Anda di halaman 1dari 3

Kesatuan dan Kebanyakan (Sintesis Bab V)

Ontologi berusaha memahami keseluruhan kenyataan, segenap dan mencakup segala


sesuatu yang ada. Yang ada itu ditemukan secara kompleks atas kenyataan akan yang satu
dan kenyataan akan yang banyak. Dalam cakrawala berada, ditemukan adanya kesatuan
sekaligus adanya kebanyakan. Kenyataan tidak hanya bersifat unitas karena ada berbagai
objek-objek dan pribadi yang berdiferensiasi. Kenyataan tidak hanya bersifat multiplisitas
karena ada kesatuan dan keterhubungan di dalam berbagai kenyataan yang berbeda.
Kenyataan sekadar kenyataan menjadi dasar dari unitas dan pluralitas, ketunggalan dan
kegandaan, keekaan dan keanekaan, kesamaan dan keberlainan. Persoalan tentang adanya
kenyataan yang satu dan kenyataan yang banyak memuat di dalamnya pertanyaan ontologis
yang fundamental “Manakah dasar dari kesatuan dan kebanyakan?”
Sebagai pemikir yang melahirkan prinsip metafisika yang seluas segala kenyataan,
Aristoteles telah memberikan pemecahan atas persoalan kesatuan dan kebanyakan. Dalam
pemikirannya tentang hylemorfisme, masalah kesatuan dan kebanyakan terbatas pada
pluralisme pada tingkat jenis individu. Pembahasan metafisika Aristoteles terbatas pada
bagaimana jenis menjadi banyak individu dari jenis yang sama. Menurutnya, dasar dari
kesatuan adalah actus formalis dan dasar dari kemajemukan adalah materia prima. Actus
formalis dimengerti sebagai suatu bentuk yang menjadikan tiap-tiap individualitas menjadi
sejenis. Misalnya kesatuan jenis besi, yang dengannya berlaku sifat-sifat umum bagi seluruh
individu besi. Sementara itu, materia prima atau hyle prote sendiri tidaklah selalu berwujud
materi fisik (materia seccunda atau hyle deutera) melainkan suatu prinsip dari bahan.
Aristoteles memang mengafirmasi bahwa dunia yang menampilkan pluralitas dan
keberagaman adalah kenyataan yang real. Dunia ini juga memiliki prinsip-prinsip tentang
kesatuan. Bentuk-bentuk tunggal esensial seperti misalnya ‘kuda’ atau ‘manusia’ ditampung
dalam materi kosong yang berupa potensi murni (hyle). Bentuk tunggal esensial dipahami
sebagai aktus jenis (actus formalis) dan potensi sebagai materia prima. Aristoteles
menentang monisme Parmenides yakni bahwa pluralitas dari suatu jenis yang sama adalah
masuk akal. Potensi murni memungkinkan individu menjadi satu kesatuan dalam actus
formalis atau jenis yang sama. Serentak, potensi menjadikan individual yang berbeda dengan
yang lain dari jenis yang sama. Potensi sebagai materia prima merupakan dasar dari
individualisasi dan membatasi aktus jenis.
Dasar kesatuan dan kebanyakan dalam pemikiran Thomas ditempatkan dalam aktus
mengada. menyebut aktus mengada sebagai aktus dari segala aktus yang lain dan
kesempurnaan dari segala kesempurnaan lain. Aktus mengada disebut sebagai aktus dari
segala aktus yang lain karena sifat ada adalah prinsip universal yang berlaku bagi segala hal.
Aktus mengada meresapi segala keberadaan aktus yang lain, bahkan jika hendak kita
sandingkan dengan aktus jenis, mengada adalah dasarnya. Mengada merupakan sifat atau ciri
sempurna dan serba utuh yang mengandung dan mendasari segala sifat dan kesempurnaan
lainnya. Ada berarti ketidakterbatasan, maka secara logis hanya ada satu saja. Jika sesuatu itu
terbatas, maka sesuatu itu akan menjadi banyak. Di dunia ini ada banyak hal yang masing-
masing dibatasi oleh hakekat dan eksistensinya. Oleh karena itu, pembatasan memunculkan
keberagaman. Kekhasan aktus mengada yang mencerminkan pluralitas terletak pada
banyaknya hal yang berada dan semua yang berada itu merupakan satu kesatuan sebagai ada.
Walaupun pada dirinya ada adalah tak terbatas, aktus mengada mewujud dalam
beragam adaan. Beragam adaan ini adalah hasil pembatasan oleh potensi atau esensi. Thomas
membedakan antara aktus mengada dan esensi. Esensi dari dirinya sendiri melulu suatu
potensi dan hanya menjadi real sejauh dihidupkan oleh aktus mengada. Semua keanekaan dan
keterbatasan dihasilkan oleh karena mengada yang tidak terbatas itu ditampung dalam
macam-macam esensi yang terbatas. Hakikat membatasi aktus mengada sehingga aktus
mengada dapat terealisasi dalam banyak adaan. Adaan atau segala kenyataan yang terbatas
sendiri tersusun dari integrasi aktus-potensi atau esse essentia. Pohon merupakan suatu adaan
karena ia tersusun dari aktus mengada (kenyataan bahwa pohon itu ada) dan esensi (segala
hal yang melekat dalam hakikat pohon).
Aktus mengada mengalirkan nilai-nilai bagi adaan dan bukan potensi atau esensi.
Secara lebih eksplisit Thomas mengungkapkan bahwa tingkatan keunikan dihubungkan
dengan tingkatan mengada. Tingkat keunikan dari adaan ditentukan dan sesuai dengan
tingkat partisipasi dalam kepenuhan mengada. Jika tingkat ada dari suatu adaan rendah maka
keunikannya menjadi rendah. Misalnya kita dapat melihat keunikan manusia dibanding besi.
Adaan besi merupakan adaan sebagai infrahuman, benda mati, dan hanya terlibat dalam ada
fisio-kinis. Maka keunikan besi juga rendah. Reaksi yang berlaku bagi satu individu besi juga
akan sama ketika terjadi pada individu besi lainnya.
Lain halnya dengan manusia. Setiap manusia adalah unik, terbedakan secara mendasar.
Keunikan yang lebih tinggi pada manusia ini disebabkan oleh karena tingkat keberadaannya
sebagai adaan spirit and matter. Dualitas antara roh dan materi menjadi dasar ontologis untuk
keunikan manusia. dengan itu, manusia berkemungkinan untuk berelasi secara vertikal
dengan Yang Mutlak Ada.

Anda mungkin juga menyukai