STUDI LAPANGAN
BPBD KOTA YOGYAKARTA
PEMBIMBING :
Ir. WARDI NAZMAN, M.Sc,Arc, Eng
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................................... 1
DAFTAR TABEL .............................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang ..................................................................................... 3
1.2.Tujuan Penulisan................................................................................... 7
1.3.Indikator Hasil Pelaksanaan Kegiatan ................................................. 7
BAB II PROFIL LOKUS STUDI LAPANGAN
2.1.Gambaran Umum Kota Yogyakarta ……………………..................... 8
2.1.1.Geografis Kota Yogyakarta…………………………........................ 8
2.1.2.Visi dan Misi Kota Yogyakarta……………………….................... 10
2.2.GambaranSingkat Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota
Yogyakarta…………………................................................................ 11
2.2.1.Tugas Pokok dan Fungsi Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Kota Yogyakarta .............................................................................. 11
2.2.2. Struktur Organisasi BPBD Kota Yogyakarta ................................. 13
2.2.3. Sumber Daya Manusia BPBD Kota Yogyakarta ........................... 14
2.2.4. Pencapaian Kinerja Pelayanan ...................................................... 16
BAB III ANALISA MASALAH PELAYANAN ......................................... 18
BAB IV SRATEGI PENYELESAIAN MASALAH
4.1. Terobosan Inovasi .............................................................................. 20
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kecamatan yang ada di Kota Yogyakarta beserta luasnya................................ 9
PENDAHULUAN
Secara umum wilayah Indonesia adalah tempat pertemuan tumbukan 3 (tiga) lempeng
tektonik yaitu lempeng Hindia Australia yang bergerak ke arah utara dan menunjam ke bawah
karena bertumbukan dengan lempeng Euroasia dibawah laut sebelah barat Sumatera terus sampai
di selatan Pulau Jawa hingga Nusa Tenggara Timur dan membelok ke Utara. Kemudian dari arah
Timur lempeng Pasifik bergerak ke arah Barat menunjam ke bawah lempeng Euroasia di Daerah
Laut Banda – Halmahera (“teori plate tectonic”). Daerah jalur penunjaman lempeng tektonik disebut
dengan “subduction zone” yang merupakan juga “jalur gempa” dan di utara jalur gempa adalah
“inner zone” tempat “jalur sabuk gunung api.” Dampak dari akibat tumbukan lempeng tektonik
tersebut banyak terjadi bencana kebumian seperti erupsi gunung api, tanah longsor, gempa bumi,
tsunami sehingga Indonesia disebut juga sebagai “ super market bencana”. Dari kondisi alam
Indonesia yang memang sudah terbentuk akibat proses geologi itu beserta dampak
kebencanaannya.
Rangkaian bencana yang dialami Indonesia, khususnya pada tahun 2004 dan 2005, telah
mengembangkan kesadaran mengenai kerawanan dan kerentanan masyarakat. Sikap reaktif dan
pola penanggulangan bencana yang dilakukan dirasakan tidak lagi memadai. Dirasakan kebutuhan
bencana.
Undang No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang diikuti beberapa aturan
pelaksana terkait, yaitu Peraturan Presiden No. 08 tahun 2008 tentang Badan Nasional
Pengelolaan Bantuan Bencana, dan PP No. 23 tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga
Internasional dan Lembaga Asing non Pemerintah Dalam Penanggulangan Bencana. Dimensi baru
(1) Penanggulangan bencana sebagai sebuah upaya menyeluruh dan proaktif dimulai dari
(2) Penanggulangan bencana sebagai upaya yang dilakukan bersama oleh para pemangku
(3) Penanggulangan bencana sebagai bagian dari proses pembangunan sehingga mewujudkan
Penanggulangan Bencana (BNPB) dan masih akan dilengkapi dengan berbagai peraturan
pelaksanaan. Sementara proses pengembangan kebijakan sedang berlangsung, proses lain yang
tidak kalah penting adalah memastikan bahwa provinsi dan Kabupaten/Kota mulai mengembangkan
kebijakan, strategi, dan operasi penanggulangan bencana sesuai dengan arah pengembangan
yang bertujuan menanggulangi bencana sesuai dengan peraturan yang ada. Strategi yang
ditetapkan daerah dalam menanggulangi bencana perlu disesuaikan dengan kondisi daerah.
Operasi penanggulangan bencana perlu dipastikan efektif, efisien dan berkelanjutan. Dalam UU No.
24 tahun 2007 dinyatakan bahwa untuk daerah akan dibentuk Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) untuk menggantikan fungsi Satkorlak dan Satlak juga dinyatakan bahwa BPBD
terdiri dari dua unsur, yaitu unsur pengarah dan unsur pelaksana. Unsur pengarah sendiri terdiri dari
pemerintah terkait dan kalangan profesional. Kondisi merupakan sesuatu yang unik dalam sistem
Pemerintah Daerah, karena tidak ada SKPD yang memiliki unsur pengarah, umumnya penyusunan
kebijakan dan pertanggungjawaban kegiatan dilakukan langsung kepada Kepala Daerah melalui
Sekda. Bencana sudah sering terjadi di Indonesia, pemerintah dengan upaya pembentukan BPBD di
seluruh wilayah Indonesia. Berdasarkan Permendagri No. 48 tahun 2008 tentang SOTK (Satuan
Organisasi Tata Kerja) BPBD yang menyatakan provinsi wajib membentuk BPBD sementara untuk
tingkat kabupaten/kota juga wajib membentuk BPBD (klasifikasi A atau B). Dalam melaksanakan
ketiga prinsip penanggulangan bencana sesuai dengan UU No. 24 tahun 2007 (cepat dan tepat;
prioritas; dan koordinasi dan keterpaduan), kelembagaan penanggulangan bencana harus dapat
bertindak lintas sektor dan lintas wilayah serta memiliki rantai komando yang jelas dan efektif. Dalam
kaitan kemampuan bertindak lintas sektor, pada saat ini beberapa departemen teknis di tingkat
pusat dan beberapa SKPD di daerah telah menjalankan fungsi penanggulangan bencana. Fungsi
koordinasi telah dijalankan oleh unsur pimpinan nasional dan pimpinan daerah.
BPBD Kota Yogyakarta merupakan salah satu unit kelembagaan penanggulangan bencana
yang dipandang cakap dalam menjalankan Best Practice inovasi penanggulangan bencana.
tanggap darurat dan pemulihan yangdilakukan pada sebelum, pada saat dan setelah bencana
penanganan tanggap darurat, rehabilitasi, rekonstruksi secara adil dan merata sesuai kondisi
Saat ini BPBD Kota Yogyakarta telah mengalami perubahan paradigma bencana dari upaya
reaktif menjadi upaya proaktif pada prinsipnya lebih menekankan pada tahap prabencana. Untuk itu,
unsur-unsur tahap prabencana perlu dipersiapkan secara terpadu dengan penekanan pada unsur
kesiapsiagaan dalam rangka penanganan tanggap darurat yang efektif. Hal ini lah yang menjadi dasar
Administrator (PKA) BPSDM Kemendagri Angkatan I TA. 2021 mengambil lokus di Pemerintah
Melalui study lapangan ini diharapkan peserta Diklat Pelatihan Kepemimpinan Administrator
Angkatan I Tahun 2021dapat berpikir kreatif, dan inovatif serta menerapkan di Instansi masing-
masing.
Tujuan dari pelaksanaan studi lapangan peserta Diklat Pelatihan Kepemimpinan Administrator
Angkatan I Tahun 2021 ke BPBD Kota Yogyakarta adalah membekali peserta mendapatkan lesson
learnt, mengadopsi dan mengadaptasi keunggulan organisasi yang memiliki best practice dalam
pengelolaan tugas dan fungsi organisasi, serta mengidentifikasi komponen strategi yang penting
Indikator hasil pelaksanaan kegiatan Studi Lapangan peserta PKA diharapkan mampu untuk :
BAB II
Kota Yogyakarta merupakan daerah otonom yang terbentuk pada akhir tahun 2008
Provinsi Banten tertanggal 26 November 2008. Pembentukan daerah otonom baru tersebut,
kesejahteraan masyarakat.
Kota Yogyakarta merupakan daerah otonom dan berkedudukan sebagai ibukota Propinsi
yang terletak di tengah-tengah Propinsi. Secara administratif, wilayah Kota Yogyakarta terdiri dari 14
(empat belas) kecamatan dan 45 (empat puluh lima) kelurahan. Secara geografis, Kota Yogyakarta
terletak antara 110o24’19’-110o28’53’ Bujur Timur dan antara 07 o15’24’ – 07o49’26’ Lintang Selatan
dengan luas wilayah 32,5 Km2yang berarti 1,025% dari wilayah Propinsi DIY. Adapun batas-batas
atau 24,98%, sedangkan kecamatan dengan luas paling kecil adalah Pakualaman dengan luas
0.63Km2 atau 1,94%. Deskripsi luas wilayah Kota Yogyakarta digambarkan pada tabel berikut.
Secara garis besar Kota Yogyakarta merupakan dataran rendah dimana dari barat ke timur
relatif datar dan dari utara ke selatan memiliki kemiringan ± 1 derajat, serta terdapat 3 (tiga) sungai
Kondisi tanah Kota Yogyakarta cukup subur dan memungkinkan ditanami berbagai tanaman
pertanian maupun perdagangan, disebabkan oleh letaknya yang berada didataran lereng gunung
vulkanis muda Sejalan dengan perkembangan Perkotaan dan Pemukiman yang pesat, lahan
pertanian Kota setiap tahun mengalami penyusutan. Data tahun 1999 menunjukkan penyusutan
7,8% dari luas area Kota Yogyakarta (3.249,75) karena beralih fungsi, (lahan pekarangan).
VISI :
Meneguhkan Kota Yogyakarta sebagai Kota Nyaman Huni dan Pusat Pelayanan Jasa yang
Berdaya Saing Kuat untuk Keberdayaan Masyarakat dengan Berpijak pada Nilai Keistimewaan.
MISI :
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Yogyakarta adalah perangkat daerah
Kota Yogyakarta yang dibentuk dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsi untuk
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Yogyakarta dibentuk atas landasan Peraturan
Daerah Kota Yogyakarta Nomor. 03 Tahun 2011 tentang Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Kota Yogyakarta.
Berdasarkan Peraturan Walikota Nomor 120 Tahun 2020 tentang Kedudukan, Susunan
Organisasi, Tugas, Fungsi dan Tata Kerja, Badan Penanggulangan Bencana Daerah mempunyai
ketenteraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat pada sub urusan bencana.
2.2.1 Tugas Pokok dan Fungsi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Yogyakarta
BPBD Kota Yogyakarta merupakan salah satu lembaga/ unsur pelaksana teknis Pemerintah
Kota Yogyakarta yang memiliki tugas pokok membantu Walikota melaksanakan pengoordinasian
urusan pemerintahan di bidang ketenteraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat pada
Dalam menyelenggarakan tugas pokok tersebut yang dimaksud dalam pasal 4, BPBD Kota
pemerintahan Badan;
12. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh pimpinan sesuai dengan bidang tugas Badan.
tugas Walikota di bidang penyelenggaraan penanggulangan bencana yang terdiri dari Kepala, Unsur
Pengarah dan Unsur Pelaksana. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Yogyakarta
dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada
Walikota.
1. Kepala BPBD
2. Unsur Pengarah
3. Unsur Pelaksana
- Kepala Pelaksana
Kondisi sumberdaya manusia dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yaitu sebanyak 9 orang PNS, 33 orang Tenaga
dalam Rencana Strategis BPBD Tahun 2017-2022 dan mengacu pada RPJMD Kota Yogyakarta
1. Menjamin konsistensi perencanaan dan pemilihan program dan kegiatan sesuai dengan
2. Untuk menetapkan prioritas program dan kegiatan yang strategis selama lima tahun.
pembangunan daerah.
BAB III
2019 (covid 19). Pelayanan rawat jalan di Puskesmas harus disesuaikan dengan kondisi Pandemi
covid 19 agar tidak terjadi penularan secara langsung. Hal ini bisa dilakukan dengan menerapkan
- Menyediakan ruangan pemeriksaan khusus untuk pasien penyakit infeksi saluran nafas akut
2. Masih ada pengunjung yang mengabaikan jaga jarak karena terbatasnya tempat duduk
3. Tertundanya pelayanan kesehatan gigi dan mulut tertentu karena petugas masih takut
melakukan tindakan
4. Belum maksimalnya sistem rujukan pasien ke Rumah Sakit terutama pasien konfirmasi covid
19 dan ibu bersalin karena Puskesmas belum bisa mengakses aplikasi SISRUTE ( Sistem
Rujukan Terpadu ) .
tertular covid 19 sehingga penderita penyakit kronis ( DM, Hipertensi ) banyak yang tidak
terkontrol
BAB IV
4.1.Terobosan Inovasi
Agar Pelayanan perseorangan di Puskesmas bisa tetap berjalan optimal perlu dilakukan
4.2.Tahapan Kegiatan
2.Membangun jejaring kerja antara Puskesmas dan Rumah Sakit mengenai tatacara
4.3.Sumber Daya
Sumber daya sangat berperan penting dalam suatu organisasi. Untuk melaksanakan inovasi
diatas Puskesmas sudah memiliki sumber daya yang bisa menunjang kegiatan tersebut, antara lain :
4.4.Manajemen Resiko
Manajemen Resiko merupakan salah satu unsur dalam Sistem Pengendalian Internal
Pemerintah (SPIP). SPIP adalah Sistem Pengendalian Internal (SPI) yang diselenggarakan secara
menyeluruh di lingkungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, sering dikaitkan dengan
upaya pengendalian pelaksaaan tugas dan mengurangi resiko-resiko dalam pelaksanaan tugas dan
fungsi (Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008). Upaya pengendalian pelaksanaan tugas dan
mengurangi resiko merupakan upaya yang melekat dan strategis dalam manajemen mutu untuk
akan terjadi serta dampak dan cara mengatasinya. Adapun kemungkinan resiko yang bisa terjadi
adalah :
- Tidak digunakannya aplikasi SISRUTE dalam merujuk pasien ke Rumah Sakit sehingga
ada kemungkinan pasien tidak bisa dilayani langsung oleh Rumah Sakit yang
pelayanan Puskesmas
Untuk mengatasi kemungkinan resiko-resiko yang akan terjadi tersebut perlu komitmen yang
kuat untuk menjalankan sistem rujukan dengan aplikasi SISRUTE tersebut oleh seluruh petugas
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Yogyakarta, sehingga Pemerintah Kota perlu melakukan penyesuaian bentuk layanan dan
- Inovasi yang dilakukan oleh BPBD Kota Yogyakarta diantaranya Kampung Tangguh Bencana
5.2. Saran