Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH TENTANG ATRIBUT SEMINAR KEBIDANAN

Disusun oleh :
1. Bella Ayu Nurlita Sari

2. Nur Hayati Ningsih

3. Ribka Fitriani

4. Dwi Cahyati

STIKES MAJAPAHIT MOJOKERTO


PRODI S1 KEBIDANAN
2022/2023

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayahnya sebagai petunjuk untuk hambanya di dunia yang dikaruniai akal sebagai
mummayiz manusia sang khalifah dengan makhluk yang lainnya, maka dari itu masih perlu
bagi kita untuk memperluas wawasan.

Dengan adanya makalah seminar ini, semoga dapat memberikan manfaat dan
informasi kepada penulis dan pihak yang membutuhkannya terutama dedifikasikan
mahasiswa program studi Pendidikan S1 Bidan dalam komponen Midwifery Update, PPAM,
Terakreditasi dikti, Modul e-learning askeb dan Modul pelatihan tim penilai.

Dengan penuh kesadaran mengenai segala kekurangan, kami selalu berusaha


semaksimal mungkin memberikan yang terbaik sesuai dengan apa yang dimiliki.
Akhir kata berdasar semboyan, bahwa tiada gading yang tak retak penulis berharap isi
makalah ini dapat bermanfaat dan dapat memperluas wawasan. Sebagai penulis kami
mengucapkan Terima Kasih.

Mojokerto, 24
September 2022

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman judul…………………………………………………….

Kata pengantar…………………………………………………..

Bab I PENDAHULUAN..................................................…

Latar belakang...............................................................…

Rumusan masalah .........................................................

Tujuan penulisan .......................................................….

BAB II PEMBAHASAN...................................................…

Ringkasan materi............................................................

Midwifery Update………………………………………………

PPAM………………………………………………………………….

Terakreditasi dikti…………………………………………….

BAB III PENUTUP..............................................................

Kesimpulan........................................................................

Saran ................................................................................…
Daftar pustaka...................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang

Bidan sebagai salah satu tenaga kesehatan strategis yang memiliki tugas dan fungsi
memberikan pelayanan kebidanan untuk meningkatkan status kesehatan ibu dan anak,
khususnya kesehatan reproduksi perempuan dan tumbuh kembang bayi dan balita. Banyak
ahli telah membuktikan bahwa meningkatkan status kesehatan ibu dan anak dalam
mempersiapkan generasi yang berkualitas dimulai sejak dini, yaitu sejak sebelum hamil atau
bahkan dimulai dari masa remaja sesuai dengan siklus kesehatan reproduksi
perempuan.

Pengawasan kesehatan ibu sebelum hamil sangat menentukan kualitas


anak yang akan dilahirkan, demikian juga pengawasan kehamilan dan persiapan kelahiran
serta kesiapam menjadi orangtua merupakan bagian yang sangat penting menjadi perhatian
seorang bidan. Disamping itu bidan sebagai mitra perempuan dan menjadi role model bagi
keluarga, oleh karena itu untuk memberikan pelayanan kebidanan berkualitas, menjadi
kebutuhan yang mendasar. Selain itu, dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarkat
tersebut bidna harus mematuhi peraturan perundangan yang berlaku.
Bidan yang akan menjalankan praktik dan/atau pekerjaan profesinya harus kompeten yang
dibuktikan dengan Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi. Sesuai Undang-undang No.
36 tahun 2014, pasal 46 bahwa setiap tenaga kesehatan yang praktik harus memiliki ijin
demikian juga bidan yang akan menjalankan profesinya. Ijin praktik diberikan dalam bentuk
Surat Izin Praktik Bidan yang selanjutnya disingkat SIPB, sebagai bukti tertulis yang
diberikan oleh pemerintah kepada bidan yang akan menjalankan praktik kebidanan setelah
memenuhi persyaratan. Untuk mendapatkan SIPB, syaratnya adalah STR (Surat Tanda
Registrasi) yang masih berlaku. Surat Tanda Registrasi berlaku selama 5 tahun. Syarat
mendapatkan STR memiliki Sertifikat Kompetensi dan Sertifikat Profesi.

Sertifikat tersebut diperoleh melalui proses sertifikasi yang dilaksanakan oleh Perguruan
Tinggi, dan pelaksanaannya bekerjasama dengan Organisasi Profesi, lembaga pelatihan, atau
lembaga sertifikasi yang terakreditasi.
(Undang-undang No. 36 tahun 2014, pasal21, ayat 2). Sertifikat Kompetensi diberikan pada
lulusan Akademi Kebidanan, sedangkan sertifikat Profesi
diberikan kepada lulusan Sarjana ditambah Program Profesi Kebidanan selama 1 (satu) tahun.
Bidan yang bekerja di puskesmas harus mempunyai SIK, agar dapat mempunyai SIK bidan
harus mempunyai STR oleh sebab itu, bidan harus mengikuti pelatihan midwifery update
(mu) agar bisa mempunyai STR. Pelatihan Midwifery Update (MU) sebagai salah satu Syarat
untuk mendapatkan STR. Bidan di UPTD Puskesmas Tarogong (DTP) yang belum mengikuti
Pelatihan Midwifery Update (MU) sejumlah 23 orang bidan

B. Tujuan
1. TujuanUmum

Melaksanakan salah satu kegiatan pendidikan berkelanjutan dengan


memberikan penyegaran,
meningkatkan dan mempertahankan kompetensi bidan sesuai dengan perkembangan
pelayanan kebidanan
melalui Midwifery Update kepada seluruh bidan

2. TujuanKhusus

a. Dengan tujuan meningkatkan kompetensi bidan UPTD Puskesmas Tarogong (DTP) sesuai
dengan perkembangan pelayanan
kebidanan,memberikan penyegaran dan mempertahankan Kompetensi
b. Bidan mendapatkan sertifikat MU sebagai salah satu syarat perpanjangan STR
c. Menunjukan modul e – learning Asuhan Kebidanan pada Ibu Hamil dengan PEB
d. Menunjukkan Pelatihan Tim Penilai Kompetensi Kerja Bidan di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan

B. Rumusan masalah
1. Apa saja yang termasuk di dalam midwifery update ?
2. Apa alur dari midwifery update di dalam kebidanan ?
3. Apa komponen dari PPAM (Paket Pelayanan Awal Maksimum)?
4. Apa alur koodinasi PPAM (Paket Pelayanan Awal Maksimum)?
5. Apa saja komponen dari terakreditasi dikti di dalam kebidanan ?
6. Apa alur koordinasi yang terdapat di dikti kebidanan?

C. Tujuan

1. Dapat memahami tentang update dalam kebidanan


2. Dapat memahami Komponen PPAM dan alur Koordinasi 4
3. Dapat memahami yang terbaru mengenai yang sudah terakreditasi dikti
4. Dapat memahami isi modul e – learning Asuhan Kebidanan pada Ibu Hamil dengan
PEB
5. Dapat memahami isi modul Pelatihan Tim Penilai Kompetensi Kerja Bidan di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan

BAB II
PEMBAHASAN
A. HASIL DARI JURNAL MENGENAI MU

Berdasarkan tahun 2010, semakin cukup umur, tingkat kema- tangan, dan
kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi
kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya daripada orang yang
belum tinggi kedewasaannya. Bertambahnya usia seseorang akan terjadi pula
perubahan aspek fisik dan mentalnya, pada aspek mental taraf berfikir seseorang akan
semakin matang dan dewasa.
Analisis Bivariat

Berdasarkan hasil perhitungan wilcoxon pada tabel 6 dengan α =0,05 hitung lebih
besar dari α tabel dengan α tabel 0,009, H0 ditolak jika nilai asymp sig < nilai α,
0.009 < dari 0.05 maka H0 ditolak dan Ha diterima. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa sangat efektif pelatihan midwifery Update terhadap peningkatan penge- tahuan
bidan pada pelayanan kebidanan di Surakarta .

Menurut Notoatmodjo dalam buku Wawan dan Dewi (2010) pengetahuan atau
kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang (ovent beha- vior) karena perilaku baru didasari oleh pengetahuan.
Kesadaran dan sikap positif tidak dapat bersifat langgeng (long lasting) dari perilaku
yang tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran.

Menurut teori Lawrience Green (1980) da- lam Sriningsih (2010) bahwa pengetahuan
seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap,
kepercayaan dan tradisi sebagai faktor predisposisi disamping

aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif
terhadap objek tertentu. Peneliti berasumsi jika bidan mempunyai pengetahuan yang
beraspek positif tentang materi pelatihan maka akan menimbulkan sikap yang positif
pula, lalu semakin baik pengetahuan bidan dalam pelayanan kebidanan yang meliputi
APN, Neonatus dan KB.
Menurut Sulistyawati (2009) Dalam pelak- sanaan program kesehatan dibutuhkan
sumber daya manusia yang kompeten, sehingga apa yang menjadi tujuan
pembangunan tercapai. Bidan sebagai salah satunya yang merupakan ujung tombak
dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada wanita harus mempunyai
pengetahuan yang luas mengenai ilmu kebidanan. Dengan peran yang besar ini maka
sangat penting bagi bidan untuk selalu meningkatkan kompetensinya.

B. KOMPONEN PPAM (Paket Pelayanan Awal Maksimum)

PPAM dilaksanakan untuk menjawab kebutuhan kelompok rentan kesehatan


reproduksi yang terdampak bencana seperti ibu hamil, bersalin, pascapersalinan, bayi
baru lahir, remaja dan WUS. Komponen PPAM kesehatan reproduksi dilaksanakan
segera setelah mendapatkan hasil penilaian dari tim kaji cepat di lapangan (tim RHA).
PPAM terdiri dari 5 komponen sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi koordinator PPAM Kesehatan Reproduksi
2. Mencegah dan menangani kekerasan seksual
3. Mencegah penularan HIV
4. Mencegah meningkatkanya kesakitan dan kematian maternal dan neonatal
5. Merencanakan pelayanan kesehatan reproduksi komprehensif dan terintegrasi ke
dalam pelayanan kesehatan dasar ketika situasi stabil pascakrisis kesehatan
Selain komponen di atas, terdapat prioritas tambahan dari komponen PPAM, yang harus
disediakan adalah:
1. Memastikan suplai yang memadai untuk kelanjutan penggunaan kontrasepsi dalam
keluarga berencana (KB)
2. Melaksanakan kesehatan reproduksi remaja di semua komponen PPAM
3. Mendistribusikan kit individu
KOMPONEN PPAM
Komponen 1: Mengidentifikasi koordinator sub klaster Kesehatan Reproduksi/PPAM
a. Menunjuk (mengaktifkan) seorang koordinator untuk mengkoordinir Lintas P/S
lembaga lokal dan internasional dalam pelaksanaan PPAM Kespro
b. Melakukan pertemuan
a.1 x 24 jam b.1 x 24 jam c. 2 x 24 jam d. 1 x 24 jam
b. koordinasi untuk mendukung dan menetapkan penanggung jawab pelaksana di setiap
komponen
c. Melaporkan isu-isu dan data terkait kesehatan reproduksi, ketersediaan sumber daya
serta logistik pada pertemuan koordinasi
d. Memastikan ketersediaan dan pendistribusian RH Kit

Komponen 2: Mencegah dan menangani kekerasan seksual


a. Melakukan perlindungan bagi penduduk yang terkena dampak terutama pada
perempuan dan anakanak.
b. Menyediakan pelayanan medis bagi korban termasuk pemberian profilaksis pasca
pajanan dan kontrasepsi darurat (dalam 72 jam) dan dukungan psikologis awal (PFA)
bagi penyintas perkosaan
c. Memastikan masyarakat mengetahui informasi tersedianya pelayanan medis, dukungan
psikologis awal, rujukan perlindungan dan bantuan hukum
d. Memastikan adanya jejaring
a. 1x 24 jam setelah bencana (khususnya pada bencana akibat konflik sosial)
b. Pelayanan tersedia 24 jam pertama setelah bencana, dan pemberian profilaksis
diberikan dalam 72 jam pasca perkosaan
c. 48 jam d. 72 jam
untuk pencegahan dan penanganan kekerasan seksual
KOMPONEN PPAM
KEGIATAN
WAKTU RESPON
Komponen 3: Mencegah penularan HIV
a. Memastikan tersedianya transfusi darah yang aman
b. Memfasilitasi dan menekankan penerapan kewaspadaan standar
c. Pemberian profilaksis pasca pajanan
d. Ketersediaan obat ARV
e. Memas
a.1x 24 jam pasca bencana
b. 1x 24 jam pasca bencana
c. Poin c dan d dilaksanakan dalam 1 x 24 jam pasca bencana d.72 jam, berkoordinasi dengan
tim logistik mengenai ketersediaan alat kontrasepsi
Komponen 4: Mencegah meningkatnya kesakitan dan kematian maternal dan neonatal
a. Memastikan adanya tempat khusus untuk bersalin di beberapa tempat seperti pos
kesehatan, di lokasi pengungsian atau di tempat lain yang sesuai
b. Memastikan tersedianya pelayanan (tenaga yang kompeten dan alat serta bahan yang
sesuai standar) persalinan normal dan kegawatdaruratan maternal dan neonatal (PONED dan
PONEK) di fasilitas pelayanan kesehatan dasar
Semua langkah-langkah pada komponen 4 dilakukan pada 24 jam setelah bencana dan
rujukan
c. Membangun sistem rujukan
untuk memfasilitasi transportasi dan komunikasi dari masyarakat ke puskesmas dan
puskesmas ke rumah sakit
d. Memastikan tersedianya perlengkapan persalinan (kit ibu hamil, kit pascapersalinan, kit
dukungan persalinan) yang diberikan pada ibu hamil yang akan melahirkan dalam waktu
dekat
e. Memastikan masyarakat mengetahui adanya layanan pertolongan persalinan dan
kegawatdaruratan maternal dan neonatal
f. Ketersediaan alat kontrasepsi yang mencukupi
Komponen 5: Merencanakan pelayanan kesehatan reproduksi komprehensif dan terintegrasi
ke dalam pelayanan kesehatan dasar ketika situasi stabil
a. Mengidentifikasi kebutuhan peralatan dan suplai kesehatan reproduksi berdasarkan
estimasi sasaran
b. Mengumpulkan data riil sasaran dan data cakupan pelayanan
c. Mengidentifikasi fasilitas
Peralihan masa tanggap darurat ke masa pemulihan pelayanan kesehatan untuk
menyelenggarakan pelayanan kesehatan reproduksi yang komprehensif
d. Menilai kemampuan tenaga kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan reproduksi
yang komprehensif dan merencanakan pelatihan
Komponen tambahan: 1. Memastikan ketersediaan untuk keberlanjutan penggunaan
kontrasepsi dalam keluarga berencana (KB)
2. Kesehatan reproduksi remaja di semua komponen PPAM
3. Distribusi kit individu
Memastikan ketersediaan alat kontrasepsi untuk menjamin keberlangsungan penggunaan alat
kontrasepsi bagi para akseptor KB. Memastikan tersedianya layanan PPAM kesehatan
reproduksi remaja (lihat bab prioritas tambahan) Memastikan kit individu (kit ibu hamil, kit
ibu paska melahirkan, kit bayi baru lahir dan kit higiene) terdistribusi deng
72 jam pasca bencana Sesegera mungkin, sesuai dengan waktu pelaksanaan komponen
PPAM di atas. Sesegera mungkin,dengan menyesuaikan kebutuhan dari hasil kaji cepat tim
lapangan
Untuk memudahkan pelaksanaan PPAM kesehatan reproduksi di lapangan, maka disusun
cheat sheet/bagan tujuan pelaksanaan PPAM pada krisis kesehatan. Bagan ini berisi 5
komponen PPAM kesehatan reproduksi, tujuan setiap komponen dan paket logistik kesehatan
reproduksi yang dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan semua kegiatan di setiap
komponen kesehatan reproduksi.

C. ALURKOORDINASIPPAM

Pada tanggap darurat krisis kesehatan, harus ditetapkan seorang koordinator pelayanan
kesehatan reproduksi untuk mengkoordinir lintas program, lintas sector, lembaga local dan
international dalam pelaksanaan PPAM kesehatan reproduksi. Tujuannya adalah untuk
memastikan bahwa kesehatan reproduksi menjadi priorotas layanan. Koordinator kesehatan
reproduksi adalah seseorang yang mempunyai tanggung jawab dalam penanganan kesehatan
reproduksi. Koordinator kesehatan reproduksi ditingkat provinsi dan kabupaten/kota berasal
dari dinas kesehatan setempat dari program kesehatan reproduksi atau kesehatan ibu dan
anakserta mengetahui PPAM kesehatan reproduksi.
Dalam melaksanakan tugasnya koordinator harus melakukan rapat koordinasi untuk
mendukung dan menetapkan penaggung jawab disetiap komponen PPAM kesehatan
reproduksi (SGBV, HIV, maternal dan neonatal, serta logistic) serta melaporkan isu-isu dan
data terkait kesehatan reproduksi, ketersediaan sumber daya serta logistic pada pertemuan
koordinasi.

D. TERAKREDITASI DIKTI

Seperti yang sudah kita ketahui bahwa saat ini, publikasi merupakan kewajiban yang harus
dilakukan bagi para Mahasiswa, baik Mahasiswa S1 (Sarjana), S2 (Magister) dan S3
(Doctor).

Berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi No. 152/ET/2012 dan
Permenristekdikti Nomor 44 Tahun 2015 Tentang Standar Nasional Perguruan Tinggi.
Kewajiban dalam publikasi jurnal ilmiah meliputi :
 Mahasiswa S1 harus memiliki jurnal terbit di jurnal ilmiah

 Mahasiswa S2 harus memiliki jurnal yang terbit di jurnal nasional terakreditasi


DIKTI, SINTA atau juga bisa di jurnal Internasional

 Mahasiswa S3 harus memiliki jurnal yang sudah diterbitkan di jurnal


Internasional bereputasi (Scopus, Thomson Reuters Web of Science, dan
Microsoft Academic Search)

Dalam proses publikasi ilmiah, kamu harus memiliki naskah jurnal terlebih dahulu, kemudian
mempublikasikannya pada jurnal ilmiah. Dan ini, bukanlah hal yang mudah.

Untuk publikasi jurnal nasional ilmiah sendiri, ada yang gratis dan ada juga yang berbayar.
Jika yang gratis, naskah yang kamu miliki akan melalui proses review yang ketat dan tanpa
adanya pendampingan. Untuk menunggu apakah naskah kamu diterima atau tidak, akan
memakan waktu yang cukup lama. Bisa 3 bulan, 4 bulan hingga 6 bulan.

Jika tidak diterima, maka naskah kamu akan dikembalikan dan diperlukan revisi. Dan jika
diterima, maka kamu akan menunggu waktu yang cukup lama untuk naskah tersebut bisa
terpublikasikan.

Tapi, jika kamu memilih yang berbayar, maka kamu akan didampingi dalam proses review
yang mana nanti tidak diperlukan waktu yang lama.

Jika naskah kamu tidak sesuai, maka nanti akan dibantu dalam proses revisinya. Dan jika
sesuai, maka naskah kamu akan dipublikasikan pada waktu yang dekat.

Misal, contoh menurut peraturan MenRisTek yang sama yang sudah kami sebutkan
sebelumnya, pada ayat ke (2) dinyatakan beberapa kriteria peringkat dalam jurnal nasional
terakreditasi sinta sebagai berikut :

 Jurnal Peringkat 1 dengan kriteria memiliki score 85 ≤ 100. Nah, pada


peringkat 1 ini sering dikenal sebagai jurnal nasional terakreditasi Sinta 1 yang
sebelumnya disebut jurnal terakreditasi A.

 Jurnal Peringkat 2 dengan kriteria memiliki score 70 ≤ 85. Nah, pada peringkat
2 ini sering dikenal sebagai jurnal nasional terakreditasi Sinta 2 yang
sebelumnya disebut jurnal terakreditasi B.
 Jurnal Peringkat 3 dengan kriteria memiliki score 60 ≤ 70. Nah, pada peringkat
3 ini sering dikenal sebagai jurnal nasional terakreditasi Sinta 3.

 Jurnal Peringkat 4 dengan kriteria memiliki score 50 ≤ 60. Nah, pada peringkat
4 ini sering dikenal sebagai jurnal nasional terakreditasi Sinta 4.

 Jurnal Peringkat 5 dengan kriteria memiliki score 40 ≤ 50. Nah, pada peringkat
5 ini sering dikenal sebagai jurnal nasional terakreditasi Sinta 5.

 Jurnal Peringkat 6 dengan kriteria memiliki score 30 ≤ 40. Nah, pada peringkat
6 ini sering dikenal sebagai jurnal nasional terakreditasi Sinta 6.

Nah, setelah kamu mengetahui kriteria dari jurnal nasional terakreditasi sinta, selanjutnya
kami akan memberikanmu beberapa contoh dan daftar jurnal nasional terakreditasi sinta.

B. ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL DENGAN PEB

1. Proses Manajemen Kebidanan menurut Helen Varney (1997)


Varney (1997) menjelaskan proses manajemen merupakan proses pemecahan masalah
yang ditemukan oleh perawat dan bidan pada awal tahun 1970 an.
2. Manajemen Asuhan Kebidanan sesuai 7 langkah Varney, yaitu :
Langkah I : Pengumpulan Data Dasar Langkah pertama mengumpulkan data dasar yang
menyeluruh untuk mengevaluasi ibu an bayi baru lahir. Data dasar ini meliputi
pengkajian riwayat, pemeriksaan fisik dan pelvic sesuai indikasi, meninjau kembali
proses perkembangan keperawatan saat ini atau catatan rumah sakit terdahulu, dan
meninjau kembali data hasil laboratorium dan laporan penelitian terkait secara singkat,
data dasar yang diperlukan adalah semua data yang berasal dari sumber infomasi yang
berkaitan dengan kondisi ibu dan bayi baru lahir. Bidan mengumpilkan data dasar awal
lengkap, bahkan jika ibu dan bayi baru lahir mengalami komplikasi yang mengharuskan
mereka mendapatkan konsultasi doter sebagai bagian dari penatalaksanaan kolaborasi.
Langkah II : Interpretasi data Menginterpretasikan data untuk kemudian diproses menjadi
masalah atau diagnosis serta kebutuhan perawatan kesehatan yang diidentifikasi khusus.
Kata masalah dan diagnosis sama-sama digunakan karena beberapa masalah tidak dapat
didefinisikan sebagai sebuah diagnosis tetapi tetap perlu dipertimbangkan dalam
mengembangkan rencana perawatan kesehatan yang menyeluruh.
Langkah III : Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial Mengidentifikasi masalah
atau diagnose potensial berdasarkan masalah dan diagnose saat ini berkenaan dengan
tindakan antisipasi, pencegahan, jika memungkinkan, menunggu dengan waspada penuh,
dan persiapan terhadap semua keadaan yang mungkin muncul. Langkah ini adalah
langkah yang sangat penting dalam member perawatan kesehatan yang aman.
Langkah IV : Identifikasi kebutuhan yang memerlukan penanganan segera Langkah
keempat mencerminkan sikap kesinambungan proses penatalaksanaan yang tidak hanya
dilakukan selama perawatan primer atau kunjungan prenatal periodic, tetapi juga saat
bidan melakukan perawatan berkelanjutan bagi wanita tersebut, misalnya saat ia
menjalani persalina. Data baru yanf diperoleh terus dikaji dan kemudian di evaluasi.
Langkah V : Merencanakan asuhan yang menyeluruh Mengembangkan sebuah rencan
keperawatan yang menyeluruh ditentukan dengan mengacu pada hasil langkah
sebelumnya. Langkah ini merupakan pengembangan masalah atau diagnosis yang
diidentifikasi baik pada saat ini maupaun yang dapat diantisipasi serta perawatan
kesehatan yang dibutuhkan.
Langkah VI : Melaksanakan Perencanaan Melaksanakan rencana perawatan secara
menyeluruh. Langkah ini dapat dilakukan secra keseluruhan oleh bidan atau dilakukan
sebagian oleh ibu atau orang tua, bidan, atau anggota tim kesehatan lainnya. Apabila tidak
dapat melakukannya sendiri, bidan betanggung jawab untuk memastikan implemntasi
benar-benar dilakukan. Rencana asuhan menyeluruh seperti yang sudah diuaraikan pada
langkah kelima dilaksankan secara efisien dan aman.
Langkah VII : Evaluasi Evaluasi merupakan tindakan untuk memeriksa apakah rencana
perawatan yang dilakukan benar-benar telah mencapai tujuan, yaitu memenuhi kebutuhan
ibu, seperti yang diidentifikasi pad alngkah kedua tentang masalah, diagnosis, maupun
kebutuhan perawatan kesehatan. Dokumentasi dalam bidang kesehatan adalah suatu
sistem pencatatan atau pelaporan informasi atau kondisi dan perkembangan kesehatan
pasien dan semua kegiatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan.
Dalam pelayanan kebidanan, setelah melakukan pelayanan semua kegiatan
didokumentasikan dengan menggunkan konsep SOAP yang terdiri dari :
S : Menurut persfektif klien. Data ini diperoleh melalui anamnesa atau allow anamnesa
(sebagai langkah I dalam manajemen Varney)
O : Hasil pemeriksaan fisik klien, serta pemeriksaan diagnostic dan pendukung lain. Data
ini termasuk catatan medic pasien yang lalu. (sebagai langkah I dalam manajemen
Varney).
A : Analisis/interpretasi berdasarkan data yang terkumpul, dibuat kesimpulan berdasarkan
segala sesuatu yang dapat teridentifikasi diagnosa/masalah.Identifikasi diagnose/masalah
potensial. Perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter/konsultasi kolaborasi dan
rujukan. (sebagai langkah II, III, IV dalam manajemen Varney).
P : Merupakan gambaran pendokumentasian dari tindakan (implementasi) dan evaluasi
rencana berdasarkan pada langkah V, VI, VII pada evaluasi dari flowsheet.Planning
termasuk : Asuhan mandiri oleh bidan, kolaborasi/konsultasi dengan dokter, nakes lain,
tes diagnostic / laboratorium, konseling/penyuluhan Follow up.

Asuhan Kebidanan Komprehensif Asuhan kebidanan komprehensif merupakan asuhan


kebidanan yang diberikan secara menyeluruh dari mulai hamil, bersalin, nifas, bayi baru
lahir, neonatus sampai pelayanan kontrasepsi. Tujuan dari asuhan kebidanan ini dilakukan
agar dapat mengetahui hal apa saja yang terjadi pada seorang wanita semenjak hamil,
bersalin, nifas, bayi baru lahir, neonatus dan pelayanan kontrasepsi serta melatih dalam
melakukan pengkajian, menegakkan diagnosa secara tepat, antisipasi masalah yang mungkin
terjadi, menentukan tindakan segera, melakukan perencanaan dan tindakan sesuai dengan
kebutuhan ibu, serta mampu melakukan evaluasi terhadap tindakan yang telah dilakukan
(Varney, 2008)
Pre Eklamsia
Pengertian Preeklamsia adalah sindroma spesifik dalam kehamilan yang menyebabkan
penurunan perfusi darah pada organ-organ akibat adanya vasospame dan menurunnya
aktifitas sel endotel (Setyorini,2007). Preeklamsia biasanya terjadi dalam triwulan ke-3
kehamilan atau pada kehamilan ≥ 20 minggu. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila
terjadi penyakit trofoblastik (Wiknjosastro,2007).
Etiologi Preeklamsia Penyebab preeklamsia belum diketahui dengan pasti. Banyak teori
yang coba di kemukakan pada ahli untuk menerangkan penyebabnya, namun belum ada
jawaban yang memuaskan. Teori yang sekarang di pakai adalah teori iskemik plasenta
(Wiknjosastro,2007).
Pada preeklamsia, proses implantasi plasenta tidak berjalan sebagaimana mestinya oleh
karena di sebabkan 2 hal, yaitu : tidak semua arteri spiralis mengalami invasi oleh sel sel
trofoblas dan pada arteri spiralis yang mengalami invasi, terjadi tahap pertama invasi sel
trofoblas secara normal tetapi invasi tahap kedua tidak berlangsung sehingga bagian arteri
spiralis yang berada dalam miometrium tetap mempunyai dinding muskulo-elastik yang
reaktif, yang berarti masih terdapat resistensi vaskuler. Di samping itu juga terjadi arteriosis
akut pada arteri spiralis yang dapat menyebabkan lumen arteri bertambah kecil atau bahkan
mengalami obliterasi. Pada wanita normal diameter arteri spiralis 500µ, pada penderita pre
eklamsia 200µ (Sudhaberata,2001) 3) Patofisiologis Preeklamsia Berat Pada pre eklampsia
terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal
ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola
sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilakui oleh satu sel darah merah. Jadi jika
semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tenanan darah akan naik sebagai
usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Peningkatan
berat badan yang terjadi tiba-tiba dapat mendahului serangan preeklampsia, dan bahkan
kenaikan berat badan yang berlebihan merupakan tanda pertama preeklampsia pada
sementara wanita. Bila terjadi pertambahan berat badan lebih dari 2,5 kg tiap minggu pada
akhir kehamilan, mungkin merupakan tanda preeklampsia. Bertambahnya berat badan
disebabkan retensi air dalam jaringan dan kemudian oedema nampak dan edema tidak hilang
dengan istirahat.
Pada penelitian yang dilakukan Roberts et al (2011) menunjukkan apabila pada ada ibu
hamil dengan pertambahan berat badan berlebih akan menghasilkan lemak berlebih pula.
Lemak tersebut akan menghasilkan CRP (Protein C-Reactif) dan sitokin inflamasi (IL 6)
yang lebih pula. Kenaikan CRP dan IL 6 akan memberikan kontribusi lebih tehadap kejadian
oksidatif stress. Oksidatif stress bersama dengan zat toksik yang berasal dari lemak berlebih
akan merangsang terjadinya kerusakan endotel pada pembuluh darah yang disebut dengan
disfungsi endotel. Sehingga akan terjadi vasokontriksi yang luas dan terjadilah hipertensi
(Hillary et al, 2007).

C. PELATIHAN TIM PENILAI KOMPETENSI KERJA BIDAN DI FASILITAS


PELAYANAN KESEHATAN

Kebijakan pengembangan Jabatan Fungsional Bidan merupakan pembelajaran yang


penting bagi Pejabat Fungsional Bidan, dengan mengetahui arah kebijakan pengembangan
jabatan fungsional Bidan seorang pejabat fungsional dapat mengetahui career path yang dapat
diduduki selama menjadi seorang pejabat fungsional Bidan. Agar mampu mengetahui pola
karier jabatan fungsional Bidan seorang pejabat fungsional Bidan harus mampu mengetahi
apa saja mekanisme pengangkatan kedalam jabatan fungsional, persyaratan serta mengetahui
pola karier instansi dan pola karier Nasional
Pola Karir Jabatan Fungsional Bidan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 Pengembangan karier dilakukan
berdasarkan kualifikasi, kompetensi, penilaian kinerja, dan kebutuhan Instansi Pemerintah.
Pengembangan karier dilakukan melalui manajemen pengembangan karier dengan
mempertimbangkan integritas dan moralitas dalam rangka penyesuaian kebutuhan organisasi,
kompetensi dan pola karier PNS.
Manajemen pengembangan melalui:
a) pengangkatan pertama
b) mutasi; dan/ atau
c) promosi.
d) penugasan khusus
Tujuan Penyelenggaraan manajemen karier PNS adalah sebagai berikut:
a) memberikan kejelasan dan kepastian karier kepada PNS;
b) menyeimbangkan antara pengembangan karier PNS dan kebutuhan instansi;
c) meningkatkan kompetensi dan kinerja PNS; dan
d) mendorong peningkatan profesionalitas PNS.
Sasaran penyelenggaraan manajemen karier PNS yaitu:
a) tersedianya pola karier nasional dan panduan penyusunan pola karier Instansi Pemerintah;
dan
b) meningkatkan kinerja Instansi Pemerintah. Pola karier merupakan pola dasar mengenai
urutan penempatan dan/ atau perpindahan PNS dalam dan antar posisi di setiap jenis Jabatan
secara berkesinambungan.

Pola karier PNS terdiri atas:


a) pola karier instansi; dan
b) pola karier nasional
Pola karier nasional disusun dan ditetapkan oleh Menteri. Setiap Instansi Pemerintah
menyusun pola karier instansi secara khusus sesuai dengan kebutuhan berdasarkan pola
karier nasional.
Pengembangan karier, pengembangan kompetensi, pola karier, mutasi, dan promosi
merupakan manajemen karier PNS yang harus dilakukan dengan menerapkan prinsip Sistem
Merit. Sistem Merit adalah kebijakan dan manajemen ASN yang berdasarkan pada
kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar
belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur,
atau kondisi kecacatan.

Sistem Merit sebagaimana dimaksud meliputi kriteria:

a) seluruh Jabatan sudah memiliki standar kompetensi Jabatan;

b) perencanaan kebutuhan pegawai sesuai dengan beban kerja;

c) pelaksanaan seleksi dan promosi dilakukan secara terbuka;

d) memiliki manajemen karier yang terdiri dari perencanaan, pengembangan, pola karier, dan
kelompok rencana suksesi yang diperoleh dari manajemen talenta;

e) memberikan penghargaan dan mengenakan sanksi berdasarkan pada penilaian kinerja yang
objektif dan transparan;

f) menerapkan kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN;

g) merencanakan dan memberikan kesempatan pengembangan kompetensi sesuai hasil


penilaian kinerja;

h) memberikan perlindungan kepada Pegawai ASN dari tindakan penyalahgunaan


wewenang; dan

i) memiliki sistem informasi berbasis kompetensi yang terintegrasi dan dapat diakses oleh
seluruh Pegawai ASN.

Pengelolaan Jabatan Fungsional Bidan Rancang Bangun (Grand Design)

Pengelolaan Jabatan Fungsional Kesehatan 2019-2025 merupakan acuan bagi


Kementerian/ Lembaga/ Pemerintah Daerah dalam melakukan pengelolaan dan
pengembangan Jabatan Fungsional Kesehatan sesuai dengan tugas dan fungsi masingmasing.
Ruang lingkung Rancang Bangun (Grand Design)
Pengelolaan Jabatan Fungsional Kesehatan Kementerian Kesehatan 2019-2025, meliputi :

a) Pengelolaan Jabatan Fungsional Kesehatan di Instansi Pembina; dan

b) Pengelolaan Jabatan Fungsional Kesehatan di Instansi Pengguna (Kementerian Kesehatan,


Kementerian/ Lembaga, dan Pemerintah Daerah)

Perencanaan

Perencanaan dalam pengelolaan Jabatan Fungsional Kesehatan diawali dengan penyusunan


dan penetapan kebutuhan jumlah dan jenis Jabatan Fungsional Kesehatan dengan mekanisme
sebagai berikut :

1) Penjabaran tugas dan fungsi organisasi Dalam menjabarkan tugas dan fungsi organisasi,
Instansi menginventarisir tugas pokok dan fungsi yang dilaksanakan pejabat fungsional
kesehatan sesuai dengan unsur, sub unsur dan butir kegiatan masing-masing jenis dan Jabatan
Fungsional Kesehatan yang dapat dinilai dengan Angka Kredit yang menggambarkan dan
mendukung pencapaian tujuan instansi itu sendiri.

2) Perhitungan Analisa Beban Kerja Analisis beban kerja adalah sebuah metode yang
digunakan untuk menentukan jumlah waktu, usaha dan sumber daya yang diperlukan untuk
menjalankan tugas dan fungsi organisasi.

3) Pelaksanaan Analisis Jabatan Analisis jabatan merupakan proses dan tata cara untuk
memperoleh data jabatan yang diolah menjadi informasi jabatan dan disajikan untuk
kepentingan program kelembagaan, ketatalaksanaan, kepegawaian dan pengawasan. Dengan
melaksanakan analisis jabatan akan dihasilkan informasi jabatan.

Informasi jabatan diperoleh dengan melakukan kegiatan penyusunan;

a) Uraian jabatan yang terdiri atas aspek-aspek nama jabatan, kode jabatan, ikhtisar jabatan,
uraian tugas, bahan kerja, perangkat kerja, hasil kerja, tanggung jawab, wewenang, korelasi
jabatan, kondisi lingkungan kerja, dan resiko bahaya.
b) Syarat jabatan yang terdiri atas pangkat/golongan ruang, pendidikan, kursus atau diklat,
pengalaman kerja, pengetahuan kerja, keterampilan kerja, bakat kerja, temperamen kerja,
minat kerja, upaya fisik, kondisi fisik, dan fungsi pekerja.

Menetapkan Peta Jabatan

Peta Jabatan adalah susunan jabatan yang digambarkan secara vertikal maupun horizontal
menurut struktur kewenangan, tugas, dan tanggung jawab jabatan serta persyaratan jabatan.
Peta jabatan menggambarkan seluruh jabatan yang ada dan kedudukannya dalam unit kerja.

Dalam menetapkan peta jabatan, maka instansi melakukan:

a) Menyusun nama dan tingkat jabatan dari jenjang jabatan yang paling rendah sampai
dengan yang paling tinggi.

b) Peta jabatan menggambarkan seluruh jabatan yang ada dan kedudukan dalam unit
organisasi serta memuat jumlah pegawai, pangkat/golongan ruang, kualifikasi pendidikan,
dan beban kerja unit organisasi.

Penetapan Regulasi

Peta Jabatan (formasi) yang telah disusun, ditetapkan melalui regulasi oleh pimpinan instansi.
Setelah anda tahu tentang Perencanaan, selanjutnya anda harus tahu pula strategi bagaimana
mekanisme pengangkatan Jabatan Fungsional Bidan, sehingga pengelolaan Jabatan
Fungsional Bidan dapat berjalan dengan baik.

Pengangkatan

Pengangkatan Jabatan Fungsional Kesehatan dilakukan berdasarkan peta jabatan (formasi)


untuk mengisi kebutuhan Jabatan Fungsional Kesehatan baik kategori Keterampilan maupun
kategori Keahlian.

Adapun Mekanisme pengangkatan Jabatan Fungsional Kesehatan dapat melalui:


1) Pengangkatan pertama
2) perpindahan jabatan
3) promosi

Setelah diangkat ke dalam Jabatan Fungsional Kesehatan, para pejabat fungsional


melaksanakan tiap butir-butir kegiatan yang harus dicapai untuk mendapatkan angka kredit
dan penilaian kinerja. Butir butir kegiatan yang dimaksud adalah tugas-tugas yang
dilaksanakan oleh setiap pejabat fungsional yang terdiri atas unsur utama (tugas pokok) dan
unsur penunjang. Dalam melaksanakan tugas serta fungsinya pejabat fungsional mendapatkan
tunjangan dan untuk pengangkatan pertama, perpindahan jabatan, promosi, pejabat
fungsional dipersyaratkan untuk uji kompetensi. Berdasarkan PP 11 Tahun 2017
Pengembangan karier, pengembangan kompetensi pola karier, mutasi, dan promosi
merupakan manajemen karier PNS yang harus dilakukan dengan menerapkan prinsip Sistem
Merit.

Berdasarkan Permenpan 13 tahun 2019 dalam pengangkatan mensyaratkan mengikuti


dan lulus uji Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial, dan Kompetensi Sosial, Kultural
sesuai standar kompetensi yang telah disusun oleh Instansi Pembina baik untuk, perpindahan
dari jabatan lain, promosi (kenaikan jenjang satu tingkat lebih tinggi) serta alih kategori.
Dikecualikan untuk pengangkatan pertama tanpa Uji Kompetensi sebagaimana disebutkan
pada PP 17 tahun 2020 bahwa Uji Kompetensi untuk pengangkatan pertama dihapuskan.

Pengembangan

Pengembangan Jabatan Fungsional Kesehatan sesuai dengan jenjang karier meliputi beberapa
aspek yaitu:

1) Pemenuhan Angka Kredit Dalam pelaksanaan tugas utama/pokok seorang pejabat


Fungsional harus mengumpulkan sekurang-kurangnya 80% dari angka kredit yang
ditetapkan, sedang pelaksanaan tugas penunjang tugas pokok sebanyak-banyaknya hanya
20%. Ketentuan tersebut diatur untuk menjamin agar Pejabat Fungsional mengutamakan
pelaksanaan tugas pokoknya dibandingkan dengan tugas-tugas penunjang. Pemenuhan angka
kredit pejabat fungsional diatur dalam peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil
Negara dan Reformasi Birokrasi. Untuk selanjutnya diharapkan pemenuhan angka kredit ini
akan terintegrasi dengan penilaian kinerja pejabat fungsional kesehatan.
2) Uji Kompetensi Berdasarkan Pasal 69 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara antara lain dinyatakan bahwa pengembangan
karier Pegawai Negeri Sipil dilakukan berdasarkan kualifikasi, kompetensi, penilaian kinerja,
dan kebutuhan Instansi Pemerintah.

Kompetensi yang diharapkan meliputi:


a) Kompetensi teknis yang diukur dari tingkat dan spesialisasi pendidikan, pelatihan teknis
fungsional, dan pengalaman bekerja secara teknis;
b) Kompetensi manajerial yang diukur dari tingkat pendidikan, pelatihan struktural atau
manajemen, dan pengalaman kepemimpinan;
c) Kompetensi sosial kultural yang diukur dari pengalaman kerja berkaitan dengan
masyarakat majemuk dalam hal agama, suku, dan budaya sehingga memiliki wawasan
kebangsaan.

Uji Kompetensi

Jabatan Fungsional Kesehatan adalah suatu proses untuk mengukur pengetahuan,


keterampilan, dan sikap kerja pejabat fungsional kesehatan yang dilakukan oleh Tim Penguji
dalam rangka memenuhi syarat untuk kenaikan jenjang jabatan atau perpindahan jabatan dan
atau promosi untuk menjamin kualitas pejabat fungsional Dikecualikan untuk pengangkatan
pertama tanpa Uji Kompetensi sebagaimana disebutkan pada PP 17 tahun 2020 bahwa Uji
Kompetensi untuk pengangkatan pertama dihapuskan.

Pengembangan Kompetensi

Jabatan Fungsional Kesehatan Pengembangan kompetensi mengacu pada standar kompetensi


dan jenjang karier dari pejabat fungsional. Pengembangan kompetensi merupakan upaya
untuk pemenuhan kebutuhan kompetensi Jabatan Fungsional Kesehatan. Pengembangan
kompetensi dapat dilaksanakan dalam bentuk pendidikan dan/atau pelatihan.
BAB III
PENUTUP

A. Hasil kesimpulan dari MU


A. Interval usia paling banyak usia 25 – 30 tahun sebanyak 21 responden (58%)
B. Pendidikan responden terbanyak adalah lulusan DIII sebanyak 28 responden (78%)
C. Sangat efektif pelatihan Midwifery Update terhadap peningkatan pengetahuan bidan
pada pelayanan kebidanan di Surakarta dengan α = 0,05 hitung lebih besar dari α tabel
dengan α tabel 0,009.

PPAM merupakan suatu tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah kekerasan seksual,
penyakit menular seksual pada saat kritis (bencana).

PPAM terdiri dari 5 komponen yaitu mengidentifikasi koordinator PPAM Kesehatan


Reproduksi, mencegah dan menangani kekerasan seksual, Mencegah penularan HIV,
mencegah meningkatkanya kesakitan dan kematian maternal dan neonatal dan merencanakan
pelayanan kesehatan reproduksi komprehensif dan terintegrasi ke dalam pelayanan kesehatan
dasar ketika situasi stabil pascakrisis kesehatan.

Seperti yang sudah kita ketahui bahwa penilaian pada jurnal yang baik ini biasanya
menggunakan indikator apakah jurnal tersebut sudah terakreditasi atau belum.

Akan tetapi, perlu digarisbawahi bahwasannya bukan berarti semua jurnal yang belum
terakreditasi itu memiliki reputasi buruk. Tidak menutup kemungkinan, kedepan jurnal
tersebut malah memiliki masa depan yang bagus.

Nah, untuk melihat apakah jurnal nasional terakreditasi tersebut memiliki reputasi yang baik
atau tidak, kamu bisa melihat pedoman dari panduan akreditasi jurnal.

secara garis besar berikut ini beberapa ringkasan singkat indikator jurnal yang mempunyai
masa depan yang baik:

 Memiliki ISSN.

 Setiap artikel yang diterbitkan memiliki DOI.

 Memiliki etika penerbitan.

 Artikel yang diterbitkan adalah penelitian ilmiah.

 Minimal dua volume (mendaftar untuk sertifikasi).

 Terbitkan minimal 2 kali dalam setahun.


 Setidaknya 5 artikel dalam satu publikasi.

 Memiliki profil jurnal Google Cendekia (bisa dicek dengan melihat indeks
Google Cendekia).

 Memiliki reviewer dengan publikasi internasional (periksa apakah mereka


memiliki ID Scopus).

 Memiliki editorial dengan publikasi internasional (periksa apakah mereka


memiliki ID Scopus).

 Hapus proses rilis (proses pengajuan, review, revisi, dll).

 Terindeks oleh Perpustakaan Digital Nasional, misalnya Garuda.

 Rilis tepat waktu.

B. Saran

Bagi masyarakat diharapkan semoga makalah ini dapat dipahami dan memberikan sedikit
pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi. Bagi mahasiswa serta dapat mengetahui apa itu
Paket Pelayanan Awal Minimum Kesehatan Reproduksi dan dapat mengaplikasikannya di
dunia nyata

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2019. Pendidikan dan Perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta


faktor pendukung seperti lingkungan fisik, S. 2019.
Menurut Notoatmodjo dalam buku Wawan dan Dewi (2010) pengetahuan seseorang tentang
suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini
akan menentukan sikap seseorang, semakin banyak
dan Ilmu Perilaku.

Jakarta: Rineka Cipta Dinas Kesehatan Kotamadya Surakarta Profil


Kesehatan Kota Surakarta Tahun 2019.
Surakarta

Dinas Kesehatan Profinsi Jawa Tengah 2015. Profile Kesehatan Jawa Tengah 2015.
Semarang
Fais, M & Saleha, S. 2009.

Buku Ajar Organisasi Dan Manajemen Pelayanan Kesehatan Serta Kebidanan. Jakarta:
Salemba Medika

Ida Ayu Chandranita (2009) Memahami Kesehatan reproduksi wanita ed 2 EGC.Jakarta

Buku Pedoman Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM), Kesehatan Reproduksi pada Krisis
Kesehatan. - Jakarta: Kementrian Kesehatan RI, 2014

Pedoman pelaksanaan paket pelayanan awal Minimum (PPAM) kesehatan reproduksi pada
krisis kesehatan.—Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. 2017

Buku pedoman terakreditasi dikti mengenai jurnal. 2019

http://202.70.136.161:8107/415/1/
modul_2109101023498fb96b7d7b4d0b1889c4d0203a64f8cd_.pdf

Anda mungkin juga menyukai