RUMAH SAKIT
2015
DETASEMEN KESEHATAN WILAYAH MALANG
RUMAH SAKIT TINGKAT III BALADHIKA HUSADA
SURAT KETETAPAN
NOMOR : SK / / / 2015
Tentang
11. Surat Ketetapan Karumkit Tk. III Baladhika Husada Nomor SK /001/I/2015
tanggal 05 Januari 2015 tentang Pemberlakuan Hospital By Low Rumkit Tk. III
Baladhika Husada
12. Surat Ketetapan Karumkit Tk. III Baladhika Husada Nomor SK/002/I/2015
tanggal 05 januari 2015 tentang Pemberlakuan Organisasi dan tugas Rumkit Tk.
III Baladhika Husada
MENETAPKAN
Menetapkan :
Pertama : Surat Ketetapan Kepala Rumah Sakit tingkat III Baladhika Husada tentang
Pedoman Upaya Peningkatan Mutu pelayanan Rumah Sakit di Rumah Sakit
Tingkat III Baladhika Husada
Ditetapkan di Jember
KATA PENGANTAR
Mutu dan keselamatan pasien sebenarnya sudah ada (tertanam) dalam kegiatan pekerjaan
sehari-hari dari tenaga kesehatan profesional dan tenaga lainnya. Keselamatan pasien rumah sakit
adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi
asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan
yang seharusnya diambil.
Oleh karena itu perlu disusun suatu pedoman Upaya Peningkatan mutu Rumah Sakit
dalam bentuk Buku Pedoman Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit Tingkat III
Baladhika Husada yang akan menjadi acuan bagi semua pelaksana peningkatan mutu Rumah sakit
dan unit lain yang terkait.
Jember, 2015
DAFTAR ISI
Surat Ketetapan Karumkit Tk. III Baladhika Husada Nomor SK/ / I / 2015
Tanggal Januari 2015 tentang Pedoman Upaya Peningkatan Mutu Rumah Sakit ............... i,ii
KATA PENGANTAR .................................................................................................................. . iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................. . iv
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................... . 1
BAB II LATAR BELAKANG........................................................................................................... . 2
BAB III KONSEP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN ................................................. 5
A. MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT .................................................................................. 5
1. Pengertian mutu Pelayanan Rumah Sakit ………………............................................. 5
2. Definisi Mutu Pelayanan Rumah Sakit………........................................................... 5
3. Pihak yang berkepentingan dengan mutu… .......................................................... 5
4. Dimensi mutu…………............................................................................................ . 5
5. Mutu terkait dengan input, proses output, dan outcame….. ................................. 6
B. UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN ....................................................................... 6
1. Definisi Upaya Peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit…. ................................ 7
2. Tujuan upaya peningkatan mutu pelayanan…………… ............................................ 7
3. Indikator Mutu ………………..................................................................................... 7
4. Strategi……………… ................................................................................................ . 7
5. Pendekatan pemecahan masalah……………….......................................................... 8
BAB IV PRINSIP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN ................................................. 9
BAB V PENGENDALIAN KUALITAS PELAYANAN .......................................................................... 10
BAB VI PENUTUP ................................................................................................................... . 14
PEDOMAN UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN
BAB I
PENDAHULUAN
Tujuan Pembangunan Kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap
penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, sebagai salah satu unsur
kesejahteraan umum dari Tujuan Nasional. Untuk itu perlu ditingkatkan upaya guna memperluas dan
mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan mutu yang baik dan biaya yang terjangkau.
Selain itu dengan semakin meningkatnya pendidikan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat, maka sistem
nilai dan orientasi dalam masyarakatpun mulai berubah. Masyarakat mulai cenderung menuntut
pelayanan umum yang lebih baik, lebih ramah dan lebih bermutu termasuk pelayanan kesehatan. Dengan
semakin meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan Rumah Sakit maka fungsi pelayanan
Rumah Sakit Tk. III Baladhika Husada secara bertahap perlu terus ditingkatkan agar menjadi lebih efektif
dan efisien serta memberi kepuasan kepada pasien, keluarga maupun masyarakat.
Agar upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit Tk. III Baladhika Husada dapat seperti yang
diharapkan maka perlu disusun Pedoman Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit Tk. III Baladhika
Husada. Buku panduan tersebut merupakan konsep dan program peningkatan mutu pelayanan Rumah
Sakit Tk. III Baladhika Husada, yang disusun sebagai acuan bagi pengelola Rumah Sakit Tk. III Baladhika
Husada dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit. Dalam buku pedoman ini
diuraikan tentang prinsip upaya peningkatan mutu, langkah-langkah pelaksanaannya dan dilengkapi
dengan indikator mutu.
BAB II LATAR
BELAKANG
Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan sebenarnya bukanlah hal yang baru. Pada tahun (1820
–1910) Florence Nightingale seorang perawat dari Inggris menekankan pada aspek-aspek keperawatan
pada peningkatan mutu pelayanan. Salah satu ajarannya yang terkenal sampai sekarang adalah “ hospital
should do the patient no harm”, Rumah Sakit jangan sampai merugikan atau mencelakakan pasien.
Di Amerika Serikat, upaya peningkatan mutu pelayanan medik dimulai oleh ahli bedah Dr. E.A.Codman
dari Boston dalam tahun 1917. Dr.E.A Codman dan beberapa ahli bedah lain kecewa dengan hasil operasi
yang seringkali buruk, karena seringnya terjadi penyulit. Mereka berkesimpulan bahwa penyulit itu terjadi
karena kondisi yang tidak memenuhi syarat di Rumah Sakit. Untuk itu perlu ada penilaian dan
penyempurnaan tentang segala sesuatu yang terkait dengan pembedahan. Ini adalah upaya pertama yang
berusaha mengidentifikasikan masalah klinis, dan kemudian mencari jalan keluarnya.
Kelanjutan dari upaya ini pada tahun 1918 The American College of Surgeons (ACS) menyusun suatu
Hospital Standardization Programme. Program standarisasi adalah upaya pertama yang terorganisasi
dengan tujuan meningkatkan mutu pelayanan. Program ini ternyata sangat berhasil meningkatkan mutu
pelayanan sehingga banyak Rumah Sakit tertarik untuk ikut serta. Dengan berkembangnya ilmu dan
teknologi maka spesialisasi ilmu kedokteran diluar bedah cepat berkembang. Oleh karena itu program
standarisasi perlu diperluas agar dapat mencakup disiplin lain secara umum.
Pada tahun 1951 American College of Surgeon, American College of Physicians, American Hospital
Association bekerjasama membentuk suatu Joint Commision on Accreditation of Hospital (JCAH) suatu
badan gabungan untuk menilai dan mengakreditasi Rumah Sakit .
Pada akhir tahun 1960 JCAH tidak lagi hanya menentukan syarat minimal dan essensial untuk
mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada di Rumah Sakit, namun telah memacu Rumah Sakit agar
memberikan mutu pelayanan yang setinggi-tingginya sesuai dengan sumber daya yang ada. Untuk
memenuhi tuntutan yang baru ini antara tahun 1953-1965 standar akreditasi direvisi enam kali,
selanjutnya beberapa tahun sekali diadakan revisi.
Atas keberhasilan JCAH dalam meningkatkan mutu pelayanan, Pemerintah Federal memberi
pengakuan tertinggi dalam mengundangkan “Medicare Act”. Undang-undang ini mengabsahkan akreditasi
Rumah Sakit menurut standar yang ditentukan oleh JCAH. Sejak saat itu Rumah Sakit yang tidak
diakreditasi oleh JCAH tidak dapat ikut program asuransi kesehatan pemerintah federal (medicare),
padahal asuransi di Amerika sangat menentukan utilisasi Rumah Sakit karena hanya 9,3% biaya Rumah
Sakit berasal dari pembayaran langsung oleh pasien.
Sejak tahun 1979 JCAH membuat standar tambahan, yaitu agar dapat lulus akreditasi suatu Rumah
Sakit harus juga mempunyai program pengendalian mutu yang dilaksanakan dengan baik.
Di Australia, Australian Council on Hospital Standards (ACHS) didirikan dengan susah payah pada
tahun 1971, namun sampai tahun 1981 badan ini baru berhasil beroperasi dalam 3 Negara bagian. Tetapi
lambat laun ACHS dapat diterima kehadirannya dan diakui manfaatnya dalam upaya peningkatan mutu
pelayanan sehingga sekarang kegiatan ACHS telah mencakup semua negara bagian. Pelaksanaan
peningkatan mutu di Australia pada dasarnya hampir sama dengan di Amerika.
Di Eropa Barat perhatian terhadap peningkatan mutu pelayanan sangat tinggi, namun masalah itu
tetap merupakan hal baru dengan konsepsi yang masih agak kabur bagi kebanyakan tenaga profesi
kesehatan. Sedangkan pendekatan secara Amerika sukar diterapkan karena perbedaan sistem kesehatan di
masing-masing negara di Eropa. Karena itu kantor Regional WHO untuk Eropa pada awal tahun 1980-an
mengambil inisiatif untuk membantu negara-negara Eropa mengembangkan pendekatan peningkatan
mutu pelayanan disesuaikan dengan sistem pelayanan kesehatan masing-masing.
Pada tahun 1982 kantor regional tersebut telah menerbitkan buku tentang upaya meningkatkan mutu
dan penyelenggaraan simposium di Utrecht, negeri Belanda tentang metodologi peningkatan mutu
pelayanan. Dalam bulan Mei 1983 di Barcelona, Spanyol suatu kelompok kerja yang dibentuk oleh WHO
telah mengadakan pertemuan untuk mempelajari peningkatan mutu khusus untuk Eropa.
Walaupun secara regional WHO telah melakukan berbagai upaya, namun pada simposium
peningkatan mutu pada bulan Mei 1989 terdapat kesan bahwa secara nasional upaya peningkatan mutu di
berbagai negara Eropa Barat masih pada perkembangan awal.
Di Asia, negara pertama yang sudah mempunyai program peningkatan mutu dan akreditasi Rumah
Sakit secara nasional adalah Taiwan. Negara ini banyak menerapkan metodologi dari Amerika. Sedangkan
Malaysia mengembangkan peningkatan mutu pelayanan dengan bantuan konsultan ahli dari Negeri
Belanda,
Di Indonesia langkah awal yang sangat mendasar dan terarah yang telah dilakukan Departemen
Kesehatan dalam rangka upaya peningkatan mutu yaitu penetapan kelas Rumah Sakit pemerintah melalui
Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.033/Birhup/1972. Secara umum telah ditetapkan beberapa kriteria
untuk tiap kelas Rumah Sakit A,B,C,D. Kriteria ini kemudian berkembang menjadi standar-standar.
Kemudian dari tahun ke tahun disusun berbagai standar baik menyangkut pelayanan, ketenagaan, sarana
dan prasarana untuk masing-masing kelas Rumah Sakit. Disamping standar, Departemen Kesehatan juga
mengeluarkan berbagai panduan dalam rangka meningkatkan penampilan pelayanan Rumah Sakit.
Sejak tahun 1984 Departemen Kesehatan telah mengembangkan berbagai indikator untuk mengukur
dan mengevaluasi penampilan (performance) Rumah Sakit pemerintah kelas C dan Rumah Sakit swasta
setara yaitu dalam rangka Hari Kesehatan Nasional. Indikator ini setiap dua tahun ditinjau kembali dan
disempurnakan. Evaluasi penampilan untuk tahun 1991 telah dilengkapi dengan indikator kebersihan dan
ketertiban Rumah Sakit dan yang dievaluasi selain kelas C juga kelas D dan kelas B serta Rumah Sakit
swasta setara. Sedangkan evaluasi penampilan tahun 1992 telah dilengkapi pula dengan instrumen
mengukur kemampuan pelayanan. Evaluasi penampilan Rumah Sakit ini merupakan langkah awal dari
Konsep Continuous Quality Improvement (CQI). Berbeda dengan konsep QA tradisional dimana dalam
monitor dan evaluasi dititik beratkan kepada pencapaian standar, maka pada CQI fokus lebih diarahkan
kepada penampilan organisasi melalui penilaian pemilik, manajemen, klinik dan pelayanan penunjang.
Perbedaan yang sangat mendasar yaitu keterlibatan seluruh karyawan.
Selain itu secara sendiri-sendiri beberapa Rumah Sakit telah mengadakan monitoring dan evaluasi
mutu pelayanan Rumah Sakitnya. Pada tahun 1981 RS Gatot Subroto telah melakukan kegiatan penilaian
mutu yang berdasarkan atas derajat kepuasan pasien. Kemudian Rumah Sakit Husada pada tahun 1984
melakukan kegiatan yang sama. Rumah Sakit Adi Husada di Surabaya membuat penilaian mutu atas dasar
penilaian perilaku dan penampilan kerja perawat. Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya menilai mutu melalui
penilaian infeksi nosokomial sebagai salah satu indikator mutu pelayanan. Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo menggunakan upaya penggunaan obat secara rasional. Rumah Sakit Islam Jakarta pernah
menggunakan pengendalian mutu terpadu (TQC) dan Gugus Kendali Mutu (Quality Control Circle = QCC).
Beberapa Rumah Sakit lainnya juga telah mencoba menerapkan Gugus Kendali Mutu, walaupun hasilnya
belum ada yang dilaporkan.
Sejalan dengan hal di atas maka Departemen Kesehatan telah mengadakan Pelatihan Peningkatan
Mutu Pelayanan Rumah Sakit pada beberapa Rumah Sakit. Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan
bahwa kesadaran untuk meningkatkan mutu sudah cukup meluas walaupun dalam penerapannya sering
ada perbedaan.
BAB III
Agar upaya peningkatan mutu di Rumah Sakit Tk. III Baladhika Husada dapat dilaksanakan secara
efektif dan efisien maka diperlukan adanya kesatuan bahasa tentang konsep dasar upaya penigkatan mutu
pelayanan.
a. Konsumen
b. Pembayar/perusahaan/asuransi
c. Manajemen Rumah Sakit
d. Karyawan Rumah Sakit
e. Masyarakat
f. Pemerintah
g. Ikatan profesi
Setiap kepentingan yang disebut di atas berbeda sudut pandang dan kepentingannya
terhadap mutu. Karena itu mutu adalah multi dimensional.
4. Dimensi Mutu
Dimensi atau aspeknya adalah :
a. Keprofesian
b. Efisiensi
c. Keamanan Pasien
d. Kepuasan Pasien
e. Aspek Sosial Budaya
5. Mutu Terkait Dengan Input, Proses, Output Dan Outcome
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan dapat diukur dengan menggunakan 3 variabel,
yaitu :
a. Input, adalah segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan pelayanan kesehatan,
seperti tenaga, dana, obat, fasilitas, peralatan, bahan, teknologi, organisasi, informasi, dan
lain-lain. Pelayanan kesehatan yang bermutu memerlukan dukungan input yang bermutu
pula. Hubungan struktur dengan mutu pelayanan kesehatan adalah dalam perencanaan
dan penggerakan pelaksanaan pelayanan kesehatan.
b. Proses, merupakan aktivitas dalam bekerja, adalah merupakan interaksi profesional antara
pemberi pelayanan dengan konsumen (pasien/masyarakat). Proses ini merupakan variabel
penilaian mutu yang penting.
c. Output, ialah jumlah pelayanan yang dilakukan oleh unit kerja/rumah sakit.
d. Outcome, ialah hasil pelayanan kesehatan, merupakan perubahan yang terjadi pada
konsumen (pasien/masyarakat), termasuk kepuasan dari konsumen tersebut.
Rumah Sakit Tk. III Baladhika Husada adalah suatu institusi pelayanan kesehatan yang
kompleks, padat pakar dan padat modal. Kompleksitas ini muncul karena pelayanan di Rumah
Sakit Tk. III Baladhika Husada menyangkut berbagai fungsi pelayanan, serta mencakup berbagai
tingkatan maupun jenis disiplin. Agar Rumah Sakit Tk. III Baladhika Husada mampu
melaksanakan fungsi yang demikian kompleks, harus memiliki sumber daya manusia yang
profesional baik di bidang teknis medis maupun administrasi kesehatan. Untuk menjaga dan
meningkatkan mutu, Rumah Sakit Tk. III Baladhika Husada harus mempunyai suatu ukuran
yang menjamin peningkatan mutu di semua tingkatan.
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan Rumah Sakit Tk. III Baladhika Husada diawali
dengan penilaian akreditasi Rumah Sakit Tk. III Baladhika Husada yang mengukur dan
memecahkan masalah pada tingkat input dan proses. Pada kegiatan ini Rumah Sakit Tk. III
Baladhika Husada harus menetapkan standar input, proses, output, dan outcome, serta
membakukan seluruh standar prosedur yang telah ditetapkan. Rumah Sakit Tk. III Baladhika
Husada dipacu untuk dapat menilai diri (self assesment) dan memberikan pelayanan sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Sebagai kelanjutan untuk mengukur hasil kerjanya
perlu ada latar ukur yang lain, yaitu instrumen mutu pelayanan Rumah Sakit Tk. III Baladhika
Husada yang menilai dan memecahkan masalah pada hasil (output dan outcome). Tanpa
mengukur hasil kinerja Rumah Sakit Tk. III Baladhika Husada tidak dapat diketahui apakah input
dan proses yang baik telah menghasilkan output yang baik pula. Indikator Rumah Sakit Tk. III
Baladhika Husada yang disusun dengan tujuan untuk dapat mengukur kinerja mutu Rumah
Sakit Tk. III Baladhika Husada secara nyata.
B. UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT TK. III BALADHIKA HUSADA
Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dapat diartikan keseluruhan upaya dan
kegiatan secara komprehensif dan integratif memantau dan menilai mutu pelayanan Rumah Sakit
Tk. III Baladhika Husada, memecahkan masalah-masalah yang ada dan mencari jalan keluarnya,
sehingga mutu pelayanan Rumah Sakit Tk. III Baladhika Husada akan menjadi lebih baik.
Di Rumah Sakit Tk. III Baladhika Husada upaya peningkatan mutu pelayanan adalah kegiatan
yang bertujuan memberikan asuhan atau pelayanan sebaik-baiknya kepada pasien. Upaya
peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit Tk. III Baladhika Husada akan sangat berarti dan efektif
bilamana upaya peningkatan mutu menjadi tujuan sehari-hari dari setiap unsur di Rumah Sakit Tk.
III Baladhika Husada termasuk pimpinan, pelaksana pelayanan langsung dan staf penunjang.
Upaya peningkatan mutu termasuk kegiatan yang melibatkan mutu asuhan atau pelayanan
dengan penggunaan sumber daya secara tepat dan efisien. Walaupun disadari bahwa mutu
memerlukan biaya, tetapi tidak berarti mutu yang lebih baik selalu memerlukan biaya lebih banyak
atau mutu rendah biayanya lebih sedikit.
Berdasarkan hal di atas maka disusunlah definisi dan tujuan dari upaya peningkatan mutu
pelayanan Rumah Sakit Tk. III Baladhika Husada.
1. Definisi Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit Tk. III Baladhika Husada
Upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit Tk. III Baladhika Husada adalah
keseluruhan upaya dan kegiatan yang komprehensif dan integratif yang menyangkut input,
proses dan output secara objektif, sistematik dan berlanjut memantau dan menilai mutu dan
kewajaran pelayanan terhadap pasien, dan memecahkan masalah-masalah yang terungkapkan
sehingga pelayanan yang diberikan di Rumah Sakit Tk. III Baladhika Husada berdaya guna dan
berhasil guna.
2. Tujuan Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit Tk. III Baladhika Husada
a. Tujuan Umum :
Meningkatkan pelayanan kesehatan melalui upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah
Sakit Tk. III Baladhika Husada secara efektif dan efisien agar tercapai derajat kesehatan
yang optimal.
b. Tujuan Khusus :
Tercapainya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit Tk. III Baladhika Husada melalui
diantaranya :
1) Optimasi tenaga, sarana, dan prasarana.
2) Pemberian pelayanan sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan yang
dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu sesuai dengan kebutuhan pasien.
3) Pemanfaatan teknologi tepat guna, hasil penelitian dan pengembangan pelayanan
kesehatan.
3. Indikator mutu
Indikator mutu Rumah Sakit Tk. III Baladhika Husada meliputi indikator klinik, indikator
yang berorientasi pada waktu dan indikator ratio yang berdasarkan pada efektifitas
(effectivenes), efisiensi (efficiency), keselamatan (safety) dan kelayakan (appropriateness).
4. Strategi
Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan Rumah Sakit Tk. III Baladhika Husada
maka disusunlah strategi, sebagai berikut :
a. Setiap petugas harus memahami dan menghayati konsep dasar dan prinsip mutu
pelayanan Rumah Sakit Tk. III Baladhika Husada sehingga dapat menerapkan langkah-
langkah upaya peningkatan mutu di masing-masing unit kerjanya.
b. Memberi prioritas kepada peningkatan kompetensi sumber daya manusia di Rumah Sakit
Tk. III Baladhika Husada, serta upaya meningkatkan kesejahteraan karyawan.
c. Menciptakan budaya mutu di. Rumah Sakit Tk. III Baladhika Husada, termasuk di dalamnya
menyusun program mutu Rumah Sakit Tk. III Baladhika Husada dengan pendekatan PDCA
cycle.
Dengan telah jelasnya cara memecahkan masalah maka bisa dilakukan tindakan perbaikan.
Namun agar pemecahan masalah bisa tuntas, setelah diadakan tindakan perbaikan perlu dinilai
kembali apakah masih ada yang tertinggal. Dari penilaian kembali maka akan didapatkan
masalah yang telah terpecahkan dan masalah yang masih tetap merupakan masalah sehingga
proses siklus akan berulang mulai tahap pertama.
BAB
IVIV
PRINSIP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN
Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan aspek yang akan ditingkatkan
dengan menetapkan indikator, kriteria serta standar yang digunakan untuk mengukur mutu pelayanan
Rumah Sakit Tk. III Baladhika Husada.
A. Indikator adalah ukuran atau cara mengukur sehingga menunjukkan suatu indikasi. Indikator
merupakan suatu variabel yang digunakan untuk bisa melihat perubahan. Indikator yang baik
adalah yang sensitif tapi juga spesifik.
B. Kriteria adalah spesifikasi dari indikator.
C. Standar adalah :
1. Tingkat kinerja atau keadaan yang dapat diterima oleh seseorang yang berwenang dalam
situasi tersebut, atau oleh mereka yang bertanggung jawab untuk mempertahankan tingkat
kinerja atau kondisi tersebut.
2. Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi yang sangat baik.
3. Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau mutu.
Dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan maka harus memperhatikan prinsip dasar,
sebagai berikut :
Pengendalian adalah keseluruhan fungsi atau kegiatan yang harus dilakukan untuk menjamin
tercapainya sasaran perusahaan dalam hal kualitas produk dan jasa pelayanan yang diproduksi.
Pengendalian kualitas pelayanan pada dasarnya adalah pengendalian kualitas kerja dan proses kegiatan
untuk menciptakan kepuasan pelanggan (quality os customer’s satisfaction) yang dilakukan oleh setiap
orang dari setiap bagian di Rumah Sakit Tk. III Baladhika Husada.
Pengertian pengendalian kualitas pelayanan di atas mengacu pada siklus pengendalian (control cycle)
dengan memutar siklus “Plan-Do-Check-Action” (P-D-C-A) = Relaksasi (rencanakan – laksanakan – periksa –
aksi). Pola P-D-C-A ini dikenal sebagai “siklus Shewart”, karena pertama kali dikemukakan oleh Walter
Shewhart beberapa puluh tahun yang lalu. Namun dalam perkembangannya, metodologi analisis P-D-C-A
lebih sering disebuit “siklus Deming”. Hal ini karena Deming adalah orang yang mempopulerkan
penggunaannya dan memperluas penerapannya. Dengan nama apapun itu disebut, P-D-C-A adalah alat
yang bermanfaat untuk melakukan perbaikan secara terus menerus (continous improvement) tanpa
berhenti.
Konsep P-D-C-A tersebut merupakan panduan bagi setiap manajer untuk proses perbaikan kualitas
(quality improvement) secara rerus menerus tanpa berhenti tetapi meningkat ke keadaaan yang lebih baik
dan dijalankan di seluruh bagian organisasi, seperti tampak pada gambar 1.
Dalam gambar 1 tersebut, pengidentifikasian masalah yang akan dipecahkan dan pencarian sebab-
sebabnya serta penetuan tindakan koreksinya, harus selalu didasarkan pada fakta. Hal ini dimaksudkan
untuk menghindarkan adanya unsur subyektivitas dan pengambilan keputusan yang terlalu cepat serta
keputusan yang bersifat emosional. Selain itu, untuk memudahkan identifikasi masalah yang akan
dipecahkan dan sebagai patokan perbaikan selanjutnya perusahaan harus menetapkan standar pelayanan.
Hubungan pengendalian kualitas pelayanan dengan peningkatan perbaikan berdasarkan siklus P-D-C-A
(Relationship between Control and Improvement under P-D-C-A Cycle) diperlihatkan dalam gambar 2.
Pengendalian kualitas berdasarkan siklus P-D-C-A hanya dapat berfungsi jika sistem informasi berjalan
dengan baik dan siklus tersebut dapat dijabarkan dalam enam langkah seperti diperlihatkan dalam gambar
3.
Peningkatan
Pemecahan masalah
dan peningkatan
A P
C D
A P Standar
C D Pemecahan masalah
dan peningkatan
Standar
Follow-up
Corrective
Action
Improvement
Menentukan
Action (6)
Tujuan dan sasaran
Mengambil
(2)
tindakan
Menetapkan
Metode untuk
(3)
(5) Menyelenggarakan
Memeriksa
Pendidikan dan
akibat
Check
(4)
pelaksanaan Melaksanakan
pekerjaan Do
Keenam langkah P-D-C-A yang terdapat dalam gambar 3 di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :
Konsep PDCA dengan keenam langkah tersebut merupakan sistem yang efektif untuk meningkatkan
kualitas pelayanan. Untuk mencapai kualitas pelayanan yang akan dicapai diperlukan partisipasi semua
karyawan, semua bagian dan semua proses. Partisipasi semua karyawan dalam pengendalian kualitas
pelayanan diperlukan kesungguhan (sincerety), yaitu sikap yang menolak adanya tujuan yang semata-mata
hanya berguna bagi diri sendiri atau menolak cara berfikir dan berbuat yang semata-mata bersifat
pragmatis. Dalam sikap kesungguhan tersebut yang dipentingkan bukan hanya sasaran yang akan dicapai,
melainkan juga cara bertindak seseorang untuk mencapai sasaran tersebut.
Partisipasi semua pihak dalam pengendalian kualitas pelayanan mencakup semua jenis kelompok
karyawan yang secara bersama-sama merasa bertanggung jawab atas kualitas pelayanan dalam
kelompoknya. Partisipasi semua proses dalam pengendalian kualitas pelayanan dimaksudkan adalah
pengendalian tidak hanya terhadap output, tetapi terhadap hasil setiap proses. Proses pelayanan akan
menghasilkan suatu pelayanan berkualitas tinggi, hanya mungkin dapat dicapai jika terdapat pengendalian
kualitas dalam setiap tahapan dari proses. Dimana dalam setiap tahapan proses dapat dijamin adanya
keterpaduan, kerjasama yang baik antara kelompok karyawan dengan manajemen, sebagai tanggung
jawab bersama untuk menghasilkan kualitas hasil kerja dari kelompok, sebagai mata rantai dari suatu
proses.
BAB V
PENUTUP
NOTA DINAS
Dasar 1. Program Kerja Rumah Sakit Tk. III Baladhika Husada TA 2015 tentang Akreditasi Rumah
Sakit
2. Sehubungan dengan dasar tersebut di atas, bersama ini kami sampaikan permohonan
pemberlakuan Pedoman Upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit di Rumkit Tk. III
Baladhika Husada Tahun 2015.
3. Kiranya Pedoman ini dapat disetujui oleh Karumkit Tk. III Baladhika Husada
Harmat kami
Ketua TMKPRS