Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN TUGAS KULIAH LAPANGAN

KEGIATAN PELATIHAN DAN SERTIFIKASI OPERATOR K3


UMUM DI FAVEHOTEL PRABUMULIH

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Mata Kuliah Kuliah


Kerja Lapangan (KKL) Pada Program Studi Teknik Pertambangan
Fakultas Teknik
Universitas Prabumulih

Oleh :
Ketua kelompok 1. Wahyu pratama (2020310013)

Anggota
2. Joandra Permana (2020310005)
3. Anugra Arga Seprian (2020310002)
4. Feddrian Tri Saputra (2020310019)

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS PRABUMULIH
2022
IDENTITAS DAN PENGESAHAN LAPORAN
KEGIATANPELATIHAN DAN SERTIFIKASI
OPERATOR K3 DI FAVEHOTEL PRABUMULIH

1. Judul :
Laporan Kegiatan Pelatihan dan Sertifikasi Operator K3 di
FavehotelPrabumulih

2. Peserta Pelatihan :
Ketua Kelompok : Wahyupratama
(2020310013)

Anggota :
1) Joandra permana (2020310005)
2) Anugra arga seprian (2020310002)
3) Feddrian tri saputra (2020310019)

3. Lokasi Pelatihan
Fave Hotel Prabumulih

Prabumulih, 2 Juni 2022


Pembimbing Laporan,

Yuniar pratiwi, S.Si., M.Si.


NIY. 199106062016080038

ii
HALAMAN PERSETUJUAN

Laporan kuliah kerja lapangan dengan judul kegiatan pelatihan dan sertifikasi
operator K3 di Fave Hotel Prabumulih telah di pertahankan dihadapan tim penguji kuliah
kerja lapangan (KKL) Program Studi Teknik Pertambangan Fakultas Teknik Universitas
Prabumulih pada hari kamis 2 juni 2022,dan telah di perbaiki ,diperiksa,serta disetujui
dengan masukan tim penguji kuliah kerja lapangan (KKL).

Prabumulih, 2 Juni 2022


Tim penguji kuliah kerja lapangan
Ketua :

1. Ahmad Husni, S.T., M.T.


NIY. 196910061999100003

Anggota :

2. Suhardiman Gumanti, S.T., M.T.


NIY. 197002211999100001

3. Yuniar Pratiwi, S.Si., M.Si.


NIY. 199106062016080038

4. Reni Arisanti, S.T., M.T.


NIY. 197701072014090041

5. Rodiyah Nusani, S.Si., M.Si.


NIY. 197803012011100028

Mengetahui,
Ketua Fakultas Teknik Prabumulih Ketua Prodi Fakultas Telnik

Ahmad Husni, S.T., M.T. Yuniar Pratiwi, S.Si., M.Si.


NIY. 196910061999100003 NIY. 199106062016080038

iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Kuliah Kerja Lapangan
dengan judul kegiatan pelatihan dan sertifikasi Operator K3 Umum Di Fave Hotel
Prabumulih, sebagai usaha untuk memenuhi kurikulum pada Jurusan Teknik Pertambangan
Fakultas Teknik Universitas Prabumulih sesuai dengan waktu yang diberikan.
Tak ada satu pun pekerjaan yang dapat dilakukan sendirian, kami juga mengucapkan
banyak terima kasih kepada pembimbing kami, Bapak Ahmad Husni, S.T., M.T. Ibu Yuniar
Pratiwi, S.Si., M.Si. yang telah membimbing kami pada saat melaksanakan Kuliah Kerja
Lapangan.
Serta kami juga mengucap syukur kepada sahabat-sahabat,orang tua dan semua
pihak yang telah berperan dalam penyelesaian makalah ini. Kami menyadari sepenuhnya
bahwa di dalam penyusunan Laporan ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan.
Oleh karena itu, kami sangat mengharapakan tanggapan, krtik dan saran dari semua pihak
demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan seluruh umat, Amin.
Daftar Isi

1. Judul : ............................................................................................................................... 2
2. Peserta Pelatihan :............................................................................................................. 2
3. Lokasi Pelatihan ............................................................................................................... 2
KATA PENGANTAR ............................................................................................................. 4
Daftar Isi .................................................................................................................................. 5
1. Nama Kegiatan ................................................................................................................. 6
2. Maksud dan tujuan............................................................................................................ 6
3. Dasar Teori ....................................................................................................................... 6
4. Hasil dan Pembahasan...................................................................................................... 2
4.2 Melakukan Komunikasi K3 .......................................................................................... 5
4.3 Mengawasi Pelaksanaan Izin Kerja .............................................................................. 7
4.4 Melakukan Pengukuran Faktor Bahaya di Tempat Kerja............................................. 9
4.5 Mengelola Alat Pelindung Diri (APD) ....................................................................... 11
4.6 Menerapkan Program Pelayanan Kesehatan Kerja..................................................... 15
4.7 Menerapkan Manajemen Risiko K3 ........................................................................... 17
5. PENUTUP ...................................................................................................................... 21
5.2 Saran ........................................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 23
LAMPIRAN........................................................................................................................... 24
1. Nama Kegiatan
Pelatihan dan Sertifikasi Operator K3 Umum di Favehotel Prabumulih

2. Maksud dan tujuan


Maksud dan tujuan laporan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ini adalah
1. Mengetahui rancangan strategi pengendalian risiko K3 di tempat kerja
2. Mengetahui kegiatan dalam komunikasi K3
3. Mengetahui pengawasan pelaksanaan izin kerja
4. Mengetahui pengukuran faktor bahaya di tempat kerja
5. Mengetahui pengelolaan Alat Pelindung Diri (APD) di tempat kerja
6. Mengetahui penerapan program pelayanan kesehatan kerja
7. Mengetahui penerapan manajemen risiko K3

3. Dasar Teori
Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) adalah semua ilmu dan penerapannya
untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja (PAK),
kebakaran, peledakan dan pencemaran lingkungan. Keselamatan kerja atau safety
adalah suatu usaha untuk menciptakan keadaan lingkungan kerja yang aman bebas
dari kecelakaan.
Sesuai dengan UU ketenagakerjaan tahun 2003, setiap pekerja berhak
mendapatkan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja (UU Keselamatan Kerja) mengatur
tentang prinsip-prinsip dasar yang berkaitan dengan pelaksanaan keselamatan kerja.
Semua kecelakaan harus dilaporkan kepada pejabat yang ditunjuk oleh
Menteri Ketenagakerjaan. UU keselamatan kerja mencantumkan daftar industri
yang memerlukan pemeriksaan kesehatan pekerja sebelum bekerja. Pemeriksaan
kesehatan tahunan juga harus dilakukan.
Kecelakaan adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan atau
tidak disengaja serta tiba-tiba dan menimbulkan kerugian, baik harta maupun jiwa
manusia. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja
atau sedang melakukan pekerjaan disuatu tempat kerja.

1
2

Keselamatan kerja adalah menjamin keadaan, keutuhan dan kesempurnaan,


baik jasmaniah maupun rohaniahmanusia serta hasil karya dan budayanya tertuju
pada kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan manusia pada khususnya.
Untuk menciptakan lingkungan kerja yang benar-benar aman adalah hal yang
sulit. Namun untuk mengurangi resiko terjadinya kecelakaan dalam bekerja adalah
hal yang mungkin dilakukan. Prosedur keselamatan di tempat kerja akan benar-
benar dilaksanakan dengan baik apabila sudah mengetahui dengan jelas
keselamatan kerja itu. Untuk itulah perlu dijelaskan terlebih dahulu panduan
mengenai keselamatan kerja. Penerapan panduan keselamatan kerja disuatu
lingkungan pekerjaan merupakan cara yang paling baik untuk menciptakan
lingkungan kerja yang lebih aman dan kondusif. Untuk itulah diperlukan kesadaran
dari seluruh karyawan dalam menerapkan panduan tersebut. Isi panduan
keselamatan kerja setiap perusahaan tentu berbeda satu sama lain. Namun pada
dasarnya, ada beberapa poin penting yang tercakup dalam berbagai panduan
tersebut.
Keselamatan kesehatan kerja (K3)
Menurut filosofi (Mangkunegara)
Suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan
jasmani maupun rohani tenaga kerja khususnya dan manusia pada umumnya serta
hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur.
Menurut (keilmuan)
Semua ilmu dan penerapannya untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja,
Penyakit Akibat Kerja (PAK), kebakaran peledakan daan pencemaran lingkungan.

4. Hasil dan Pembahasan

Setelah Melakukan Pelatihan Operator (K3) Umum terdapat beberapa


tahapan yang di lakukan antara lain sebagai berikut :

4.1 Merancang Strategi Pengendalian Risiko K3 di Tempat Kerja

Untuk merancang strategi pengendalian risiko K3 di tempat kerja dapat


dilakukan dengan metode Hirarc (hazard identification risk assessment and risk
control) atau disebut dengan Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dan
Pengendalian Risiko.
Identifikasi bahaya dilaksanakan guna menentukan rencana penerapan K3 di
lingkungan perusahaan. Identifikasi bahaya termasuk di dalamnya ialah
3
identifikasiaspek dampak lingkungan operasional perusahaan terhadap alam dan
penduduk sekitar di wilayah perusahaan menyangku beberapa elemen sepertti
tanah, air, udara, sumber daya energi serta sumber daya alam lainnya termasuk
aspek flora dan fauna di lingkungan perusahaan.
Identifikasi bahaya yang dilaksanakan memperhatikan faktor-faktor bahaya
sebagaiberikut:
1. Biologi (jamur, virus, bakteri, mikroorganisme, tanaman, binatang).

2. Kimia (bahan/material/gas/uap/debu/cairan beracun, berbahaya, mudah


meledak/menyala/ terbakar, korosif, iritan, bertekanan, reaktif, radioaktif,
oksidator, penyebab kanker, bahaya pernapasan, membahayakan
lingkungan,dsb).
3. Fisik/Mekanik (Ketinggian, Konstruksi, Mesin/Alat/Kendaraan/Alat Berat,
Ruang Terbatas, Tekanan, Kebisingan, Suhu, Cahaya, Listrik, Getaran,
Radiasi).
4. Ergonomis (Gerakan Berulang, Postur/Posisi Kerja, Pengangkutan Manual,
Desain Tempat Keja/Alat/Mesin).
5. Psikologi/Sosial (Stress, Kekerasan, Pelecehan, Pengucilan, Lingkungan,
Emosi Negatif).

Penilaian resiko adalah perkalian antara tingkat kekerapan (probability) dan


keparahan (severity) dari suatu kejadian yang dapat menyebabkan kerugian.
Pengendalian risiko adalah suatu upaya pengendalian potensi bahaya yang
ditemukan di tempat kerja. Pengendalian risiko perlu dilakukan sesudah
menentukan prioritas risiko. Metode pengendalian dapat diterapkan berdasarkan
hierarki dan lokasi pengendalian. Hierarki pengendalian merupakan upaya
pengendalian mulai dari efektivitas yang paling tinggi hingga rendah, sebagai
berikut:

(menurut javaro.co.id)
4
5

Berikut penjelasan dari hierarki pengendalian:


1. Eliminasi
Eliminasi merupakan langkah pengendalian yang menjadi pilihan pertama
untuk mengendalikan pajanan karena menghilangkan bahaya dari tempat
kerja. Namun, beberapa bahaya sulit untuk benar-benar dihilangkan dari
tempat kerja.
2. Subtitusi
Subtitusi merupakan upaya penggantian bahan, alat atau cara kerja dengan
alternatif lain dengan tingkat bahaya yang lebih rendah sehingga dapat
menekan kemungkinan terjadinya dampak yang serius.
3. Rekayasa engineering
Rekayasa engineering merupakan pengendalian rekayasa desain alat dan/atau
tempat kerja. Pengendalian risiko ini memberikan perlindungan terhadap
pekerja termasuk tempat kerjanya.
4. Pengendalian administrasi
Pengendalian administrasi berfungsi untuk membatasi pajanan pada pekerja.
Pengendalian administrasi diimplementasikan bersamaan dengan
pengendalian yang lain sebagai pendukung.
5. Alat Pelindung Diri (APD)
Alat Pelindung Diri (APD) dalam mengendalikan risiko keselamatan dan
kesehatan kerja merupakan hal yang sangat penting, khususnya terkait bahaya
biologi dengan risiko yang paling tinggi terjadi, sehingga penggunaan APD
menjadi satu prosedur utama di dalam proses asuhan pelayanan kesehatan.

(menurut javaro.co.id)

4.2 Melakukan Komunikasi K3


Melakukan komunikasi K3 guna menjamin penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3), maka Perusahaan perlu menyusun
sistem komunikasi untuk mendukung pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja yang baik di tempat kerja. Komunikasi meliputi komunikasi
internal antar bagian maupun sesama bagian dalam struktur organisasi Perusahaan
maupun komunikasi eksternal dengan pihak lain seperti kontraktor, pemasok,
6

pengunjung, tamu dan masyarakat luas maupun pihak ke tiga yang bekerja sama
dengan perushaaan berkaitan dengan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja).
Komunikasi dapat melalui beragam media, cara dan teknologi yang secara efektif
dapat menyampaikan pesan kepada semua pihak yang perlu mendapat informasi
berkaitan dengan penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Komunikasi internal adalah segenap komunikasi yang secara khusus
diarahkan pada pihak-pihak dalam lingkungan perusahaan misalnya para pekerja.
1. Informasi-informasi yang termasuk dalam komunikasi internal antara lain:
a. Merencanakan Proses Kegiatan Komunikasi K3
1) Mengidentifikasi permasalahan K3 yang terjadi ditempat kerja.
2) Mempertimbangkan permasalahan K3 yang terjadi diluar
perusahaan sebagai masukan.
3) Menentukan petugas K3 yang menangani komunikasi, tugas dan
tangung jawabnya.
4) Mengidentifikasi sumber dan cara akses informasi sesuai
permasalahan K3.
b. Melaksanakan proses komunikasi K3
1) Safety Induction
Safety Induction merupakan program mendasar dalam
mendisiplinkan pegawai atau pekerja, yaitu dengan memberikan
induksi atau pengarahan dan orientasi tentang pekerjaan dan
aspek keselamatan kerjanya. Induksi dilakukan terutama bagi
pegawai baru atau dipindahkan.
2) Safety Talk
Safety Talk adalah pertemuaan yang dilakukan rutin dengan para
pekerja atau karyawan yang biasanya di pimpin oleh personel
safety (HSE) untuk membicarakan dan mengingatkan akan
potensi-potensi bahaya di tempat kerja.
3) Safety Meeting/Brefing
Safety Meeting/Brefing adalah rapat singkat yang diikuti oleh
karyawan atau pekerja sebelum melakukan aktifitas kerja.
7

4) Poster, Simbol K3, Media Sosial


Memasang Poster, simbol K3, dan menyebarkan melalui lewat
media sosial termasuk kedalam melakukan aktifitas komunikasi
K3.
Komunikasi eksternal adalah segenap kegiatan komunikasi yang diarahkan
pada publik di luar perusahaan misalnya masyarakat sekitar, pemerintah,
kontraktor.
2. Informasi-informasi terkait komunikasi eksternal antara lain:
a. Pemerintah
b. Kontraktor
3. Informasi-informasi terkait komunikasi eksternal dengan pengunjung/tamu
antara lain:
a. Persyaratan-persyaratan K3 untuk tamu.
b. Prosedur evakuasi darurat.
c. Aturan lalu lintas di tempat kerja.
d. Aturan akses tempat kerja dan pengawalan.
e. APD (Alat Pelindung Diri) yang digunakan di tempat kerja.
( Menurut Adzim,. Ilma,. Hebbie. 2007.)

4.3 Mengawasi Pelaksanaan Izin Kerja


Izin kerja (dikenal juga dengan istilah work permit, permit to work, atau surat
izin kerja aman) adalah sebuah dokumen atau izin tertulis yang digunakan untuk
mengontrol jenis pekerjaan tertentu yang berpotensi membahayakan pekerja. Izin
kerja diperlukan untuk mengidentifikasi pekerjaan yang akan dilakukan, potensi
bahaya yang berhubungan dengan pekerjaan yang akan dilakukan, dan tindakan
pencegahan atau pengendaliannya.
Izin kerja juga biasanya dilengkapi dengan dokumen pendukung seperti job
safety analysis (JSA) dan tool box checklist. Contoh pekerjaan yang membutuhkan
izin kerja adalah pekerjaan yang mengharuskan pekerjanya masuk dan bekerja di
ruang terbatas, kegiatan memperbaiki, memelihara atau memeriksa instalasi listrik,
dan pengoperasian alat berat.
8

Izin kerja dikeluarkan oleh pengawas/ supervisor/ pelaksana kepada


subkontraktor/ mandor atau pekerja yang akan memasuki area berbahaya atau
melaksanakan pekerjaan yang dianggap berbahaya. Sebelum memberikan izin
kerja, pengawas/ supervisor/pelaksana biasanya akan melakukan pemeriksaan
terhadap hal-hal berikut ini:
1. Kesehatan pekerja.
2. Kelengkapan sarana dan prasarana kerja (termasuk APD yang berhubungan
dengan pekerjaan yang hendak dilakukan).
3. Kondisi terbaru di lokasi pekerjaan, apakah terdapat hal-hal yang
membahayakan atau tidak.
4. Hal-hal yang berhubungan dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di
lokasi kerja tersebut.
5. Bila hasil pemeriksaan menunjukkan tidak ada hal-hal yang dapat
membahayakan pekerja dan lokasi kerja dinyatakan aman, maka izin kerja
harus di tanda tangani oleh orang yang berwenang (authority person) dan
pekerja yang terlibat di lapangan.
Izin kerja diperlukan jika:
1. Pekerjaan dilaksanakan oleh kontraktor.
2. Terdapat potensi kekurangan oksigen (oxygen deficiency) atau kadar oksigen
berlebih.
3. Terdapat potensi atmosfer mudah terbakar atau meledak.
4. Terdapat potensi suhu ekstrem atau tekanan tinggi.
5. Terdapat paparan bahan kimia berbahaya dan beracun.
6. Memasuki ruang terbatas.
7. Bekerja di ketinggian.
8. Melakukan kegiatan perbaikan, pemeliharaan, atau pemeriksaan instalasi
listrik.
9. Melakukan kegiatan perbaikan atau pemeliharaan peralatan atau di lokasi
yang mengandung bahan atau kondisi berbahaya.
10. Melakukan kegiatan penggalian.
11. Mengoperasikan alat berat.
9

12. Melakukan kegiatan yang berhubungan dengan mesin berputar atau bergerak.
13. Melakukan kegiatan yang berhubungan dengan bahan radioaktif.
14. Melakukan kegiatan penguncian atau isolasi sumber energi berbahaya.
Izin kerja harus dibuat secara spesifik dan hanya berlaku bila kondisi
pekerjaan tidak berubah. Izin kerja biasanya hanya berlaku singkat, selama 8 jam
atau satu shift, dan berlaku tidak lebih dari satu hari. Rentang waktu yang ditetapkan
dalam izin kerja biasanya dimulai pukul 07.00 pagi hingga pukul 17.00 waktu
setempat atau jam kerja yang berlaku di tempat tersebut.
Bila kondisi lingkungan pekerjaan berubah (hujan, pergantian shift, dll.),
maka izin kerja harus diperiksa kembali sesuai kondisi lingkungan kerja saat itu.
Izin kerja sebelumnya harus diganti dengan izin kerja baru atau bila ada perubahan
lingkungan dianggap tidak berpengaruh secara signifikan terhadap keselamatan
kerja, maka izin kerja dapat dipergunakan kembali.
Apabila pekerjaan yang sedang berlangsung memerlukan perpanjangan
waktu melebihi waktu yang telah ditetapkan pada surat izin kerja, Anda harus
memperbaharuinya dan disahkan oleh pengawas pekerjaan di lokasi tersebut.
Intinya, izin kerja merupakan alat yang efektif untuk membantu
mengidentifikasi dan mengendalikan bahaya, mencegah cedera, dan menghindari
kecelakaan fatal di tempat kerja. Semua pekerja harus memahami persyaratan izin
kerja dan mengapa izin kerja diperlukan sebelum memulai pekerjaan.
( menurut Safety Sign Indonesia )

4.4 Melakukan Pengukuran Faktor Bahaya di Tempat Kerja

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2018


Tentang K3 Lingungan Kerja yang mewajibkan setiap pengusaha atau pengurus,
wajib melaksanakan syarat-syarat K3 lingkungan kerja di perusahaannya.
Pelaksanaan syarat-syarat K3 ini dilakukan untuk mewujudkan lingkungan kerja
yang aman, sehat dan nyaman dalam rangka mencegah kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja.
Pengukuran dan pengendalian lingkungan kerja ini meliputi faktor-faktor
seperti faktor fisika, kimia, biologi, ergonomic dan psikologi terhadap tenaga kerja.
Pengukuran lingkungan kerja ini harus dilakukan sesuai dengan metoda uji yang
10

ditetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI). Namun, jika terdapat metode uji yang
belum ditetapkan dalam SNI, maka pengukuran dapat dilakukan menggunakan
standar yang telah divalidasi oleh lembaga yang berwenang.
Pengendalian lingkungan kerja dapat dilakukan setelah pengukuran
dilakukan. Hal ini dilakukan agar tingkat pajanan faktor kimia dan fisika berada di
bawah nilai ambang batas (NAB), serta faktor-faktor seperti faktor biologi,
ergonomic dan psikologi dapat memenuhi standar. Pengendalian lingkungan kerja
dapat dilakukan sesuai dengan hirarki pengendalian, mulai dari eliminasi, subtitusi,
rekayasa engineering, administratif, hingga penggunaan alat pelindung diri.
Hal–hal yang harus dilakukan untuk melakukan pengukuran faktor bahaya di
tempat kerja:
1. Mempersiapkan pengukuran faktor bahaya di tempat kerja
a. Mengelompokkan faktor bahaya di tempat kerja sesuai hasil identifikasi.
b. Menyiapkan formulir untuk pengukuran faktor bahaya di tempat kerja.
c. Menyiapkan sarana pengukuran untuk mengambil data bahaya di
tempat kerja.
2. Melaksanakan pengukuran faktor bahaya di tempat kerja
a. Menentukan pengukuran faktor bahaya di tempat kerja sesuai strategi
sampling.
b. Menggunakan alat pelindung diri (APD) sesuai faktor bahaya di
lingkungan kerja.
c. Melakukan pengukuran faktor bahaya di tempat kerja sesuai standar dan
pemetaan titik sampling.
d. Menggunakan alat ukur faktor K3 sesuai prosedur.
e. Membandingkan hasil pengukuran dengan peraturan perundangan–
undangan atau standar yang berlaku.
3. Melaporkan hasil pengukuran faktor bahaya di tempat kerja
a. Menyusun laporan hasil pengukuran sesuai format yang berlaku.
b. Menyampaikan Laporan kepada atasan langsung.
c. Mendokumentasikan laporan sesuai dengan prosedur.
11

4.5 Mengelola Alat Pelindung Diri (APD)

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) digunakan sebagai „upaya terakhir‟


dalam melindungi pekerja ketika rekayasa teknologi dan administratif sudah
terlaksana namun potensibahaya masih tergolong tinggi. Namun perlu dipahami,
penggunaan APD bukanlah pengganti kedua upaya tersebut. Penggunaan APD
sangat penting untukmengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya
di tempat kerja. APD berguna untuk mengurangi risiko paparan atau kontak
dengan bahaya. Bahaya mungkin tidak dapat dihilangkan dengan menggunakan
APD, tetapi risiko cedera dapat diminimalkan.( menurut Safety Sign Indonesia )
Sesuai Permenakertrans Nomor 8 Tahun 2010 tentang Alat Pelindung Diri
Pasal 2, pengusaha dan/atau pengurus wajib menyediakan APD bagi seluruh
pekerja/buruh di tempat kerja. APD yang disediakan juga harus sesuai dengan
Standar Nasional Indonesia (SNI) atau standar yang berlaku dan APD wajib
diberikan pengusaha secara cuma-cuma. Berdasarkan Permenaker Nomor 5 Tahun
2018 tentang K3 Lingkungan Kerja, pengendalian di tempat kerja dilakukan sesuai
hierarki pengendalian meliputi upaya eliminasi, substitusi, rekayasa engineering,
administratif, dan/atau penggunaan APD. Untuk melakukan pengelolaan Alat
Pelindung Diri (APD) dilakukan dengan cara:
1. Mempersiapkan APD yang di perlukan di tempat kerja
a. Menentukan jenis dan spesifikasi APD sesuai faktor bahaya di tempat
kerja.
b. Mengidentifikasi jumlah dan ketersediaan APD sesuai kebutuhan di
tempat kerja.
c. Mempersiapkan prosedur penyimpanan, penggunaan, pemeriksaan
dan pemusnahan sesuai dengan standar yang berlaku.
2. Memeriksa kondisi APD di tempat kerja
a. Memeriksa kelayakan fisik APD sesuai dengan prosedur.
b. Memeriksa kelayakan fungsi APD sesuai dengan prosedur.
c. Memastikan kondisi APD yang tidak layak tidak di gunakan,di ganti
dan di musnahkan sesuai peraturan perundang-undangan atau standar
yang berlaku.
12

3. Melaporkan hasil pengelolaan APD


a. Menyusun laporan hasil pengelolaan APD sesuai format yang berlaku
b. Menyampaikan laporan hasil pengelolaan APD ke pihak terkait
c. Mendokumentasikan laporan hasil pengelolaan APD
didokumentasikan sesuai prosedur yang berlaku.

Jenis- Jenis Alat Pelindung Diri (APD)


1.Safety Helmet

Safety helmet berfungsi sebagai pelindung kepala dari benda yang bisa
mengenai kepala secara langsung.

2. Safety Belt

Safety belt berfungsi sebagai pelindung diri ketika pekerja bekerja/berada di


atas ketinggian.

3. Safety Shoes

Safety shoes berfungsi untuk mencegah kecelakaan fatal yang menimpa kaki
karena benda tajam atau berat, benda panas, cairan kimia dan sebagainya.
13
4. Sepatu Karet

Sepatu karet (sepatu boot) adalah sepatu yang didesain khusus untuk pekerja
yang berada di area basah (becek atau berlumpur). Kebanyakan sepatu karet
di lapisi dengan metal untuk melindungi kaki dari benda tajam atau berat,
benda panas, cairan kimia, dsb.

5. Sarung Tangan

Berfungsi sebagai alat pelindung tangan pada saat bekerja di tempat atau
situasi yang dapat mengakibatkan cedera tangan. Bahan dan bentuk sarung
tangan di sesuaikan dengan fungsi masing-masing pekerjaan.

6. Masker (Respirator)

Berfungsi sebagai penyaring udara yang dihirup saat bekerja di tempat


dengan kualitas udara buruk (misal berdebu, beracun, dsb).

7. Jas Hujan (Rain Coat)

Berfungsi melindungi dari percikan air saat bekerja (misal bekerja pada
waktu hujan atau sedang mencuci alat).
14

8. Kaca Mata Pengaman (Safety Glasses)


Berfungsi sebagai pelindung mata ketika bekerja (misalnya mengelas).

9. Penutup Telinga (Ear Plug)


Berfungsi sebagai pelindung telinga pada saat bekerja di tempat yang bising.

10. Pelindung Wajah (Face Shield)


Berfungsi sebagai pelindung wajah dari percikan benda asing saat bekerja (misal
pekerjaan menggerinda).

11. Pelampung

Pelampung berfungsi melindungi pengguna yang bekerja di atas air atau


dipermukaan air agar terhindar dari bahaya tenggelam dan atau mengatur
keterapungan (buoyancy) pengguna agar dapat berada pada posisi tenggelam
(negative buoyant) atau melayang (neutral buoyant) di dalam air.
15

4.6 Menerapkan Program Pelayanan Kesehatan Kerja

Sebagaimana pelayanan kesehatan masyarakat pada umumnya, dalam


perusahaan juga memiliki program pelayanan dalam kesahatan krayawannya.
Program ini dilaksanakan dengan pendekatan menyeluruh (komprehensif) yaitu
meliputi pelayanan preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif.
1. Pelayanan Preventif.
Pelayanan ini diberikan guna mencegah terjadinya penyakit akibat kerja,
penyakit menular dilingkungan kerja dengan menciptakan kondisi pekerja
dan mesin atau tempat kerja agar ergonomis, menjaga kondisi fisik maupun
lingkungan kerja yang memadai dan tidak menyebabkan sakit atau
mebahayakan pekerja serta menjaga pekerja tetap sehat.
Kegiatannya antara lain meliputi:
a. Pemeriksaan awal/sebelum kerja.
b. Pemeriksaan berkala.
c. Pemeriksaan khusus.
d. Imunisasi.
e. Kesehatan lingkungan kerja.
f. Perlindungan diri terhadap bahaya dari pekerjaan.
g. Penyerasian manusia dengan mesin dan alat kerja.
h. Pengendalian bahaya lingkungan kerja agar ada dalam kondisi aman
(pengenalan,pengukuran dan evaluasi).
2. Pelayanan Promotif.
Peningkatan kesehatan (promotif) pada pekerja dimaksudkan agar keadaan
fisik dan mental pekerja senantiasa dalam kondisi baik. Pelayanan ini
diberikan kepada tenaga kerja yang sehat dengan tujuan untuk meningkatkan
16

kegairahan kerja, mempertinggi efisiensi dan daya produktifitas tenaga kerja


kegiatannya antara lain meliputi:
a. Pendidikan dan penerangan tentang kesehatan kerja.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kondisi lingkungan kerja yang sehat.
c. Peningkatan status kesehatan (bebas penyakit) pada umumnya.
d. Perbaikan status gizi.
e. Konsultasi psikologi.
f. Olahraga dan rekreasi.
3. Pelayanan Kuratif.
Pelayanan pengobatan terhadap tenaga kerja yang menderita sakit akibat
kerja dengan pengobatan spesifik berkaitan dengan pekerjaannya maupun
pengobatan umumnya serta upaya pengobatan untuk mencegah meluas
penyakit menular dilingkungan pekerjaan. Pelayanan ini diberikan kepada
tenaga kerja yang sudah memperlihatkan gangguan kesehatan/gejala dini
dengan mengobati penyakitnya supaya cepat sembuh dan mencegah
komplikasi atau penularan terhadap keluarganya ataupun teman kerjanya.

Kegiatannya antara lain meliputi:


a. Pengobatan terhadap penyakit umum.
b. Pengobatan terhadap penyakit dan kecelakaan akibat kerja.
4. Pelayanan Rehabilitatif.
Pelayanan ini diberikan kepada pekerja karena penyakit parah atau
kecelakaan parah yang telah mengakibatkan cacat, sehingga menyebabkan
ketidak mampuan bekerja secara permanen, baik sebagian atau seluruh
kemampuan bekerja yang baisanya mampu dilakukan sehari-hari.
Kegiatannya antara lain meliputi:
a. Latihan dan pendidikan pekerja untuk dapat menggunakan
kemampuannya yang masih ada secara maksimal.
b. Penempatan kembali tenaga kerja yang cacat secara selektif sesuai
kemampuannya.
c. Penyuluhan pada masyarakat dan pengusulan agar mau menerima
tenaga kerja yang cacat akibat kerja.
17

4.7 Menerapkan Manajemen Risiko K3


(menurut Wiyasa, W. 2014.)
Manajemen risiko K3 adalah suatu upaya mengelola risiko K3 untuk
mencegah terjadinya kecelakaan yang tidak diinginkan secara komphrehensif,
terencana dan terstruktur dalam suatu kesisteman yang baik . Adanya kemungkinan
kecelakaan yang terjadi pada proyek konstruksi akan menjadi salah satu penyebab
terganggunya atau terhentinya aktivitas pekerjaan proyek. Oleh karena itu, pada
saat pelaksanaan pekerjaan konstruksi diwajibkan untuk menerapkan sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) di lokasi kerja dimana
masalah keselamatan dan kesehatan kerja.
Menejemen bertanggung jawab untuk:
1. Menerapkan prosedur ini dalam ruang lingkup tanggung jawab bersama. Ini
meliputi subkontraktor dan tenaga kerja sementara yang bekerja diarea
proyek.
2. Memastikan pengaturan yang baik untuk penyelesaian yang sistematis,
tinjauan ulang dan pemeliharaan dari penilaian resiko, sistem keamanan dan
proses pertolongan keadaan darurat terkait dengan pekerjaan pada ketinggian.
3. Memastikan intergrasi yang sesuai terhadap persyaratan yang berlaku pada
instruksi ini sebelum pekerjaan dimulai.
4. Memastikan karyawan yang bekerja pada ketinggian adalah orang yang
berkompeten untuk melakukannya dan sesuai dengan persyaratan dalam
prosedur ini.
5. Memastikan bahwa staf menerima informasi yang sesuai dengan pelatihan
terkait untuk menjaga parameter yang diperoleh dari penilaian resiko dan
sistem bekerja yang aman.

Faktor yang mempengaruhi dalam analisis risiko adalah:


1. Sumber risiko
Merupakan asal atau timbulnya risiko yang dapat berupa material, yang
digunakan dalam proses kerja, peralatan kerja, kondisi area kerja dan perilaku
dari pekerja.
18

2. Probabilitas
Merupakan besaran kemungkinan timbulnya risiko. Ditentukan dengan
menganalisis frekuensi bahaya terhadap para pekerja, jumlah dan
karakteristik bahaya yang terpapar pada pekerja, jumlah dan karakteristik
pekerja yang terkena dampak bahaya, kondisi area kerja, kondisi peralatan
kerja, serta efektifitas tindakan pengendalian bahaya yang telah dilakukan
sebelumnya. Faktor probabilitas juga berkaitan dengan faktor perilaku
pekerja dikarenakan kurangnya pengetahuan dan kesadaran terhadap bahaya
dan sumber risiko yang ada dalam proses kerja dan di tempat kerjanya atau
stres yang dialami pekerja yang berpengaruh dalam penurunan konsentrasi
pekerja.
3. Konsekuensi
Merupakan besaran dampak yang ditimbulkan dari risiko. Ditentukan dengan
analisis atau kalkulasi statistik berdasarkan data-data yang terkait atau
melakukan estimasi subjektif berdasarkan pengalaman terdahulu.
Metode dalam mengidentifikasi risiko:
1. Check List
Check List merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengetahui
sebuah kondisi awal dalam mengevaluasi sebuah perangkat, peralatan,
fasilitas dan prosedur operasi dengan teknik memberi tanda/ simbol-simbol
pada setiap tahap data yang akan dievaluasi.
2. Hazard and operability Study
Hazard and operability Study (HAZOPS) merupakan metode yang sering
digunakan pada industri kimia dalam mengidentifikasi bahaya yang
kaitannya dalam memproses bahan kimia serta dampak bahan-bahan kimia
tersebut pada lingkungan.
3. Job Safety Analysis Job
Safety Analysis atau JSA adalah metode yang dilakukan dalam upaya
mengidentifikasi bahaya atau risiko-risiko kecelakaan kerja yang dapat
terjadi di tempat kerja dari setiap aspek yang mempengaruhi tahapan
pekerjaan tersebut. (Wiyasa, 2014). Data yang diperoleh dari JSA (Job Safety
19

Analysis) ini bertujuan untuk mengidentifikasi risiko dari setiap aktivitas


pekerjaan yang dilakukan dari tahapan Pekerjaan Persiapan, Pekerjaan
Struktur, dan Pekerjaan Plumbing ME yang berpotensi terhadap timbulnya
bahaya dalam pelaksanaannya, dari tahapan tersebut dapat diidentifikasi
risiko/potensi bahaya yang terjadi pada setiap aktivitas yang ada pada masing-
masing tahapan.
4. Fault Tree Analysis (FTA)
Fault Tree Analysis metode yang digunakan dalam memprediksi atau
digunakan sebagai alat investigasi setelah terjadi kecelakaan, konsep ini
dilakukan dengan mencari keterkaitan secara berantai yang menyebabkan
kecelakaan bisa terjadi.
Penilaian Risiko merupakan perkalian antara tingkat kekerapan (probability)
dan keparahan (severity) dari suatu kejadian yang dapat menyebabkan kerugian,
kecelakaan atau cedera dan sakit yang mungkin timbul dari pemaparan suatu hazard
ditempat kerja.

Risiko = Kekerapan X Keparahan

Tingkat kekerapan, merupakan keseringan terjadinya kecelakaan terhadap


tenaga kerja/manusia. Tingkat kekerapan atau keseringan kecelakaan dikategorikan
menjadi 4 (empat) kategori sebagai berikut:
1. Sangat sering; dimana kemungkinan terjadi ≥30x/bulan (nilai: 4)
2. Sering; dimana kemungkinan terjadi ≥15x/bulan tapi <30x/bulan (nilai: 3)
3. Jarang; dimana kemungkinan terjadinya ≥3x/bulan tapi <10x/bulan(nilai: 2)
4. Sangat jarang; kemungkinan terjadi kecil tetapi tetap ada kemungkinan
(nilai:1)
Tingkat Keparahan, merupakan seberapa berat dampak dari kecelakaan yang
di alami tenaga kerja/manusia. Tingkat keparahan kecelakaan dapat di kategorikan
menjadi 5 (lima) kategori sebagai berikut:
20

1. Extrime; kecelakaan yang mengakibatkan kematian tunggal (nilai: 1)


2. Risiko berat; kecelakaan yang mengakibatkan cedera atau sakit yang parah
untuk waktu yang lama tidak mampu bekerja atau menyebabkan cacat tetap
(nilai: 2)
3. Risiko ringan; kecelakaan yang dapat mengakibatkan cedera atau sakit ringan
dan segera dapat bekerja kembali atau tidak menyebabkan cacat tetap
(nilai:3)
4. Risiko kecil; kejadian hampir celaka yang tidak mengakibatkan cedera atau
memerlukan perawatan kesehatan (nilai: 4)
Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.1

Tabel 4.1 Kriteria Penilaian Risiko


Keparahan
Ekstrime Risiko berat Risiko sedang Risiko kecil
Kekerapan
1 2 3 4
Sangat Sering Risiko tidak Risiko tinggi Risiko tinggi Risiko sedang
dapat di tolerir
2 3 4 5
Sering Risiko sangat Risiko tinggi Risiko sedang Risiko kecil
tinggi
3 4 5 6
Jarang Risiko tinggi Risiko Risiko kecil Risiko yang
sedang dapat di tolerir
4 5 6 7
Sangat Jarang Risiko sedang Risiko kecil Risiko dapat Aman
ditolerir

Sumber:modulK3(Abdurrahman,S.2013.)
21

5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan laporan kegiatan pelatihan dan serifikasi operator K3 umum ada
beberapa hal yang seharusnya dilakukan sebelum memulai kegiatan K3 yaitu:
1. Pengendalian risiko K3 di tempat kerja dapat dilakukan dengan metode
Hirarc (hazard identification risk assessment and risk control) atau disebut
dengan Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko Dan Pengendalian Risiko.
2. Melakukan komunikasi k3 ditempat kerja dapat dilakukan dengan
komunikasi internal, berupa safety induction, safety talk, safety meeting, juga
dapat melalui beragam media social dan poster dan komunikasi eksternal
dengan persetujuan dan pendekatan dengan pemerintah, kontraktor, dan
masyarakat sekitar.
3. Izin kerja diperlukan untuk mengidentifikasi pekerjaan yang akan dilakukan,
potensi bahaya yang berhubungan dengan pekerjaan yang akan dilakukan,
dan tindakan pencegahan atau pengendaliannya.
4. Pengukuran faktor bahaya di tempat kerja dengan menentukan pengukuran
faktor bahaya di tempat kerja sesuai strategi sampling, menggunakan alat
pelindung diri (APD) sesuai faktor bahaya di lingkungan kerja dan
menggunakan alat ukur faktor K3 sesuai prosedur SNI.
5. Pengelolaan Alat Pelindung Diri (APD) dilakukan dengan beberapa cara
yakni, mempersiapkan APD yang di perlukan di tempat kerja, memeriksa
kondisi APD di tempat kerja, dan melaporkan hasil pengelolaan APD.
6. Pelaksanaan Program Pelayanan Kesehatan sebuah perusahaan menggunakan
sebuah program, Program ini dilaksanakan dengan pendekatan menyeluruh
(komprehensif) yaitu meliputi pelayanan preventif, promotif, kuratif dan
rehabilitatif.
7. Menerapkan Manajemen Risiko K3 dilakukan dengan memastikan
pengaturan yang baik untuk penyelesaian yang sistematis, tinjauan ulang dan
pemeliharaan dari penilaian resiko, sistem keamanan. Semua tingkat bahaya
pada manajemen risiko diukur dengan menggunakan tabel penilaian risiko.
22

5.2 Saran
Berdasarkan laporan kegiatan pelatihan dan sertifikasi operator K3 umum ada
beberapa hal yang dapat dilakukan sebelum memulai kegiatan K3 yaitu:
1. Saat melakukan identifikasi bahaya sebaiknya paham terlebih dahulu apa itu
identifikasi bahaya mulai dari fisika, kimia, biologi, ergonomis, dan
psikososial.
2. Sebaiknya dalam mengawasi pembuatan surat izin kerja yang harus dilakukan
adalah melihat pekerjaan yang akan dilakukan apakah memiliki potensi
bahaya yang tinggi atau tidak.
3. Seharusnya saat mengelola APD , harus diketahui APD apa saja yang di
perlukan di suatu perusahaan, dilakukan pengecekan supaya tidak ada APD
yang tidak layak lagi untuk di pakai APD yang sudah tidak layak lagi di pakai
akan di musnakan agar tidak ada lagi yang memakainya, melaporkan hasil
pengelolaan APD kepada pihak yang terkait.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, S. 2013. “Modul Kesehatan dan Keselamatan Kerja.”

Adzim,. Ilma,. Hebbie. 2007. “Komunikasi K3(Keselamatan Kesehatan Kerja)".

Dharma, B.A.A., Putera, A.A.G., Parami, D.A.A. 2017. “Manajemen Risiko


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Pada Proyek Pembangunan
Jambuluwuk Hotel & Resortpetitenget”. Jurnal Spektran, 5, (1), 1-87.

javaro.co.id/pengetahuan
merancang_strategi_pengendalian_risiko_k3_ditempat_kerja/

Wiyasa, W. 2014. Manajemen Risiko Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Pada
Proyek Pembangunan Ciputra World Jakarta. Tesis. Program Magister
Teknik Sipil Universitas Udayana Denpasar.

Yuliani, Uppit. 2017. “Manajemen Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Pada Insfrastuktur Gedung Bertingkat”. Jurnal Desain Konstruksi, 16, (1),
92-100.
........... https://surabaya.proxsisgroup.com/jenis-jenis-alat-pelindung-diri-apd-
beserta-fungsinya/surabaya.proxsisgroup.com/jenis-jenis-alat-pelindung-
diri-apd-beserta-fungsinya/

………2017. "7 Poin Penting Tentang Izin Kerja (Work Permit) Yang Harus
Diketahui Pekerja Dan Supervisor". SAFETYSIGHN.co.id.

………2020. "Pedoman Penggunaan Alat Pelindung Diri di Tempat Kerja".


SafetySighnIndonesia.

19
LAMPIRAN

FOTO KEGIATAN PELATIHAN DI FAVE HOTEL PRABUMULIH

20
21

Anda mungkin juga menyukai