pelayanan dapat dilihat dari lima
dimensi yaitu kondisi fisik (tangibles), kehandalan (reliability), daya tanggap
(responsivenes), jaminan (assurance), Empati (Empathy) (Pena, Maria, Maria,
Tronchin, & Melleiro, 2013).
21

Kondisi fisik (tangibles) merupakan kondisi yang berkaitan dengan


fasilitas fisik, petugas, peralatan, maupun bahan yang diberikan saat pelayanan
konseling yang dapat dirasakan oleh panca indera manusia. Menurut
Arsyaningsih dkk (2014), seperti tersedia petugas kesehatan (bidan) yang
melakukan konseling, bidan berpenampilan bersih dan menarik, tersedia kursi
dan meja konseling, ruangan tempat bidan melaksanakan konseling dapat
menjaga privasi/kerahasiaan saat konseling, ruangan dalam kondisi bersih,
rapi, terawat, dan ada gorden. Tersedia media yang digunakan dalam konseling
seperti lembar balik berupa ABPK atau leaflet, tersedia peralatan untuk
pemasangan/pencabutan kb implan, tersedia bahan/kapsul implan, tersedia
catatan informasi dari akseptor kb dan catatan konseling.
Kehandalan (reliability) adalah kemampuan memberikan pelayanan
dengan cara yang akurat, aman dan efisien, konsisten, dan terbebas dari
ketidakpatuhan. Menurut Arsyaningsih dkk (2014), seperti kemampuan
petugas dalam memberikan pelayanan konseling sesuai dengan janji yang
ditawarkan, informasi yang diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien harus
akurat dipercaya, dan dapat dipertanggungjawabkan. Informasi yang diberikan
petugas kesehatan/bidan berupa pengertian kb implan, kekurangan dan
keunggulan kb implan dibandingkan MKJP lainya, informasi mengenai
pemasangan dan pencabutan kb implan, informasi mengenai siapa saja yang
dapat menggunakan kontrasepsi implan (termasuk membahas mitos-mitos
yang beredar di masyarakat), infromasi mengenai efek samping kontrasepsi
implan.
Daya tanggap (responsivenes) merupakan keinginan para pemberi layanan
untuk membantu klien dan memberikan pelayanan yang tanggap sesuai
prosedur, tersedianya pemberi layanan konseling untuk memberikan layanan
dengan penuh perhatian, mampu mengarahkan dan mendorong klien untuk
membuat suatu keputusan penggunaan metode KB. Menurut Arsyaningsih dkk
(2014), seperti kesigapan petugas berupa kesediaan waktu membantu klien
segera, tidak membiarkan klien menunggu terlalu lama, bidan mampu
22

memberikan saran terhadap kebutuhan kontarepsi klien, menanggapi


pertanyaan dan pernyataan dari klien dengan tepat.
Jaminan (assurance) diidentifikasi sebagai kesopanan pemberi layanan
konseling, pengetahuan dan kemampuan mereka untuk meyakinkan dan
memberikan tanggapan pada klien, kompetensi dan kredibilitas pemberi
layanan, dan keamanan informasi yang dijaga oleh petugas pemberi konseling.
Menurut Arsyaningsih dkk (2014), seperti petugas kesehatan (bidan) harus
memiliki pendidikan minimal D III kebidanan, pengetahuan tentang materi
kontrasepsi implan, mengikuti pelatihan konseling dalam ABPK, mengikuti
pelatihan pemasangan dan pencabutan kontrasepsi implan, memiliki sertifikat
pelatihan, bagaimana cara bidan dalam memberikan konseling yang sesuai
dengan kebutuhan pasien. Keterampilan memberikan konseling agar pasien
merasa yakin untuk menggunakan dan tidak berganti kontrasepsi lain, bidan
mampu menjaga informasi yang diberikan pasien. Keramahan, perhatian dan
kesopanan bidan dalam meberikan pelayanan, kesabaran bidan dalam melayani
klien, perilaku bidan menimbulkan rasa aman dan nyaman bagi klien.
Empati (Empathy) dapat dilihat dari kepedulian pemberi layanan
konseling pada klien, mampu memahami kebutuhan klien, dapat menunjukkan
perhatian kepada klien. Empati juga meliputi aksesibilitas, sensitivitas, dan
usaha memahami klien. Menurut Arsyaningsih dkk (2014) petugas mampu
memberikan pelayanan dengan menempatkan dirinya pada pasien, mudah
berkomunikasi, memperhatikan dan memahami pasien sebelum, selama dan
setelah proses konseling, bidan menyarankan untuk melakukan kunjungan
ulang dan mudah dihubungi klien (Arsyaningsih, Suhartono, & Suherni, 2014).
F. Manajemen Kebidanan Hellen
Varney
Proses manajemen terdiri dari 7 langkah yang berurutan dimana
setiap langkah disempurnakan secara periodik. Proses dimlulai dengan
pengumpulan data dasar danberakhir dengan evaluasi. Ketujuh langkah
tersebut membentuk suatu kerangka lengkap yang dapat diaplikasikan
dalam situasi apapun.
23

Ketujuh langkah manajemen kebidanan menurut Varney adalah sebagai


berikut :
1. Langkah I (pertama) : pengumpulan data dasar Pada langkah pertama ini
dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua datayang diperlukan
untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap, yaitu :1. riwayat
kesehatan 2. pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhannya3. meninjau
catatan terbaru atau catatan sebelumnya4. meninjau data laboratorium dan
membandingkan dengan hasil studi
2. Langkah II (kedua) : interpretasi data dasar pada langkah ini dilakukan
identifikasi yang benar terhadap diagnosa atau masalah dan kebutuhan
klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data
yangdikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan
diinterpretasikan sehinggaditemukan masalah atau diagnosa yang
spesifik. Kata masalah dan diagnosakeduanya digunakan, karena
beberapa masalah tidak dapat diselesaikan sepertidiagnosa tetapi
sungguh membutuhkan penanganan yang dituangkan kedalam
sebuahrencana asuhan terhadap klien.
3. Langkah III (ketiga) : mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial.
Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa
potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah
diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila
memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien bidan
diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosa/masalah potensial ini benar-
benar terjadi.
4. Langkah IV (keempat) : mengidentifikasi dan menetapkan
kebutuhan yang memerlukan penanganan segera. Mengidentifikasi
perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan/atau untuk
dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan
yang lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah keempat mencerminkan
kesinambungan dari proses manajemen kebidanan. Jadi manajemen bukan
24

hanya selama asuhan primer periodik atau kunjungan prenatal saja tetapi
selama wanita tersebut bersama bidan terus menerus.
5. Langkah V (kelima ) : merencanakan asuhan yang menyeluruh . Pada
langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh yang ditentukan
oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan
kelanjutan manajemen terhadap diagnosa atau masalah yang telah
diidentifikasi atau diantisipasi, pada langkah ini informasi/data dasar
yang tidak lengkap dapat dilengkapi.
6. Langkah VI (keenam) : melaksanakan perencanaan. Pada langkah keenam
ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah
kelima dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini bisa
dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dilakukan oleh bidan dan
sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim kesehatan yang lain.
7. Langkah VII (ketujuh) : evaluasi. Pada langkah ketujuh ini dilakukan
evaluasi keefektifan dari asuhan yang telah diberikan meliputi
pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar terpenuhi sesuai
dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi dalam masalah
dan diagnosa. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar
efektif dalam pelaksanaannya
Pendokumentasian proses asuhan kebidanan
Metode pendokumentasian SOAP merupakan intisari dari proses fikir
dalam asuhan kebidanan yang menggambarkan catatan perkembangan
klien dan merupakan suatu sistem pencatatan dan pelaporan informasi
tentang kondisi dan perkembangan kesehatan reproduksi dan semua
kegiatan yang di lakukan oleh bidan dan memberikan asuhan kebidanan
terdapat dalam rekam medikdengan pengertian
1) Subjektif (S)
Menggambarkan pendokumentasian hasil asuhan pengumpulan data
klien melalui anamnesis
2) Objektif (O)
25

Adalah yang di temukan baik melalui inspeksi, palpasi auskultasi


dan perkusi oleh pemeriksaan dan hasil pemeriksaan laboratorium
dan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan diagnostik lainnya
sebagai langkah 1 varney
3) Assesment (A)
Adalah kesimpulan pemeriksaan berdasarkan data dari data dan data
objektif dalam suatu identifikasi sebagai langkah 2,3, dan 4 varney
4) Planning (P)
Menggambarkan pendokumentasian dan perencanaan, tindakan
implementasi dan evaluasi berdasarkan sebagai langkah 5,6, dan 7
varney (Varney, 2010)
26

Pathway KB Implan
Implant

Hormon levonogestrel (progestin


sintetik) Benda asing dibawah kulit

Kurang pengetahuan
Kadar Supresi Merangsang terhadap pemasangan
progestin maturasi hipotalamus dan efek yang terjadi
tetap konstan siklik dan hipofisis

Mucus serviks Ansietas


Mengganggu Supresi
menebal, kental
proses peningkatan
pembentukan LH
endometrium
Membentuk
sawar untuk
penetrasi sperma
Atrofi Menekan
terjadinya
endemeterium
ovulasi
Menghambat
pergerakan
sperma
Menghambat
terjadinya
implementasi

Sumber: Varney,Helen (2008)


27

PEMBAHASAN

Penulis ingin membahas mengenai penanganan asuhan kebidanan keluarga


berencana pada Ny. D umur 26 tahun P2A0 dengan calon akseptor KB implant
dimana di mulai dari pengkajian, pemeriksaan, analisa, dan penatalaksaan yang ada
dilahan dibandingkan dengan teori atau jurnal yang ada.
Pengkajian Ny. N dilakukan pada tanggal 25 April 2019 pukul 15.00 WIB
di Ruang Obstetri. Dalam pengkajian didapatkan identitas pasien bahwa ibu
berumur 26 tahun, agama islam, pendidikan terakhir SMA, pekerjaan swasta, suku
bangsa Jawa Indonesia, dan alamat Kaligates semarang
Alasan datang Ny. D ke RSUP Dr. Kariadi ibu mengatakan masih dalam
perawatan setelah melahirkan pada tanggal 25 April 2019 jam 04.15 WIB. Ibu juga
mengatakan perutnya masih terasa mules.
Ibu memilih menggunakan KB implant. Hal ini sesuai dengan Affandi
(2012) Implant adalah metode kontrasepsi hormonal yang efektif, tidak permanen
dan dapat mencegah terjadinya kehamilan antara tiga hingga lima tahun, inplant ini
merupakan kontrasepsi hormonal berbentuk batang kecil fleksibel, dipasang
dibawah kulit pada lengan kiri bagian atas.
Dalam pengkajian data psikologis ibu mengatakan memakai KB karena
anjuran dari bidan dan dokter. Menurut Irianto Koes (2013), cara kerja dari alat
kontrasepsi Implant adalah menekan ovulasi yang akan mencegah lepasnya sel telur
dari indung telur, mengentalkan lendir mulut rahim sehingga sperma tidak mudah
masuk kedalam rahim, menipiskan endometrium, sehingga tidak siap untuk nidasi
Selain itu dalam pemilihan alat kontrasepsi Ny. D sudah dimusyawahkan
dengan suami dilihat dari pemecahan masalah dilakukan dengan musyawarah
dengan suami dan suami sangat mendukung untuk menggunakan KB implant.
Berarti suami mempunyai peran penting dalam pemilihan kontrasepsi implant.
hal ini diperkuat dari penelitian yang dilakukan oleh Syam Hendriani
(2015) dengan judul “Analisis Pendukung Dan Penghambat Pasangan Usia Subur
Dalam Pemilihan Alat Kontrasepsi Implant Desa Kabba Kabupaten Pangkep”, hasil
penelitian menunjukkan bahwa Pendukung dalam penggunaan alat kontrasepsi
28

implant yaitu: informasi sekali dalam pemilihan alat kontrasepsi implant, serta
adanya dukungan suami. Penghambat dalam penggunaan alat kontrasepsi implant
yaitu: kurangnya informasi yang jelas sehingga akseptor takut untuk memakai
implant serta akseptor sudah terlanjur memakai alat kontrasespsi yang lain dan
sudah merasa cocok dengan alat kontrasepsi yang digunakan, tidak semua tenaga
kesehatan pelatihan tentang implant, kurangnya promosi serta sosialisasi tentang
alat kontrasepsi implant di masyarakat. Perlu meningkatkan promosi serta
sosialisasi tentang alat kontrasepsi implant di masyarakat, diadakan pelatihan-
pelatihan tentang implant, pemberian reward kepada calon akseptor serta tenaga
kesehatan pemberi pelayanan, masyarakat diharapkan selalu mengakses informasi
yang benar dan akurat tentang alat kontrasepsi implant.
Diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Sainah (2017) dengan
judul “Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kurangnya Peminat Penggunaan Alat
Kontrasepsi Implant Pada Pasangan Usia subur Di Desa Tamalatea Kecamatan
Mamuju Kabupaten Gowa”, dimana hasil penelitian menyatakan adanya pengaruh
antara pengetahuan dengan kurangnya minat terhadap penggunaan alat kontrasepsi
implant, adanya pengaruh dukungan suami dengan kurangnya minat penggunaan
alat kontrasepsi implant pada pasangan usia subur, ada pengaruh antara informasi
dari petugas kesehatan dengan kurannya minat penggunaan alat kontrasepsi implant
pada pasangan usia subur.
Dari data subyektif dan obyektif didapatkan usia reproduktif ibu 26 tahun,
menginginkan kontraspesi jangka panjang dan sedang menyusui dan menginginkan
KB implant supaya tidak menggangu produksi ASI. Hal ini sesuai dengan Affandi
B (2012) indikasi pemakaian implant antara lain prempuan pada usia reproduksi.,
telah memiliki anak ataupun belum, menghendaki kontrasepsi yang memiliki
efektifitas tinggi dan menghendaki pencegahan kehamilan jangka panjang.,
menyusui dan membutuhkan kontrasepsi., pascapersalinan dan tidak menyusui,
pasca keguguran, tidak menginginkan anak lagi, tetapi menolak sterilisasi, riwayat
kehamilan ektopik, tekanan darah dibawah 180/110 mmHg, dengan masalah
pembekuan darah/ anemia bulan sabit, perempuan yang tidak boleh menggunakan
29

kontrasepsi hormonal yang mengandung estrogen, perempuan yang sering lupa


menggunakan pil, tidak menginginkan anak lagi tetapi menolak kontrasepsi.
Penulisan analisa di ruang bersalin RSUP Dr. Kariadi ditunjukkan dengan
Ny. D usia 26 tahun P2A0 akseptor KB implant. Sehingga dapat disimpulkan tidak
ada perbedaan dalam penulisan analisa.
Dalam analisa Ny. D didapatkan masalah tingkat pengetahuan tentang alat
kontrasepsi implant. Hal ini didapatkan dari anamnesa data subyekti pengetahuan
ibu tentang KB berdasarkan jenis dan manfaat. Ibu mengatakan sudah mengetahui
jenis kb suntik dan pil, implant dan IUD. Ibu sudah tahu bahwa KB implant
merupakan alat konrasepsi jangka panjang. Ibu belum mengetahui efektivitas, cara
kerja, keuntungan, keraguan, indikasi, kontraindikasi dari KB implant. Maka
tingkat pengetahuan tentang alat kontrasepsi implant menjadi masalah. Serta
dibutuhkan edukasi tentang alat kontrasepsi implant.
Hal ini di oerkuat oleh penelitian Setiasih Sri (2013) pada penelitannya yang
berjudul “Analisis Faktor – Faktor Yang Memepengaruhi Pemilihan Metode
Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) Pada Wanita Usia Subur (PUS) di Kabupaten
Kendal” yang menyatakan sebagian besar PUSyang ada di Kabupaten Kendal
memilih alat kontrasepsi MKJP hormonal yaitu 296 responden (71,5%). Faktor
yang paling berpengaruh dalam pemilihan metode kontrasepsi jangka panjang di
Kabupaten Kendal adalah faktor sikap, faktor pengetahuan, dan faktor layanan KB.
Untuk penatalaksanaan Ny. D dilakukan tanggal 25 April 2019 pukul 15.00
WIB. Memberitahu ibu tentang hasil pemeriksaan. Memberitahu kepada ibu
tentang hasil pemeriksaan yang telah dilakukan pada ibu merupakan hak-hak pasien
untuk mendapatkan informasi mengenai tindakan yang telah dilakukan pada pasien.
Supaya ibu tidak khawatir dan gelisah mengenai pemeriksaan yang telah dilakukan.
Hal ini ditunjukkan dnegan ibu mengetahui hasil pemeriksaan.
Selanjutnya menjelaskan Daya guna tinggi yaitu kegagalan 0.2 – 1
kehamilan per 100 perempuan. Lalu menjelaskan cara kerja implant yaitu menekan
ovulasi yang akan mencegah lepasnya sel telur dari indung telur, mengentalkan
lendir mulut rahim sehingga sperma tidak mudah masuk kedalam rahim,
menipiskan endometrium, sehingga tidak siap untuk nidasi. Lalu kelebihan implant
30

yaitu Biaya murah, Mengurangi nyeri haid, Tidak menggangu kegiatan senggama.
Kekurangan implant yaitu berat badan bertambah, menimbulkan acne/jerawat,
ketegangan payudara.
Hal ini sependapat dengan penelitian oleh Qoyyimah Anna Uswatun,
Rohmawati Wiwin (2017) dengan judul “Hubungan Lama Pemakaian Kontrasepsi
Implant dengan Kenaikan Berat Badan” menyatakan bahwa dari hasil penelitian
diperoleh lama pemakaian kontrasepsi implant sebagian besar adalah >1 tahun
sebesar 60,4% dan 58,3% responden mengalami kenaikan berat badan sedangkan p
value 0,015 (p<0,05). Kesimpulan penelitian adalah ada hubungan lama pemakaian
kontrasepsi implant dengan kenaikan berat badan di wilayah kerja Puskesmas
Juwiring.
Selanjutnya indikasi implant yaitu perempuan pada usia reproduksi., telah
memiliki anak ataupun belum, menyusui dan membutuhkan kontrasepsi, pasca
persalinan dan tidak menyusui, pasca keguguran, tidak menginginkan anak lagi.
Kontraindikasi implant yaitu hamil atau diduga hamil, memiliki benjolan atau
kanker payudara, memiliki miom uterus dan kanker payudara, sering ditemukan
efek samping berupa gangguan pola haid utamanya pada norplant, terutama 6 – 12
hari pada bulan pertama, beberapa perempuan mungkin haidnya berhenti sama
sekali. Perubahan pola haid tersebut tidak membahayakan klien. Efek samping lain
berupa sakit kepala, penambahan berat badan, nyeri payudara. Efek samping ini
tidak berbahaya dan akan hilang dengan sendirinya. Hal ini di perkuat dengan
penelitian yang dilakukan oleh Indria Astuti and Siska Asti (2015) dengan judul
“Hubungan Lama Penggunaan Kontrasepsi Implant Dengan Siklus Menstruasi”
hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang lama
penggunaan KB implant lebih dari 1 tahun sebanyak 32 responden (53,3%),
sebagian besar responden mengalami siklus haid tidak teratur sebanyak 38
responden (63,3%), dan ada hubungan lama penggunaan kontrasepsi implant
dengan siklus menstruasi pada akseptor KB implant dengan P value 0,000. Dan
terakhir memberitahu cara pemasangan implant yaitu dipasang dibawah kulit pada
lengan kiri bagian atas.
31

Bidan dalam memberikan asuhan kebidanan keluarga berencana pada pada


Ny D umur 26 tahun P2A0 dengan akseptor KB implant di ruang obstetri RSUP
Dr. Kariadi dengan memberikan pendidikan kesehatan mengenai efektivitas, cara
kerja, keuntungan, keruguan, indikasi, kontraindikasi, dan cara pemasangan. Hal
ini sesuai dengan wewenang berdasarkann Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia NOMOR 28 Tahun 2017 tentang izin dan penyelenggaraan praktik Bidan
BAB III Pasal 18 ayat c yang berbunyi: Bidan memiliki kewenangan untuk
memberikan pelayanan reproduksi perempuan dan keluarga berencana. Pasal 21
ayat a dan ayat byang berbunyi: Bidan berwenang memberikan penyuluhan dan
konseling kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana, pelayanan
kontrasepsi oral, kondom, dan suntikan. Pasal 22 ayat a dan ayat berbunyi: Bidan
memberikan pelayanan berdasarkan penugasan dari pemerintah sesuai kebutuhan
dan/atau pelimpahan wewenang melakukan tindakan pelayanan kesehatan secara
mandate dari dokter. Pasal 23 ayat a, b, c, d, dan e berbunyi: Kewenangan
penugasan berdasarkan penugasan pemerintah terdiri atas kewenangan berdasarkan
program pemerintah dan kewenangan karena tidak adanya kesehatan lain di suatu
wilayah Bidan bertugas. Kewenangan diperoleh Bidan setelah mendapatkan
pelatihan. Pelatihan dilenggarakan oleh Pemerintah Pusat, pemerintah daerah
bersama organisasi profesi terkait berdasarkan modul dan kurikulum yang
terstandarisasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bidan yang
telah mengikuti pelatihan sebagaimana dimaksud berhak memperoleh sertifikat
pelatihan. Bidan yang diberi kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus mendapatkan penetapan dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pada kasus pada Ny N umur 26 tahun P2A0
dengan akseptor KB implant dari pengkajian, pemeriksaan, analisa, dan
penatalaksanaan tidak terdapat kesenjangan antara teori dan lahan.
32

BAB V
PENUTUP

Setelah penulis melakukan asuhan kebidanan pada pada Ny D umur 26


tahun P2A0 dengan akseptor KB implant di RSUP Dr. Kariadi, maka penulis dapat
mengambil beberapa kesimpulan dan saran untuk meningkatkan asuhan kebidanan
khususnya untuk akseptor KB implant.
A. KESIMPULAN
Setelah dilaksanakan Asuhan Kebidanan pada calon akseptor KB implant
secara menyeluruh dengan menggunakan manajemen kebidanan menurut
Varney, maka penulis dapat menyimpulkan:
1. Pengkajian Data (data subyektif dan obyektif)
Pengkajian akseptor KB implant didapatkan data subyektif dan
obyektif. Pengkajian data subyektif telah dilakukan, dengan keluhan
utama ibu mengatakan ibu mengatakan perutnya mulas. Pengkajian data
obyektif dalam kasus ini meliputi pemeriksaan fisik. Dalam pemeriksaan
fisik tidak ditemukan kontraindikasi pada pemasangan implant sehingga
ibu bisa dilakukan pemasangan KB implant.
2. Analisa
Untuk menentukan diagnosa kebidanan, dilakukan berdasarkan data
yang diperoleh dari pasien maupun pengkajian subyektif dan obyektif
yang dilakukan oleh bagian tenaga kesehatan. Atas dasar pengkajian
tersebut maka dapat ditentukan diagnosa kebidanan pada Ny D umur 26
tahun P2A0 dengan akseptor KB implant di RSUP Dr. Kariadi. Pada kasus
pemasangan implant ini, ditemukan suatu masalah yaitu tingkat
pengetahuan tentang alat kontasepsi implant. Sehingga pada kasus ini,
ditentukan suatu kebutuhan ibu yaitu mengenai edukasi tentang alat
kontrasepsi IMPLANT.
3. Pelaksanaan
Pada kasus pada Ny D umur 26 tahun P2A0 dengan akseptor KB
implant di RSUP Dr. Kariadi pelaksanaan sesuai dengan perencanaan
33

yaitu memberitahu ibu tentang hasil pemeriksaan, menjelaskan efektivitas


implant, cara kerja implant, keuntungan implant, kerugian implant,
indikasi implant, kontraindikasi implant, dan cara pemasangan implant.

B. SARAN
1. Bagi Tenaga Kesehatan
Hendaknya bidan selalau meningkatkan ketrampilan, kemampuan
dan menambah ilmu pengetahuan melalui pendidikan formal / mengikuti
seminar pelatihan, sehingga dapat memberikan asuhan kebidanan pada
akseptor KB implant.
2. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan Rumah Sakit dapat meningkatkan mutu pelayanan,
terutama dalam memberikan asuhan kebidanan kepada akseptor KB
implant.
3. Bagi Klien
Untuk tetap menjaga kebersihan diri khususnya daerah genitalia,
kontrol secara rutin dan apabila ada keluhan segera datang ketenaga
kesehatan.
4. Bagi Pendidikan
Diharapkan laporan ini bias bermanfaat untuk referensi dan tidak
ditemukan kesenjangan antara teori dengan praktik dan diharapkan dapat
dijadikan sebagai referensi bagi institusi pendidikan.
34

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, B. (2012). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Bina


Pustaka.

BKKBN (2012). Program Keluarga Berencana Nasional. Jakarta: BKKBN.

Debi Novita dan Siti Patimah (2018). Gambaran Pengetahuan Wus Tentang Kb
Implant Di Klinik Ela Azmi Tahun 2018. Jurnal Kebidanan.

Febriyanti Ni Made Ari and Febrianti Angela Niluh Erika (2018). Faktor – Faktor
Yang Mempengaruhi Akseptor Tidak Menggunakan Alat Kontrasepsi
Implant. Akademi Kebidanan Kartini Bali. Jurnal Genta Kebidanan, Volume
8, Nomor1, Juni 2018, hlm 14 – 19.

Handayani S. (2010). Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta:


Pustaka Rihana.

Indria Astuti and Siska Asti (2015). Hubungan Lama Penggunaan Kontrasepsi
Implant Dengan Siklus Menstruasi. Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 10 No. 3.

Irianto, Koes (2013). Pelayanan Keluarga Berencana. Bandung: Alfabeta.

Manuaba, I.D. (2012). Ilmu Kandungan Dan KB Untuk Kebidanan. Jakarta: EGC.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia NOMOR 28 Tahun 2017


tentang izin dan penyelenggaraan praktik Bidan.

Proverawati, A. (2010). Panduan Memilih Kontrasepsi. Yogyakarta: Nuha


Medika.

Qoyyimah Anna Uswatun and Rohmawati Wiwin (2017). Hubungan Lama


Pemakaian Kontrasepsi Implant dengan Kenaikan Berat Badan. Universitas
Muhammadiyah Magelang.
Saifuddin, A.B. (2008). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta:
Bina Pustaka.
Saifuddin, A.B. (2010). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta:
Bina Pustaka.
Saminem (2010). Seri Asuhan Kebidanan Kehamilan Normal. Jakarta: EGC.
Syam Hendriani (2015). Analisis Pendukung Dan Penghambat Pasangan Usia
Subur Dalam Pemilihan Alat Kontrasepsi Implant Desa Kabba Kabupaten
Pangkep. STIKES Nani Hasanuddin Makassar. Jurnal Kebidanan
Vokasional.
35

Setiasih Sri (2016). Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan


Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) Pada Wanita Usia Subur
(PUS) di Kabupaten Kendal. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol 11/
No 2 / Agustus 2016
Sainah (2017). Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kurangnya Peminat
Penggunaan Alat Kontrasepsi Implant Pada Pasangan Usia Subur Di Desa
Tamalea Kecamatan Mamuju Kabupaten Gowa. Patria Jurnal 0f Nursing
Science. Vol 2, No 2, Oktober 2018
Windarti Yunik (2015). Pengaruh Pengetahuan Akseptor Dengan Pemilihan
Kontrasepsi Implant. Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya.
36
37

Anda mungkin juga menyukai