Anda di halaman 1dari 7

Nama : Aldiman Ludofikus Manullang

NIM : 200510008
Kelas : II B
Semester : III (Tiga)
Mata Kuliah : Islamologi
Dosen : Albertus Joni, M. Hum, M.A.

OUTLINE MID SEMESTER

Judul : Pemikiran Emanasi Dalam Filsafat Al-Farabi Serta Hubungannya Dengan Sains
Modern

Tujuan : Mengkaji secara mendalam pandangan filsafat Al-Farabi tentang penciptaan


alam, khususnya konsep emanasi, terutama jika dihubungkan dengan temuan-
temuan sains modern.

Skema:
1. Pengantar

Penulis menjelaskan maksud dan tujuan penulisan paper.

2. Pemikiran Filosofis

 Penulis menerangkan asal-usul konsep emanasi. 

 Penulis menerangkan konsep emanasi Al-Farabi tentang Keesaan Tuhan.

 Penulis menerangkan proses penciptaan alam dalam konsep emanasi Al-


Farabi.

 Penulis menerangkan proses penciptaan alam dan hubungannya dengan


pandangan sains modern.

3. Kritik dan Relevansi.

Membuat kesimpulan yang tajam dari perbandingan pemikiran emanasi dalam


filsafat Al-Farabi dengan hasil observasi sains modern dalam kaitannya dengan
keimanan manusia mengenai penciptaan di zaman ini.
Buku Sumber.

Adamson, Peter & Richard C. Taylor. The Cambridge Companion to Arabic Philosophy,
Cambridge: Cambridge University Press, 2005.

Herman, Fritz Gregor. Word and Idea’s: The Root’s of Plato’s Philosophy, Swansea University:
Classical Press of Wales, 2007.

Jubouri, Al. History of Islamic Philosophy: With View of Greek Philosophy and Early History of
Islam, Baghdad: Bright Pen, 2004.

Purwanto, Agus. Ayat-Ayat Semesta, Bandung: Mizan, 2015.

Reisman, C. David & John McGinnis, Classical Arabic Philosophy An Anthology of Sources,
Indianapolis: Hacket, 2007.

Ruslan Wegie & Mikhael Dua. Terjadinya Alam Semesta Perspektif Teori Bing Bang, Jakarta:
Unika Atma Jaya, 2019.

Scrodinger, E. Expanding Universe, Cambridge: Cambridge University Press, 2011.


Pemikiran Emanasi Dalam Filsafat Al-Farabi Serta Hubungannya Dengan Sains
Modern

1. Pengantar.

Kajian kritis tentang pemikiran emanasi dan hubungannya dengan pemikiran


sains modern ialah salah satu term sentral serta jadi wacana yang menyita banyak atensi
dalam filsafat Islam. Kemunculan konsep tersebut ialah wujud respons para filsuf muslim
dalam mengulas proses penciptaan alam semesta yang pula jadi subjek ulasan dalam
perdebatan di golongan teolog, baik yang beraliran tradisional ataupun rasional. Apa
yang dikemukakan oleh para filsuf pada dasarnya bukan asli dari konsep Islam,
melainkan banyak diilhami oleh pemikir-pemikir masa sebelumnya, paling utama dari
para filsuf Yunani. Seperti itu sebabnya, pada sebagian generasi selanjutnya, ide-ide
tersebut memperoleh banyak asumsi pro serta kontra. Konsep emanasi berupaya berikan
pemecahan rasional terhadap dua perbandingan pemikiran tentang penciptaan alam.
Apakah alam semesta ini diciptakan dari suatu yang telah terdapat atau tidak. Penulis
hendak mengkaji secara mendalam dari pemikiran filsafat Al-Farabi tentang penciptaan
alam, spesialnya konsep emanasi, paling utama bila dihubungkan dengan temuan-temuan
sains modern.

2. Pemikiran Filosofis.

2.1. Asal-Usul Konsep Emanasi.

Emanasi ialah pengaruh langsung dari filsafat yunani yang dikala itu lagi tumbuh
dengan baik di dunia Islam. Konsep emanasi sempat dilontarkan oleh para filsuf Yunani1
ialah:

 Plato.
Plato yang berkaitan dengan konsep emanasi ini merupakan rumusan ia tentang
“idea.” Bagi Plato, ada dua jenis dunia, yaitu dunia yang nampak (horaton genus) serta
2

dunia yang tidak nampak ataupun yang bisa dipikirkan (kosmos noetos).

 Aristoteles.
Aristoteles memecah dualisme Plato antara alam idea serta alam modul dengan
mengemukakan kalau, alam ide serta modul itu menyatu, sejalan dengan filsafat
metafisikanya Aristoteles, kalau tiap benda terdiri dari jiwa (matter) serta wujud (form)
jiwa merupakan substansinya. Sebaliknya lewat wujud seperti itu jiwa menampakkan
eksistensi.

1
Al-Jubouri, History of Islamic Philosophy: With View of Greek Philosophy and Early History of Islam
(Baghdad: Bright Pen, 2004), hlm. 275.
2
Fritz Gregor Herman, Word and Idea’s: The Root’s of Plato’s Philosophy (Swansea University: Classical
Press of Wales, 2007), hlm. 2.
 Plotinus.
Untuk neo-platonis, ide merupakan bentuk yang sangat jelas ‘menyamai’ Tuhan
dari seluruh alam semesta. Setelah itu dari ide tersebut beremanasi serta menciptakan
jiwa. Jiwa-jiwa ini memiliki energi uraian serta melahirkan wujud.

2.2. Konsep Emanasi Al-Farabi tentang Keesaan Tuhan.

Al-Farabi populer dengan “teori pemancarannya”. Ia berkomentar kalau dari


Yang Esa itu memancar yang lain, berkat kebaikan serta pengetahuannya sendiri. Dengan
demikian, apa yang diucap pengetahuan merupakan sama dengan ciptaan-Nya. Dari
sinilah Al-Farabi melangkah ke arah pelimpahan bentuk serta kesempurnaan-Nya
mewujudkan segala tatanan di alam semesta ini.

2.3. Proses Penciptaan Alam dalam Konsep Emanasi Al-Farabi.

Alasan Al-Farabi dalam penciptaan alam ini dimulai dengan terdapatnya seluruh
alam ini berasal dari bentuk tunggal yang mesti terdapat (wajib al-wujūd) ialah Tuhan,
setelah itu melimpah menciptakan (mumkin al-wujūd). Emanasi seluruh bentuk pada
dasarnya berasal dari bentuk yang satu serta menciptakan bentuk yang lain, terjalin
dalam wujud tunggal serta bertingkat secara mekanis-determinis. 3 Baginya ide murni
berpikir tentang dirinya yang menghasilkan bentuk awal (al-maujud al-awwal) ialah
Tuhan selaku ide yang berdaya pikir tentang diri-Nya. 4 Dari energi pemikiran Tuhan
yang besar itu mencuat bentuk kedua yang ialah ide awal yang pula memiliki subtansi.

Bentuk kedua ataupun ide awal berpikir tentang dirinya serta menciptakan bentuk
berbentuk langit awal, ide kedua berpikir tentang Tuhan melahirkan ide ketiga, ide ketiga
berpikir tentang Tuhan menghasilkan ide keempat serta seterusnya hingga ide kesepuluh.
Dari kesepuluh ide tersebut berpikir tentang dirinya menciptakan bentuk modul
berbentuk Langit, Bintang, Saturnus, Yupiter, Mars, Matahari, Venus, Mercurius dan
Rembulan. Pada ide kesepuluh energi telah melemah serta tidak sanggup lagi
beremanasi. 5 Ide kesepuluh ini mengendalikan dunia fana dan roh manusia dan empat
faktor modul awal dalam wujud ialah air, tanah, api, udara, yang menimbulkan modul
lain semacam besi, aluminium, perak, emas serta pula tanaman serta hewan, tercantum
manusia yang diaktualkan oleh ide yang berhubungan dengan ide kesepuluh (‘aql fa’al).

Dengan demikian, Al-Farabi hendak menerangkan kalau alam itu berasal dari zat
yang satu ialah Tuhan, namun keberadaannya qadim sebab dalam proses emanasi baginya
tidak terletak dalam lingkup ruang serta waktu, semacam waktu di mana kita terletak kala
ini. Bisa jadi seperti itu yang diartikan dengan waktu transenden.

3
Peter Adamson and Richard C. Taylor, The Cambridge Companion to Arabic Philosophy (Cambridge:
Cambridge University Press, 2005), hlm. 35.
4
David C. Reisman and John McGinnis, Classical Arabic Philosophy An Anthology of Sources
(Indianapolis: Hacket, 2007), hlm. 79.
5
David C. Reisman and John McGinnis, Classical..., hlm. 105.
2.4. Proses Penciptaan Alam dan Hubungannya dengan Pandangan Sains Modern.

Para filsuf dengan teori emanasinya serta para ilmuwan dengan observasi
sainsnya tampak membagikan pemecahan tentang penciptaan alam karena dalam al-
Qur’an tidak dipaparkan secara rinci apakah diciptakan dari suatu yang telah terdapat
ataupun dari ketiadaan. Perpindahan konsepsi tersebut pada intinya menjadi dua:

 Konsep Kosmologi pra abad Ke- 20.


Mereka berpandangan kalau alam semesta ini tidak hanya tidak terbatas serta
besarnya tidak terhingga pula tidak terganti keadaanya dari dahulu hingga saat ini serta
yang hendak tiba. Konsep ini dipelopori oleh Newton yang didasarkan pada
pengamatannya bahwa materi kekal adanya, 6 setelah itu diperluas lagi oleh Einstein
dengan teori kekekalan materinya.

 Konsep Kosmologi Abad Ke-20.


Pergantian konsep ini lahir dari hasil observasi Hubble (1992) yang memandang
galaksi disekitar Bima Sakti dalam kondisi menghindari kita yang sebanding jauhnya
dengan bumi. Segala alam semesta berekspansi (expending universe). Akibat observasi
inilah sehingga para kosmolog berkesimpulan jagat raya meningkat tiap dikala.7 Dari
perhitungan perbandingan jarak serta gerak tiap-tiap galaksi yang teramati para ahli sains
menarik kesimpulan kalau alam semesta ini semula teremas (terkerut) jadi sangat kecil,
yang diucap dengan singularitas. Sebab goncangan kevakuman serta tekanan gravitasi
negatif memunculkan sesuatu dorongan eksplosif sekitar 15 milyar tahun, yang setelah
itu, kejadian ini diketahui dengan “Dentuman Besar/Big Bang.”8

Teori Big Bang diteguhkan lagi oleh temuan sensasional George Smoot, pakar
fisika di laboratorium Lawrence Berkeley, Amerika Serikat. Ia menciptakan satu riak
awan tipis modul yang membentuk struktur sangat besar serta sangat tua di dalam
semesta yang terbentang sepanjang 94,4 mil triliun kilometer serta berasal dari masa 15
milyar tahun lalu. Riak tersebut terbentuk akibat perluasan kilat alam semesta. Sekali riak
tercipta, gravitasi hendak menjadikan modul terus menjadi terkumpul, kian lama kian
banyak hingga tercipta bintang, galaksi, serta gugus galaksi. Sebaliknya radiasinya
bergerak mengarah ke bumi dengan kecepatan sinar. Suatu yang padu seperti itu yang
oleh kosmolog diucap dengan titik singularitas. Sebaliknya yang diartikan pembelahan
yakni ledakan singularitas dengan sangat dahsyat, yang setelah itu jadi alam semesta
yang terhampar.

3. Kritik dan Relevansi.


Dalam pemikiran sains modern, alam semesta dibayangkan selaku suatu yang
tadinya teremas dalam sesuatu bola ataupun sesuatu titik, yang diucap selaku primeval
atom (atom purba). Atom inilah yang meledak selaku ledakan besar (Big Bang) setelah
itu jadi atom, bintang-bintang serta galaksi-galaksi. Alam semesta diciptakan dari

6
Agus Purwanto, Ayat-Ayat Semesta (Bandung: Mizan, 2015), hlm. 1.
7
E. Scrodinger, Expanding Universe (Cambridge: Cambridge University Press, 2011), hlm. 41.
8
Wegie Ruslan dan Mikhael Dua, Terjadinya Alam Semesta Perspektif Teori Bing Bang (Jakarta: Unika
Atma Jaya, 2019), hlm. 4.
ketiadaan. Sebaliknya dalam pemikiran kalangan kaum filsuf Islam khusunya Al-Farabi,
alam semesta diciptakan Allah, dari suatu ataupun bahan yang telah ada. Kendatipun
seluruh komentar berkaitan dengan penciptaan alam yang dikemukakan di atas, pada
hakikatnya, nampak tidak secara tegas bertentangan dengan al-Qur-an, tetapi hasil
observasi sains modern yang didasari pada tata cara empiris eksperimental lebih bisa
diterima secara rasional. Tidak hanya itu, kebenaran hasil observasi sains modern masih
dapat dikaji ulang serta ditilik kembali.
Daftar Pustaka.

Adamson, Peter & Richard C. Taylor. The Cambridge Companion to Arabic Philosophy,
Cambridge: Cambridge University Press, 2005.

Herman, Fritz Gregor. Word and Idea’s: The Root’s of Plato’s Philosophy, Swansea University:
Classical Press of Wales, 2007.

Jubouri, Al. History of Islamic Philosophy: With View of Greek Philosophy and Early History of
Islam, Baghdad: Bright Pen, 2004.

Purwanto, Agus. Ayat-Ayat Semesta, Bandung: Mizan, 2015.

Reisman, C. David & John McGinnis, Classical Arabic Philosophy An Anthology of Sources,
Indianapolis: Hacket, 2007.

Ruslan Wegie & Mikhael Dua. Terjadinya Alam Semesta Perspektif Teori Bing Bang, Jakarta:
Unika Atma Jaya, 2019.

Scrodinger, E. Expanding Universe, Cambridge: Cambridge University Press, 2011.

Anda mungkin juga menyukai