Anda di halaman 1dari 22

Integrasi Kekuasaan Agama dan Politik (Islam di Masa Rasulullah Saw.

570-
632 M)

Dosen Pengampu : Prof. Dr. Arrafie Abduh, M.Ag

Penyusun:

Afzico Muhammad Chandra

22290214688

Program Studi Hukum Keluarga Konsentrasi Tafsir Hadits

Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

2022
2

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb., Alhamdulillah puji syukur penulis ucapkan


kehadirat Allah Swt. atas rahmat-Nya sehingga penulisan makalah yang berjudul
“Integrasi Kekuasaan Agama dan Politik (Islam di Masa Rasulullah Saw. 570-632
M)” ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis mengucapkan terima kasih
kepada dosen pengampu mata kuliah Perkembangan Pemikiran dan Peradaban
Islam yakni Ustadz Prof. Dr. Arrafie Abduh, M.Ag yang telah memberikan
masukan dan arahan hingga terselesaikannya makalah ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah membantu dalam
penulisan makalah ini. Penulisan makalah ini masih terdapat kekurangan. Oleh
karena itu, penulis harapkan saran dan kritik dari pembaca untuk perbaikan
selanjutnya. Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca. Wassalamualaikum wr.wb.

Pekanbaru, 28 September 2022

Penulis
3

ABSTRAK
There are those who hold or think that Islam is a religion in the Western
sense, which has nothing to do with state affairs. According to this school, the
Prophet Muhammad was just an ordinary apostle like the previous apostles.
Whereas in reality it is not like that, the Prophet in the course of his life was the
leader of a country even though in the previous period only as a religious leader.
In his journey, the Prophet had established an Islamic state in Medina and the
Prophet became the head of his government who had the authority to solve all
problems that arose based on the constitution. Therefore, in Medina the Prophet
Muhammad had a position not only as the messenger of religion, but also as
head of state. In other words, the Prophet contained two powers, spiritual power
and power.

Keyword: Prophet, Power, Religion.


4

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR .................................................................................. 2
ABSTRAK .................................................................................................. 3
DAFTAR ISI................................................................................................ 4
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................. 5
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 6
C. Tujuan Makalah ............................................................................... 6
BAB II PEMBAHASAN
A. Riwayat Hidup Rasulullah ................................................................ 7
B. Kepemimpinan Rasulullah ............................................................... 9
C. Integrasi Kekuasaan Agama dan Politik......................................... 14
BAB III PENUTUP
A. Simpulan ........................................................................................ 20
B. Saran ............................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA
5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ada yang berpendirian atau berfikiran bahwa Islam adalah agama dalam
pengertian Barat, yang tidak ada hubungannya dengan urusan kenegaraan.
Menurut aliran ini Nabi Muhammad SAW hanyalah seorang rasul biasa seperti
rasul‐rasul sebelumnya, dengan tugas tunggal mengajak manusia kembali
kepada kehidupan yang mulia, dan Nabi tidak pernah dimaksudkan untuk
mendirikan dan mengepalai satu negara. Pendapat ini boleh jadi lahir karena
nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad itu tidak ada satupun yang memiliki
kekuasaan politik.
Padahal dalam kenyataannya tidak seperti itu, Rasulullah dalam perjalanan
hidupnya adalah pemimpin sebuah negara meskipun pada periode sebelumnya
hanya sebagai pemimpin agama. Islam sebagai agama yang dibawa Rasulullah
dapat menjadi prinsip‐prinsip moral atau etika dalam kehidupan bermasyarakat
dan bernegara dan dalam pelaksanaannya umat Islam bebas memilih sistem
manapun yang terbaik, walau Islam tidak menunjukkan preferensinya pada
sistem politik tertentu.
Di dalam Al-Quran pun terdapat isyarat-isyarat tentang politik atau
kepemimpinan itu sendiri, misalnya anjuran melakukan musyawarah (Ali Imran:
159), taat kepada pemimpin (An-Nisa: 59), larangan bersekongkol dengan
musuh (Al-Maidah: 51), dan lain-lain. Berangkat dari keterangan di atas, penulis
6

tertarik untuk membahas integrasi antara agama dan politik yang dicontohkan
Rasulullah, dampak politik terhadap dakwah.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka didapatlah rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana riwayat hidup Rasulullah?
2. Bagaimana kepemimpinan Rasulullah baik di kota Makkah dan di
Madinah?
3. Bagaimana integrasi kekuasaan politik dan agama?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka didapatlah tujuan sebagai
berikut:

1. Mengetahui pengertian jihad, tingkatan, serta tujuannya.


2. Mengetahui hadits-hadits yang berkenaan dengan jihad.
3.
7

BAB II

PEMBAHASAN

A. Riwayat Singkat Hidup Nabi Muhammad Saw.


1. Sebelum Menjadi Rasul
Nabi Muhammad lahir Saw lahir pada tanggal 20 April 571 M di
suatu tempat yang tidak jauh dari Ka‟bah. Ayahnya Abdulllah meninggal
dunia ketika dia masih dalam kandungan, sementara ibunya Aminah
wafat sewaktu dia berusia enam tahun. Kakeknya Abdul Muthalib
mengasuhnya selama dua tahun kemudian kakeknya itu pun meninggal
dunia pula dan dia diasuh oleh pamannya Abu Thalib.
Dua jenis pekerjaan yang dilakukannya sebelum menjadi Rasul.
Pertama, menggembala kambing ketika dia bersama ibu susuannya
Halimatus Sa‟diyah di desa.1 Beliau biasa menggembala kambing di
kalangan Bani Sa‟ad bin Abu Bakar dan di Makkah dengan imbalan
uang beberapa dinar.2 Kedua, berdagang ketika dia tinggal bersama
pamannya Abu Thalib, dia mengikuti pamannya itu berdagang ke negeri
Syam sampai dewasa dan dapat berdiri sendiri.
Selain berdagang dengan pamannya, beliau juga melakukan
kerjasama dagan dengan Khadijah, seorang janda kaya. Khadijah
memberinya modal untuk berdagang ke negeri Syam, dan beliau

1 Tradisi yang berjalan di kalangan bangsa Arab kala itu adalah mereka mencari wanita-wanita yang

bisa menyusui anaknya. Tujuannya adalah menjauhkan anak-anak mereka dari penyakit yang biasa menjalar di
daerah maju, agar tubuh bayi menjadi kuat, otot ototnya kekar,dan agar keluarga yang menyusui bisa melatih
bahasa Arab.
2 Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah, alih bahasa Agus Suwandi, Cet. (Jakarta Timur:

Ummul Qura, 2019), hlm. 121.


8

memperoleh untung besar. Khadijah tertarik pada kejujuran dan


akhlaknya yang baik, dan ingin menjadi istrinya setelah sebelumnya dia
berkali-kali menolak pinangan bangsawan Quraisy. Pernikahan
berlangsung ketika Nabi Muhammad berusia 25 tahun dan Khadijah 40
tahun dan melahirkan 2 anak laki-laki dan empat orang anak
perempuan. Masing-masing Qasim, Abdullah, Zainab, Rukayah, Ummu
Kalsum, dan Fatimah. Akan tetapi hanya anak perempuan yang
mencapai usia dewasa. Pun hanya Fatimah yang melahirkan dua anak
laki-laki, Hasan dan Husein dari perkawinannya dengan Ali bin Abi
Thalib.
Nabi Muhammad telah memperlihatkan kualitasnya sebagai seorang
pemimpin sewaktu beliau berusia 35 tahun. Ketika itu, kaum Quraisy
memperbaiki dinding Ka‟bah dan kemudian mereka bertengkar. Masing-
masing kabilah merasa lebih berhak meletakkan kembali Hakar Aswad
pada tempatnya. Akhirnya mereka meminta Nabi Muhammad
menyelesaikan persoalan itu. Nabi Muhammad meletakkan batu itu di
atas sehelai kain dan meminta para wakil kabilah memegang ujungnya
dan kemudian mengangkatnya bersama-sama.
Dari peristiwa di atas dapat diketahui bahwa Nabi Muhammad
sebagai seorang Al-Amiin telah mendapat kepercayaan penuh dari
pemimpin Quraisy untuk menyelesaikan persoalan dan perselisihan
yang terjadi di antara mereka. Modal kepercayaan iilah yang kelak
9

menjadi kunci sukses Nabi Muhammad dalam mengemban misi


kerasulannya.3

2. Diangkat Menjadi Rasul


Menjelang usianya yang ke-40, selama satu bulan dalam setiap
tahun Nabi Muhammad mengasingkan diri ke Gua Hira untuk merenungi
alam. Istrinya Khadijah memberi dukungan penuh terhadap
keinginannya itu, disediakannya makanan untuk dibawa Muhammad
sebagai bekal ke Gua Hira. Ketika usianya 40 tahun, pada tanggal 17
Ramadahn 611 M, malaikat Jibril mendatanginya untuk menyampaikan
wahyu Allah yang pertama yakni surat Al-Alaq: 1-5. Berarti secara
simbolis Nabi Muhammad telah dilantik sebagai Nabi akhir zaman.

B. Kepemimpinan Rasulullah
1. Di Kota Makkah

3 Syamruddin, Sejarah Peradaban Islam, (Riau: Badan Penelitian dan Pengembangan Fakultas
Ushuluddin UIN Suska Riau, 2007), hlm. 14.
10

Sebagaimana awam diketahui bahwa awal mula dakwah Rasulullah


di Makkah dilakukan secara tersembunyi. Hal ini berlangsung selama
bertahun-tahun (selama tiga tahun yakni pada saat Rasulullah berusia
41 hingga 43)4, dan cara ini dilakukan bukanlah karena kekhawatiran
Nabi Saw. terhadap dirinya. Kalau Allah memerintahkan agar melakukan
dakwah secara terang-terangan sejak hari pertama, niscaya Rasulullah

4 Abdul Somad, Sejarah Hidup Nabi Muhammad Saw, (Yogyakarta:Mutiara Media, 2019), hlm. 36.
11

Saw. tidak akan mengulurnya sedetik pun sekalipun harus menghadapi


resiko kematian.
Akan tetapi, Allah memberikan ilham kepadanya agar memulai
dakwah pada tahapan awal dengan rahasia dan tersembunyi agar tidak
menyampaikan kecuali kepada orang yang telah diyakini akan
menerimanya. Ini dimaksudkan sebagai pelajaran dan bimbingan bagi
para dai sesudahnya agar melakukan perencanaan secara cermat dan
mempersiapkan sarana-sarana yang diperlukan untuk mencapai
sasaran dan tujuan dakwah. Meskipun begitu, yang demikian tidaklah
boleh mengurangi rasa tawakkal kepada Allah.5
Berdasarkan hal itu, para pimpinan dakwah islam pada setiap masa
boleh menggunakan keluwesan dalam cara berdakwah baik itu dengan
tersembunyi maupun terang-terangan atau kelemahlembutan dan
kekuatan, sesuai dengan tuntutan keadaan dan situasi masa dimana
mereka hidup.6
Dakwah yang dilakukan Rasulullah pada fase Makkah, mulai dari
tahap pertama yaitu sembunyi-sembunyi hingga mengarah pada puncak
kemarahan kaum Quraisy yang berujung kepada kesepakatan untuk
membunuh Nabi, menunjukkan bahwa fase Mekkah adalah nihil dari
yang namanya tampuk kekuasaan. Sehinggalah orang-orang yang
merasa terancam/mengalami kerugian dengan adanya dakwah
Rasulullah itu sehingga dengan mudah mereka menghina, melecehkan
5 Diantara hikmah dakwah secara sembunyi-sembunyi yaitu dapat merumuskan sebuah hukum, bahwa

jika jumlah kaum muslimin sedikit atau lemah posisinya sehingga diduga keras mereka akan dibunuh oleh para
musuhnya tanpa kesalahan apapun, maka harus didahulukan kemaslahatan menjaga atau menyelamatkan jiwa.
6 Muhammad Sa‟id Ramadhan al-Buthy, Sirah Nabawiyah, alih bahasa Aunur Rafiq Shaleh Tamhid,

(Jakarta: Robbani Press, 2006), hlm. 71.


12

Nabi dengan melempar kotoran, pemboikotan, dan sebagainya. Macam-


macam kerugian itu bisa dalam bentuk eksistensi kekuasaan, kerugian
dalam sektor finansial oleh para pemahat patung7, persamaan antar
kalangan (antara bangsawan dan budak), hukum Islam yang egaliter
yakni tidak memandang status sosial, dan lain sebagainya.
2. Di Kota Madinah

7 Dengan seruan tauhid, tentu berhala dan patung sudah tidak laku lagi.
13

Berbeda dengan periode Makkah dimana umat Islam merupakan


kelompok minoritas, periode Madinah menjadi kelompok mayoritas.
Guna membina masyarakat yang baru itu, Nabi Muhammad meletakkan
dasar-dasar kehidupan bermasyarakat. Dasar pertama, pembangunan
masjid. Selain untuk tempat shalat, juga belajar, tempat bermusyawarah
merundingkan masalah-masalah yang dihadapi, bahkan juga berfungsi
sebagai pusat pemerintahan.
Dasar kedua, Nabi mempersaudarakan antara golongan Muhajirin
(muslim asal Mekah) dan kaum Ansar (muslim Madinah). Dengan
demikian, setiap muslim terikat dalam suatu persaudaraan dan
kekeluargaan. Hal ini berarti Nabi menciptakan suatu bentuk
persaudaraan yang baru, berdasarkan agama, menggantikan
persaudaraan berdasarkan kesukuan di zaman jahiliah.
Dasar ketiga, penduduk Madinah di awal kedatangan Nabi terdiri
dari tiga kelompok, yaitu bangsa Arab muslim, bangsa Arab non muslim
dan orang Yahudi. Untuk menyelaraskan hubungan antara tiga
kelompok itu/masyarakat yang heterogen itu, Nabi mengadakan
perjanjian dalam piagam yang disebut “Konstitusi Madinah”, yang isinya
antara lain: (1) Semua kelompok yang menandatangani piagam
merupakan suatu bangsa. (2) Bila salah satu kelompok diserang musuh,
kelompok lain wajib membelanya. (3) Masing-masing kelompok tidak
dibenarkan membuat perjanjian dalam bentuk apapun dengan orang
Quraisy.8 (4) Masing-masing kelompok bebas menjalankan ajaran

8 Dengan adanya larangan untuk membuat perjanjian kerjasama dengan pihak musuh, artinya
Rasulullah menutup semua celah yang merugikan negara yang dipimpinnya.
14

agamanya tanpa campur tangan kelompok lain. (5) Nabi Muhammad


adalah pemimpin seluruh penduduk Madinah dan dia menyelesaikan
masalah yang timbul antar kelompok.
Dari konstitusi di atas, dapat diketahui bahwa Nabi telah membentuk
negara Islam di Madinah dan Rasulullah menjadi kepala
pemerintahannya yang mempunyai otoritas untuk menyelesaikan segala
masalah yang timbul berdasarkan konstitusi. Oleh karena itu di Madinah
Nabi Muhammad mempunyai kedudukan bukan saja sebagai Rasul
agama, tetapi juga sebagai kepala negara. Dengan kata lain, dalam diri
Nabi terkumpul dua kekuasaan, kekuasaan spiritual dan kekuasaan
duniawi.
C. Integrasi Kekuasaan Agama dan Politik
Berdasarkan kesulitan-kesulitan yang dihadapi Nabi Muhammad di
Makkah dalam mengembangkan ajaran Islam, nabi Muhammad tentu
mengambil langkah untuk berhijrah sekaligus menyelamatkan diri dari
kondisi yang sulit bahkan mengancam nyawa. Perhatian Rasulullah dialihkan
kepada kota Madinah setelah sebelumnya masyarakat kota Thaif tidak
menerima kehadiran Nabi.9 Dan ternyata kota Madinah menjadi titik balik
dakwah Rasul, yang pada akhirnya menjadi negara super power dan
menguasai seluruh jazirah Arab. Adapun yang menjadi pembeda antara
dakwah Rasulullah di Makkah dengan Madinah, yang menjadi faktor
mengapa kesuksesan mudah diraih di Madinah10:

9 Katimin, Politik Islam, (Medan: PERDANA PUBLISHING, 2017), hlm. 48.


10 Walaupun sebenarnya faktor internal dari diri Rasulullah amat sangat mendominasi keberhasilan itu
sendiri misalnya: Akhlak beliau yang terpuji dan tanpa cela (gelaran al-Amiin yang disematkan kepada beliau itu
bukan dari Allah, adalah orang kafir yang berada di sekitar beliau yang memberikan gelar tersebut), karakter
15

a. Rasulullah memiliki tampuk kekuasaan


Perbedaan besar yang tampak pada dua kota tersebut ialah; bahwa
kota Makkah, kekuasaannya dipegang oleh para pembesar kafir
Quraisy, dimana dakwah dan kebangkitan Islam identik dengan
kehancuran posisi politik mereka.
Berbeda halnya dengan Madinah yang pada saat kedatangan
beliau, memang sedang membutuhkan sosok pemimpin yang disegani
oleh semua kalangan, dapat menyatukan kabilah besar yang bertengkar,
yakni Aus dan Khadraj.
Dan dengan kekuasaan tersebut, beliau dapat menggenggam
berbagai aspek fundamental, seperti pembangunan pusat dakwah
(masjid), memegang kendali militer (jendral perang), menciptakan pasak
perekonomian (pasar), serta sebagai kepala negara (membuat
perundingan, perjanjian, dan piagam).
Dengan adanya kekuasaan berada dalam genggaman Rasulullah,
dapat menepis apa-apa yang sebelumnya menjadi menjadi rintangan
dakwah semisal waktu yang ditempuh, energi yang terkuras, biaya, serta
penderitaan yang dialami tidaklah seberat apabila kita bercermin ke
periode Makkah yang lalu. Ringkasnya, dengan adanya kekuasaan
politik, sektor-sektor lain mudah untuk di dapatkan.

Rasulullah yang tidak mudah menyerah (tahan uji), penyampaian dakwahnya yang menggunakan hikmah dan
kebijaksanaan, perjuangannya menegakkan kebenaran dan menepis kebatilan tanpa pamrih harta, kekuasaan,
dan kemegahan dunia. Selengkapnya dapat dilihat dalam Mubasyaroh, “Pola Kepemimpinan Rasulullah SAW:
Cerminan Sistem Politik Islam”, Politea Jurnal Pemikiran Politik Islam, Vol. I No. 2 2018.
16

b. Ekonomi umat sudah berdiri tegak


Bangsa Arab dahulu sangat bergantung pada perdagangan, karena
dagang merupakan sarana terbesar untuk menghasilkan berbagai
kebutuhan hidup, dan mereka melakukan perdagangan ke Yaman pada
musim dingin dan ke Syam pada musim panas.
Ekonomi adalah alat vital suatu negara, sehingga langkah cerdas
yang dilakukan Rasulullah adalah menciptakan sarana agar
perdagangan dan ekonomi dapat tumbuh hingga berdiri kuat, yaitu
pasar. Selain itu, ia juga berfungsi sebagai stabilitas sosial politik dalam
pengembangan dan pembangunan Madinah sebagai sebuah pusat
pemerintahan dan perdagangan.
Jika kita balik sejenak pada periode Makkah, kita dapat mengambil
kesimpulan bahwa ekonomi umat Islam tengah menuai krisis. Sekalipun
Abu Bakar (pengikut setia Rasulullah), Khadijah (istri Rasulullah) adalah
bangsawan kaya, namun apa daya kekayaan tersebut justru terkuras
demi kepentingan dakwah seperti membeli budak yang masuk Islam
(Bilal bin Rabbah), dan kebutuhan dakwah lain.
c. Ketiadaan penekanan dan penindasan
Pada saat di Makkah, berbagai penderitaan yang diberikan oleh
pemuka kafir seperti Abu Jahal, Abu Lahab, dan sebagainya begitu keji
mengakibatkan Rasulullah berusaha keras mencari tempat perlindungan
yang aman bagi para pengikutnya.
Sampai-sampai beliau menyuruh para pengikutnya untuk
meninggalkan kota Makkah tuk pergi ke negeri Habasyah, guna
17

bernaung dibawah Raja Najasyi yang adil. Tak hanya itu, kaum kafir
terus mencari cara untuk menghambat dakwahnya bahkan sampai
memboikot umat Islam dan bani Hasyim (keluarga Rasulullah) dari kota
Makkah.
Efeknya, mereka menderita kelaparan, kesengsaraan tiada
bandingnya. Begitu sulitnya keadaan hingga ada diantara mereka yang
memakan dedaunan kering yang jatuh dari pohon. Pemboikotan yang
keji itu berlangsung selama lebih kurang tiga tahun lamanya.
Berbanding terbalik dengan keadaan umat Islam saat di Madinah.
Bahkan kedatangan Rasulullah dan pengikutnya disambut dengan
sukacita. Umat Islam jauh dari kata penindasan, ejekan, boikot dan
lainnya.
Dalam melakukan aktivitas dakwahnya, dengan adanya kekuasaan
politik, Nabi Muhammad Saw. lebih mudah dalam menggunakan berbagai
media untuk penyebaran pesan-pesan agama Islam, tidak saja terbatas
pada dakwah quliyah bil lisan, dan dakwah fi’liyah bil uswah, lebih jauh
Rasulullah dengan media penggunaan dakwah bi ar-rasail atau dakwah
melalui surat digunakan untuk mengajar para pembesar masuk agama
Islam.
Untuk menyampaikan misi-misi dakwah, Nabi Muhammad Saw.
menggunakan strategi yang sangat tepat. Nabi mengutus beberapa sahabat
yang ahli di bidang strategi politik dan berdiskusi untuk menyampaikan misi
18

dakwah tersebut. Di antara sahabat Nabi Saw. yang diutus menjadi misi
dakwah Islamiyah tersebut, antara lain11 :
a. Amr bin Umayyah Adh-Dhamiri. Mula-mula ia diutus membawa suratnya
kepada An-Najasi Raja Ethopia. Kemudian kepada Musailamah Al-
Kadzzab dengan membawa surat pula. Setelah itu ia diutus pula kepada
Farwah bin Amr Al-Juzami, Gubernur Romawi di Amman, untuk
mengajak masuk Islam.
b. Dahyah bin Khalifah Al-Khalabi, diutus membawakan surat kepada
Heraclius, Kaisar Romawi.
c. Abdullah bin Hudzaifah, diutus membawakan surat kepada Kisra, Raja
Persia.
d. Suja‟ bin Wahhab Al-Asadi, diutus membawakan surat kepada Al-Harits
bin Syamar di Syiria.
e. Salith bin „Amr Al-Amiri, diutus membawakan surat kepada Hudzah bin
Ali dan kepada Tsamamah bin Astal di Yamamah.
f. Hatib bin Abi Balta‟ah diutus membawakan surat kepada Muqauqis,
gubernur Romawi di Mesir.
g. Al-I‟la bin Al-Hadhrami, diutus membawakan surat kepada Al-Mundzir
bin Sawi , Raja Bahrain.
h. Al-Muhajir bin Umayah Al-Makhzumi, diutus kepada Al-Harits bin Kilal di
Yaman, untuk mengajaknya masuk Islam.

11 Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2018), hlm. 81-84.
19

i. Abu Musa Al-Asy‟ari, diutus ke satu daerah di Yaman untuk


menyampaikan dakwah dan ajaran serta pengajaran tentang hukum-
hukum Islam.
j. Muadz bin Jabal, diutus ke daerah Yaman lainnya dengan tugas yang
sama dengan Abu Musa Al-Asy‟ari.
k. Ali bin Abi Thalib, juga diutus ke Yaman.
l. Jarir bin Abi Abdillah Al-Bajali diutus kepada Dzi Kilak dan Dzi Imrah.
m. Uyainah bin Hisyam Al-Fazawi diutus kepada Aslam dan Ghafar.
n. Buraidah bin Al-Hasib Al-Aslami diutus untuk mengajak kaumnya, Bani
Juhainah.
o. Rafi‟ bin Makits Al-Juhaini diutus mengajak kaumnya Bani Juhainah.
p. Amr bin Ash diutus kepada Raja „Uman di Teluk Persia yang bernama
Jaifar dan saudaranya Abdu dengan membawa surat dari Nabi Saw.
Kemudia dia diutus lagi kepada Bani Fuzarah di Ghaffan.
q. Ad-Dhahak bin Sufyan bin Auf diutus untuk mengajak kaumnya.
r. Yasar bin Sufyan Al-Ka‟bi diutus untuk mengajak kaumnya Bani Ka‟ab.
s. Usamah bin Zaid diutus kepada Harakat dar Kabilah Juhainah.

Dengan misi atau utusan yang diterjunkan oleh Nabi Muhammad Saw
untuk menyampaikan dakwah Islam kepada para pembesar negara-negara
tetangga, maka Islam telah diperkenalkan oleh Nabi Muhammad kepada
negara-negara tetangga sekitar Arab. Pendekatan melalui strategi politik ini
sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan dakwah Islam pada masa
yang akan datang.
20

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan :
1. Nabi Muhammad sebagai seorang Al-Amiin telah mendapat
kepercayaan penuh dari pemimpin Quraisy untuk menyelesaikan
persoalan dan perselisihan yang terjadi di antara mereka. Modal
kepercayaan iilah yang kelak menjadi kunci sukses Nabi Muhammad
dalam mengemban misi kerasulannya.
2. Nabi telah membentuk negara Islam di Madinah dan Rasulullah
menjadi kepala pemerintahannya yang mempunyai otoritas untuk
menyelesaikan segala masalah yang timbul berdasarkan konstitusi.
Oleh karena itu di Madinah Nabi Muhammad mempunyai kedudukan
bukan saja sebagai Rasul agama, tetapi juga sebagai kepala negara.
Dengan kata lain, dalam diri Nabi terkumpul dua kekuasaan,
kekuasaan spiritual dan kekuasaan
3. Dalam melakukan aktivitas dakwahnya, dengan adanya kekuasaan
politik, Nabi Muhammad Saw. lebih mudah dalam menggunakan
berbagai media untuk penyebaran pesan-pesan agama Islam, tidak
saja terbatas pada dakwah quliyah bil lisan, dan dakwah fi’liyah bil
uswah, lebih jauh Rasulullah dengan media penggunaan dakwah bi
ar-rasail atau dakwah melalui surat digunakan untuk mengajar para
pembesar masuk agama Islam.
21

B. Saran
1. Pembaca dapat menelusuri hadits tentang politik dan kepemimpinan
2. Pembaca dapat menelaah lebih dalam mengenai integrasi agama dan
politik melalui referensi lain, atau dengan diskusi.
22

DAFTAR PUSTAKA

Al-Buthy, Muhammad Sa‟id Ramadhan. 2006. Sirah Nabawiyah, alih bahasa


Aunur Rafiq Shaleh Tamhid. Jakarta: Robbani Press
Amin, Samsul Munir. 2018. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Amzah
Al-Mubarakfuri, Shafiyyurrahman. 2019. Sirah Nabawiyah, alih bahasa Agus
Suwandi. Jakarta Timur: Ummul Qura
Katimin. 2017. Politik Islam, Medan: PERDANA PUBLISHING
Mubasyaroh, “Pola Kepemimpinan Rasulullah SAW: Cerminan Sistem Politik
Islam”, Politea Jurnal Pemikiran Politik Islam, Vol. I No. 2 2018.
Somad, Abdul. 2019. Sejarah Hidup Nabi Muhammad Saw, Yogyakarta: Mutiara
Media

Anda mungkin juga menyukai