Oleh :
Oleh :
Kerja Praktik
Menyetujui, Penguji I
Pembimbing
Oleh :
Kerja Praktik
Menyetujui, Penguji I
Pembimbing
N.P.M. : 19034010030
Mengetahui, Menyetujui,
Direktur Utama PT. Suci Energi Solusi Pembimbing Lapangan
Indonesia Gresik
N.P.M. : 19034010035
Mengetahui, Menyetujui,
Direktur Utama PT. Suci Energi Solusi Pembimbing Lapangan
Indonesia Gresik
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kerja Praktik yang
berjudul “Implementasi Kebijakan Pengelolaan Limbah B3 Dan Penerapan Sistem
Manajemen K3 PT. Suci Energi Solusi Indonesia Gresik” dengan baik.
vi
8. Bapak Novianto selaku Pembimbing Lapangan PT. Suci Energi Solusi
Indonesia Gresik.
9. Ibu Dini Ardianty selaku HRD PT. Suci Energi Solusi Indonesia Gresik.
10. Bapak Wakiman selaku Pembimbing Lapangan PT. Suci Energi Solusi
Indonesia Gresik.
11. Segenap jajaran struktur organisasi PT. Suci Energi Solusi Indonesia Gresik.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................vi
DAFTAR ISI.......................................................................................................viii
DAFTAR TABEL..................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1. Latar Belakang..........................................................................................1
1.2. Maksud dan Tujuan...................................................................................2
1.2.1. Maksud...............................................................................................2
1.2.2. Tujuan................................................................................................2
1.3. Ruang Lingkup..........................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................4
2.1. Pengertian dan Karakteristik Limbah B3..................................................4
2.1.1. Pengertian Limbah B3.......................................................................4
2.1.2. Karakteristik Limbah B3....................................................................4
2.2. Jenis Limbah B3........................................................................................6
2.3. Penyimbolan dan Pelabelan Limbah B3...................................................6
2.3.1. Simbol Limbah B3.............................................................................6
2.3.2. Label Limbah B3 untuk wadah dan/atau kemasan limbah B3.........11
2.4. Pengelolaan Limbah B3..........................................................................13
2.4.1. Penetapan Limbah B3......................................................................13
2.4.2. Pengurangan Limbah B3..................................................................13
2.4.3. Penyimpanan Limbah B3.................................................................14
2.4.4. Pengumpulan Limbah B3.................................................................15
2.4.5. Pengangkutan Limbah B3................................................................15
2.4.6. Pemanfaatan Limbah B3..................................................................16
2.4.7. Pengolahan Limbah B3....................................................................16
2.4.8. Penimbunan Limbah B3...................................................................17
2.4.9. Pembuangan Limbah B3..................................................................18
2.5. Kecelakaan Akibat Kerja.........................................................................18
2.6. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).................................................23
2.7. Perangkat dalam Manajemen Risiko K3.................................................25
2.9. Oil sludge................................................................................................34
BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN..............................................40
3.1. Sejarah Perusahaan..................................................................................40
3.2. Lokasi......................................................................................................41
3.3. Struktur Organisasi..................................................................................42
3.4. Perizinan..................................................................................................54
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................55
4.1. Limbah B3...............................................................................................55
4.2. Sludge Oil Recovery (SOR)....................................................................66
4.3. Environment, Health and Safety (HSE)..................................................67
4.4. Standard API (American Petroleum Institute)........................................75
BAB V TUGAS KHUSUS...................................................................................78
5.1. Sumber Limbah.......................................................................................78
5.2. Sludge Oil Recovery (SOR)....................................................................81
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................92
6.1 Kesimpulan..............................................................................................92
6.2 Saran........................................................................................................93
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................96
DAFTAR TABEL
13
Dengan pesatnya perkembangan industri yang terjadi di Indonesia
kadangkala pelaku industri terlalu terfokus pada kuantitas dan kualitas produk,
dan tidak jarang pula justru lalai dengan keamanan, kesehatan dan keselamatan
para pekerja selama proses produksi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh
pelaku industri adalah dengan penerapan K3 selama proses produksi. Kesehatan
dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan upaya untuk menciptakan lingkungan
kerja yang sehat dan aman, sehingga dapat mengurangi probabilitas kecelakaan
kerja atau penyakit akibat kelalaian yang mengakibatkan demotivasi dan
defisiensi produktivitas kerja. Selain pada pekerja, kadangkala pelaku industri
tidak memperhatikan keadaan dan kelestarian alam. Menyebabkan banyak limbah
langsung dibuang ke lingkungan tanpa pengolahan yang benar sesuai dengan
peraturan yang ada. Melalui kerja praktek ini kami memiliki tujuan untuk
menganalisis, dan mempelajari implementasi kebijakan pengelolaan limbah dan
penerapan sistem manajemen K3 di PT. Suci Energi Solusi Indonesia.
1.2.2. Tujuan
Adapun tujuan dari pelaksanaan kerja praktik ini adalah:
1. Mempelajari penerapan sistem manajemen K3 (HSE) yang ada di PT. Suci
Energi Solusi Indonesia.
2. Mempelajari industrial service yang dikerjakan oleh PT. Suci Energi Solusi
Indonesia.
3. Mempelajari penanganan limbah B3 yang dihasilkan oleh PT. Suci Energi
Solusi Indonesia.
4. Mempelajari Sludge Oil Recovery yang ada di PT. Suci Energi Solusi
Indonesia.
14
1.3. Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup Kerja Praktik ini adalah:
1. Kerja Praktik dilaksanakan di Kantor PT. Suci Energi Solusi Indonesia, Jl.
Raya Berlian Biru No.20, Suci, Kec. Manyar, Kabupaten Gresik, Jawa Timur
61151, Workshop PT. Suci Energi Solusi Indonesia, Jl. Kyai H. Syafiꞌi No.69,
Dahanrejo, Kec. Kebomas, Kabupaten Gresik, Jawa Timur 61151 dan
kunjungan ke PT. Petrokimia Gresik, Jl. Jenderal Ahmad Yani, Ngipik,
Karangpoh, Kec. Gresik, Kabupaten Gresik, Jawa Timur 61119.
2. Kerja Praktik dilaksanakan selama 1 bulan, yaitu terhitung sejak tanggal 25 Juli
2022 hingga 19 Agustus 2022.
3. Pengenalan profil perusahaan, pengenalan bidang pekerjaan, kunjungan
lapangan, pengenalan implementasi K3 dan pengelolaan limbah B3 serta
dokumen-dokumen pendukung secara luring.
4. Pelaksanaan kerja praktik mempelajari dokumen-dokumen K3 dan manifes
limbah B3 serta pengolahan limbah Sludge Oil Recovery yang ada di PT. Suci
Energi Solusi Indonesia serta melakukan pembelajaran lapangan tentang
proyek-proyek yang ditangani oleh PT. Suci Energi Solusi Indonesia.
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
16
b. Pengoksidasi (Oxidizing)
Limbah pengoksidasi adalah limbah yang dapat melepaskan panas karena
teroksidasi sehingga menimbulkan api saat bereaksi dengan bahan lainnya.
Limbah ini jika tidak ditangani dengan serius dapat menyebabkan kebakaran
besar pada ekosistem. Contoh limbah b3 dengan sifat pengoksidasi misalnya
kaporit.
c. Mudah menyala (Flammable)
Limbah yang memiliki sifat mudah sekali menyala adalah limbah yang dapat
terbakar karena kontak dengan udara, nyala api, air, atau bahan lainnya meski
dalam suhu dan tekanan standar. Contoh limbah B3 yang mudah menyala
misalnya pelarut benzena, pelarut toluena atau pelarut aseton yang berasal dari
industri cat, tinta, pembersihan logam, dan laboratorium kimia.
d. Beracun (Moderately Toxic)
Limbah beracun adalah limbah yang memiliki atau mengandung zat yang
bersifat racun bagi manusia atau hewan, sehingga menyebabkan keracunan,
sakit, atau kematian baik melalui kontak pernafasan, kulit, maupun mulut.
Contoh limbah b3 ini adalah limbah pertanian seperti buangan pestisida.
e. Berbahaya (Harmful)
Limbah berbahaya adalah limbah yang baik dalam fase padat, cair maupun gas
yang dapat menyebabkan bahaya terhadap kesehatan sampai tingkat tertentu
melalui kontak inhalasi ataupun oral.
f. Korosif (Corrosive)
Limbah yang bersifat korosif adalah limbah yang memiliki ciri dapat
menyebabkan iritasi pada kulit, menyebabkan pengkaratan pada baja,
mempunyai pH ≥ 2 (bila bersifat asam) dan pH ≥ 12,5 (bila bersifat basa).
Contoh limbah B3 dengan ciri korosif misalnya, sisa asam sulfat yang
digunakan dalam industri baja, limbah asam dari baterai dan accu, serta limbah
pembersih sodium hidroksida pada industri logam.
g. Bersifat iritasi (Irritant)
Limbah yang dapat menyebabkan iritasi adalah limbah yang menimbulkan
sensitisasi pada kulit, peradangan, maupun menyebabkan iritasi pernapasan,
17
pusing, dan mengantuk bila terhirup. Contoh limbah ini adalah asam formiat
yang dihasilkan dari industri karet.
h. Berbahaya bagi lingkungan (Dangerous to the Environment)
Limbah dengan karakteristik ini adalah limbah yang dapat menyebabkan
kerusakan pada lingkungan dan ekosistem, misalnya limbah CFC atau
Chlorofluorocarbon yang dihasilkan dari mesin pendingin
i. Karsinogenik (Carcinogenic), Teratogenik (Teratogenic), Mutagenik
(Mutagenic)
Limbah karsinogenik adalah limbah yang dapat menyebabkan timbulnya sel
kanker, teratogenik adalah limbah yang mempengaruhi pembentukan embrio,
sedangkan limbah mutagenik adalah limbah yang dapat menyebabkan
perubahan kromosom.
18
bidang belah ketupat dengan ukuran 95% dari ukuran belah ketupat luar. Warna
garis yang membentuk belah ketupat dalam sama dengan warna gambar simbol
limbah B3. Pada bagian bawah simbol limbah B3 terdapat blok segilima dengan
bagian atas mendatar dan sudut terlancip berhimpit dengan garis sudut bawah
belah ketupat bagian dalam. Panjang garis pada bagian sudut terlancip adalah 1/3
dari garis vertikal simbol limbah B3 dengan lebar ½ dari panjang garis horizontal
belah ketupat. Simbol limbah B3 yang dipasang pada kemasan dengan ukuran
paling rendah 10 cm x 10 cm, sedangkan simbol limbah B3 pada kendaraan
pengangkut limbah B3 dan tempat penyimpanan limbah B3 dengan ukuran paling
rendah 25 cm x 25 cm, sebanding dengan ukuran box pengangkut yang ditandai
sehingga tulisan pada simbol limbah B3 dapat terlihat jelas dari jarak 20m.
Simbol limbah B3 harus dibuat dari bahan yang tahan terhadap
goresan/bahan kimia yang kemungkinan akan mengenainya, misalnya plastic,
kertas atau plat logam dan harus melekat kuat pada kemasan. Warna simbol
limbah B3 untuk dipasang pada kendaraan pengangkut limbah B3 harus dengan
cat yang dapat berpendar (tampak jelas dari kejauhan). Setiap simbol limbah B3
adalah satu gambar tertentu untuk menandakan karakteristik limbah B3 dalam
suatu pengemasan penyimpanan, pengumpulan, atau pengangkutan. Terdapat 8
jenis simbol limbah B3 untuk penandaan karakteristik limbah B3 yaitu :
1. Simbol limbah B3 untuk limbah B3 Mudah Meledak
Warna dasar bahan jingga atau oranye memuat gambar berupa suatu materi
limbah yang berwarna hitam terletak di bawah sudut atas garis ketupat bagian
dalam. Pada bagian terdapat tulisan MUDAH MELEDAK berwarna hitam yang
diapit oleh 2 garis sejajar berwarna hitam sehingga membentuk 2 bangun segitiga
sama kaki pada bagian dalam belah ketupat. Terdapat pula blok segi lima
berwarna merah. Berikut simbol limbah B3 mudah meledak yang sesuai:
19
(Sumber:Kepka Bapedal,1995)
20
permukaan garis berwarna hitam. Disebelah bawah gambar terdapat tulisan
REAKTIF berwarna hitam serta blok segi lima berwarna merah. Berikut simbol
limbah B3 reaktif yang sesuai:
21
Gambar 2.6 Simbol Limbah Korosif
(Sumber:Kepka Bapedal,1995)
22
Gambar 2.8 Simbol Limbah B3 Berbahaya Terhadap Lingkungan
(Sumber:Kepka Bapedal,1995)
Untuk pelekatan simbol dan label terhadap kemasan limbah B3 dapat dilihat pada
gambar 2.9 berikut:
Gambar 2.9 Contoh Pelekatan Simbol dan Label Limbah B3 pada Wadah
Kemasan
(Sumber:Kepka Bapedal,1995)
23
dipasang pada wadah dan/atau kemasan dengan ukuran paling rendah 10 c m x 10
cm dan pada bagian tengah terdapat tulisan KOSONG hitam ditengahnya. Berikut
label limbah B3 untuk wadah kosong:
24
Indonesia nomor 22 tahun 2021 Bab VII dan Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia nomor 6 tahun 2021 tentang tata cara
dan persyaratan pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun.
25
standar serta rincian teknis penyimpanan limbah B3. Fasilitas penyimpanan
limbah B3 sendiri terdiri dari :
a. Bangunan
b. tangki dan/atau kontainer
c. Silo
d. Tempat tumpukan limbah (waste pile)
e. Waste impoundment dan/atau
f. Bentuk lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
Fasilitas penyimpanan limbah B3 harus memiliki bangunan yang memenuhi
persyaratan :
a. Desain dan kontruksi yang mampu melindungi Limbah B3 dari hujan dan sinar
matahari.
b. Memiliki penerangan dan ventilasi:
c. Memiliki saluran drainase dan bak penampung
Persyaratan fasilitas penyimpanan limbah B3 diatas diperuntukan untuk
limbah B3 kategori 1 dan limbah B3 kategori 2 sumber tidak spesifik dan tidak
spesifik
26
Sesuai dengan PP nomor 22 tahun 2021, tentang pengangkutan limbah b3
memiliki 2 kategori. Dalam kategori 1 pengangkutan wajib dilakukan dengan
menggunakan alat pengangkut yang tertutup. Sedangkan pada kategori 2
pengangkutan limbah diperbolehkan menggunakan alat pengangkut yang terbuka.
Dalam pengangkutan limbah b3 juga harus memiliki perizinan dari usaha
dibidang pengangkutan. Untuk memperoleh rekomendasi pengangkutan harus
mengajukan surat permohonan secara tertulis yang dilengkapi dengan identitas
pemohon, akta pendirian badan usaha, bukti pemilik alat pengangkut, dokumen
pengangkutan berupa jenis dan jumlah alat angkut, serta prosedur bongkar muat
limbah.
Setelah mendapatkan perizinan dalam pengangkutan limbah b3, maka bisa
melakukan pengangkutan Limbah b3 sesuai dengan rekomendasi dari perizinan
dibidang pengangkutan yang kemudian dilanjt dengan melakukan penyampaian
manifest secara elektroknik untuk pelaporan pengangkutan yang akan
disampaikan kepada Menteri dan ditembuskan kepada menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang perhubungan paling sedikit 1
(satu) kali dalam 6 (enam) bulan.
27
rinci, dibahas pada PP nomor 22 tahun 2021.
28
2. Permeabilitas tanah
3. Daerah secara geologis aman, stabil, tidak rawan bencana dan diluar kawasan
lindung.
4. Bukan daerah yang termasuk resapan air yang digunakan untuk air minum.
Adapun desain fasilitas penimbunan harus memiliki sistem pelapis yang
dilengkapi dengan: saluran untuk pengaturan aliran air permukaan, pengumpulan
air lindi dan pengolahannya, Sumur pantau, dan Lapisan penutup akhir. Selain itu
juga perlu memiliki peralatan pendukung penimbunan limbah B3 seperti alat
angkut penimbunan limbah B3 dan alat pelindung dan keselamatan diri dan
memiliki rencana penimbunan Limbah B3 penutupan dan pasca penutupan
fasilitas Penimbunan Limbah B3.
29
2.5. Kecelakaan Akibat Kerja
Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan yang tidak diharapkan.
Dikatakan tidak terduga karena dibalik peristiwa yang terjadi, tidak terdapat unsur
kesengajaan ataupun unsur perencanaan, sehingga tidak diharapkan
dikarenakanan peristiwa kecelakaan disertai kerugian meteril ataupun
menimbulkan penderitiaan mulai dari skala yang paling ringan sampai skala yang
paling berat. Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang terjadi dalah
hungungan kerja ataupun sedang melakukan pekerjaan di suatu tempat kerja.
Ruang lingkup kecelakaan akibat kerja terkadang diperluas, meliputi kecelakaan
tenaga kerja yang terjadi saat perjalaan ke tempat kerja dan dari tempat kerja
(Suma’mur, 1995). Sedangkan menurut Bird dan Germain (1990), kecelakaan
kerja adalah kejadian tidak diharapkan yang mengakibatkan kesakitan (cedera
atau korban jiwa) pada seseorang, kerusakan pada properti atau material, serta
kerugian dalam proses yang terjadi pada saat pekerjaan dilakukan. Kecelakaan
kerja umumnya terjadi dikarenakan adanya kontak dengan bahan atau sumber
energi (bahan kimia, suhu tinggi, kebisingan, mesin, listrik, dan lain-lain) yang di
atas nilai ambang batas kemampuan tubuh manusia untuk dapat menerimanya,
yang akhirnya ada kemungkinan dapat menyebabkan terpotong, terbakar, luka
lecet, patah tulang, dan terjadi gangguan pada fungsi fisiologis alat tubuh.
Menurut Frank Bird Je dan George L Germain (1990) ada tiga jenis tingkatan
dalam kecelakaan kerja berdasarkan efek yang ditimbulkan oleh kecelakaan kerja
tersebut, tingkatan tersebut diantaranya adalah:
1. Accident
Accident merupakan kejadian yang tidak diinginkan untuk terjadi, dimana
efek dari timbulnya accident ini menyebabkan kerugian bagi manusia maupun
kerugian secara meteril serta kerugian terhadap lingkungan.
2. Incident
Incident merupakan kejadian yang tidak diinginkan untuk terjadi, namun
kerugian yang terjadi belum meninmbulkan kerugian yang berarti.
3. Near Miss
Near miss merupakan kejadian yang hampir celaka, dengan kata lain
kejadian ini hampir menimbulkan accident ataupun incident.
30
Kecelakaan kerja dapat terjadi dikarenakan oleh beberapa hal. Menurut
Mangkunegara (2001), ada beberapa penyebab yang memungkinkan terjadinya
kecelakaan dan gangguan kesehatan pekerja, yaitu:
1. Keadaan tempat lingkungan kerja
a. Penyusunan dan penyimpanan barang-barang berbahaya yang kurang
diperhitungkan keamanannya.
b. Ruang kerja yang terlalu sempit dan sesak.
c. Pembuangan limbah yang tidak diolah dan tidak pada tempatnya.
2. Pengaturan udara
a. Sirkulasi udara di ruang kerja yang kurang baik.
3. Pengaturan penerangan
a. Pengaturan dan penggunaan sumber cahaya yang kurang baik.
b. Ruang kerja yang kurang cahaya.
4. Pemakaian peralatan kerja
a. Pengamanan peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.
b. Penggunaan mesin dan alat elektronik tanpa menggunakan pengamanan
yang baik.
5. Kondisi fisik dan mental pegawai
a. Kerusakan alat indera dan stamina pekerja yang tidak stabil.
b. Emosi pegawai yang tidak stabil, kepribadian pekerja yang rapuh, cara
berpikir dan kemampuan persepsi yang lemah, motivasi kerja rendah, sikap
pekerja yang ceroboh dan kurang pengetahuan dalam penggunaan fasilitas
kerja terutama fasilitas kerja yang berdampak membawa risiko bahaya.
31
Causes – Basic Causes – Lack of Control.
Dimulai dari Loss, Loss (kerugian) adalah akibat dari suatu accident
(kecelakaan). Loss bisa terjadi secara langsung atau tidak langsung, keduanya
harus dipertimbangkan sepenuhnya untuk dampaknya di tempat kerja. Loss yang
terjadi secara langsung mencakup hal-hal seperti berikut, diantaranya;
membahayakan orang, kerusakan material atau properti, pengurangan atau
pemberhentian produktivitas. Sedangkan Loss yang terjadi secara tidak langsung
meliputi peningkatan biaya untuk mengganti rugi karyawan cedera, waktu
investigasi, dan kerugian bisnis karena pers yang tidak menguntungkan (Bird dan
Germain, 1985).
Sebelum terjadinya Loss, telah terjadi Incident dimana yang mungkin atau
tidak mungkan mengakibatkan cedera pada sesorang atau kerusakan pada properti
atau material. Seseorang atau objek dapat menyerap suatu energi tertentu tanpa
membahayakan, namun ketika jumlah energi tersebut melebihi jumalh yang dapat
diserap dengan aman, cedera atau kerusakan akan jerjadi. Hal ini tidak hanya
berlaku untuk energi kinetik benda yang bersentuhan dengan orang atau properti,
tetapi juga dari energi listrik, akustik energi, energi panas, energi radiasi, dan
energi kimia (Bird dan Germain, 1985). American Standard Accident
Classification mencantumkan beberapa jenis transfer enegi yang lebih umum, hal
tersebut meliputi:
a. Terbentur (berlari atau menabrak)
b. Dipukul (dihantam benda bergerak)
c. Jatuh ke tingkat yang lebih rendah (baik tubuh yang jatuh atau benda jatuh
mengenai tubuh)
32
d. Jatuh pada tingkat yang sama (tergelincir dan jatuh, terbalik)
e. Terperangkap (terjepit dan tergigit)
f. Tertangkap (tersangkut, digantung)
g. Terjebak (dihancurkan atau diamputasi)
h. Kontak dengan (listrik, panas-dingin, radiasi, kaustik, racun, kebisingan)
i. Ketegangan berlebihan, keletihan, kelebihan beban
Melanjutkan Teori Loss Causation Model, sebelum terjadinya Incident
terdapat Immediate Causes. Immediate Causes dibagi menjadi dua, yaitu praktik
di bawah standar dan kondisi di bawah standar. Sementara Heinrich (1932) dalah
menggunakan kondisi tidak aman untuk menggambarkankan penyebab langsung
cedera, penggunaan istilah “tidak aman” tidak disukai oleh tren pencegahan
kecelakaan pada saat ini. Istilah “tidak aman” menyebut kemampuan organisasi
untuk mengidentifikasi masalah yang jelas dipertanyakan, dan ini merupakan
masalah potensial dalam masyarakat hukum saat ini. Sedangkan istilah “di bawah
standar” mengakui bahwa organisasi memiliki standar kinerja yang harus diikuti
oleh semua karyawan dan merupakan istilah yang diterima untuk saat ini.
Ketika kondisi dan/atau praktik di bawah standar dibiarkan terjadi di tempat
kerja, selalu ada potensi transfer energi yang melampaui kemampuan orang/benda
untuk menyerap tanpa kerusakan. Untuk memperjelas praktik di bawah standar
dan kondisi di bawah standar, diberikan contoh seperti berikut:
Contoh praktik di bawah standar:
a. Pengoperasian peralatan tanpa wewenang
b. Bergurau saat bertugas
c. Pengangkutan yang tidak sesuai prosedur
d. Dibawah pengaruh obat-obatan dan/atau alkohol
Contoh kondisi di bawah standar:
a. Penjaga atau penghalang yang tidak memadai
b. Alat, perlengkapan, atau material yang rusak
c. Tata graha yang buruk, tempat kerja tidak teratur
d. Ventilasi yang kurang memadai.
Sebelum terjadinya Immediate Cause terdapat Basic Causes. Basic Causes
harus segera diidentifikasi dan ditangani untuk memungkinkan pengendalian
33
kerugian yang lebih efektif. Basic Causes membantu menjelaskan mengapa orang
melakukan tindakan di bawah standar atau membiarkan kondisi di bawah standar
yang ada. Loss Causation Model membagi Basic Causes menjadi dua kategori,
yaitu faktor pribadi dan faktor pekerjaan (Bird dan Germain, 1985).
Contoh dari faktor pribadi:
a. Kurangnya pengetahuan
b. Kurangnya keterampilan
c. Ketidakmampuan untuk menangani tekanan pekerjaan
Contoh dari faktor pekerjaan:
a. Pelatihan kerja yang tidak memadai
b. Peralatan yang tidak sesuai
c. Peralatan yang sudah rusak atau usang
d. Peralatan yang tidak memadai
Lack of Control adalah langkah awal yang mengarah ke Basic Causes dan
memungkinkan untuk menjuju ke kerugian atau Loss. Menurut Loss Causation
Model, ada tigas alasan umum untuk Lack of Control yaitu: program
keselamatan/kerugian yang tidak memadai, standar program keselamatan/kerugian
yang tidak memadai, dan kepatuhan yang tidak memadai terhadap standar.
Pertama, program yang tidak memadai terjadi ketika aktivitas program terlalu
sedikit untuk memenuhi kebutuhan organisasi. Program yang diperlukan akan
bervariasi tergantung pada ukuran organisasi, pekerjaan yang dilakukan di
organisasi, dan metode untuk melakukan pekerjaan. Elemen umum dari program
yang efektif menurut Loss Causation Model meliputi: pelatihan manajemen dan
karyawan, alat pelindung diri, kontrol teknik, inspeksi terencana, analisis tugas,
kesiapsiagaan keadaan darurat, dan investigasi insiden.
Yang kedua, standar program yang tidak memadai terjadi ketika standar
organisasi tidak cukup spesifik, tidak cukup jelas atau tidak cukup terdengar.
Standar program perlu memberi tahu orang-orang apa yang diharapkan dari
mereka serta memberi mereka alat untuk mengukur kinerja mereka terhadap
standar. Ketiga, kepatuhan yang tidak memadahi merupakan faktor yang
menyebabkan Lack of Control. Sebagian manajer setuju bahwa kepatuhin yang
tidak memadai mungkin merupakan satu-satunya alasan terbesar untuk kerugian.
34
Kepatuhan yang buruk terhadap standar program yang efektif disebabkan oleh
komunikasi standar yang tidak efektif kepada karyawan atau kegagalan untuk
menegakkan standar (Bird dan Germain, 1985).
35
d. Memberikan jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi
pegawai.
e. Meningkatkan kegairahan, keserasian, dan partisipasi kerja.
f. Terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan dan/atau
kondisi kerja.
36
Untuk membantu pelaksanaan manajemen risiko khususnya untuk
melakukan identifikasi bahaya, penilaian, serta pengendaliaannya diperlukan
suatu metode atau perangkat. Khusus untuk risiko K3, ada beberapa metode yang
dapat dipakai untuk mengidentifikasi bahaya, diantaranya adalah sebagai berikut:
37
dihasilkan dari kegagalan tersebut, serta bagaimana kegagalan tersebut dicegah
atau dikurangi. FMEA artinya kajian bahaya yang sistematis, terstruktur serta
komprehensif. Proses dasar dari FMEA adalah dengan membeuat daftar semua
bagian dari sistem dan kemudian dianalisa apa saja dampak apabila sistem
tersebut gagal berfungsi. Kemudian dilakukan evaluasi guna memutuskan
konsekuensinya. FMEA adalah tabulasi dari sistem, peralatan pabrik, serta pola
kegagalannya dan efeknya terhadap operasi. FMEA merupakan uraian mengenai
bagaimana suatu alat- alat dapat mengalami kegagalan. Kegagalan suatu peralatan
dapat majemuk, contohnya membuka yang seharusnya tertutup, tewas, bocor dan
lainnya. dampak dari kegagalan peralatan ini bisa berupa respon dari sistem atau
kecelakaan (Socrates, 2013).
4. Job Safety Analysis (JSA)
Job Safety Analysis (JSA) adalah teknik analisis untuk mengkaji langkah-
langkah suatu aktivitas serta mengidentifikasikan sumber bahaya yang terdapat
berasal tiap langkah-langkah tersebut dan merencanakan tindakan pencegahan
untuk mengurangi risiko. Identifikasi bahaya menggunakan menggunakan JSA
menurut Diberardinis (1999) dapat membentuk analisa yang baik.
5. What If
Investigasi yang dilakukan dari proses atau operasi yang dilakukan oleh
sekelompok individu yang berpengalaman sehingga bisa mengajukan pertanyaan
atau menyumbang suara tentang peristiwa-peristiwa yang tidak diinginkan (proses
brainstorming). Analisis what-if mendorong pemeriksa untuk memikirkan
pertanyaan yang dimulai dengan "bagaimana Jika" (“what if”) untuk
mengidentifikasi peristiwa kecelakaan yang mungkin terjadi, konsekuensinya,
serta taraf keselamatan yang ada, sehingga dapat menyarankan alternatif untuk
pengurangan risiko. Teknik ini memberikan kebebasan yang luas kepada
seseorang dalam berpikir serta menyampaikan pendapatnya, sehingga metode ini
terkesan kurang terstruktur. Oleh karena itu, pihak yang mengkritik teknik ini
menilai teknik ini terlalu luas dan tidak fokus sehingga sulit menerima yang akan
terjadi yang lebih rinci lagi. Namun teknik ini lebih baik dipergunakan pada
mereka yang kurang tahu teknik identifikasi bahaya, namun memiliki spectrum
pangalaman, bidang spesialisasi, dan pengetahuan yang luas (Socrates, 2013).
38
6. Brainstorming
Sumber informasi perihal bahaya bisa diperoleh dari semua pihak. Semakin
banyak sumber informasi yang digunakan akan semakin luas, dalam, dan rinci
informasi yang diperoleh. Oleh karena itu, salah satu teknik sederhana untuk
mengidentifikasi bahaya adalah menggunakan teknik “brainstorming”. Melalui
diskusi serta pertemuan banyak sekali pihak dan individu yang berbeda dapat
dilakukan “brainstorming” untuk menggali potensi bahaya yang terdapat atau
diketahui oleh masing-masing anggota kelompok (Socrates, 2013).
7. Fault Tree Analysis
Fault Tree Analysis atau pohon kegagalan ditemukan pertama kali pada
tahun 1961 oleh US Army ketika merancang peluru kendali. Fault Tree Analysis
menggunakan metode analisa yang bersifat deduktif. Dimulai dengan menetapkan
kejadian puncak (top event) yang mungkin terjadi dalam suatu sistem atau proses,
seperti contohnya kebarakan atau ledakan. Selanjutnya, semua kejadian yang
dapat menimbulkan akibat dari kejadian puncak tersebut diidentifikasi lagi dalam
bentuk pohon logika ke bawah (Socrates, 2013).
8. Task Risk Assessment
Sebelum suatu kejadian dimulai perlu dilakukan kajian analisa risiko untuk
mengetahui apa saja dan besarnya potensi bahaya yang ditimbulkan selama
kegiatan berlangsung (Socrates, 2013).
9. Checklist
Metode lain untuk mengidentifikasi bahaya adalah dengan menggunakan
checklist atau daftar periksa. Metode ini sangat mudah dan sederhana yaitu
dengan membuat daftar periksa pemeriksaan tempat kerja. Pemeriksaan bahaya
dilakukan oleh mereka yang mengenal kondisi baik lingkungan kerjanya. Semakin
dalam pemahamannya, semakin rinci juga identifikasi bahaya yang dapat
dilakukan. Oleh karena itu, pengembangan checklist perlu melibatkan pekerja
setempat (Socrates, 2013).
10. Hazard Identification, Risk Assessment, and Risk Control (HIRARC)
Hazard Identification, Risk Assessment, and Risk Control (HIRARC)
merupakan serangkaian proses mengidentifikasi bahaya yang kemungkinan terjadi
dalam aktivitas rutin maupun yang tidak rutin di tempat kerja, kemudian
39
melakukan penilaian risiko dari bahaya tersebut, setelah itu membuat program
pengendalian dari bahaya tersebut agar dapat diminimalisir tingkat risikonya
menjadi lebih rendah dengan tujuan mengurangi adanya kecelakaan kerja.
Implementasi K3 dimulai dengan perencanaan yang baik, diantaranya
mengidentifikasi bahaya, lalu melakukan penilaian terhadap risiko yang
dihasilkan, lalu melakukan pengendalian risiko agar risiko yang dihasilkan dapat
diminimalisir (Socrates, 2013).
40
dan pengamanan yang tepat dan efektif.
d) Memberikan informasi yang terdokumentasi mengenai sumber bahaya di suatu
perusahaan kepada semua piham khususnya bagi pemangku kepentingan
perusahaan.
2. Penilaian Risiko.
Setelah seluruh risiko bisa teridentifikasi, dilakukan penilaian risiko melalui
analisa dan evaluasi risiko.Analisa risiko dimaksudkan untuk menentukan
besarnya suatu risiko dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya dan
besar dampak yang ditimbulkannya. Berdasarkan output analisa bisa ditentukan
peringkat risiko sehingga bisa dilakuakan pemilahan risiko yang mempunyai
pengaruh besar terhadap perusahaan dan risiko yang ringan atau dapat diabaikan.
Hasil analisa risiko dinilai dan dibandingkan menggunakan kriteria yang sudah
ditetapkan atau standard dan kebiasaan yang berlaku untuk menentukan apakah
risiko tadi bisa diterima atau tidak. Penilaian pada risk assessment yaitu
Likelihood (L) dan Consequence (C). Likelihood menunjukkan frekuensi
terjadinya kecelakaan sedangkan Severity atau Consequence menunjukkan
seberapa parah pengaruh kecelakaan yang terjadi. Nilai dari Likelihood dan
Consequence digunakan untuk menentukan Risk level. Berikut adalah kriteria
yang dibutuhkan pada penilaian risiko:
a. Likelihood (Frekuensi)
Di bawah ini merupakan tabel yang menunjukkan kriteria likelihood atau
frekuensi atas terjadinya kecelakaan kerja menurut Departemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja, Kementrian Sumber Daya Manusia Malaysia tahun 2008.
41
2 Remote setelah bertahun- tahun
Inconveciabl Kejadian yang hampir tidak mungkin dan
1
e tidak pernah terjadi.
Tingkata
Kriteria Penjelasan
n
Kecelakaan yang menyebabkan lecet, memar, luka,
1 Neglible dan segala macam cedera yang bisa ditolong dengan
pertolongan pertama
Menyebabkan cedera yang tidak permanen namun dapat
2 Minor
mengganggu produktivitas
Kecelakaan yang menyebabkan cedera yang tidak
3 Serious menyebabkan kematia namun bisa menyebabkan
kecacatan
Terjadi kematian tunggal dan/atau kerusakan properti
4 Fatal secara besar
jika kecelakaan terjadi
Kecelakaan yang mengakibatkan banyaknya korban
Catastrophi
5 jiwa, kerusakan properti yang tidak dapat diperbaiki,
c
dan hilangnya produktivitas
c. Risk matrix
Di bawah ini merupakan tabel yang menunjukkan matriks risiko yang terdiri
dari perkalian antara likelihood dan consenquence menurut Departemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Kementrian Sumber Daya Manusia Malaysia
tahun 2008.
42
Consenquence
Minor
Likelihood Neglible (1) Serious (3) Fatal (4) Catastrophic (5)
(2)
Most Likely (5) 5 10 15 20 25
Possible (4) 4 8 12 16 20
Conceivavble (3) 3 6 9 12 15
Remote (2) 2 4 6 8 10
Inconveciable (1) 1 2 3 4 5
Low
Medium
High
3. Pengendalian Risiko
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 66
43
Tahun 2016 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Rumah Sakit,
pengendalian risiko yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja di
rumah sakit perlu dilaksanakan dengan baik agar terciptanya situasi dan kondisi
rumah sakit yang sehat, aman, selamat, dan nyaman bagi seluruh sumber daya
manusia di rumah sakit, baik itu pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun
lingkungan rumah sakit. Prinsip pengendalian risiko K3 di rumah sakit meliputi 5
hirarki, diantaranya sebagai berikut:
1. Menghilangkan Bahaya (Eliminasi)
Risiko yang ada pada pengendalian ini harus dihilangkan atau dikurangi
sehingga tidak ada tingkat risiko baik tinggi atau rendah yang diterima.
Misalnya memperkenalkan perangkat pengangkat mekanik untuk
menghilangkan penanganan bahaya pengangkatan manual.
2. Menghentikan sumber risiko dengan sarana atau peralatan lain yang tingkat
risiko dalam pemakainnya lebih rendah atau bahkan tidak ada (subtitusi)
Merupakan teknik pengendalian bahaya dengan mengganti alat, bahan. Sistem
atau prosedur dengan tingkat bahaya yang lebih tinggi ke tingkat bahaya yang
lebih rendah atau lebih aman. Misalnya menurunkan kekuatan, ampere,
tekanan, suhu, dan lain-lain.
c. Rekayasa engineering atau pengendalian secara Teknik.
Pengendalian bahaya dapat dilakukan melalui perbaikan desain, penambahan
peralatan, dan pemasangan peralatan pengamanan yang diantaranya adalah
berupa isolasi, pengamanan, dan ventilasi.
d. Pengendalian secara administrasi
Pengendalian secara administrasi dapat dilakukan melalui rotasi penempatan
kerja, pemberian pendidikan serta pelatihan, penataan dan kebersihan,
perawatan secara berkala terhadap alat yang digunakan, pengaturan jadwal
kerja, istirahat kerja, dan cara kerja atau prosedur kerja yang dirasa lebih aman
serta dilakukan pemeriksaan kesehatan bagi pegawai.
e. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Penggunaan APD dilakukan sebagai opsi terakhir untuk pengendalian bahaya,
misalnya dengan menggunakan masker, sarung tangan, google, coverall, sepatu
boot, dan lain-lain.
44
Gambar 2.14 Hirarki Pengendalian Risiko
(Sumber: Rendi Mahendra, 2016)
Pada umumnya, Oil sludge terdiri dari tiga unsur pokok. Ketiga unsur ini
adalah air, petroleum, dan lumpur padat. Lumpur padat yang didalamnya antara
lain wax, tar, resin, materi biologis, metal dan sejenis. Berdasarkan proses
produksinya, bahan bakar fosil yang beredar sekarang didapat dengan proses
termal bertemperatur tinggi dan bertekanan tinggi. Residu final atau bahan bakar
45
miyak yang dihasilkan mengandung persenyawaan yang tidak stabil.
Persenyawaan ini terpisah sebagai tar, gum dan senyawa lain yang terkondensasi
membentuk Slugde. Oil sludge biasanya dapat ditemukan pada sisa produk
petroleum, reside minyak mentah di kapal tanker, seperti dapat juga ditemukan
pada saat penyimpanan minyak, proses pengolahan minyak mentah. Adanya
pembentukan oil sludge merupakan suatu masalah yang berhubungan dengan
kemurnian dari oil sludge tersebut terhadap penyumbatan aliran minyak pada
sistem perpipaan, pelindung tanki. Hal ini dapat menimbulkan masalah lain
seperti kebocoran lantai tanki, penutup dan lainnya jika tidak adanya perawatan
dan pengecekan peralatan yang terkontrol atau berkala.
Limbah ini dapat diperoleh dari proses pembersihan tangki (cleaning tank)
yang dilakukan untuk menjaga kualitas tangki. Karena Sludge Oil termasuk
limbah B3 maka pengelolaannya harus sesuai dengan peraturan yang ditetapkan
pemerintah yang berada dalam PP nomor 21 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Permen LHK nomor 6
tahun 2021 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pengelolaan Limbah Bahan
46
Berbahaya dan Beracun. Sludge Oil harus dimanfaatkan kembali karena masih
mengandung minyak (hidrokarbon) sebesar 70%. Selain itu terdapat kandungan
air dan bahan padat seperti abu, karat tangki, dan pasir, serta logam berat seperti
Pb dan Cd. Dari proses pemanfaatan kembali limbah Sludge Oil, perusahaan dapat
menggunakan recovered oil yang dihasilkan sebagai bahan baku untuk proses
produksi. Selain itu limbah yang dihasilkan pun akan semakin sedikit yang akan
berdampak baik bagi lingkungan serta penurunan biaya yang dibutuhkan untuk
pengolahan limbah oleh pihak ketiga. Pengolahan sludge oil dapat dilakukan
dengan berbagai cara antara lain, yaitu:
1. Proses Thermal.
Dalam proses thermal ini, sludge dijadikan sebagai bahan bakar semen
(BBS) sebagai pengganti batubara di alat semen kiln pada pabrik semen, sehingga
emisi yang dihasilkan dari pembakaran akan lebih sedikit daripada menggunakan
batubara. Sludge tersebut dibakar untuk mendapatkan sifat-sifat yang diinginkan,
yaitu :
2. Landfill.
Setelah oil sludge menjadi padat (solid), maka dapat di disposal dengan cara
landfill. Berikut merupakan gambaran proses disposal oil sludge dengan cara
landfill:
47
Gambar 2.18 Proses Landfill
(Sumber : binamarga.pu.go.id)
3. Bioremediasi.
Dengan menggunakan bakteri, sistem biologi secara alamiah dapat
mengelola berbagai macam tipe limbah seperti oil sludge, tars dan tanah yang
terkontaminasi. Proses bioremediasi yang dilakukan oleh PPLi dapat dilakukan
untuk mengelola air tanah (groundwater) yang telah terkontaminasi dengan
phenol, PAH (Poly Aromatic Hydrocarbon), pelarut organik dan hidrokarbon
volatil lainnya.
4. Thermal Plasma.
Dewasa ini pemanfaatan plasma dengan suhu tinggi (thermal plasma) dalam
berbagai proses industri meningkat. Thermal plasma adalah gas yang terionisasi
(ionized gas), dengan suhu tinggi diatas 10.000 oC. Thermal plasma dapat dibuat
dengan electric arc, yang terbentuk diantara dua elektroda, dalam sebuah alat
yang disebut plasma torch. Dengan memasukkan gas seperti, udara, argon,
nitrogen, steam dan lain sebagainya kedalam plasma torch, atom atau molekul gas
akan bertumbukan dengan elektron yang terbentuk dalam electric arc. Hasil dari
proses ini adalah panas dan gas terionisasi yang akan memproduksi thermal
plasma jet dengan temperatur yang sangat tinggi. Plasma yang dihasilkan dapat
dipergunakan untuk mengolah dan mendaur ulang limbah oil sludge. Plasma yang
dihasilkan oleh plasma torch dapat dioperasikan pada suhu 15.000 oC. Plasma ini
dapat dipergunakan untuk menguapkan senyawa organik (hydrocarbon) yang
48
terkandung dalam oil sludge. Senyawa organik yang menguap dapat dibentuk
kembali dalam bentuk minyak, dan dapat dimanfaatkan. Energi yang diperlukan
dalam proses dibentuk dalam plasma torch. Gas yang dipergunakan dalam torch
adalah argon atau nitrogen (dalam hal ini tidak ada oksigen). Gas organik yang
yang terbentuk dalam reaktor bersamaan dengan gas argon atau nitrogen
kemudian dimasukkan kedalam kondensor, untuk mengubah uap gas tadi menjadi
cairan. Setelah melalui pendinginan dalam kondensor cairan yang terbentuk dari
gas organik tadi adalah light oil yang 100% dapat dipergunkan kembali. Gas
argon atau nitrogen sendiri dapat dipergunakan kembali dalam reaktor proses.
Normal operasi temperatur yang dipergunakan dalam proses ini adalah sekitar 800
hingga 1200 oC, suhu terbaik yang dibutuhkan untuk menguapkan kandungan
hydrocarbon dalam oil sludge. Kondisi dalam reaktor proses dikondisikan
sedemikian rupa agar tidak terjadi proses oksidasi pada material hydrocarbon dan
dapat mendukung proses pembentukan minyak pada condensator. Residu yang
dihasilkan dari proses ini akan bebas dari kandungan hydrocarbon, dan siap untuk
dibuang ke TPA dengan aman. Apabila pada oil sludge terkandung logam berat
seperti timbal proses lanjutan dengan plasma dapat dilakukan untuk mendaur
ulang logam tersebut. Beberapa kelebihan dari pemanfaatan proses ini adalah
energi efisiensinya dapat mencapai 80%, hal ini jauh lebih tinggi dibandingkan
pada proses yang menggunakan gas atau bahan bakar minyak lain yang hanya
dapat mencapai 20%. Juga plasma proses akan lebih efektif jika diaplikasikan
pada limbah oil sludge yang memiliki kandungan hydrocarbon di atas 10%.
Selanjutnya, kandungan hydrocarbon pada residu yang dihasilkan berkisar
dibawah 0.01% dari total hydrocarbon. Dengan menerapkan plasma proses pada
limbah oil sludge diharapkan pencemaran lingkungan dan dampaknya bagi
kesehatan masyarakat dapat dihindari. Lebih dari pada itu oil sludge dapat didaur
ulang sehingga dapat menjadikan nilai tambah bagi industri perminyakan
nasional.
49
sentrifugal dan perbedaan massa jenis antara minyak dan air. Sludge Oil yang
diolah menggunakan metode SOR harus memiliki kandungan minyak >15% dari
total volume Sludge Oil supaya minyak tersebut masih dapat digunakan sebagai
bahan baku produksi kilang.
2. Sludge Oil dengan co-processing
Sludge Oil yang kandungan minyaknya sudah dibawah 15% akan diolah
oleh pihak ketiga yang memiliki izin pengolahan limbah B3.
3. Cake Sludge Oil.
Cake yang dihasilkan dari proses pemisahan menggunakan metode SOR
akan ditempatkan dalam jumbo bag dan disimpan dalam TPS Limbah B3 pihak
penghasil limbah. Kandungan minyak dalam cake ini kurang dari 15% dan akan
diserahkan pada pihak ketiga yang memiliki sertifikat pengolahan.
4. Tanah terkontaminasi tumpahan minyak
Dalam proses cleaning tank terdapat kegiatan pendistribusian Sludge Oil
dari tangki menuju sludge pond yang berjarak 900 meter dari unit. Saat proses
distribusi ini berlangsung terdapat kemungkinan adanya tumpahan minyak ke
tanah. Tanah yang sudah tercemar minyak ini juga akan dibawa menuju sludge
pond untuk diolah.
50
BAB III
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
4.2. Lokasi
PT. Suci Energi Solusi Indonesia terletak di kabupaten Gresik, tepatnya
berada di Jl. Raya Berlian Biru No.20, Suci, Kec. Manyar, Kabupaten Gresik,
Jawa Timur. Sedangkan untuk workshop PT. Suci Energi Solusi Indonesia
terletak di Jl. Kyai H. Syafiꞌi No.69, Dahanrejo, Kec. Kebomas, Kabupaten
Gresik, Jawa Timur. Kabupaten Gresik dikenal sebagai salah satu kawasan
industri utama di Jawa Timur. Beberapa industri di Kabupaten Gresik antara lain
Semen Gresik, Petrokimia Gresik, Nippon Paint, BHS-Tex, Industri Plywood, dan
Maspion. Selain itu terdapat juga sektor penghasil perikanan yang cukup
signifikan, baik perikanan laut, tambak, maupun perikanan darat. Kabupaten
Gresik juga memiliki sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap
berkapasitas 2.200 MW. Pertumbuhan perekonomian Kabupaten Gresik menjadi
salah satu yang terbaik di Provinsi Jawa Timur yaitu mencapai 6,58% atau di atas
rata-rata nasional provinsi. Meskipun demikian, kemajuan pembangunan di
Gresik tidak mengabaikan sektor pelayanan publik. Demikian juga sektor Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB). Sampai tahun 2020 sudah mencapai Rp 83
triliun. Tingginya angka PDRB tak lepas dari geliat sektor industri dan jasa yang
begitu pesat.
4.3. Struktur Organisasi
2. Sales Officer.
Bertugas merencanakan, mengontrol dan bertanggung jawab atas Customer
Visit, Marketing Plan, Customer Meeting & Proposal, Vendor list Kerjasama,
meningkatkan sistem Pemasaran, memastikan Pemasaran dan penjualan di
perusahaan memadai.
Tanggung jawab & wewenang:
a. Lakukan Visit customer, survey dan presentasi.
b. Merencanakan dan mengatur Rencana Pemasaran dan Proposal proyek
c. Menyarankan dan mengatur Prosedur untuk semua pelaksanaan pemasaran.
d. Mengatur dan memberikan kursus pelatihan tentang pengetahuan pemasaran
kepada bawahan.
e. Merencanakan hubungan/koordinasi pelanggan tentang pelaksanaan proyek.
f. Mengontrol operasional Marketing dengan tepat waktu dan sesuai anggaran.
g. Bertanggung jawab atas peralatan keselamatan pribadi (APD).
h. Menyelidiki, menganalisis dan menyiapkan laporan termasuk saran jika terjadi
masalah/kecelakaan pelanggan.
i. Berkoordinasi dengan semua departemen & pelanggan atau organisasi yang
terkait dengan pemasaran
j. Mengontrol dan meningkatkan sistem pemasaran agar tidak merugi.
k. Meningkatkan Pemasaran dan penjualan untuk meminimalkan pengeluaran
atau biaya.
l. Bertanggung jawab atas laporan pemasaran, harian/mingguan/bulanan/tahunan
m. Mengkoordinir dan menganalisa laporan pemasaran.
n. Dukungan untuk hiburan dengan pelanggan.
o. Pekerjaan lain yang diberikan oleh Manajer Pemasaran dan Direktur.
5. Foreman Operation.
Bertugas merencanakan, mengendalikan dan bertanggung jawab atas
proposal, kerjasama proyek, meningkatkan operasi sistem, memastikan operasi
kesehatan & lingkungan di perusahaan dan sisi proyek.
Tanggung jawab dan wewenang:
a. Melakukan survei lokasi dan klarifikasi teknis
b. Merencanakan dan menyiapkan Proposal Proyek pengoperasian di.
c. Menyarankan dan mengatur Prosedur untuk semua pelaksanaan proyek.
d. Mengatur dan memberikan kursus pelatihan tentang pengetahuan operasi
kepada bawahan.
e. Merencanakan hubungan/koordinasi pelanggan tentang pelaksanaan proyek.
f. Mengontrol operasi proyek dengan tepat waktu dan sesuai anggaran.
g. Bertanggung jawab atas perlengkapan keselamatan diri (APD).
h. Menyelidiki, menganalisis dan menyiapkan laporan termasuk saran jika terjadi
masalah/kecelakaan.
i. Berkoordinasi dengan semua departemen & pelanggan atau organisasi yang
bersangkutan dengan operasi.
j. Mengontrol dan memperbaiki sistem operasi peralatan agar peralatan tidak
rusak/hilang.
k. Mengatur dan melanjutkan fasilitas peralatan inspeksi di perusahaan dan sisi
proyek untuk memastikan yang memiliki efisiensi untuk digunakan.
l. Meningkatkan operasi Keselamatan untuk meminimalkan biaya/biaya.
m. Bertanggung jawab atas laporan proyek.
n. Koordinasi dan analisis tentang laporan proyek
o. Pekerjaan lain yang diberikan oleh Operation Leader dan atau Operation
Director.
6. HR & Admin.
Bertugas merencanakan, mengendalikan dan bertanggung jawab atas
proposal, kerjasama proyek, meningkatkan operasi sistem, memastikan operasi
kesehatan & lingkungan di perusahaan dan sisi proyek.
Tanggung jawab dan wewenang:
a. Melakukan survei lokasi dan klarifikasi teknis.
b. Merencanakan dan menyiapkan Proposal Proyek pengoperasian di.
c. Menyarankan dan mengatur Prosedur untuk semua pelaksanaan proyek.
d. Mengatur dan memberikan kursus pelatihan tentang pengetahuan operasi
kepada bawahan.
e. Merencanakan hubungan/koordinasi pelanggan tentang pelaksanaan proyek.
f. Mengontrol operasi proyek dengan tepat waktu dan sesuai anggaran.
g. Bertanggung jawab atas perlengkapan keselamatan diri (APD).
h. Menyelidiki, menganalisis dan menyiapkan laporan termasuk saran jika terjadi
masalah/kecelakaan.
i. Berkoordinasi dengan semua departemen & pelanggan atau organisasi yang
bersangkutan dengan operasi.
j. Mengontrol dan memperbaiki sistem operasi peralatan agar peralatan tidak
rusak/hilang.
k. Mengatur dan melanjutkan fasilitas peralatan inspeksi di perusahaan dan sisi
proyek untuk memastikan yang memiliki efisiensi untuk digunakan.
l. Meningkatkan operasi Keselamatan untuk meminimalkan biaya/biaya.
m. Bertanggung jawab atas laporan proyek.
n. Koordinasi dan analisis tentang laporan proyek
o. Pekerjaan lain yang diberikan oleh Operation Leader dan atau Operation
Director.
7. Maintenance Technician.
Bertugas merencanakan, mengendalikan dan bertanggung jawab atas
proposal, kerjasama proyek, meningkatkan operasi sistem, memastikan operasi
kesehatan & lingkungan di perusahaan dan sisi proyek.
Tanggung jawab dan wewenang:
a. Melakukan survei lokasi dan klarifikasi teknis
b. Merencanakan dan menyiapkan Proposal Proyek pengoperasian di.
c. Menyarankan dan mengatur Prosedur untuk semua pelaksanaan proyek.
d. Mengatur dan memberikan kursus pelatihan tentang pengetahuan operasi
kepada bawahan.
e. Merencanakan hubungan/koordinasi pelanggan tentang pelaksanaan proyek.
f. Mengontrol operasi proyek dengan tepat waktu dan sesuai anggaran.
g. Bertanggung jawab atas perlengkapan keselamatan diri (APD).
h. Menyelidiki, menganalisis dan menyiapkan laporan termasuk saran jika terjadi
masalah/kecelakaan.
i. Berkoordinasi dengan semua departemen & pelanggan atau organisasi yang
bersangkutan dengan operasi.
j. Mengontrol dan memperbaiki sistem operasi peralatan agar peralatan tidak
rusak/hilang.
k. Mengatur dan melanjutkan fasilitas peralatan inspeksi di perusahaan dan sisi
proyek untuk memastikan yang memiliki efisiensi untuk digunakan.
l. Meningkatkan operasi keselamatan untuk meminimalkan biaya/biaya.
m. Bertanggung jawab atas laporan proyek.
n. Koordinasi dan analisis tentang laporan proyek
o. Pekerjaan lain yang diberikan oleh Operation Leader dan atau Operation
Director.
8. Services Engineer.
Bertugas merencanakan, mengendalikan dan bertanggung jawab atas
Proposal, Kerjasama Proyek, Meningkatkan operasi sistem, memastikan operasi
kesehatan & lingkungan di perusahaan dan sisi proyek.
Tanggung jawab dan wewenang:
a. Melakukan survei lokasi dan klarifikasi teknis
b. Merencanakan dan menyiapkan Proposal Proyek pengoperasian di.
c. Menyarankan dan mengatur Prosedur untuk semua pelaksanaan proyek.
d. Mengatur dan memberikan kursus pelatihan tentang pengetahuan operasi
kepada bawahan.
e. Merencanakan hubungan/koordinasi pelanggan tentang pelaksanaan proyek.
f. Mengontrol operasi proyek dengan tepat waktu dan sesuai anggaran.
g. Bertanggung jawab atas perlengkapan keselamatan diri (APD).
h. Menyelidiki, menganalisis dan menyiapkan laporan termasuk saran jika terjadi
masalah/kecelakaan.
i. Berkoordinasi dengan semua departemen & pelanggan atau organisasi yang
bersangkutan dengan operasi.
j. Mengontrol dan memperbaiki sistem operasi peralatan agar peralatan tidak
rusak/hilang.
k. Mengatur dan melanjutkan fasilitas peralatan inspeksi di perusahaan dan sisi
proyek untuk memastikan yang memiliki efisiensi untuk digunakan.
l. Meningkatkan operasi Keselamatan untuk meminimalkan biaya/biaya.
m. Bertanggung jawab atas laporan proyek.
n. Koordinasi dan analisis tentang laporan proyek
o. Pekerjaan lain yang diberikan oleh Operation Leader dan atau Operation
Director.
9. SHEQ Manager.
Bertugas merencanakan, mengendalikan dan bertanggung jawab atas
keselamatan, keamanan, kesehatan & operasi lingkungan di perusahaan dan sisi
proyek untuk memastikan bahwa semua memenuhi hukum pemerintah.
Meningkatkan sistem keamanan untuk mendapatkan lebih banyak efisiensi.
Tanggung jawab dan wewenang:
a. Merencanakan dan mengatur sistem keselamatan, kesehatan & operasi
lingkungan di perusahaan & lokasi Proyek.
b. Menyarankan dan mengatur peraturan/spesifikasi keselamatan, kesehatan &
lingkungan.
c. Mengatur dan memberikan kursus pelatihan tentang pengetahuan keselamatan
atau kesehatan & lingkungan.
d. Merencanakan hubungan pelanggan tentang keselamatan, kesehatan &
lingkungan.
e. Mengontrol operasi proyek keselamatan.
f. Bertanggung jawab atas perlengkapan keselamatan diri (APD).
g. Menyelidiki, menganalisis dan menyiapkan laporan termasuk saran jika terjadi
kecelakaan.
h. Berkoordinasi dengan semua departemen & pelanggan atau pemerintah
organisasi yang peduli dengan keselamatan.
i. Mengontrol dan meningkatkan sistem keamanan agar perusahaan tetap aman.
j. Membentuk komite keselamatan perusahaan dan mengkoordinasikan kegiatan
audit keselamatan.
k. Menyiapkan dan melanjutkan inspeksi fasilitas keselamatan dan alat pemadam
kebakaran yang digunakan di perusahaan dan
l. sisi proyek untuk memastikan bahwa memiliki efisiensi untuk digunakan.
m. Meningkatkan operasi bagian Keselamatan untuk meminimalkan biaya/biaya.
n. Bertanggung jawab atas laporan bagian keselamatan.
o. Bertanggung jawab atas Emergency Drill baik perusahaan maupun lokasi
proyek
p. Mengkoordinir dan menganalisa laporan Medical check up
q. Pekerjaan lain yang diberikan oleh Operation Leader dan atau Operation
Director.
13. QMR
Bertugas merencanakan, mengendalikan dan bertanggung jawab atas
proposal, kerjasama proyek, meningkatkan operasi sistem, memastikan operasi
kesehatan & lingkungan di perusahaan dan sisi proyek.
Tanggung jawab dan wewenang:
a. Melakukan survei lokasi dan klarifikasi teknis
b. Merencanakan dan menyiapkan Proposal Proyek pengoperasian di.
c. Menyarankan dan mengatur Prosedur untuk semua pelaksanaan proyek.
d. Mengatur dan memberikan kursus pelatihan tentang pengetahuan operasi
kepada bawahan.
e. Merencanakan hubungan/koordinasi pelanggan tentang pelaksanaan proyek.
f. Mengontrol operasi proyek dengan tepat waktu dan sesuai anggaran.
g. Bertanggung jawab atas perlengkapan keselamatan diri (APD).
h. Menyelidiki, menganalisis dan menyiapkan laporan termasuk saran jika terjadi
masalah/kecelakaan.
i. Berkoordinasi dengan semua departemen & pelanggan atau organisasi yang
bersangkutan dengan operasi.
j. Mengontrol dan memperbaiki sistem operasi peralatan agar peralatan tidak
rusak/hilang.
k. Mengatur dan melanjutkan fasilitas peralatan inspeksi di perusahaan dan sisi
proyek untuk memastikan yang memiliki efisiensi untuk digunakan.
l. Meningkatkan operasi Keselamatan untuk meminimalkan biaya/biaya.
m. Bertanggung jawab atas laporan proyek.
n. Koordinasi dan analisis tentang laporan proyek
o. Pekerjaan lain yang diberikan oleh Operation Leader dan atau Operation
Director.
4.4. Perizinan
Berdasarkan akta pendirian perseroan terbatas, PT. Suci Energi Solusi
Indonesia didirikan sejak 28 Desember 2012. PT. Suci Energi Solusi Indonesia
juga telah terdaftar dengan nomor induk berusaha yaitu, 8120015081679. Dengan
daftar kegiatan usaha yang telah memiliki izin usaha efektif, terdaftar sebagai
berikut:
a. Instalasi minyak dan gas.
b. Konstruksi bangunan elektrikal.
c. Pemasangan bangunan prafabrikasi untuk konstruksi bangunan sipil lainnya.
d. Perdagangan eceran bahan kimia.
e. Konstruksi bangunan pengolahan dan penampungan barang minyak dan gas.
Sedangkan kegiatan usaha perizinan berusaha berbasis risiko:
a. Reparasi produk logam siap pasang untuk bangunan, tangki, tandon air dan
generator uap.
b. Instalasi minyak dan gas.
c. Jasa inspeksi teknik instalasi.
66
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Limbah B3
PT. Suci Energi Solusi Indonesia melayani basis pelanggan yang beragam,
termasuk industri minyak & gas, terminal, perusahaan Petrokimia dan lain-lain.
Layanan industri terintegrasi SEISO adalah solusi perawatan tangki total,
termasuk pembersihan tangki (sistem loop tertutup) sesuai dengan API std 2016,
perbaikan tangki - perbaikan pipa, blasting-painting, penggantian &
commissioning ATG, penggantian atap apung internal, fabrikasi jalur pipa jetty &
modifikasi, pemeriksaan tangki dengan mengikuti standar API 653, kalibrasi
tangki, dekontaminasi kolom, pembersihan kimia, bongkar muat katalis, bongkar
muat perlite, pembersihan saluran pipa-pigging, pembersihan jet air bertekanan
tinggi, layanan vakum dan masih banyak lagi.
67
Gambar 4.20 Daftar proyek yang pernah ditangani PT. Suci Energi Solusi
Indonesia
(Sumber : Company Profile PT. Suci Energi Solusi Indonesia)
Berdasarkan data diatas beberapa limbah atau produk hasil dari pekerjaan
yang dilakukan oleh PT. Suci Energi Solusi Indonesia dapat dikategorikan dalam
limbah berbahaya dan beracun. Terlebih sebagian besar proses pembersihan
68
dilakukan dengan metode chemical cleaning dengan bantuan NH3 atau H2SO4.
Berdasarkan proses tersebut, limbah atau hasil buangan yang dihasilkan tentunya
mengandung bahan kimia bekas proses pembersihan. Maka limbah atau kotoran
bekas pembersihan tangki, pipa atau komponen lain sebagian besar termasuk
dalam limbah B3. Beberapa produk yang merupakan B3 adalah sulfuric acid
(asam sulfat), asam sulfat ini tentunya ada pada produk sebab pembersihan
dilakukan dengan H2SO4. Lalu etanol, Alkohol jenis Ethanol dan Isopropyl alcohol
termasuk sebagai Bahan Berbahaya Beracun (B3) sebagaimana tercantum dalam
Lampiran 1 Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan B3,
sebagai B3 yang dapat dipergunakan. Selanjutnya adalah caustic soda (natrium
hidroksida), senyawa anorganik dengan rumus kimia NaOH ini juga termasuk ke
dalam jenis B3. Kemudian crude oil, Minyak bumi termasuk limbah bahan
berbahaya dan beracun (B3) jika mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) no. 85
tahun 1999. Ada juga gasoline dan kerosine, dimana dalam PP 11/2015, bahan
bakar minyak (BBM) dan liquid petroleum gas (LPG) dimasukkan ke dalam jenis
barang berbahaya dan beracun (B3). Beberapa jenis B3 yang mudah dikenali dan
boleh dipergunakan antara lain adalah bahan-bahan kimia seperti amonia, Asam
Asetat, Asam sulfat, Asam Klorida, Asetilena, Formalin, Metanol, Natrium
Hidroksida, termasuk juga gas Nitrogen. Lebih lengkapnya daftar B3 yang boleh
dipergunakan dapat dilihat pada Lampiran 1 Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun
2001. Sedangkan B3 yang dilarang dipergunakan antara lain adalah Aldrin,
Chlordane, DDT, Dieldrin, Endrin, Heptachlor, Mirex, Toxaphene,
Hexachlorobenzene dan PCBs. Daftar tersebut dapat dilihat pada Lampiran 2.
Sedangkan Lampiran 3 berisi daftar B3 yang dipergunakan secara terbatas, antara
lain Merkuri, Senyawa Merkuri, Lindane, Parathion, dan beberapa jenis CFC.
Salah satu yang berhasil diamati secara langsung selama kegiatan kerja
praktik adalah hasil proses sandblasting. Pembersihan dengan metode
sandblasting ini merupakan salah satu projek yang sedang dikerjakan oleh PT.
Suci Energi Solusi Indonesia pada bulan Juli-Agustus, projek ini merupakan
pembersihan salah satu unit di pabrik Petrokimia. Sandblasting, arau dikenal juga
sebagai abrasive blasting, adalah operasi mendorong secara paksa aliran material
abrasif ke permukaan di bawah tekanan tinggi untuk menghaluskan permukaan
69
Gambar 4.21 Diagram alir penanganan limbah B3, PT. Suci Energi Solusi
Indonesia
(Sumber : Company Profile PT. Suci Energi Solusi Indonesia)
perlu dilakukan yaitu yang pertama penampungan limbah non B3, dan kemudian
membuang limbah ke tempat yang telah ditentukan.
Aturan pengumpulan/penampungan limbah sementara yang diterapkan oleh
PT. Suci Energi Solusi Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Semua Limbah yang dihasilkan oleh aktivitas PT. Suci Energi Solusi Indonesia
(SEISO) akan ditampung/ dikumpulkan sementara dalam tempat-tempat
khusus sesuai dengan jenisnya masing-masing.
b. Jenis tempat sampah akan mengacu kepada standar pewarnaan dan kode
warna.
c. Pengumpulan/penampungan limbah sementara tidak boleh dicampurkan antara
limbah B3 dan Non B3.
d. Peyimpanan/pengelolaan limbah B3 yang melebihi waktu 90 hari memerlukan
surat iijin dari Kementrian Lingkungan Hidup.
e. Jumlah masing-masing Limbah yang telah dikumpulkan atau ditampung
sementara dalam kurun waktu satu bulan harus dicatat dan dilaporkan kepada
SHE Officer atau Enviromental Officer yang akan dilaporkan sebagai laporan
bulanan K3L kepada Corporate SHE dan Klien.
f. SHE Officer atau Environment Officer memastikan limbah B3 yang disimpan
telah sesuai dengan Standar Perlakuan Limbah B3 dan telah memiliki simbol
dan label yang sesuai.
Gambar 4.22 Contoh manifes limbah B3 PT. Suci Energi Solusi Indonesia
(Sumber : PT. Suci Energi Solusi Indonesia)
75
Gambar 4.23 Contoh manifes limbah B3 PT. Suci Energi Solusi Indonesia
(Sumber : PT. Suci Energi Solusi Indonesia)
76
Gambar 4.24 Contoh manifes limbah B3 PT. Suci Energi Solusi Indonesia
(Sumber : PT. Suci Energi Solusi Indonesia)
77
ppm, LEL = 0% dan O 2 > 2%. Setelah melakukan pembersihan secara kimia
kemudian dilakukan pembersihan secara manual dengan bantuan tenaga manusia,
bertujuan untuk membersihkan sisa-sisa (sludge) dari proses sebelumnya. Dan
tahapan terakhir adalah pengecekan atau inspeksi, untuk memastikan bahwa
pembersihan tangki telah sesuai.
Sludge Oil termasuk limbah B3 yang penyimpanannya tidak boleh lebih dari
90 hari dan harus diolah secara khusus. Metode yang dipilih oleh PT. Suci Energi
Solusi Indonesia adalah metode Sludge Oil Recovery (SOR). SOR adalah metode
pengolahan limbah sludge oil untuk memperoleh kembali kandungan minyak
yang disebut recovered oil yang dapat digunakan kembali sebagai feed proses
produksi. Metode ini bekerja dengan pemisahan secara fisika dengan
memanfaatkan gaya sentrifugal untuk memisahkan cake dengan fasa liquid dan
perbedaan massa jenis untuk memisahkan minyak dan air.
a. Umum.
HSE plan telah dikembangkan untuk meningkatkan aspek HSE dari proyek
dan masih meningkatkan kesadaran HSE kepada semua karyawan serta PT. Suci
Energi Solusi Indonesia. Sehingga dengan meminimalkan kemungkinan
terjadinya kecelakaan selama pelaksanaan proyek/pekerjaan HSE plan
keseluruhan ini akan digunakan oleh project manager dan senior engineer PT Suci
Energi Solusi Indonesia untuk memantau semua kegiatan HSE proyek di semua
area lokasi kerja.
1. Tujuan.
PT Suci Energi Solusi Indonesia menetapkan tujuan dasar proyek sebagai berikut:
a. Jalankan proyek tanpa menyakiti siapa pun, merusak peralatan atau aset apa
pun, kehilangan bahan apapun atau merusak lingkungan.
b. Pastikan bahwa pekerjaan dilakukan hanya oleh personel yang berkualifikasi
dan kompeten.
c. Menanamkan kesadaran keselamatan yang tinggi di antara semua PT. Personil
Suci Energi Solusi Indonesia.
d. Pastikan kepatuhan terhadap Rencana HSE Proyek
e. Identifikasi semua bahaya yang diketahui.
f. Menghilangkan dan meminimalkan bahaya tersebut
g. Laporkan semua nyaris celaka
c. Standar Kerja.
1. PT. Suci Energi Solusi Indonesia standar kerja dan kelayakan.
81
SMK3 dan Audit SMK3 (Dep. Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI)
Pengawasan K3 Lingkungan Kerja (Dep. Tenaga Kerja dan Transmigrasi
RI)
d. Prosedur Kerja.
1. Tank Cleaning.
Proses menghilangkan uap hidrokarbon, cairan atau residu. Pembersihan
tangki mungkin diperlukan karena satu atau beberapa alasan berikut:
a. Untuk membawa ballast bersih.
b. Ke tangki bebas gas untuk inspeksi internal, perbaikan atau sebelum memasuki
dok kering.
c. Untuk menghilangkan sedimen dari pelapisan tank top. Hal ini mungkin
diperlukan jika kapal terlibat dalam pengangkutan bahan bakar minyak atau
kargo pengendapan sedimen yang serupa. Meskipun pencucian mungkin tidak
diperlukan di antara perjalanan berturut-turut, dengan asumsi kargo
kompatibel, banyak Pemilik Kapal merasa bijaksana untuk mencuci
sekelompok kecil tangki secara bergiliran di antara perjalanan, sehingga
mencegah akumulasi sedimen yang besar.
2. Chemical Cleaning.
Tujuan pembersihan kimia adalah untuk menghilangkan minyak, lemak, dan
bahan organik lainnya, dan sebagian besar mencakup produk korosi, kerak
mineral, lumpur, atau kontaminan proses, dalam kombinasi apa pun. Hasil dari
pembersihan ini adalah permukaan logam benar-benar bersih, kering dan pasif
keadaan tanpa tanda-tanda korosi.
Langkah-langkah pembersihan kimia:
a. Water Flush
Ini adalah tahap awal sebelum perawatan kimia. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui kebocoran pada setiap sambungan dan juga untuk membersihkan
deposit yang masih menempel pada permukaan material.
b. Alkali Chemical Cleaning
83
3. Blasting.
a. Semua operasi peledakan akan memenuhi persyaratan kesehatan, keselamatan
dan lingkungan.
b. Staf yang melakukan operasi peledakan akan bertanggung jawab untuk
memastikan bahwa semua yang diperlukan tindakan pencegahan keselamatan
dilakukan dan hanya dapat dilakukan di ruang peledakan.
c. APD yang sesuai untuk operasi peledakan harus dipakai dengan tambahan alat
bantu pernapasan.
d. Ketika operasi peledakan terjadi, pedoman yang ketat harus diikuti untuk
memastikan perlindungan terhadap pekerja dan lingkungan.
e. Izin Kerja harus dibuat sebelum memulai pekerjaan.
2. Aspek Kesehatan.
a. Program pemeriksaan kesehatan berkala dilakukan setiap kali mulai bekerja di
Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat.
b. Program makanan sehat dilakukan setiap kali mulai bekerja di lokasi proyek.
c. Program jaminan pekerja (BPJS Ketenagakerjaan) dibayar oleh manajemen PT
Suci Energi Solusi Indonesia tiap bulan.
d. Untuk mencegah pandemi global (manajemen COVID 19 melakukan strategi
dan rekomendasi untuk pengusaha menanggapi COVID-19 Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor H. 01 07/MENKES 328 2020):
Melakukan pemeriksaan kesehatan setiap hari.
85
3. Aspek Lingkungan.
a. Pemeriksaan lokasi pekerjaan setiap akan memulai pekerjaan di lokasi proyek.
b. Pembersihan lokasi pekerjaan dilakukan setiap kali pekerjaan selesai dengan
memberikan tempat sampah.
c. Penilaian limbah sisa dilakukan setiap proyek dilaksanakan sampai selesai
dengan menyediakan tempat pembuangan limbah di tiga tempat, dan
menyediakan shelter untuk limbah cair.
1. Pembuangan Kimia.
Guna mendukung upaya menciptakan lingkungan yang bebas polusi, maka
petunjuk pembuangan limbah di bawah ini harus diketahui dan dilaksanakan
sebagaimana mestinya oleh seluruh pekerja petunjuk pelaksanaan K3:
a. Setiap limbah, baik karena kerusakan, purging, kadaluarsa, atau sisa proses
yang tidak digunakan lagi, harus dibuang pada saluran khusus yang telah
disiapkan.
b. Jika limbah kimia berupa asam basa yang berbahaya maka harus dinetralkan
sebelum dibuang, sedangkan zat logam berbahaya harus diendapkan terlebih
dahulu sampai pembuangannya benar-benar aman tidak melebihi NAB.
c. Limbah berupa sisa gas yang mudah terbakar dalam jumlah besar harus dibakar
secara terkendali yang dilakukan di dalam lubang pembakaran.
d. Semua wadah/kemasan bahan kimia berbahaya bekas harus dibakar/ditanam
sesuai petunjuk pejabat yang berwenang.
e. Buang limbah berbahaya secara manual dengan menggunakan APD yang
sesuai. Berhati-hatilah terhadap bahaya terciprat, jatuh, terpeleset, terciprat, dll.
penggunaan APD.
gas alam Amerika. Organisasi ini mewakili sekitar 600 perusahaan yang terlibat
dalam produksi, pemurnian, distribusi, dan banyak aspek lain dari industri
perminyakan. API dibentuk pada tahun 1919 sebagai organisasi penetapan standar
dan telah mengembangkan lebih dari 700 standar untuk meningkatkan
keselamatan, efisiensi, dan keberlanjutan operasional dan lingkungan. Dalam 100
tahun pertamanya, API telah mengembangkan lebih dari 700 standar untuk
meningkatkan keselamatan operasional, perlindungan lingkungan, dan
keberlanjutan di seluruh industri, terutama melalui standar yang diadopsi secara
global. Standar API dikembangkan di bawah proses terakreditasi American
National Standards Institute (ANSI) API. Sehingga memastikan bahwa standar
API diakui tidak hanya untuk ketelitian teknis mereka, tetapi juga akreditasi pihak
ketiga mereka yang memfasilitasi penerimaan oleh regulator dari negara bagian,
federal, dan internasional. ANSI (American National Standards Institute) adalah
organisasi nirlaba swasta yang mengawasi pengembangan standar yang disetujui
secara sukarela untuk produk, layanan, proses, sistem, dan personel di Amerika
Serikat. API juga bekerjasama dengan ANSI untuk menyediakan standar-standar
gratis melalui Portal ANSI IBR. Sejak 1924, American Petroleum Institute telah
menjadi landasan dalam menetapkan dan mempertahankan standar untuk industri
minyak dan gas alam di seluruh dunia. Pekerjaan API adalah membantu industri
untuk menemukan dan memproduksi produk unggulan secara konsisten,
menyediakan layanan penting, memastikan keadilan di pasar untuk bisnis dan
konsumen, dan mempromosikan penerimaan produk dan praktik oleh industri dan
pemerintah secara global. Standar bermanfaat untuk meningkatkan keamanan
operasi industri, menjamin kualitas, membantu menekan biaya, mengurangi
pemborosan, meminimalkan kebingungan, mempercepat penerimaan, membawa
produk ke pasar lebih cepat, dan menghindari keharusan menemukan kembali
siklus setiap kali suatu produk diproduksi.
89
BAB V
TUGAS KHUSUS
(Sumber: PT Pertamina)
Menurut PP No 101 Tahun 2014 tentang pengolahan limbah B3, sludge oil
tergolong sebagai limbah B3 dari sumber spesifik pada kilang minyak dan gas
bumi. Jadi, pengolahan limbah ini harus sesuai dengan peraturan yeng telah
ditetapkan. Dari pengamatan ditampatkan bahwa residu dasar tangka adalah
limbah penghasil limbah terbesar dalam kegiatan produksi di PT pertamina.
Berikut disajikan data sumber limbah B3yang dihasilkan PT Pertamina (Persero)
RU III (PT Pertamina RU III, 2019):
UTL, B307-
13 Filter bekas Beracun 2
Workshop 3
14 Lampu TL Maintenance Beracun B107d 2
15 Limbah resin UTL Beracun B106d 2
Isolasi (kalsium silika,
16 Maintenance Beracun
rock wool)
Refrigerant bekas dari Penggantian
17 peralatan elektronik pendingin Beracun A111d 1
(freon) AC
(Sumber: PT Pertamina)
Jenis/Nama Kategori
No Sumber Limbah Karakteristik Kode
Limbah B3 Bahaya
Residu Dasar Production Mudah
1 A307-2 1
Tangki (SOR) (Cleaning Tank) menyala
Resdu (Cake Mudah
2 SOR (Env) A307-2 1
SOR) menyala
Limbah Carbide- Mudah
3 Ex Stock S&W B356-1 2
Residu menyala
Mudah
4 Sludge (IPAL) CD&GP A307-1 1
menyala
Katalis Bekas FCCU,
(FCC, Ceramic Polimerisasi- Korosif
5 B307-1 2
Ball, Mol Sieve, CD&GP, /Beracun
P2O5) Polypropylene
Karbon Aktif
6 UTL Beracun B307-2 2
Bekas
Sisa dan Bekas
7 Polypropylene Beracun B305-2 2
Stabiliser
(Sumber: PT Pertamina)
(Sumber: PT Pertamina)
Produk
Metode Efisiensi Biaya Durasi Kelebihan Kekurangan
Sampingan
Membutuhkan perlaut organic
Solvent VOC, Cake Mudah diterapkan, Cepat, dan
B-C A-B A dalam jumlah besar, tidak dapat
Extraction Sludge Efisien
diteapkan untuk logam berat
Biaya modal dan perawatan yang
Mudah diterapkan, cepat, dan
Air limbah, tinggi, butuh banyak energi, bising,
Centrifugation C-D A-B A Efisien, high Troughput, tidak
Cake Sludge membutuhkan pre-treatment, tidak
membutuhkan bahan kimia
dapat mengolah logam berat
Mudah diterapkan, cepat, dan efisien, Biaya mahal, surfaktan mungkin
Surfactant Air limbah,
B A-B A high throughput, memberikan efek beracun, surafaktan perlu
EOR Cake Sludge
(kecil) terhadap logam berat dihilangkan dari recovered oil
Efisiensi rendah, konsumsi energi
Freeze/ Air limbah, Mudah diterapkan, cepat, cocok
C - A tinggi, tidak dapat digunakan untuk
Thaw cake sludge untuk daerah dingin
mengolah logam berat
Cepat dan efisien, kapasitas Biaya modal, perawatan, dan
pengolahan besar, minyak yang dapat pengoperasian tinggi, konsumsi
Pyrolisis B-C A-B VOC, Chars
dimanfaatkan kembali dapat energi tinggi, tidak cocok untuk oil
ditingkatkan sludge dengan kandungan air tinggi
94
Keterangan :
Efisiensi :A = >90% ;
B = 75-90% ;
C = 50-75% ;
D = 50%
Harga US$/m3 :A = > 300$ ;
B = 200-100 $ ;
C = 100-50 $ ;
D = <50$
Waktu Pengolahhan : A = <1-2 hari ;
B = 1-6 bulan ;
C = 6-12 bulan ;
D = 1-2 tahun
Limbah Sludge Oil adalah limbah B3 yang termasuk dalam jenis limbah
yang tidak boleh disimpan dalam penyimpanan lebih dari 90 hari dan pengolahan
secara khusus. SOR sendiri adalah suatu metode pengolahan Sludge oil yang
mendapatkan kandungan minyak itu kembali. Metode ini menggunakan
pemisahan secara fisika dengan pemanfaatan sentrifugal yang digunakan untuk
memisahkan cake dengan fasa liquid dan perbedaan massa jenis untuk
membedakan minyak dan air. Sludge oil yang akan di olah dengan jumlah sebesar
4500 m3.
2. Pengolahan SOR
PT Pertamina (Persero) RU III menghasilkan limbah B3 sludge oil dengan
97
kuantitas yang berbeda setiap tahunnya bergantung pada seberapa banyak sludge
oil yang diperoleh dari cleaning tank. Berikut adalah jumlah limbah sludge oil
yang dihasilkan oleh PT Pertamina (Persero) RU III pada tahun 2016 adalah
sebesar 4500 m3 pertahunnya. Dari data di atas didapatkan pengolahan hasil SOR
sebesar:
Sludge
Composition %Vol
4500 M3
Water 0,75 33,75
BS&W 0,73 32,90
Sludge 0,02 0,86
Recovered Oil 98,50 4432,50
Total 100 4500,00
(Sumber: PT Pertamina)
Dari tabel diatas didapatkan hasil recovery sebesar 98.5% dan dari nilai
tersebut Sludge Oil berhasil diolah dari total feed yang ada dari 4500 m3 menjadi
4432,5 m3.
tidak bocor dan mencemari air tanah. Atapnya terbuat dari seng tapis hujan agar
kandungan air sludge tidak akan mengalami pertambahan karena air hujan. Di
sekeliling sludge pond terdapat sumur pantau yang berguna sebagai pemantau
kualitas air tanah, untuk menjaga kemungkinan terjadi kebocoran dari sludge
pond sendiri Sumur pantau ini akan secara rutin dipantau parameter kualitasnya
oleh laboratorium Pertamina setiap bulan.
Denah rancang bangunan Sludge Pond dapat dilihat dari gambar berikut (PT
Pertamina RU III, 2019):
Gambar 5.27 Denah Rancang Bangunan Sludge Pond Potongan A-A dan B-B.
(Sumber: PT Pertamina)
b. Steam Boiler
Steam Boiler adalah alat yang akan menghasilkan suatu uap untuk semua
alat yang membutuhkan panas seperti Sludge Pond, Mixing tank, dan settling tank.
Boiler ini menggunakan bahan bakar solar dengan konsumsinya 3000 L/Minggu
nya.
100
c. Mixing Tank
Mixing tank adalah suatu alat yang dipergunakan untuk memasukan feed
sludge oil dari Sludge pond menuju decanter. Unit ini digunakan untuk
menstabilkan limbah lumpur minyak agar minyak, air, dan padatan tersebar
merata dalam tangki. Langkah ini dapat meningkatkan efisiensi Decanter
Centrifuge dalam melakukan pemisahan komponen yang ada. Proses
homogenisasi pada Mixing Tank dilakukan dengan adanya steam coil untuk
menghindari pengendapan dan agitator untuk proses agitasi (agitation process).
d. Decanter Centrifuge
Decanter Centrifuge adalah alat yang digunakan untuk memisahkan padatan
dan fasa cair dari limbah lumpur minyak dengan kecepatan 3.500 G-Forces.
Ukuran terkecil partikel padatan yang dapat dipisahkan sebesar 5 μm. Decanter
101
4. Kualitas Air
(Sumber: PT Pertamina)
5. Tinajuan Keekonomisan
103
Dalam sub bab ini akan dibahas hasil dari recovery oil yang didapatkan
setelah dilakukan SOR sendiri :
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. PT. Suci Energi Solusi Indonesia melayani perawatan tangki total,
termasuk pembersihan tangki sesuai dengan API std 2016, perbaikan
tangki - perbaikan pipa, blasting-painting, penggantian & commissioning
ATG, penggantian atap apung internal, fabrikasi jalur pipa jetty &
modifikasi, pemeriksaan tangki dengan mengikuti standar API 653,
kalibrasi tangki, dekontaminasi kolom, pembersihan kimia, bongkar muat
katalis, bongkar muat perlite, pembersihan saluran pipa-pigging,
pembersihan jet air bertekanan tinggi, layanan vakum dan masih banyak
lagi.
1. Pekerjaan yang dilakukan oleh PT. Suci Energi Solusi Indonesia dapat
dikategorikan dalam limbah berbahaya dan beracun. Terlebih sebagian
besar proses pembersihan dilakukan dengan metode chemical cleaning
dengan bantuan NH3 atau H2SO4.
2. Hal pertama adalah identifikasi limbah, apakah limbah tersebut merupakan
limbah B3 atau limbah non B3. Selanjutnya adalah menentukan
penanganan sesuai dengan limbah yang ada. Pada pelaksanaan ini
dibutuhkan pembuatan form catatan jumlah limbah dan form manifest
limbah B3. Lalu jika limbah yang dihasilkan adalah limbah non B3 maka
penanganan yang perlu dilakukan yaitu yang pertama penampungan
limbah non B3, dan kemudian membuang limbah ke tempat yang telah
ditentukan.
3. Penanganan limbah B3 ini diatur dalam PP nomor 21 tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
Permen LHK nomor 6 tahun 2021 tentang Tata Cara dan Persyaratan
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Dimana dengan
terbitnya PP 22/2021 maka mencabut sekaligus lima aturan PP 101/2014
tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun, PP 27/2012
tentang Izin Lingkungan, PP 82/2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air
105
6.2 Saran
1. Penjadwalan cleaning tank harus dilakukan dengan baik yang diikuti
dengan pelaksanaan di lapangan yang harus dilakukan sesuai jadwal yang
106
telah ditentukan. Hal ini untuk menghindari ketiadaan limbah sludge oil
yang akan berdampak pada keefektifan pelaksanaan SOR.
2. Jalan menuju sludge pond sebagian besar sudah baik dan beraspal. Namun
masih ada beberapa jalur yang sedikit rusak ataupun cukup bergelombang
sehingga dikhawatirkan terdapat tumpahan minyak atau sludge oil yang
dapat mencemari tanah yang terkena tumpahan. Jadi alangkah lebih baik
apabila jalan diperbaiki.
3. Berikut adalah saran alternatif teknologi yang dapat digunakan sebagai
metode pengolahan sludge oil:
a. Solvent Extraction
Solvent extraction banyakdigunakan untuk menghilangkan senyawa
organik volatil dan semi volatil dari tanah atau air. Pelarut ini akan bercampur
dengan minyak yang terkandung pada sludge oil sedangkan air dan partikel
padat terpisahkan dari minyak. Campiran pelarut dan minyak selanjutnya
dipisahkan dengan proses distilasi (AL-Zahrani dan Putra, 2013). Beberapa
pelarut dipakai dalam metode ini antara lain methyl ethyl ketone (MEK),
liquified petroleum gas condensate (LPGC), Toluene, Xylene & Hexane yang
menghasilkan persentase perolehan recovered oil yang beragam. Toluene
memberikan hasil recevered oil terbaik mencapai 75,94% (El Naggar et al,
2010).Proses recovery minyak dari sludge oil menggunakan metode solvent
extraction adalah sebagai berikut:
Gambar 6.33 Recovery minyak dari sludge oil dengan metode solvent extraction
(Sumber: El Naggar et al, 2010)
107
DAFTAR PUSTAKA