Anda di halaman 1dari 20

PROFESIONALISME BIDAN DAN BENTUK PELAYANAN KEBIDANAN

Diajukan Untuk Memenuhi salah satu tugas mata kuliah Etik Legal

DISUSUN OLEH KELOMPOK 5


MUSTIKA SRI RAHAYU NPM F623203
SARI ANNISA NOVIA NPM F623188
SITA YULIANI NPM F623221
YENI LAELASARI NPM F623204

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RAJAWALI BANDUNG


SARJANA AHLI JENJANG KEBIDANAN
2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat, taufiq,
hidayah serta karunia-Nya, makalah dengan judul “PROFESIONALISME BIDAN
DAN BENTUK PELAYANANNYA” dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas Etik Legal Dan Profesionalisme
Kebidanan. Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya.
Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca makalah ini,
supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Mohon maaf apabila terdapat kesalahan pada penulisan dan semoga pembaca
dapat memahami isi dari makalah ini.
Wassalamualaikum Wr.Wb

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii


DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 3
1.3 Tujuan............................................................................................ 3

BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Profesionalisme Kebidanan ............................................. 4
B. Bentuk Pelayanan dalam Profesionalisme Kebidanan .................. 5
C. Bentuk Pelayanan telah Diterapkan dalam Keseharian Anda? ..... 15

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan .................................................................................... 16
3.2 Saran .............................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 17
LAMPIRAN .................................................................................................... 18

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia tahun 2015 adalah 305/100.000
Kelahiran Hidup (KH), masih jauh dari target Millennium Development
Goals (MDGs) 102/100.000 KH ataupun target Sustainable Development
Goals (SDGs) tahun 2030 (70/100.000 KH).1, 2 Ketidakberhasilan dalam
penurunan AKI disebabkan oleh faktor yang sangat kompleks, dan
sebagian besar dapat dicegah (90%) seperti faktor yang berkaitan dengan
tenaga kesehatan (66,7%).1,3 Berdasarkan analisis faktor penyebab
kematian ibu di beberapa daerah provinsi Jawa Barat termasuk Kabupaten
Tasikmalaya pada tahun 2015, didapatkan 90% kematian maternal terjadi
akibat keterlambatan rujukan dari pelayanan kesehatan di tingkat dasar
salah satunya oleh bidan, sehingga ibu terlambat mendapatkan penanganan
yang tepat dan memadai di tingkat pelayanan selanjutnya. Keterlambatan
rujukan terjadi karena profesionalisme bidan dianggap masih belum
optimal terutama dalam asuhan obstetri, dengan sering ditemukannya
keterlambatan penanganan dan deteksi dini risiko obstetri pada ibu
(52,6%), melakukan tindakan tidak sesuai kewenangannya (45,7%), serta
keterlambatan ibu maupun keluarga dalam mencari pelayanan atau
memutuskan persetujuan tindakan pada saat terjadi risiko bahkan
komplikasi/kegawatdaruratan (67%) yang diasumsikan karena kurangnya
kesadaran ibu dan keluarga akibat kurang meyakinkan dan kurang
efektifnya komunikasi kesehatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
dalam penyampaian informasi tentang risiko dan komplikasi obstetri. 6-8
Profesionalisme bidan dalam kesehatan ibu ditunjukkan melalui etika,
pengetahuan dan keterampilan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk
memastikan ibu mencapai status kesehatan dan kesejahteraan optimal.

1
Untuk dapat meningkatkan profesionalisme bidan, diperlukan intervensi
yang terorganisir, salah satunya dengan pelatihan komprehensif, yaitu etika
dirubah dengan penguatan motivasi, yang nanti diharapkan dalam diri
bidan ada kemauan untuk bekerja keras dan antusias dalam melakukan
asuhan sesuai kewenangannya. Keterampilan komunikasi secara persuasif
dan penanganan risiko obstetri ditingkatkan, supaya bidan dapat
mendeteksi secara dini ibu yang berisiko, dan ibu dapat cepat dan tepat
mengambil keputusan, sehingga tidak terjadi keterlambatan penanganan
maupun rujukan.9-13 Dengan begitu, pelatihan motivasi, komunikasi
persuasif, dan penanganan risiko obstetri untuk bidan yang bekerja sama
dengan para ahli diharapkan dapat meningkatkan profesionalisme,
sehingga bidan dapat mempertanggungjawabkan tugas profesinya untuk
mencapai status kesehatan ibu yang optimal dan mencegah kesakitan
bahkan kematian ibu.
Pelayanan kebidanan adalah bagian integral dari sistem pelayanan
kesehatan yang diberikan oleh bidan yang telah terdaftar (teregistrasi) yang
dapat dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau rujukan (Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 369 / MENKES / SK/ III
/2007). Peran aktif bidan dalam Kesehatan Ibu Dan Anak sudah sangat
diakui oleh semua pihak. Seiringnya perkembangan ilmu pengetahuan,
sosial dan ekonomi pada masa kini dan masa depan menunjukkan bahwa
masyarakat semakin menyadari perlunya meningkatkan dan
mempertahankan kualitas hidup (quality of life) di masyarakat sehingga
semakin maju tingkat pendidikan yang kemudian membuat masyarakat
dapat memberikan penilaian terhadap kualitas pemenuhan kebutuhan.
Pelayanan yang bermutu atau berkualitas yang dihubungkan dengan
kepuasan, maka menurut Zeithaml dan M.T.Bitner dan Adrian Palmer
(2001) yang dikutip Sari ada lima faktor yang mempengaruhi mutu
pelayanan yaitu keandalan (reliability), ketanggapan (responsivenes),
jaminan (assurance), empati (empathy) dan keberwujudan (tangibles) (Sari,

2
2008). Kelima hal tersebut adalah penentu kepuasa klien pada pelayanan
bidan. Kepuasan didapatkan dari membandingkan ekspektasi dan harapan
terhadap kenyataan yang klien dapatkan (Supranto, 2006).

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana definisi profesionalisme seorang bidan ?
2. Apa saja bentuk pelayanan dalam profesionalisme kebidanan?
3. Apakah bentuk pelayanan telah diterapkan dalam keseharian anda?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi profesionalisme bidan
2. Untuk mengetahui bentuk pelayanan dalam profesionalisme
kebidanan
3. Untuk mengetahui apakah bentuk pelayanan telah diterapkan didalam
keseharian.

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Profesionalisme Kebidanan
Profesionalisme merupakan faktor penting dalam memengaruhi kualitas
suatu pelayanan, dimana baik buruknya suatu pelayanan ditentukan oleh
profesionalisme seorang tenaga ahli. Suatu pelayanan tidak akan mampu
menunjukkan eksistesi tanpa adanya profesionalisme. Profesionalisme
adalah sebutan yang mengacu kepada sikap dalam bentuk komitmen dari
para anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan pelayanan yang
prima dan senantiasa meningkatkan kualitas dalam pemberian pelayanan.
Bidan merupakan profesi yang diakui secara nasional maupun
internasional oleh sejumlah praktisi di seluruh dunia, yang memiliki tugas
utama meningkatkan kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana dalam
rangka mewujudkan kesehatan keluarga dan masyarakat. Kurangnya sikap
profesionalisme bidan akan menurunkan kualitas pelayanan yang diberikan
sehingga menyebabkan ketidakpuasan ibu sehingga kesakitan dan
kematian ibu tidak terelakan. Upaya untuk meningkatkan profesionalisme
bidan adalah dengan mengembangkan kemampuan, melalui pendidikan,
pelatihan, dan pengalaman, juga motivasi kerja. Untuk mencapai kinerja
yang baik, maka upaya tersebut harus dilaksanakan secara terpadu dan
multi disiplin serta melibatkan seluruh tenaga kesehatan yang terkait.
Usaha yang sudah dilakukan dan diharapkan mampu meningkatkan kinerja
bidan di Indonesia untuk menjadi bidan yang profesional adalah dengan
cara meningkatkan jenjang pendidikan bidan, yang dulu hanya lulusan D1,
maka sekarang bidan harus meneruskan jenjang pendidikan minimal D3
sesuai dengan peraturan pemerintah sejak tahun 2010 mengenai batas
minimal pendidikan bidan.

4
Selain itu, bidan juga wajib mengikuti berbagai pelatihan seperti pelatihan
asuhan persalinan normal (APN), bidan delima, Contraceptive Tecnology
Up to date (CTU) dan Midwifery Update (MU). Meskipun upaya
professionalisme bidan sudah di tingkatkan, namun sampai sekarang
penurunan angka kematian ibu belum seperti yang diharapkan yaitu target
angka kematian ibu sebesar 102 per 100.000 KH pada tahun 2015 belum
tercapai. Oleh karena itu, dikembangkan program pelatihan yang
mencakup semua aspek profesionalisme khususnya profesi bidan dengan
pelatihan motivasi, komunikasi persuasif dan penanganan risiko obstetri,
bekerja sama dengan para ahli di bidangnya agar pelatihan ini dapat benar-
benar merubah profesionalisme bidan menjadi lebih baik sehingga dapat
meningkatkan kualitas asuhan yang nantinya dapat menurunkan angka
kesakitan dan kematian. Pelatihan yang baik dapat meningkatkan
pengetahuan, membantu seseorang yang mempunyai keahlian untuk
bekerja dengan teknologi dan sosial budaya yang baru, membantu untuk
memahami bagaimana bekerja secara efektif dalam tim dan untuk
memperbaiki kemampuan kerja seseorang

B. Bentuk Pelayanan dalam Profesionalisme Kebidanan


Pelayanan dalam profesionalisme kebidanan melibatkan pendekatan yang
komprehensif dan empati terhadap perawatan ibu dan bayi. Ini mencakup
aspek-aspek seperti pemantauan kehamilan, persalinan, perawatan pasca
persalinan, konseling, dan edukasi untuk memastikan kesehatan dan
kesejahteraan optimal.Bentuk pelayanan profesionalisme kebidanan dapat
diukur dengan 4 indikator diantaranya:
1. Pemberian pelayanan kebidanan
Pelayanan kebidanan merupakan penerapan ilmu kebidanan melaui
asuhan kebidanan kepada klien yang menjadi tanggung jawab bidan,
mulai dari kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir, keluarga
berencana termasuk kesehatan reproduksi wanita dan pelayanan

5
kesehatan masyarakat. Adapun sasaran pelayanan kebidanan ditujukan
kepada individu, keluarga, dan masyarakat yang meliputi upaya
peningkatan, pencegahan, penyembuhan dan pemulihan. Pelayanan
kebidanan dapat dibedakan menjadi
- Layanan Primer yaitu layanan bidan yang sepenuhnya menjadi
tanggung jawab bidan.
- Layanan Kolaborasi yaitu layanan yang dilakukan oleh bidan
sebagai anggota tim yang kegiatannya dilakukan secara bersamaan
atau sebagai salah satu dari sebuah proses kegiatan pelayanan
kesehatan.
- Layanan Rujukan yaitu layanan yang dilakukan oleh bidan dalam
rangka rujukan ke system layanan yang lebih tinggi atau sebaliknya
yaitu pelayanan yang dilakukan oleh bidan dalam menerima rujukan
dari dukun yang menolong persalinan, juga layanan yang dilakukan
oleh bidan ke tempat/ fasilitas pelayanan kesehatan lain secara
horizontal maupun vertical atau meningkatkan keamanan dan
kesejahteraan ibu serta bayinya.
Pelayanan kebidanan ini akan terlaksana pada saat bidan melakukan
suatu asuhan kebidanan. Asuhan kebidanan ini dilaksanakan
berdasarkan pedoman menejemen kebidanan, untuk memberikan suatu
pelayanan kebidanan yang profesional, bidan harus memahami serta
mengimplementasikan standar pelayanan kebidanan yang telah
ditetapkan oleh profesi.
2. Bidan sebagai komunikator, motivator, fasilitator dan konselor bagi
masyarakat
- Komunikator
Komunikator adalah orang yang memberikan informasi kepada
orang yang menerimanya. Komunikator merupakan orang ataupun
kelompok yang menyampikan pesan atau stimulus kepada orang
atau pihak lain dan diharapkan pihak lain yang menerima pesan

6
(komunikan) tesebut memberikan respon terhadap pesan yang
diberikan. Proses dari interaksi komunikator ke komunikan disebut
juga dengan komunikasi. Selama proses komunikasi, tenaga
kesehatan secara fisik dan psikologis harus hadir secara utuh, karena
tidak cukup hanya dengan mengetahui teknik komunikasi dan isi
komunikasi saja tetapi juga penting untuk mengetahui sikap,
perhatian dan penampilan dalam berkomunikasi.
Seorang komunikator, tenaga kesehatan seharusnya memberikan
informasi secara jelas kepada pasien, pemberian informasi sangat
diperlukan karena komunikasi bermanfaat untuk memperbaiki
kurangnya pengetahuan dan sikap masyarakt yang salah terhadap
kesehatan dan penyakit. komunikasi dikatakan efektif jika dari
tenaga kesehatan mampu memberikan informasi secara jelas kepada
pasien, sehingga dalam penanganan selama kehamilan diharapkan
tenaga kesehatan bersikap ramah, dan sopan pada setiap kunjungan
ibu hamil. Tenaga kesehatan juga harus mengevaluasi pemahaman
ibu tentang informasi yag diberikan dan juga memberikan pesan
kepada ibu hamil apabila terjadi efek samping yang tidak bias
ditanggulagi sendiri segera datang kembali dan komunikasi ke
tenaga kesehatan. (Mandriwati, 2008).
- Motivator
Motivator adalah orang yang memberikan motivasi kepada orang
lain. Sementara motivasi diartikan sebagai dorongan untuk
bertindak agar mencapai suatu tujuan tertentu dan hasil dari
dorongan tersebut diwujudkan dalam bentuk perilaku yang
dilakukan. Motivasi adalah kemampuan seseorang untuk melakukan
sesuatu, sedangkan motif adalah kebutuhan, keinginan dan
dorongan untuk melakukan sesuatu. Peran tenaga kesehatan sebagai
motivasi tidak kalah penting dari peran lainnya. Seorang tenaga
kesehatan harus mampu memberikan motivasi, arahan dan

7
bimbingan dalam meningkatkan kesadaran pihak yang dimotivasi
agar tumbuh kearah pencapaian tujuan yang diinginkan (Mubarak,
2012).
Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya sebagai motivator
memiliki ciri-ciri yang perlu diketahui, yaitu melakukan
pendampingan, menyadarkan, dan mendorong kelompok untuk
mengenali masalah yang dihadapai dan dapat mengembangkan
potensinya untuk memecahkan masalah tersebut (Novita, 2011).
Tenaga kesehatan sudah seharusnya memberikan dorongan kepada
ibu hamil untuk patuh dalam melakukan pemeriksaa kehamilan dan
menanyakan apakah ibu sudah memahami isi dari buku KIA.
Tenaga kesehatan juga harus mendengarkan keluhan yang
disampaikan ibu hamil dengan penuh minat dan yang perlu diingat
adalah semua ibu hamil memerlukan dukungan moril selama
kehamilannya sehingga dorongan juga sangat diperlukan dalam
rangka meningkatkan tumbuhnya motivasi
(Notoatmodjo, 2007).
- Fasilitator
Fasilitator adalah orang atau badan yang memberikan kemudahan
dalam menyediakan fasilitas bagi orang lain yang membutuhkan.
Tenaga Kesehatan dilengkapi dengan buku KIA dengan tujuan agar
mampu memberikan penyuluhan mengenai kesehatan ibu dan anak
(Putri, 2016). Tenaga kesehatan juga harus membantu klien untuk
mencapai derajat kesehatan yang optimal agar sesuai dengan tujuan
yang diharapkan. Peran sebagai fasilitator dalam pemanfaatan buku
KIA kepada ibu hamil juga harus dimiliki oleh setiap tenaga
kesehatan pada setiap kunjungan ke pusat kesehatan. fasilitator
harus terampil mengintegritaskan tiga hal penting yakni optimalisasi
fasilitas, waktu yang disediakan dan optimalisasi partisipasi,
sehingga pada saat menjelang batas waktu yang sudah ditetapkan

8
ibu hamil harus diberi kesempatan agar siap melanjutkan cara
menjaga kesehatan kehamilan secara mandiri dengan keluarga
(Novita, 2011).
Tenaga kesehatan harus mampu menjadi seorang pendamping
dalam suatu forum dan memberikan kesemapatan pada pasien untuk
bertanya mengenai penjelasan yang kurang dimengerti, menjadi
seorang fasilitator tidak hanya di waktu pertemuan atau proses
penyuluhan saja. tetapi seorang teanga kesehatan juga harus mampu
menjadi seorang fasilitator secara khusus, seperti menyediakan
waktu dan tempat ketika pasien ingin bertanya secara lebih
mendalam dan tertutup (Simatupang, 2008).
- Konselor
Konselor adalah orang yang memberikan bantuan kepada orang lain
dalam membuat keputusan atau memecahkan suatu masalah melalui
pemahaman tehadap fakta-fakta, harapan, kebutuhan dan perasaan-
perasaan klien (Depkes RI, 2008). Proses dari pemberian bantuan
tersebut disebut juga konseling. Tujuan umum dari pelaksanaan
konseling adalah membantu ibu hamil agar mencapai perkembangan
yang optimal dalam menentukan batasan-batasan potensi yang
dimiliki, sedangkan secara khusus konseling bertujuan untuk
mengarahkan perilaku tidak sehat menjadi perilaku sehat,
membimbing ibu hamil belajar membuat keputusan dan
membimbingn ibu hamil mencegah timbulnya masalah selama
proses kehamilan (Simatupang, 2008).
Konseling yang dilakukan antara tenaga kesehatan dan ibu hamil
memiliki beberapa unsur. Proses dari konseling terdiri dari empat
unsur kegiatan yaitu pembinaan hubungan baik antara tenaga
kesehatan dengan ibu hamil, penggalian informasi (identifikasi
masalah, kebutuhan, perasaan, kekuatan diri, dan sebagainya) dan
pemberian informasi mengenai kesehatan ibu dan anak,

9
pengambilan keputusan mengenai perencanaan persalinan,
pemecahan masalah yang mungkin nantinya akan dialami, serta
perencanaan dalam menindak lanjuti pertemuan yang telah
dilakukan sebelumnya (Depkes RI, 2008).

3. Penggerak peran serta masyarakat dan pemberdayaan perempuan


Pemberdayaan diartikan sebagai hal yang berkaitan dengan suatu
aksi yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan yang dapat
menimbulkan perubahan secara signifikan dan kolektif. Konsep tersebut
tidak hanya berkaitan dengan identitas diri seseorang namun lebih besar
dari itu yaitu berkaitan dengan keadilan sosial dan hak asasi manusia.
Jika diimplementasikan dengan pemberdayaan perempuan, maka berarti
bahwa perempuan yang mampu melakukan sesuatu sesuai dengan
kebutuhannya atau pilihannya (Dr Tanu Tandon, 2016; Miedema et al.,
2018).
Isu gender hingga saat ini masih menjadi pembahasan hangat di
tingkat nasional maupun global, hal tersebut tertuang dalam target
pembangunan berkelanjutan pada poin 5 yaitu tentang kesetaraan
gender (United Nation, 2020). Di kalangan masyarakat, wanita
dipandang sebagai seseorang yang lebih lemah dibandingkan laki-laki,
memiliki keterbatasan akses terhadap banyak hal, termasuk akses
terhadap kesehatan, selain itu memiliki keterbatasan akses saat
membutuhkan konsultasi dengan dokter laki-laki karena memerlukan
izin suami atau pasangan (Standing, 1997).
Kondisi masyarakat Asia Tenggara hingga saat ini masih kental
dengan aspek sosial budaya patriarki, di mana perempuan berada pada
posisi dan status yang lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki, hal
tersebut di implementasikan pula dalam ranah rumah tangga, yang mana
laki-laki lebih dihormati dibandingkan dengan perempuan (Miedema et
al., 2018). Kondisi tersebut tentunya dapat memberikan dampak, salah

10
satunya pada kondisi kesehatan perempuan Indonesia. Perempuan
memiliki tanggung jawab lebih banyak untuk perawatan kesehatan di
ranah rumah tangga dibandingkan dengan laki-laki, sehingga hal
tersebut dapat berdampak pada kondisi kesehatan perempuan yang lebih
berisiko, sehingga biaya kesehatan perempuan menjadi lebih tinggi
(Standing, 1997). Data profil perempuan Indonesia menunjukkan bahwa
keluhan kesehatan lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan
pada laki-laki, yaitu sebesar 51,99% terjadi pada perempuan dan
berbeda secara signifikan yaitu sebesar 48,8% pada laki-laki (Fajriyah
et al., 2020).
Pada dasarnya terdapat 3 dimensi implementasi pemberdayaan
yang harus diketahui oleh para bidan dan para perempuan di manapun
berada, yaitu: dimensi personal, rasional dan kolektif. Dimensi personal,
mencakup peningkatan kapasitas dan rasa percaya diri, serta
menghindari perasaan tertindas pada diri sendiri. Dimensi rasional,
mencakup kemampuan untuk melakukan negosiasi dan mempengaruhi
suasana suatu hubungan dan keputusan yang diambil di dalamnya.
Dimensi kolektif, mencakup keterlibatan dalam struktur politik, dan
mengimplementasikan berbagai tindakan berdasarkan kerjasama bukan
kompetisi (Rahman, 2013). Berdaya merupakan suatu kemampuan
untuk memperjuangkan keinginannya, serta memiliki kekuatan dalam
pengambilan keputusan dan dalam pengambilan keputusan klinis
(Rahman, 2013).
4. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana
Akses pelayanan kesehatan reproduksi meliputi informasi dan
konseling yang akurat, berbasis bukti dan tanpa menghakimi, akses
terhadap pemilihan metode kontrasepsi, aborsi yang aman dan
perawatan setelah aborsi, pencegahan, deteksi dan penanganan
HIV/AIDS dan penyakit menular seksual, penanganan infertilitas, akses
terhadap pelayanan maternal (pelayanan kehamilan, persalinan dan

11
nifas), perlindungan dari pengaruh sosial budaya yang membahayakan,
serta pencegahan dan konseling tentang kekerasan berbasis gender
(Oxfam, 2020).
Peningkatan akses perempuan terhadap kesehatan memberikan
dampak terhadap luaran yang kelak dapat meningkatkan status
kesehatan. Makna akses bukan hanya keterjangkauan pelayanan
kesehatan, namun didalamnya mencakup kemampuan dalam membayar
biaya kesehatan (Standing, 1997). Semakin tinggi pendapatan nasional
dan pembangunan semakin kecil kesenjangan gender terjadi (Mikkola
& Miles, 2007).
Status sosial ekonomi yang buruk, pengetahuan yang terbatas
tentang perawatan ibu, dan kendala keuangan di antara masyarakat
pedesaan adalah hambatan utama untuk mencari perawatan. Rendahnya
status perempuan dan dominasi laki-laki membuat perempuan kurang
berdaya (Omer et al., 2021). Hak kesehatan reproduksi merupakan hal
yang fundamental dan menjadi landasan pembangunan sebuah
peradaban. Hak kesehatan reproduksi mencakup seluruh komponen
kesehatan dalam siklus hidup seseorang baik laki-laki ataupun
perempuan. Selanjutnya, hak kesehatan reproduksi mencakup pilihan
untuk menikah tanpa paksaan, membangun keluarga dan pertimbangan
jumlah, waktu serta jarak dalam hal memiliki anak, hak akses terhadap
informasi dan sarana yang dibutuhkan. Selain itu, mencakup pula
kesetaraan dan pemerataan antara laki-laki dan perempuan untuk
memiliki kebebasan dalam memilih berbagai hal yang berkaitan dengan
kehidupannya, bebas diskriminasi, kekerasan seksual, paksaan, dan
memiliki hak terhadap kerahasiaannya (United Nations Population
Fund, 2000).
Gender merupakan salah satu determinan penyebab ketimpangan,
gender dapat berkaitan dengan perilaku kesehatan, praktik kesehatan,
respons kesehatan dan luaran kesehatan (Crespí-Lloréns et al., 2021).

12
Terdapat 3 rekomendasi untuk meminimalisir ketimpangan gender
dalam pelayanan kesehatan yaitu melalui formulasi kebijakan,
implementasi dan evaluasi (Crespí-Lloréns et al., 2021).
Ketimpangan gender dalam aspek kesehatan dapat diatasi dengan
perumusan kebijakan yang memposisikan ketimpangan gender sebagai
hal yang penting, perlunya pendekatan berbasis hak perempuan,
penguatan norma serta peran gender di dalamnya, selain itu keterlibatan
masyarakat sipil dan aktivis atau ahli di bidang gender menjadi hal yang
tidak bisa dipisahkan (Crespí-Lloréns et al., 2021).
Implementasi kebijakan berbasis gender banyak sekali
mendapatkan hambatan seperti komitmen politik, norma dan hukum
yang tidak melindungi perempuan, rendahnya kapasitas dan kepedulian
saat implementasi, perubahan struktur organisasi, keterbatasan
pendanaan, birokrasi dan ketidak terlibatan aliansi dan masyarakat sipil
(Crespí-Lloréns et al., 2021).
Keterlibatan dan kolaborasi aliansi gender mampu berkontribusi
dalam pengembangan dan kerjasama dalam strategi untuk
meningkatkan kesehatan masyarakat berdasarkan kebijakan, sistem dan
perubahan lingkungan yang dapat menghasilkan dampak yang positif
terhadap norma dan kesehatan perempuan. Strategi implementasi harus
di desain mampu memobilisasi masyarakat untuk merespon segala
bentuk ancaman yang dapat menyebabkan pencabutan kebijakan
(Crespí-Lloréns et al., 2021).
Setelah tahapan implementasi, perlu dilakukan evaluasi terhadap
kebijakan tersebut, dengan tujuan untuk mengukur perubahan yang
terjadi dalam domain – domain tertentu seperti, pendidikan, pelayanan
kesehatan, pekerjaan, keamanan, dan hak sipil. Evaluasi perlu juga
dilakukan untuk memfokuskan tujuan dalam perubahan norma gender,
melawan kekerasan perempuan, perubahan norma hukum, promosi
lapangan kerja perempuan, pendapatan, kesempatan hidup dan

13
pendidikan yang layak, serta pengurangan stigma dan diskriminasi
(Crespí-Lloréns et al., 2021).

C. Bentuk Pelayanan telah Diterapkan dalam Keseharian Anda?


Pelayanan kebidanan adalah bagian integral dari sistem pelayanan
kesehatan yang diberikan bidan, dilakukan secara mandiri, kolaborasi,
konsultasi dan rujukan yang ditujukan kepada kesehatan reproduksi
perempuan sepanjang siklus kehidupannya termasuk bayi dan anak Balita
Pelayanan kebidanan dilaksanakan pada berbagai jenjang tatanan
pelayanan mulai dari tingkat primer, sekunder, dan tersier dalam suatu
mekanisme rujukan timbal-balik. Penyelenggaraan praktik kebidanan
didasarkan pada kewenangan dan keahlian yang dikembangkan sesuai
dengan kebutuhan kesehatan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan
dan tuntutan globalisasi.
Kita bidan selalu berupaya meningkatkan kemampuan dan
menerapkan budaya “melayani” dalam memberikan asuhan kebidanan
kepada pasien, memberikan pelayanan kebidanan secara professional
melalui peningkatan kemampuan analitik dan mampu memberikan
pelayanan yang aman bagi ibu dan anak, memberikan pelayanan kebidanan
sesuai standar profesi, standar pelayanan, standar asuhan, dan kode etik
profesi, hendaknya dapat menjadi pembaharu di bidang pelayanan maupun
pendidikan kebidanan.

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bidan adalah profesi yang diakui secara nasional maupun
internasional oleh sejumlah praktisi diseluruh dunia, tugas utama yang
menjadi tanggungjawab praktik profesi bidan memiliki tujuan untuk
meningkatkan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana dalam
rangka mewujudkan kesehatan keluarga dan Masyarakat.
3.2 Saran
Untuk menjadi bidan yang professional seorang bidan harus
memenuhi syarat yang telah ditetapkan, karena bidan memiliki
tanggungjawab yang besar terhadap pasien yang akan diberi
pelayanan.

15
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Ai N. Zannah,1 Ruswana Anwar,2 Farid Husin3. Motivation, persuasive


communication, and obstetric risk management training to improve midwives
professionalism in preventing maternal death, Jurnal Kesehatan dr. Soebandi
Vol. 6, No. 2
Allania Hanung1) Tinah2) Ayu Rosita Fidianata3). KEPUASAN PASIEN
PADA PELAYANAN BIDAN DI POSKESDES. Program Studi D III
kebidanan, STIKES Estu Utomo Boyolali. Jurnal Kebidanan, Vol. X, No. 01,
Juni 2018
Fatiah Handayani. Penguatan Peran Bidan Dalam Pemberdayaan Perempuan
Untuk Mendukung Program Sustainable Development Goal’s. STIKes
‘Aisyiyah Bandung, Jl.KH.Ahmad Dahlan Dalam no.6 Bandung Email:
fatiah79@gmail.com
CP: 0813-2233-6923. VOL.II, NO.2, 2017

16
LAMPIRAN

https://www.neliti.com/publications/293155/motivation-persuasive-
communication-and-obstetric-risk-management-training-to-im

https://ejurnal.stikeseub.ac.id/index.php/jkeb/article/view/296/260

17

Anda mungkin juga menyukai