Sebagai tempat berkumpulnya manusia yang berintelektual, memang tidaklah
disalahkan jika Mahasiswa melakukan protes terhadap pemerintah dengan berbagai cara, mulai dari diplomasi tertutup hingga demonstrasi yang anarkis. Demikian juga halnya dengan tenaga pengajar atau dosen, hampir disetiap memberikan kuliah menyinggung tentang buruknya kinerja orang lain (pemerintah). Tetapi, yang menjadi pertanyaan besar bagi kita adalah apakah diinternal kita (Unri) sudah lebih baik dari objek yang kita protes tersebut?? Jika pertanyaan ini diajukan kepada seluruh Mahasiswa Unri, tentulah mereka akan menjawab dengan kata ‘tidak’ lebih baik. Karena elemen yang ada di Unri (BEM Unri dan ‘penduduk’ Rektorat) pada saat ini hanya mampu memberikan argumen tanpa memberikan solusi dan payung hukum yang jelas tentang masalah yang ada di Unri pada saat ini. Niat hati memang tidak membenarkan, tetapi tidak berani untuk melarang dengan sikap yang tegas terhadap kejadian yang tidak sepatutnya ada di lingkungan universitas ini. Mereka bagaikan “macan ompong” yang tidak mampu mengunyah makanan untuk ditelan dengan sempurna supaya pencernaannya tidak terganggu. Ada beberapa aspek yang dapat kita jadikan referensi untuk membuktikan bahwa BEM Unri dan ‘Penduduk’ rektorat dikatakan sebagai “macan ompong”, yakni tentang : 1. larangan sponsorship dan periklanan (permanen ataupun nonpermanen) di kampus Unri. Dalam hal ini terkhusus rokok. 2. larangan mengadakan kegiatan pada malam hari di kampus Unri 3. tidak diperbolehkannya mengadakan kegiatan “Kemah Bhakti Mahasiswa” dalam bentuk apapun yang nota bene kegiatannya diadakan beberapa hari dan bermalam serta berada di luar kampus Unri. 4. adanya ‘orang asing’ yang membuat kegiatan di area kampus tanpa berkoordinasi dengan pihak yang mengelola kampus secara administratif. 5. penggusuran para pedagang makanan tanpa memberikan solusi secara manusiawi. 6. tanggapan BEM Unri tentang transparansi keuangan Unri (trendnya disebut dana satu juta) 7. pengelolaan UP2B yang tidak profesional. BEM Unri sebagai sarana menyalurkan aspirasi seluruh Mahasiswa di Unri tidaklah seideal yang kita bayangkan selama ini. Mereka dinilai setengah-setengah dalam mendorong perubahan yang ada di Unri. Mari kita lihat bersama: ditolaknya sponsorship, tidak diperbolehkannya mengadakan kegiatan dimalam hari di kampus, larangan tentang KBM, dan pemasalahan yang lain tak kunjung terselesaikan sampai sekarang. Sponsorship tetap masuk ke kampus, di Fisip Unri Kampus Bina Widya Panam baru-baru ini sukses melakukan acara festival Band top tennya sampai malam hari sehingga ada ketangkap basah sedang meminum minuman keras di bawah pohon rindang Fisip tersebut, serta hampir seluruh Himpunan Mahasiswa pada setiap jurusan atau program studi mengadakan kegiatan ‘Kemah Bhakti Mahasiswa’ dengan bermacam-macam bentuk nama dan jenis kegiatan. Saya tidak berani menyalahkan pihak rektorat, sebab saya memiliki tempat untuk menyalurkan aspirasi mengenai kebobrokan sistem yang di Unri pad saat ini, yakni BEM Unri. Dimana peranan BEM selaku abang dalam mengelola adik-adiknya untuk menuju kearah yang lebih baik sesuai dengan kondisi kita dilingkungan akademis dan intelektual ini. Saya malu ketika hal ini diketahui oleh masyarakat yang bukan keluarga besar di Unri tentang ketidakberdayaan BEM dalam menanggulangi masalah yang sepele ini dibandingkan fungsi besarnya sebagai pengontrol masyarakat dan pemerintahan atau agen of changes. Menurut saya BEM Unri tidak perlulah beretorika tentang buruknya peranan pemerintahan yang ada, sebab di internal dulu yang harus diperbaiki yaitu kondisi Unri yang sangat memprihatinkan ini. Atau jangan pernah ada ungkapan untuk melarang hal tersebut diatas jika belum ada tekad yang bulat serta keberanian bertindak untuk melakukan pelarangan tersebut. Semoga hati kita tergugah melihat kondisi Unri ini, hanya ada larangan dengan beretorika tanpa aksi yang nyata.
M. Zainuddin Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Fisip Unri angkatan ‘04