0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
16 tayangan4 halaman
Puisi ini menggambarkan arsitektur rumah tradisional Melayu Riau bernama Selaso Jatuh Kembar. Rumah ini memiliki atap berbentuk saling bersilang dengan hiasan yang merepresentasikan hubungan manusia dan Tuhan. Lantainya dipisahkan oleh dinding kayu yang dimiringkan 30 derajat untuk aerodinamika. Puisi ini juga menyinggung soal korupsi pejabat di Riau pada tahun 1998-2009.
Puisi ini menggambarkan arsitektur rumah tradisional Melayu Riau bernama Selaso Jatuh Kembar. Rumah ini memiliki atap berbentuk saling bersilang dengan hiasan yang merepresentasikan hubungan manusia dan Tuhan. Lantainya dipisahkan oleh dinding kayu yang dimiringkan 30 derajat untuk aerodinamika. Puisi ini juga menyinggung soal korupsi pejabat di Riau pada tahun 1998-2009.
Puisi ini menggambarkan arsitektur rumah tradisional Melayu Riau bernama Selaso Jatuh Kembar. Rumah ini memiliki atap berbentuk saling bersilang dengan hiasan yang merepresentasikan hubungan manusia dan Tuhan. Lantainya dipisahkan oleh dinding kayu yang dimiringkan 30 derajat untuk aerodinamika. Puisi ini juga menyinggung soal korupsi pejabat di Riau pada tahun 1998-2009.
Atapnya beradat Melayu Riau yang bersilang diantara perabung
hiasannya mendalami hubungan manusia dan Tuhan
bagai saudara kembar langsa dan paran bergandengan di langit-langit rumah
dari kayu sungkai lubang angin berhilir dan berhulu
dimiringkan hingga 30 derajat si dinding Selaso Jatuh Kembar
untuk aerodinamika yang ada di bibir sungai dan laut
bendul sebagai penguat dan pengikat ujung lantai
bagai tembok Cina bendul pisahhkan diantara ruangan dan lantai
si ambang berdiri kokoh sebagai pembuka rumah
ditemani tingkap yang kadang bersayab satu atau dua
wahai Selaso Jatuh Kembar
berganjil tanggamu menduduki tanah
tiang seri dan tiang tuo memanggil angin-angin keberkahan
lalu diaminkan oleh tutup tiang pengunci angin
wahai Selaso Jatuh Kembar
didedikasikan untuk Tuan-Tuan bermusyawarah
Pekanbaru, 13 Juli 2017
Tuan-Tuan Kemaruk Dengan berandang puisi ini bergetar
diantara rasuah-rasuah Tuan yang kemaruk
hus,
ingatlah para zuriat, ini tidak semua Tuan
hanya seuntai bait pengingat fosil
dalam camarnya mereka duduk mengakar
tahun 1998 hingga 2003
terbilanglah Tuan di Kota Pekanbaru
tersangkut diantara pemeras api kebakaran
tahun 2003 hingga 2009, Tuan kemaruk berlaga
diantara raga dan nyanyian hutan
tahun 2013 hingga 2016, Tuan kemaruk merayap lahan
lalu, di Rokan Hulu, tersebutlah Tuan
dalam singgga sanah berdiri mengusung genset
Tuan kemaruk mengais-ngias izin di Pelalawan, Siak, Kampar
mereka bercumbu dengan penghijau dunia
dalam denyut waktu mereka terpaku
hus
ini puisi Tuan-Tuan kemaruk yang sedikit tertuang
Pekanbaru, 13 Juli 2017
Dina Al Khansa nama pena dari Dina Pertiwi, kelahiran 28 Februari 1990 Pekanbaru, beragama islam, alumni Universitas Islam Riau fakultas hukum, beralamat di jalan Saomati, RT/RW 03/07, Kelurahan Bencah Lesung, Kecamatan Tenayan Raya Pekanbaru Riau, Nomor hp 082284757490, Facebook Dina Pertiwi Setiadi, Instagram Dina Pertiwi Setiadi, Email dinapertiwiair@gmail.com. Rek Bukopin 2202101131 an dina pertiwi, bergiat di Competer,Puisi pernah dimuat di Sastra Sumbar,Raiu Realita, Xpresi Riau Pos dan Dinamika News, Buku antologi puisi “Menelan Matahari.”