Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN SENI BUDAYA

PEMBUATAN SONGKOK RECCA

Disusun oleh :

KELOMPOK 1

AL-FATHIR AMRY (02)

ALICIA PAULINE (04)

A.MUH. NUR RAMADHAN (06)

ANNISA BASRI (08)

XII MIPA 3

TAHUN AJARAN 2021/2022


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan tentang Pembuatan
Songkok Recca.

Dengan nikmat dan hidayah-Nya pula kami dapat menyelesaikan


penulisan makalah ini yang merupakan tugas ujian praktek Seni Budaya.
Kami sampaikan terimakasih sebesar-besarnya kepada guru mata pelajaran
Seni Budaya dan semua pihak yang turut membantu proses penyusunan
laporan ini.

Semoga laporan ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi diri sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami memohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan saya memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di
kesempatan lain

Watampone, 25 Februari 2022

Penulis
DAFTAR ISI

Sampul...........................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1

A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................1
C. Tujuan Makalah..................................................................................................1

BAB II ISI......................................................................................................................2

A. Sejarah Songkok Recca.......................................................................................2


B. Proses Pembuatan Songkok Recca.....................................................................4

BAB III PENUTUP.......................................................................................................7

A. Kesimpulan.........................................................................................................7
B. Saran ..................................................................................................................7

LAMPIRAN...................................................................................................................8
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Songkok Recca merupakan songkok khas Bugis. Songkok Recca merupakan


salah satu peradaban atau karya budaya orang Bone pada khususnya dan orang
Sulawesi Selatan. Pada umumnya, disebut karya budaya karena songkok recca ini
adalah buatan manusia yang dibuat sejak masa pemerintahan Arung Palakka sampai
saat ini. Sementara penamaannya disebut songkok recca karena dilihat dari segi
proses pembuatannya, dimana bahan pokoknya di recca-recca (dipukul-pukul)
terlebih dahulu. Meskipun sekarang ini banyak songkok recca terbuat dari pelepah
daun lontar tersebut hingga yang tersisa hanya seratnya. Serat ini biasanya berwarna
putih, akan tetapi setelah dua atau tiga jam kemudian warnanya berubah menjadi
kecoklat-coklatan. Dan untuk mengubah menjadi hitam maka serat tersebut harus
direndam dalam lumpur selama berhari-hari. Jadi serat yang berwarna hitam itu
bukanlah karena sengaja diberi pewarna sehingga menjadi hitam. Serat tersebut ada
yang halus ada yang kasar, sehingga untuk membuat songkok recca yang halus maka
serat haluslah yang diambil dan sebaliknya serat yang kasar menghasilkan hasil yang
agak kasar pula tergantung pesanan. Untuk menganyam serat menjadi songkok
menggunakan acuan yang disebut sebagai Assareng yang terbuat dari kayu nangka
kemudian dibentuk sedemikian rupa sehingga menyerupai songkok. Acuan atau
assareng itulah yang digunakan untuk merangkai serat hingga menjadi songkok.
Ukuran Assareng dari besar kecilnya songkok yang akan dibuat.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah Songkok Recca?
2. Bagaimana cara membuat Songkok Recca?

C. Tujuan Makalah
Adapun tujuan pembuatan laporan ini yaitu:
1. Untuk mengetahui proses pembuatan songkok recca.
2. Untuk mengetahui sejarah songkok recca.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Songkok Recca

Nama : Songkok Recca

Asal : Sulawesi Selatan

Jenis : Seni Rupa 3 Dimensi

Pelopor :

 Dr. H. Andi Fahsar M. Padjalangi. M.Si.


 Drs. Harun Sulianto, Bc.Ip., S.H.
 A. Ansar Amal, S.H., M.Si.
 Anggoro Dasananto, S.H.

Songkok Recca atau yang biasa disebut Songkok Pamiring juga sering disebut


songkok To Bone, ketiga sebutan ini mempunyai kisah dan waktunya masing-masing.
Mulanya Songkok Recca ada ketika Raja Bone Ke-15, yaitu Arung Palakka
menyerang Tanah Toraja (Tator) pada tahun 1683. Saat itu, Tentara Tator
memberikan perlawanan yang sengit terhadap pasukan Arung Palakka. Alhasil, ia
hanya  berhasil menduduki beberapa desa di wilayah Makale-Rantepao saja.

Ciri khas tentara kerajaan Bone yang cukup mencolok pada masa lalu yaitu
dengan memakai sarung yang diikatkan di pinggang atau nama lainnya adalah
(Mabbida atau Mappangare’ Lipa’). Selain itu, Prajurit Tator juga mempunyai
kebiasaan memakai sarung tetapi diselempang yang biasa disebut (Massuleppang
Lipa), sehingga saat terjadi pertempuran di malam hari berikutnya pasukan tentara
jadi sulit dibedakan mana yang lawan ataupun  kawan. Alasannya sederhana, baik
lawan maupun kawan (prajurit Tatot ataupun Bone) masing-masing memakai sarung.

Arung Palakka, Raja Bone ke-15,  menyiasatinya dengan menyusun strategi dan


memerintahkan prajuritnya untuk memasang pembeda di kepala dengan memakai
songkok, atau yang dikenal dengan songkok Recca. Singkat cerita, pada masa
pemerintahan raja Bone ke-32 yaitu Lamappanyukki tahun 1931 songkok recca
dijadikan kopiah resmi atau songkok kebesaran bagi raja, bangsawan, dan para
punggawa-pungawa kerajaan saat itu. Hal ini bertujuan untuk membedakan tingkat
kederajatan di antara mereka, maka songko’ recca akhirnya dibuat dengan pinggiran
berbahankan emas atau disebut dengan (pamiring pulaweng), yang melambangkan
tingkat strata atau drajatnya. Oleh karenanya, songkok recca disebut juga dengan
songkok pamiring karena  berlapiskan emas.

Saat itu, terdapat aturan bagi pemakai songkok pamiring, di mana hanya
bangsawan berkedudukan sebagai raja, anak raja yang dianggap berdarah biru
(Maddara Takku), anak Mattola, boleh menggunakan songkok pamiring yang
seluruhnya terbuat dari emas murni atau dalam istilah bugis Ulaweng bubbu. Adapun
sebagian golongan yang disebut Arung Mattola Menre, Anak Arung Manrapi, Anak
Arung Sipue dan Anakkarung boleh memakai songkok pamiring dengan lebar emas
tiga-per-lima dari tinggi songkoknya.

Ada juga Golongan yang disebut Rajeng Matase, golongan ini boleh memakai
songkok pamiring dengan lebar emas setengah bagian dari tinggi songkoknya. Lalu,
golongan yang disebut Tau Deceng, Tau Maradeka dan Tau Sama juga diperbolehkan
memakai songkok recca berpinggiran emas. Sedangkan golongan yang disebut Ata
sama sekali tidak dibolehkan memakai songkok ini.

Eksistensi Songkok Recca

Pesatnya perkembangan zaman, terjadi perubahan pola pikir masyarakatn.


Kaum dunia tidak lagi memandang drajat perbedaan kasta, yang sudah tidak berlaku
lagi untuk masyarakat modern dan semua golongan bisa memakai songkok Recca.
Namun magis dari songkok ini seolah tak pernah padam saat dipakai. Keistimewaan
songkok ini akan terlihat jika dipakai di atas kepala tokoh-tokoh penting, pejabat,
bangsawan, dan elit-elit lainnya. Kharisma pemakainya akan terlihat.

Songkok pamiring bukan lagi milik kaum berdarah biru, namun mereka yang
tau dan mengerti akan filosofi dari songkok pamiring ini, tidak akan memakainya
sembarangan. Selain menunjukkan karisma, songkok pamiring ini juga menunjukkan
siapa sebenarnya orang yang memakainya. Semakin banyak  hiasan emas yang
menutupinya, songkok pamiring dikatakan semakin bagus. Hal ini menunjukkan
tingkat prestasi pemakainya.

Kemudian, setelah berakhirnya masa kerajaan songkok recca atau songkok


pamiring bisa di pakai oleh siapa saja tanpa adanya kesenjangan kedudukan. Selain
itu, bisa dikatakan songkok pamiring ini sebagai lambing “siapa diri kita sebenarnya”.
Sehingga songkok ini juga dinamakan dengan Songkok To Bone yang artinya
“songkoknya seluruh orang Bone”, yang menandakan tidak adanya perbedaan kasta.
Bukan karena asalnya saja yang berasal dari Bone, tetapi juga merupakan cipta, rasa,
dan karsa orang Bone.

Meninjau keberadaan songkok recca saat ini, sudah banyak daerah di luar
bone yang memproduksinya. Baik Songkok recca, pamiring atau songkok to bone,
ketiganya sama saja, hanya dibedakan oleh zaman. Alasan diberi nama songko recca
adalah karena terbuat dari serat pelepah daun lontar yang dipukul-pukul atau dalam
bahasa bugis yaitu: direca-reca. Pelepah daun tersebut dipukul hingga yang tersisa
hanyalah seratnya saja. Serat dari pelepah daun lontar, biasanya berwarna putih,
namun setelah beberapa jam kemudian warnanya akan berubah menjadi coklat, yang
nantinya akan berwarna hitam.

Saat ini, Songkok Recca/Songkok To Bone dapat ditemui di kabupaten Bone,


Awangpone, Sulawesi Selatan. Di sana terdapat desa Paccing Awangpone yang
memproduksinya. Di desa ini, terdapat komunitas masyarakat yang secara turun
temurun menafkahi keluarganya dari hasil mengayam pelepah daun. Profesinya
sebagai penganyam menghasilkan songkok yang bernama Recca. 

B. Proses Pembuatan Songkok Recca

Alat :

1. Wennang pulewang
2. Recca ( bahan yang terbuat dari pelepah daun lontar yang dibakar kemudian
direndam dengan paddari hingga tipis dan halus)
3. Pattawe
4. Kulit pohon jambu mente
5. Lumpur hitam
Bahan :

1. Assareng atau mall ( kayu yang bulat, tebal, dan tipis)


2. Pajjeppa (alat yang berbentuk lingkaran tipis dan berlubang kecil di tengahnya,
terbuat dari tripleks atau plastik)
3. Lem fox putih

Proses Pembuatan :

1. Dahan pohon lontar dipukul hingga mengeluarkan serat-serat.


2. Setelah mengeluarkan serat, serat tersebut diambil satu persatu sehingga
menghasilkan recca dan pattawe.
3. Pattawe diambil sebanyak 36 belai untuk Songkok Recca biasa.
4. Kemudian diikat bagian bawahnya dan disisipkan satu per satu atau selang-seling.
5. Setelah jadi, ayam dengan benang recca selebar 3cm.
6. Masak kulit jambu mente hingga mengeluarkan warna coklat.
7. Masukkan dasar yang telah dibuat ke dalam air kulit jambu mente.
8. Ulangi hingga 5 kali.
9. Masukkan ke dalam kolam yang berisi lumpur hitam. Lalu diamkan selama 3
hari.
10. Setelah itu, dibuka ikatannya dan dianyam lagi hingga selebar 6cm. Kemudian
diletakkan di atas assareng dan dipaso.
11. Sebelumnya di atas anyaman tadi diletakkan dulu pajjepa yang paling kecil
selebar uang koin Rp.500. ribungai setelah anyaman Songkok Recca ini turun ke
sisi assareng dan selebar telapak tangan atau 8cm, harus ribungai artinya hiasan-
hiasan sisi Songkok Recca selain wennang pulaweng. Biasanya hiasan ini
berbentuk segitiga atau layang-layang dan lain-lain.
12. Setelah berbentuk segitiga dan benang mencapai panjang 4cm.
13. Lem bagian benang namun tidak mengenai serat.
14. Jika lem sudah kering, gunting bagian bawah songko (makkalipeng),
menggunakan jarum.
15. Setelah itu, jahit bagian bawah songko (makkalipeng) menggunakan jarum.
16. Buka 2 helai serat recca pada bagian tengah songkok.
17. Isilah kembali benang pada bagian yang telah dibuka 2 helai serat menggunakan
jarum hingga mengelilingi songkok selama 2x keliling.
18. Jahit bagian atas songkok (merulu)
19. Jika semua langkah di atas telah dilakukan, lem seluruh permukaan dalam
songkok menggunakan lem fox, lalu jemur di bawah sinar matahari.
20. Songkok Recca To Bone telah jadi dan siap dipakai.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Songkok Recca atau yang biasa disebut Songkok Pamiring juga sering disebut


songkok To Bone, ketiga sebutan ini mempunyai kisah dan waktunya masing-masing.
Mulanya Songkok Recca ada ketika Raja Bone Ke-15, yaitu Arung Palakka
menyerang Tanah Toraja (Tator) pada tahun 1683. Saat itu, Tentara Tator
memberikan perlawanan yang sengit terhadap pasukan Arung Palakka. Alhasil, ia
hanya  berhasil menduduki beberapa desa di wilayah Makale-Rantepao saja.

Pesatnya perkembangan zaman, terjadi perubahan pola pikir masyarakatn.


Kaum dunia tidak lagi memandang drajat perbedaan kasta, yang sudah tidak berlaku
lagi untuk masyarakat modern dan semua golongan bisa memakai songkok Recca.
Namun magis dari songkok ini seolah tak pernah padam saat dipakai. Keistimewaan
songkok ini akan terlihat jika dipakai di atas kepala tokoh-tokoh penting, pejabat,
bangsawan, dan elit-elit lainnya. Kharisma pemakainya akan terlihat.

B. Saran
Adapun beberapa saran dari penulis yakni:
1. Kepada masyarakat Bone teruslah tingkatkan produksi kerajinan tangan Songkok
Recca agar dapat memperoleh hasil yang cukup banyak demi kebutuhan sehari-
hari. Kepada pemerintah setempat berilah perhatian yang lebih lagi untuk
masyarakat agar mereka dapat hidup dengan baik demi kesejahteraan keluarga dan
para pengrajin.
2. Untuk mempertahankan kerajinan songkok recca diharapkan usaha tersebut tidak
berhenti karena songkok recca diharapkan usaha tak berhenti karena songkok
recca merupakan ciri khas kabupaten Bone.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai