Anda di halaman 1dari 3

Nama : Kristo Paulus Purba

NIM : 200510055
Kelas : 2 (B)
Semester : Empat
Mata Kuliah : Metafisika Umum/Ontologi
Dosen : Dr. Hieronymus Simorangkir

Deskripsi Linguistik Metafisika Mengada Thomas dari Aquino

1. Pengantar
Thomas Aquinas1 mendirikan bangunan metafisika dengan bertitik tolak pada
metafisika Aristoteles. Hal ini tidak mengherankan sebab Thomas sendiri memang pengikut
Aristoteles. Dengan kata lain, Thomas adalah penganut Aristotelian. Untuk dapat memahami
metafisika Thomas maka terlebih dahulu harus memahami metafisika Aristoteles. Metafisika
Aristoteles memuat kenyataan sekadar kenyataan (ens in quantum ens), keterarahan pada cara
berada yang paling tinggi (substantia accidentia) dan pluralisme individu dari jenis yang
sama (hylomorfisme). Thomas sebagai Aristotelian membangun metafisikanya yang dimuat
dalam realitas sejauh realitas, aktus mengada dan menjelaskan tingkat keunikan mengada
berdasarkan partisipasi dalam kenyataan. Dalam paper ini, penulis memaparkan bangunan
metafisika Thomas yang di satu sisi mengikuti pemikiran metafisik dari Aristoteles, namun di
lain sisi menciptakan pemikiran metafisik baru.
2. Metafisika Aristoteles
Aristoteles2 merumuskan tema metafisikanya dalam “kenyataan sekadar kenyataan”
kenyataan sejauh kenyataan. Di dalam ini, ada kenyataan sejati. Dalam istilah yang lebih
populer, Aristoteles menyebutnya ens in quantum ens. Aristoteles memusatkan metafisikanya
pada aktus jenis (actus formalis). Persoalan unitas dan multiplisitas bagi Aristoteles terbatas
pada bagaimana “jenis” (actus formalis) menjadi banyak “individu” dari jenis yang sama.
Suatu “jenis” actus formalis dibatasi menjadi individu dari jenis yang sama karena adanya
potentia yang membatasi actus formalis. Dasar banyak individu dari jenis yang sama ialah
potensi. Potensi yang membatasi jenis merupakan dasar individualisasi. Potensi hanya
bersifat membatasi maka individualisasi bukan tambahan nilai. Contohnya, reaksi individu
1
St. Thomas Aquinas hidup pada tahun 1225-1274. Ia lahir pada tahun 1225 di puri Roccasecca dekat
Napoli.
2
Aristoteles lahir di Stagira bagian dari Yunani pada tahun 384 SM. Ayahnya adalah seorang tabib
pribadi Raja Amyntas dari Makedonia. Aristoteles hidup tahun 384 SM – 322 SM adalah seorang filsuf Yunani,
murid dari Plato, dan guru dari Alexander Agung.
besi yang satu (A) dan reaksi individu yang lain (B) sesuai dengan jenisnya, disimpulkan
bahwa hal itu berlaku untuk segala individu jenis yang sama. Penggeneralisasian ini tidak
cocok dengan manusia yang tidak hanya terdiri dari kejasmaniahan saja, namun juga dimensi
rohaniah. Selain itu, hylomorfisme mengesampingkan atau tidak memerankan individualitas,
namun jenislah yang dianggap menentukan nilai. Pluralisme di mata Aristoteles terbatas pada
pluralisme individu dari jenis individu yang sama. Metafisika Aristoteles lebih merupakan
metafisika dalam arti filsafat alam (hylomorfisme). Hylomorfisme meletakkan dasar bagi
metode induksi yang menjadi sangat subur dalam science. Metode induksi merupakan metode
khusus ke umum. Metode ini bersifat empirik. Metode ini bertitik tolak dari observasi
inderawi. Contoh: semua benda jasmaniah yang dijatuhkan akan jatuh. Batu kulemparkan ke
atas, jatuh ke bawah. Pena kujatuhkan, pasti akan jatuh. Kursi kulemparkan ke atas, jatuh ke
bawah. Ini mendefinisikan semua benda jasmaniah yang dijatuhkan akan jatuh karena hukum
gravitasi yang mengatasinya. Metode induksi ini dapat dikritisi. Contohnya: bila manusia
dijatuhkan ke bawah, ia bisa tidak jatuh, mengapa? Karena ada parasut. Perilaku manusia
secara monumental tidak bisa menyimpulkan seluruh hidupnya. Aliran hylomorfisme yang
meletakkan dasar bagi metode induksi belum menyangkut jawaban masalah aktus mengada
sebagai dasar dari kesatuan sekaligus dasar keunikan karena masih dalam lingkup
jasmaniah/materi sementara manusia terdiri dari jasmaniah dan rohaniah. Inilah kelemahan
hylomorfisme. Selain itu, hylomorfisme juga tidak memberikan paham terkait tingkat
keunikan. Aristoteles yang mendasarkan pemikirannya pada actus formalis dan hylomorfisme
belum menyangkut jawaban masalah aktus mengada sebagai dasar dari kesatuan sekaligus
dasar keunikan. Pembahasan metafisik Aristoteles belum sampai pada bahasan mengenai
mengada yang hadir dalam segala cara berada. Thomas di awal hidupnya melihat aktus
mengada secara intuisi karena terpengaruh pemikiran Aristoteles dan Avicenna dan di akhir
hidupnya merumuskannya secara eksplisit aktus mengada dan menjelaskan tingkat keunikan
yang didasarkan pada partisipasi.
3. Metafisika St. Thomas Aquinas
Pada masa awal, metafisika mengada Thomas lebih bersifat intuisi atau diambang
pintu ilahi. Metafisika Thomas secara intuisi sebenamya sudah sampai pada tahap actus
essendi. Namun, penekunan secara mendalam actus essendi belum begitu dieksplisitkan oleh
Thomas. Eksplisitasi actus essendi sendiri terjadi di akhir hidupnya. Ada beberapa hal yang
mempengaruhi Thomas sebelum mengekplisitasikan actus essendi.
Thomas awalnya sangat dipengaruhi oleh tafsiran Aristoteles dari Avicenna. Tafsiran
Avicenna bersifat esensialisme. Esensialisme merupakan paham esensi yang terpisah dari
berada dan tidak berada, seperti tidak ada hubungan dengan ada. Namun, semakin lama,
seiring berjalannya waktu tulisan Thomas yang berisikan kutipan dari Avicenna semakin
berkurang hingga tidak ada lagi. Thomas pada awalnya juga masih meneruskan filsafat
hylomorfisme untuk perbanyakan individu dengan jenis yang sama.
Thomas merumuskan bahasannya mengenai hubungan antara esensi dengan aktus
mengada sebagai relasi potentia dan actus. Baginya, segala nilai bersumber dari aktus
mengada (actus essendi). Di satu sisi, potensi membatasi aktus mengada dan di sisi lain
segala nilai dari aktus mengada bukan berasal dari potensi yang membatasinya. Tiap adaan
tersusun dari esse essentia dan segala nilai tersusun dari aktus mengada (actus essendi).
Keunikan itu bertingkat-tingkat sesuai dengan tingkatan ada. Segala adaan berada karena
diikutsertakan untuk berpartisipasi dalam kesempurnaan aktus mengada (actus essendi).
Thomas menemukan istilah “partisipasi” untuk menemukan kesempurnaan dalam tingkat
mengada. Dengan ini, Thomas menyatakan adanya tingkatan keunikan dan kesempurnaan
yang dilihat dari tingkat partisipasi itu sendiri.
4. Penutup
Meskipun di awal, Thomas terpengaruh dengan kutipan Avicenna bahkan meneruskan
filsafat hylomorfisme sekaligus belum konsekuen dalam pelbagai masalah, namun di akhir
hidupnya ia secara eksplisit mampu merumuskan aktus mengada dalam memecahkan
persoalan pluralisme menjadi pluralisme pada tingkat mengada, bukan lagi pada
hylomorfisme. Thomas tetap melanjutkan tema yang dirumuskan oleh Aristoteles yaitu,
kenyataan sekadar kenyataan sekaligus memberikan pandangan baru dan mendalam dalam
aktus mengada, keunikan yang bertingkat dan partisipasi untuk menemukan kesempurnaan
dalam tingkat mengada.

Anda mungkin juga menyukai