Anda di halaman 1dari 32

Bab I

Metafisika

Sejarah Metafisika
Apa itu Metafisika? Pertanyaan ini bukanlah pertanyaan baru di kalangan para filsuf yang
mencoba mempertanyakan keberadaan Ada (existence). Berhadapan dengan pertanyaan itu, para filsuf
mencoba untuk menjelaskan apa itu Ada dengan aneka pemahaman mereka mengenai Ada. Metafisika,
dalam Bahasa Yunani berarti: μετά (meta) = "setelah atau di balik" dan φύσικα (phúsika) = "hal-hal di
alam".2 Metafisika adalah cabang filsafat yang mempelajari penjelasan asal atau hakikat objek (fisik) di
dunia. Metafisika adalah studi keberadaan (existence) atau realitas. Metafisika mencoba menjawab
pertanyaan-pertanyaan seperti: Apakah sumber dari suatu realitas? Apakah Tuhan ada? Apa tempat
manusia di dalam semesta? 1
Aristoteles merupakan filsuf yang pertama sekali memahami sejumlah pengetahuan yang sudah
dikenal pada masa itu seperti matematika, etika, sosial, pengetahuan alam ataupun logika. Persoalan
persoalan yang ditemukan ini disadarinya sebagai inti dari semua yang daripadanya kemudian diketahui
hubungan dan keterpisahan persoalan suatu ilmu dengan ilmu yang lainnya.2
Akibat semakin luasnya persoalan ilmu ini, Aristoteles merasa perlu untuk memisahkan ilmu ini
dari ilmu-ilmu yang sudah dikenal saat itu karena ilmu ini memiliki sisi khusus disisi berbagai ilmu
lainnya. Hanya saja saat itu Aristoteles tidak memberikan nama untuk jenis ilmu ini sampai dia
meninggal. Setelah Aristoteles meninggal, barulah orang-orang mengumpulkan hasil karyanya ini dan
disusun dalam sebuah ensiklopedia. Dari sisi urutannya, bahasan yang belum diberi nama tadi terletak
setelah bagian ilmu fisika (ilmu alam). Berdasarkan pertimbangan pengurutan tadi dan dikarenakan
memang belum diberi nama, maka mereka saat itu memberikan ilmu itu nama yang sesuai dengan
urutannya, yaitu ’setelah fisika’ atau ‘metafisika’ , yang terambil dari kata ‘meta’= setelah dan ‘fisika’ =
fisika.3

Bentuk-bentuk Metafisika
Seringkali istilah metafisika sudah terdapat dalam persepsi awal kita mengenai hal-hal yang bersifat
supranatural seperti ilmu-ilmu perdukunan dan mental-spiritual. Persepsi tersebut sebenarnya tidak dapat
disalahkan, karena dalam arena perebutan makna sebuah istilah, seiring perubahan waktu, dalam konteks
sosio-historis jelas mengalami pergeseran makna yang digunakan oleh masyarakat, terutama masyarakat
awam.

1
Memang hal-hal supranatural juga termasuk atau tercakup dalam definisi metafisika, namun
metafisika tidak dapat diartikan sepenuhnya adalah mengenai supranatural, yang kian lama agaknya
definisi metafisika tidak menunjuk pada objek definitif yang diwakilinya. Hal yang sama seperti ketika
sekarang dalam mempelajari filsafat lebih familiar diketahui adanya ontologi, epistemologi, dan aksiologi
sebagai batang tubuh atau elemen-elemen fundamental kajian filsafat, dan seakan melupakan metafisika.
Lalu apa sebenarnya metafisika, di mana posisinya dalam filsafat, dan apa kegunaannya?
Menurut Cristian Wolf4, metafisika terbagi menjadi dua jenis: metafisika generalis dan spesialis.
Metafisika generalis, yakni ilmu yang membahas mengenai yang ada atau pengada atau yang lebih
dikenal sebagai ontology. Sedangkan metafisika spesialis terbagi menjadi tiga bagian besar:
• antropologi, yang menelaah mengenai hakikat manusia, tentang diri dan kedirian, tentang
hubungan jiwa dan raga,
• kosmologi, yang membahas asal-usul alam semesta dan hakikat sebenarnya, dan
• teologi, membahas mengenai Tuhan secara rasional.

Metafisika dengan Ilmu Pengetahuan


Metafisika mendapat penentangan dari beberapa ilmuwan, antara lain dengan menyatakan bahwa
metafisika tidak bermakna. Alfred J. Ayer4 menyatakan bahwa sebagian besar perbincangan yang
dilakukan oleh para filsuf sejak dahulu sesungguhnya tidak dapat dipertanggungjawabkan dan juga tidak
ada gunanya. Problem yang diajukan dalam bidang metafisika adalah problem semu (pseudo-problems),
artinya permasalahan yang tidak memungkinkan untuk dijawab.
Namun pada kenyataannya banyak ilmuawan besar, terutama Albert Einstein, yang merasakan
perlunya membuat formula konsepsi metafisika sebagai konsekuensi dari penemuan ilmiahnya. Manfaat
metafisika bagi pengembangan ilmu dikatakan oleh Thomas Kuhn4 terletak pada awal terbentuknya
paradigma ilmiah, yakni ketika kumpulan kepercayaan belum lengkap faktanya, maka ia mesti diambil
dari luar, antara lain adalah ilmu pengetahuan lain seperti: peristiwa sejarah, pengalaman personal, dan
metafisika. Sumbangan metafisika terhadap ilmu pengetahuan adalah pada fundamental ontologisnya.
Sumbangan metafisika pada ilmu pengetahuan adalah persinggungan antara metafisika dan/atau ontologi
dengan epistemologi.
Metafisika menuntut orisinalitas berpikir menjadikan para metafisikus menyodorkan cara berpikir
yang cenderung subjektif dan mencipatakn terminologi filsafat yang khas. Situasi semacam ini berkaitan
dengan pembentukan minat intelektual, maka metafisika mengajarkan mengenai cara berpikir yang serius
dan mendalam tentang hakikat-hakikat segala sesuatu yang brersifat enigmatik, hingga pada akhirnya
melahirkan sikap ingin tahu (need for curiosity) yang tinggi sebagaimana mestinya dimiliki oleh para

2
intelektual. Metafisika mengajarkan pada peminat filsafat untuk mencari prinsip pertama (first principle)
sebagai kebenaran yang paling akhir, misalnya adalah kepastian ilmiah dalam metode skeptis Descartes,
ia hanya dapat diperoleh jika kita bertitik tolak dari premis yang paling kuat (Cogito Ergo Sum).

3
Bab II
Ontologi

Latar Belakang
Filsafat merupakan induk semua ilmu pengetahuan, sedangkan ontologi merupakan
bagian dari filsafat ilmu yang berasal dari kata Yunani yang tersusun dari kata philein dalam arti
cinta dan sopbos dalam arti hikmat (wisdom).
Dalam makalah ini akan dikemukakan beberapa hal tentang ontologi oleh karena itu
ontologi merupakan bagian dari metafisika yang mempersoalkan hal-hal yang berkenaan dengan
segala sesuatu yang ada atau the existence khususnya eksistensinya.4

Pengertian Ontologi
Menurut bahasa, ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu, On/Ontos = ada, dan Logos =
ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada. Adapun dalam Kamus Filsafat, ontologi
merupakan suatu studi tentang sisi esensial dari Yang Ada dalam dirinya sendiri berbeda dari
studi-studi tentang hal-hal yang ada secara khusus. Dalam mempelajari yang ada, dalam
bentuknya yang sangat abstrak, studi tersebut melontarkan pertanyaan seperti: ”Apa itu ada
dalam dirinya sendiri?” ”Apa hakekat ada sebagai ada?” dan cabang filsafat tata cara struktur
realitas dalam arti seluas mungkin, yang menggunkan kategori-kategori seperti: ada/menjadi,
aktualitas/potensialitas, nyata/tampak, perubahan, waktu, eksistensi/noneksistensi, esensi,
keniscayaan, yang-ada sebagai yang-ada, hal-hal terakhir, dasar. 5
Sedangkan dalam kamus istilah karya tulis ilmiah, ontologi berasal dari bahasa Yunani,
ontos, yang sedang berada, logos. Kata yang benar dalam bahasa inggris disebut ontology, yaitu :
1). suatu asumsi tentang eksistensi (kehadiran, keberadaan) yang mendasari setiap pola
konseptual atau setiap teori atau sistem idea
2). suatu cabang penelitian metafisika yang berhubungan dengan kajian eksistensi itu sendiri.
Ontologi mengkaji segala sesuatu yang ada sepanjang sesuatu itu ada dan ontologi menjadi dasar
metafisika. 4
Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang kuno dan berasal dari Yunani.
Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang
memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales, Plato, dan Aristoteles. Pada

4
masanya, kebanyakan orang belum membedakan antara penampakan dengan kenyataan. Thales
terkenal sebagai filsuf yang pernah sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi
terdalam yang merupakan asal mula segala sesuatu. Namun yang lebih penting ialah
pendiriannya bahwa mungkin sekali segala sesuatu itu berasal dari satu substansi belaka
(sehingga sesuatu itu tidak bisa dianggap ada berdiri sendiri). 6
Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau
kenyataan konkret secara kritis. Beberapa aliran dalam bidang ontologi, yakni Naturalisme
(kenyataan yang bersifat kealaman), Materialisme (kenyataan yang bersifat benda mati),
Idialisme (Kenyataan yan bersifat rohani), Hylomorfisme (yang sungguh ada kecuali berupa
Tuhan dan Malaikat berupa bahan bentuk), Empirisisme logis (segenap pernyataan mengenai
“kenyataan” yang tidak mengandung makna). Itulah istilah-istilah penting terkait dengan
ontologi. 4
Ontologi tentang yang ada (being), yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu.
Ontologi membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan pemikiran semesta
universal. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan, atau dalam
rumusan Lorens Bagus; menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua
bentuknya.
Dari pembahasannya memunculkan beberapa pandangan yang dikelompokkan dalam beberapa
aliran berpikir, yaitu: 4
1.Materialisme; Aliran yang mengatakan bahwa hakikat dari segala sesuatu yang ada itu adalah
materi. Sesuatu yang ada (yaitu materi) hanya mungkin lahir dari yang ada.
2.Idealisme(Spiritualisme); Aliran ini menjawab kelemahan dari materialisme, yang
mengatakan bahwa hakikat pengada itu justru rohani (spiritual). Rohani adalah dunia ide yang
lebih hakiki dibanding materi.
3.Dualisme;Aliran ini ingin mempersatukan antara materi dan ide, yang berpendapat bahwa
hakikat pengada (kenyataan) dalam alam semesta ini terdiri dari dua sumber tersebut, yaitu
materi dan rohani.
4.Agnotisisme. Aliran ini merupakan pendapat para filsuf yang mengambil sikap skeptis, yaitu
ragu atas setiap jawaban yang mungkin benar dan mungkin pula tidak.

5
Objek Formal Ontologi dan Metode dalam Ontologi

Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas. Bagi pendekatan kuantitatif,
realitas tampil dalam kuantitas atau jumlah, telaahnya akan menjadi kualitatif, realitas akan
tampil menjadi aliran-aliran materialisme, idealisme, naturalisme, atau hylomorphisme. 5
Laurens Bagus memperkenalkan tiga tingkatan abstraksi dalam ontologi, yaitu : abstraksi
fisik, abstraksi bentuk, dan abstraksi metaphisik. Abstraksi fisik menampilkan keseluruhan sifat
khas sesuatu objek; sedangkan abstraksi bentuk mendeskripsikan sifat umum yang menjadi cirri
semua sesuatu yang sejenis. Abstraksi metaphisik mengetengahkan prinsip umum yang menjadi
dasar dari semua realitas. Abstraksi yang dijangkau oleh ontologi adalah abstraksi metaphisik. 5
Sedangkan metode pembuktian dalam ontologi oleh Laurens Bagus di bedakan menjadi dua,
yaitu : pembuktian a priori dan pembuktian a posteriori. 5
Pembuktian a priori disusun dengan meletakkan term tengah berada lebih dahulu dari predikat;
dan pada kesimpulan term tengah menjadi sebab dari kebenaran kesimpulan.
Contoh : Sesuatu yang bersifat lahiriah itu fana (Tt-P)
Badan itu sesuatu yang lahiriah (S-Tt)
Jadi, badan itu fana’ (S-P)
Sedangkan pembuktian a posteriori secara ontologi, term tengah ada sesudah realitas
kesimpulan; dan term tengah menunjukkan akibat realitas yang dinyatakan dalam kesimpulan
hanya saja cara pembuktian a posterioris disusun dengan tata silogistik sebagai berikut:
Contoh : Gigi geligi itu gigi geligi rahang dinasaurus (Tt-S)
Gigi geligi itu gigi geligi pemakan tumbuhan (Tt-P)
Jadi, Dinausaurus itu pemakan tumbuhan (S-P)
Bandingkan tata silogistik pembuktian a priori dengan a posteriori. Yang apriori di berangkatkan
dari term tengah di hubungkan dengan predikat dan term tengahj menjadi sebab dari kebenaran
kesimpulan; sedangkan yang a posteriori di berangkatkan dari term tengah di hubungkan dengan
subjek, term tengah menjadi akibat dari realitas dalam kesimpulan. 5

6
Ilmu Pengetahuan Ditinjau dari Ontologi

Ontologi merupakan salah satu diantara lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling
kuno. Dimana awal mula alam pikiran orang Yunani telah menunjukkan perenungan dibidang
ontology seperti yang kita kenal “Thales” atas perenungan terhadap air yang merupakan subtansi
terhadap asal mula dari segala sesuatu. Asalnya air dapat di amati dari beberapa bentuknya. Air
dapat menjadi benda halus berbentuk uap, ia juga dapat menjadi cair bahkan dapat menjadi
benda keras berupa es, Secara totalitas air dapat dijadikan sumber kehidupan seluruh makhluk
hidup, hewan, tumbuh-tumbuhan maupun manusia.

Para filosof selalu mencari apa yang pertama yang ada dibelakang yang ada dan bersifat
hakikih atau dasar yang dibelakang segala yang ada. Berpijak dari alasan Thales, ontology
merupakan cabang filsafat yang mendeskripsikan hakekat wujud. Di mana ilmu pengetahuan dari
segi ontology selalu mengkaji yang telah diketahui atau yang ingin diketahui. Dari fenomena
yang terjadi disekitarnya manusia melakukan berbagai aktifitas untuk mengetahui apa
sebenarnya di balik apa yang diraba oleh pancaindranya, sebab ilmu hanya mengkaji ada bagian
yang bersifat empiris yang dapat diuji oleh pancaindra manusia.

Ontologi merupakan kawasan ilmu yang tidak bersifat otonom, ontology merupan sarana
ilmiah yang menemukan jalan untuk menagani masalah secara ilmiah. Oleh karena itu ontologis
dari ilmu pengetahuan adalah tentang obyek materi dari ilmu pengetahuan itu adalah hal-hal atau
benda-benda yang empiris.

Adapun dalam pemahaman ontology dapat dikemukakan dengan Pandangan Pokok Pikiran
sebagai berikut:

1) Monoisme, Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu adalah
satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik yang
asal berupa meteri atupun berupa rohani. Tidak mungkin ada hakikat masing-masing bebas
dan berdiri sendiri. Haruslah salah satunya merupakan sumber yang pokok dan dominan
menentukan perkmbangan yang lainnya. Istilah monoisme oleh Thomas Davidson disebut
dengan Block Universe.

7
Paham ini kemudian terbagi kedalam dua aliran.

a. Materialisme, aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan
rohani, aliran ini sering juga disebut dengan naturalisme. Menurutnya zat mati merupakan
kenyataan dan satu-satunya fakta.
b. Idealisme, Sebagai lawan materialisme adalah aliran idialisme yang dinamakan dengan
spritualisme. Idealisme berarti serba cita, sedang spritulisme berarti roh.

2). Dualisme, setelah kita memahami bahwa hakikat itu satu (monoisme) baik materi ataupun
rohani, ada juga pandangan yang mengatakan bahwa hakikat itu ada dua. Aliran ini disebut
dualisme. Aliran ini berpendapat bahwa terdiri dari dua macam hakikat sebgai asal
sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat rohani. Pendapat ini mula-mula dipakai oleh
Thomas Hyde (1770).

3).Pluralisme, paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan.
Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui semua macam bentuk itu adalah semua
nyata. pluralisme dalm Dictionory of Philosophy and Religion dikatakan sebagai paham yang
mnyatakan bahwa kenyataan ala mini tersusun dari banyak unsure, lebih dari satu atau dua
entitas. Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah Anaxa goros dan Empedocles yang
menyatakan bahwa subtansi yang ada itu berbentuk dan terdiri dari 4 unsur, yaitu tanah, air,
api, dan udara.

4). Nihilisme, bersal dari bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada. Sebuah doktrin yang
tidak mengakui viliditas alternatif yang positif. Istilah nihilisme diperkenalkan oleh Ivan
Tuegeniev dalam novelnya Fathers and Children yang ditulisnya pada tahun 1862 di Rusia.

5). Agnosticisme, paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat
benda. baik hakikat materi maupun hakikat ruhani. Kata Agnosticisme berasal dari bahsa Grik
Agnostos yang berarti unknown. artinya not artinya know. Timbulnya aliran ini karena belum
dapatnya orang menegnal dan mampu menerangkan secara konkret akan adanya kenyataan
yang berdidri sendiri dan dapat kita kenal. Aliran ini menyagkal adanya kenyataan mutlak
yang bersifat transcendent. Aliran ini dapat kita temui dalam filsafat eksistensi dengan tokoh-
tokohnya seperti, Soren Kierkegaan, Hiedegger, Setre dan Jaspers. yang dikenal sebagai
julukan bapak filsafat. 4

8
Bab III
Epistemologi

Latar Belakang
Epistemologi atau teori pengetahuan, membahas secara mendalam segenap proses yang
terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan. Ia merupakan cabang filsafat yang
membahas tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, sarana,
metode atau cara memperoleh pengetahuan, validitas dan kebenaran pengetahuan (ilmiah).7
Berdasarkan penggalan kata dari bahasa Yunani, epistemologi diartikan sebagai “episteme” yang
berarti pengetahuan (knowledge) dan “logi” berarti ilmu (science).8

Perbedaan landasan ontologik menyebabkan perbedaan dalam menentukan metode yang


dipilih dalam upaya memperoleh pengetahuan yang benar. Akal, akal budi, pengalaman, atau
kombinasi akal dan pengalaman, intuisi, merupakan sarana mencari pengetahuan yang dimaksud
dalam epistemologik, sehingga dikenal model-model epistemologik seperti rasionalisme,
empirisme, rasionalisme kritis, positivisme, fenomenologi dan sebagainya. Epistemologi juga
membahas bagaimana menilai kelebihan dan kelemahan suatu model epistemologik beserta tolok
ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah), seperti teori koherensi, korespondesi pragmatis, dan teori
intersubjektif.9

Pengetahuan merupakan daerah persinggungan antara benar dan dipercaya. Pengetahuan


bisa diperoleh dari akal sehat yaitu melalui pengalaman secara tidak sengaja yang bersifat
sporadis dan kebetulan sehingga cenderung bersifat kebiasaan dan pengulangan, cenderung
bersifat kabur dan samar dan karenanya merupakan pengetahuan yang tidak teruji.7,9

Ilmu pengetahuan (sains) diperoleh berdasarkan analisis dengan langkah-langkah yang


sistematis (metode ilmiah) menggunakan nalar yang logis. Sarana berpikir ilmiah adalah bahasa,
matematika dan statistika. Metode ilmiah mengga-bungkan cara berpikir deduktif dan induktif
sehingga menjadi jembatan penghubung antara penjelasan teoritis dengan pembuktian yang
harus dilakukan secara empiris sehingga meningkatkakan keabsahannya.9

9
Secara rasional, ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif,
sedangkan secara empiris ilmu memisahkan pengetahuan yang sesuai dengan fakta dari yang
tidak. Dengan metode ilmiah berbagai penjelasan teoritis (atau juga naluri) dapat diuji, apakah
sesuai dengan kenyataan empiris atau tidak.9

Kebenaran pengetahuan dilihat dari kesesuaian artinya dengan fakta yang ada, dengan
putusan-putusan lain yang telah diakui kebenarannya dan tergantung kepada berfaedah tidaknya
teori tersebut bagi kehidupan manusia. Jika seseorang ingin membuktikan kebenaran suatu
pengetahuan maka cara, sikap, dan sarana yang digunakan untuk membangun pengetahuan
tersebut harus benar. Apa yang diyakini atas dasar pemikiran mungkin saja tidak benar karena
ada sesuatu di dalam nalar kita yang salah. Demikian pula apa yang kita yakini karena kita amati
belum tentu benar karena penglihatan kita mungkin saja mengalami penyimpangan. Itulah
sebabnya ilmu pengetahan selalu berubah-ubah dan berkembang.9

Ilmu merupakan pengetahuan yang didapat melalui proses tertentu yang dinamakan
keilmuan. Metode inilah yang membedakan ilmu dengan buah pemikiran yang lainnya. Atau
dengan perkataan lain, ilmu adalah pengetahuan yang diperoleh dengan menerapkan metode
keilmuan.9 Karena ilmu merupakan sebahagian dari pengetahuan, yakni pengetahuan yang
memiliki sifat-sifat tertentu, maka ilmu dapat juga disebut pengetahuan keilmuan. Untuk tujuan
inilah, agar tidak terjadi kekacauan antara pengertian “ilmu” (science) dan “pengetahuan”
(knowledge), maka kita mempergunakan istilah “ilmu” untuk ”ilmu pengetahuan”.7

Ditinjau dari pengetahuan ini, ilmu lebih bersifat merupakan kegiatan daripada sekedar
produk yang siap dikonsumsikan. Kata sifat “keilmuan” lebih mencerminkan hakekat ilmu
daripada istilah ilmu sebagai kata benda. Kegiatan ilmu juga dinamis dan tidak statis. Kegiatan
dalam mencari pengetahuan tentang apapun, selam ahal itu terbatas pada obyek empiris dan
pengetahuan tersebut diperoleh dengan menggunakan metode keilmuan, adalah sah untuk
disebut keilmuan. Orang bisa membahas suatu kejadian sehari-hari secara keilmuan, asalkan
dalam proses pengkajian masalah tersebut, dia memenuhi persyaratan yang telah digariskan. 1
Sumber-sumber ilmu pengetahuan bisa didapat melalui persepsi, testimony, pemikiran, intiusi,
pengalaman, ingatan, kesaksian, minat dan rasa ingin tahu, pikiran dan penalaran. 7.9 Sebaliknya

10
tidak semua yang diasosiasikan dengan eksistensi ilmu adalah keilmuan. Seorang sarjana yang
mempunyai profesi bidang ilmu belum tentu mendekati masalah ilmunya secara keilmuan.
Hakekat ilmu tidak berhubungan dengan titel, profesi atau kedudukan; hakekat keilmuan
ditentukan oleh cara berfikir yang dilakukan menurut persyaratan keilmuan. Ilmu bersifat
terbuka, demokratis dan menjunjung kebenaran diatas segala-galanya.9

Pembagian Epistemiologi
Berdasarkan pendekatannya, epistemology dibagi menjadi:
1. Epistemologi metafisik
2. Epistemologi skeptic
3. Epistemologi kritis.
Berdasarkan objek yang dikaji, epistemology dibagi menjadi:
1. Epistemologi individual
2. Epistemologi social
Berdasarkan pandangan atas realitas, epistemologi dibagi menjadi:
1. Epistemologi idealism (subjektif): kenyataan dunia yang dipersepsi tergantung pada
kesadaran
2. Epistemologi realis (objektif): ada realitas yang bebas dari kesadaran

11
Bab IV
Logika

Latar Belakang

Logika berasal dari kata Yunani kuno λόγος (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal
pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Sebagai ilmu, logika disebut
dengan logike episteme (Latin: logica scientia) atau ilmu logika yang mempelajari kecakapan
untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur. Dalam bahasa lain, logika adalah ilmu yang
mempelajari metode dan hukum yang digunakan untuk membedakan penalaran yang benar dari
penalaran yang salah, atau cara berpikir atau bernalar agar kesimpulannya benar.Pada pengertian
lainnya disebutkan bahwa logika adalah studi tentang kebenaran yang sesungguhnya dan metode
sistematis untuk mengeskpresikan dan mendemonstrasikan kebenaran setepat-tepatnya 10-12

Mengapa logika sangat penting?

Logika adalah salah satu subjek terpenting yang jarang, jikalau pun ada, diajarkan di sekolah.
Studi akan logika dapat membantu seseorang memiliki konstruksi argumentasi yang baik dan
mengkritik argument dari orang lain. Untuk kebanyakan argumentasi popular yang ada, biasanya
masyarakat tidak begitu sadar akan bagaimana argumentasi tersebut disusun. Ketiadaan studi ini
merupakan hal utama banyak terjadinya kesalahan dalam beralasan pada sebuah dasar yang
konstan di setiap aspek kehidupan manusia. Filsafat dan logika akan memberi mata baru pada
kita untuk melihat betapa indahnya ilmu pengetahuan, termasuk ilmu kedokteran.11,13

Logika sebagai ilmu pengetahuan

Logika merupakan sebuah ilmu pengetahuan dimana obyek materialnya adalah berpikir
(khususnya penalaran/proses penalaran) dan obyek formal logika adalah berpikir/penalaran yang
ditinjau dari segi ketepatannya, dan kegunaannya adalah agar keputusan berpikirnya benar.10,11

12
Logika sebagai cabang filsafat dan matematika murni

Logika adalah salah satu cabang filsafat, sedangkan filsafat adalah ilmu yang mempelajari yang
ada sampai sedalam-dalamnya. Logika adalah filsafat berpikir, sebuah cabang filsafat yang
praktis. Praktis disini berarti logika dapat dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Logika
lahir bersama-sama dengan lahirnya filsafat di Yunani. Logika digunakan untuk melakukan
pembuktian. Logika tidak bisa dihindarkan dalam proses hidup mencari kebenaran.11,14

Secara tradisional, logika dipelajari sebagai cabang filosofi, tetapi juga bisa dianggap sebagai
cabang matematika. Logika masuk kedalam kategori matematika murni karena matematika
adalah logika yang tersistematisasi. Matematika adalah pendekatan logika kepada metode ilmu
ukur yang menggunakan tanda-tanda atau simbol-simbol matematik (logika simbolik). Logika
tersistematisasi dikenalkan oleh dua orang dokter medis, Galenus (130-201 M) dan Sextus
Empiricus (sekitar 200 M) yang mengembangkan logika dengan menerapkan metode geometri.
Puncak logika simbolik terjadi pada tahun 1910-1913 dengan terbitnya Principia Mathematica
tiga jilid yang merupakan karya bersama Alfred North Whitehead (1861 - 1914) dan Bertrand
Arthur William Russel (1872 - 1970).14,15

Kegunaan logika

1. Membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis,
lurus, tetap, tertib, metodis dan koheren.
2. Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif.
3. Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri.
4. Memaksa dan mendorong orang untuk berpikir sendiri dengan menggunakan asas-asas
sistematis
5. Meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kesalahan-kesalahan berpkir,
kekeliruan serta kesesatan.
6. Mampu melakukan analisis terhadap suatu kejadian.
7. Terhindar dari klenik , gugon-tuhon ( bahasa Jawa )
8. Apabila sudah mampu berpikir rasional,kritis ,lurus,metodis dan analitis sebagaimana
tersebut pada butir pertama maka akan meningkatkan citra diri seseorang.16

13
Sejarah Logika

Masa Yunani Kuno


Logika dimulai sejak Thales (624 SM - 548 SM), filsuf Yunani pertama yang meninggalkan
segala dongeng, takhayul, dan cerita-cerita isapan jempol dan berpaling kepada akal budi untuk
memecahkan rahasia alam semesta. Thales mengatakan bahwa air adalah arkhe (Yunani) yang
berarti prinsip atau asas utama alam semesta. Saat itu Thales telah mengenalkan logika induktif.15

Aristoteles kemudian mengenalkan logika sebagai ilmu yang kemudian disebut logica scientica.
Aristoteles mengatakan bahwa Thales menarik kesimpulan bahwa air adalah arkhe alam semesta
dengan alasan bahwa air adalah jiwa segala sesuatu. Aristoteles dianggap sebagai "bapak"
logika, karena walaupun sebelumnya ada pembahasan mengenai dasar argumen dan bagaimana
untuk mengevaluasinya, Aristoteles adalah yang pertama kali membuat kriteria sistematis.
Konsepsi logika silogismenya tetap menjadi studi dasar logika sampai saat ini. Menurut
bukunya Richard B.Angel “Reasoning and Logic”. Aristoteles sendiri meninggalkan enam buah
buku khusus yang membicarakan ilmu logika ini yang oleh murid-muridnya diberi nama
“Organon” (organ=alat) dalam bidang ini.11,13,14

Pada masa Aristoteles, logika masih disebut dengan analitica, yang secara khusus meneliti
berbagai argumentasi yang berangkat dari proposisi yang benar, dan dialektika yang secara
khusus meneliti argumentasi yang berangkat dari proposisi yang masih diragukan kebenarannya.
Inti dari logika Aristoteles adalah silogisme. Pada 370 SM - 288 SM Theophrastus, murid
Aristoteles yang menjadi pemimpin Lyceum, melanjutkan pengembangan logika.16

Abad pertengahan dan logika modern

Pada abad 9 hingga abad 15, buku-buku Aristoteles seperti De Interpretatione, Eisagoge oleh
Porphyus dan karya Boethius masih digunakan. Thomas Aquinas 1224-1274 dan kawan-
kawannya berusaha mengadakan sistematisasi logika. Lahirlah logika modern dengan tokoh-
tokoh seperti:13,16

• Petrus Hispanus (1210 - 1278)


• Roger Bacon (1214-1292)

14
• Raymundus Lullus (1232 -1315) yang menemukan metode logika baru yang dinamakan
Ars Magna, yang merupakan semacam aljabar pengertian.
• William Ocham (1295 - 1349)

Pengembangan dan penggunaan logika Aristoteles secara murni diteruskan oleh Thomas Hobbes
(1588 - 1679) dengan karyanya Leviatan dan John Locke (1632-1704) dalam An Essay
Concerning Human Understandin. Francis Bacon (1561 - 1626) mengembangkan logika induktif
yang diperkenalkan dalam bukunya Novum Organum Scientiarum. J.S. Mills (1806 - 1873)
melanjutkan logika yang menekankan pada pemikiran induksi dalam bukunya System of Logic.16

Lalu logika diperkaya dengan hadirnya pelopor-pelopor logika simbolik seperti: 13,16

• Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716) menyusun logika aljabar berdasarkan Ars Magna
dari Raymundus Lullus. Logika ini bertujuan menyederhanakan pekerjaan akal budi dan
lebih mempertajam kepastian.
• George Boole (1815-1864)
• John Venn (1834-1923)
• Gottlob Frege (1848 - 1925)

Lalu Chares Sanders Peirce (1839-1914), seorang filsuf Amerika Serikat yang pernah mengajar
di John Hopkins University, melengkapi logika simbolik dengan karya-karya tulisnya. Ia
memperkenalkan dalil Peirce (Peirce's Law) yang menafsirkan logika selaku teori umum
mengenai tanda (general theory of signs). Puncak kejayaan logika simbolik terjadi pada tahun
1910-1913 dengan terbitnya Principia Mathematica tiga jilid yang merupakan karya bersama
Alfred North Whitehead (1861 - 1914) dan Bertrand Arthur William Russel (1872 - 1970).
Logika simbolik lalu diteruskan oleh Ludwig Wittgenstein (1889-1951), Rudolf Carnap (1891-
1970), Kurt Godel (1906-1978), dan lain-lain.16

15
Macam-macam logika

Dilihat dari sejarah penggunaan lambang dan simbol:


Logika Klasik (yang diperkenalkan oleh Aristoteles)
Logika Modern (yang dikembangkan di zaman modern)11,17

Dari segi kemampuan untuk berlogika:


Logika Kodratiah /alamiah (kemampuan berlogika bawaan). Logika alamiah adalah kinerja akal
budi manusia yang berpikir secara tepat dan lurus sebelum dipengaruhi oleh keinginan-
keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang subyektif. Kemampuan logika
alamiah manusia ada sejak lahir.
Logika Ilmiah (kemampuan berlogika yang didapatkan dengan belajar secara khusus) Logika
ilmiah memperhalus, mempertajam pikiran serta akal budi. Logika ilmiah menjadi ilmu
khusus yang merumuskan azas-azas yang harus ditepati dalam setiap pemikiran. Berkat
pertolongan logika ilmiah inilah akal budi dapat bekerja dengan lebih tepat, lebih teliti,
lebih mudah dan lebih aman. Logika ilmiah dimaksudkan untuk menghindarkan atau
paling tidak mengurangi kesesatan.16.17

Dari segi kebenaran yang dihasilkan:


Logika Material (mementingkan kebenaran isi) dan
Logika Formal (mementingkan kebenaran bentuk) Ada kemungkinan suatu penalaran, dari segi
bentuk (formanya) logis dan sahih, namun dari segi isinya (kesesuaian dengan kenyataan)
ternyata salah. Maka apa yang logis itu tidak selalu benar.17
Dari segi cara menarik kesimpulan, dibedakan:
Logika Induktif (dari khusus ke umum), dan
Logika Deduktif (dari umum ke khusus)11,13-17
Kesimpulan induktif umumnya lebih mengungkapkan tingkat probabilitas
kebenaran; sedang kesimpulan deduktif lebih mengungkapkan kepastian
kebenaran.17

Dasar-dasar Logika

16
Konsep bentuk logis adalah inti dari logika. Konsep itu menyatakan bahwa kesahihan (validitas)
sebuah argumen ditentukan oleh bentuk logisnya, bukan oleh isinya. Dalam hal ini logika
menjadi alat untuk menganalisis argumen, yakni hubungan antara kesimpulan dan bukti atau
bukti-bukti yang diberikan (premis). Logika silogistik tradisional Aristoteles dan logika simbolik
modern adalah contoh-contoh dari logika formal.14

Dasar penalaran dalam logika ada dua, yakni deduktif dan induktif. Penalaran deduktif—kadang
disebut logika deduktif—adalah penarikan kesimpulan yang bersifat individual dari pernyataan
yang bersifat umum, dengan kata lain menarik kesimpulan dari pernyataan-pernyataan yang
kebenarannya telah diketahui. Penalaran induktif adalah penarikan kesimpulan umum dari kasus
individual.15

1. Logika deduktif

Deduksi adalah jalan pikiran dari keputusan umum ke keputusan khusus. Proses berpikir
deduktif berlangsung dengan berpangakl pada dalil pokok yang sudah dinyatakan benar
atau disepakati kebenarannya kemudian mengambil keputusan tentang sesuatu berkaitan
dengan dalil pokok tersebut.

Perhatikan pernyataan berikut:

(1) Dedi panas karena infeksi bakteri

(2) Pak Tono, 55 tahun, tensi 180/110 mengeluh tiba-tiba sakit pada dada kirinya.
Kemungkinan besar Pak Tonon menderita infark jantung akut.

Contoh:
(1) Dalil Pokok : Infeksi memberikan gejala panas

Yang akan diputuskan : Dedi saat ini panas

Kesimpulan: Dedi menderita infeksi

(2) Dalil Pokok : Gejala infark miokard: Sakit dada kiri

Yang akan diputuskan : Pak Tono 55 tahun, tensi 180/110, nyeri dada kiri

17
Kesimpulan: Pak Tono menderita infark miokard

Semua manusia mati (premis mayor)


Amin seorang manusia (premis minor)
Amin pasti (akan) mati (konklusi)
Alur tersebut dinamakan silogisme. Didalam silogisme terdapat beberapa komponen yaitu
premis mayor dan premis minor yang secara bersama disebut antesedens (mukadimah)
dan komponen kedua adalah konklusi atau konsekuensi. Inti dari logika Aristoteles
adalah silogisme. Argumen deduktif dinyatakan valid atau tidak valid, bukan benar atau
salah. Sebuah argumen deduktif dinyatakan valid jika dan hanya jika kesimpulannya
merupakan konsekuensi logis dari premis-premisnya.11,13,16

2. Logika induktif

Penalaran induktif ialah penalaran dari fakta-fakta yang khusus sampai pada kesimpulan
yang umum atau suatu proses peningkatan dari hal-hal yang bersifat individual kepada
yang bersifat unniversal (a passage from individual to universal). Premisnya berupa
proposisi-proposisi singular, sedangkan konklusinya sebuah proposisi universal yang
berlaku secara umum. Ada berbagai model penalaran induktif, yaitu induksi generalisasi,
induksi analogi, dan induksi kausalitas (sebab-akibat).11,15

Induksi generalisasi:

Contoh 1:

Melati indah

Mawar indah

Tulip indah

Melati, mawar, tulip adalah bunga.

 semua bunga indah.

18
Adaptasi dari karangan sederhana The Method of Science milik Thomas Henry
Huxley (1825-1895) :

“Seorang ibu datang ke pasar untuk membeli jeruk. Karena akan membeli
banyak, Ibu tersebut diperkenankan untuk mencoba jeruk tersebut. Dia
mengambil jeruk yang kulitanya kasar dan keras, lalu dia kupas.Dia dapatkan
isinya keras dan tawar. Ibu tersebut mencoba jeruk yang kulitnya halus dan
lunak. Dia dapatkan isinya manis. Dia mencoba lagi jeruk yang kulitnya juga
halus dan lunak. Dia dapatkan rasa manis juga. Dia ingin menyakinkan diri
dengan mengambil jeruk keempat yang kulitnya halus dan lunak. Lagi-lagi,
isinya manis. Ibu tersebut mengambil kesimpulan bahwa jeruk yang kulitnya
halus dan lunak isinya manis. Kemudian mengambil keputusan membeli jeruk
banyak yang kulitnya halus dan lunak”11

Jeruk I: Kulit kasar keras  tidak manis

Jeruk II: Kulit halus dan lunak  manis

Jeruk III: Kulit halus dan lunak  manis

Jeruk IV: Kulit halus dan lunak  manis

Jeruk V: Kulit halus dan lunak  ?? (mestinya manis)

Kesimpulan: berdasarkan penalaran induktif sudah cukup sebagai dasar suatu


keputusan.11

Salah satu kelemahan penalaran induktif, bahwa tingkat kebenarannya


tidak dapat diyakini 100% karena bila ada pengecualian satu dari ribuan akan
menggugurkan kesimpulan. Bagai pepatah “karena nila setitik rusak susu
sebelanga.” Walaupun demikian, ini akan lebih baik daripada tidak berinduksi.
Kesimpulan yang tidak dapat diprediksi 100% kebenarannya diberi istilah
probabilitas. Hal ini juga disebut generalisasi tidak sempurna yang hanya terbatas
pada populasi tertentu, misalnya Jeruk Garut yang kulitnya halus dan isinya
manis. Meskipun tidak mencapai kebenaran mutlak, tetapi masih sangat

19
bermanfaat. Suatu penalaran masih mungkin mencapai kebenaran 100%, misalnya
nalar bahwa semua orang akan mati, kesimpulannya 100% benar. Hal ini disebut
model induksi generalisasi sempurna.11

Induksi analogi

Dalam proses berpikir, terdapat dua hal (substansi) induksi. Dua hal tersebut,
berdasarkan asas berpikir pertama dan kedua, tentu berbeda. Tapi, dalam
perbedaan ada paersamaan. Persamaan ini menjadi dasar mengambil kesimpulan.
Namun ada persyaratan bahwa persamaannya bersifat prinsipal, artinya dengan
adanya persamaan yang prinsipal tersebut maka mereka (dua substansi atau dua
konsep) akan sama pula dalam aspek-aspek lain yang mengikutinya. Contoh:11

Lingkungan sehat Makanan yang sehat

 Manusia sehat

Contoh lain:

“Seorang dokter di pedalaman mendapatkan pasien yang panas dan berkeringat.


Berasarkan pengalaman, secara induktif dokter mengambil kesimpulan bahwa
pasien tersebut menderita malaria. Dokter memberi kloroquin. Ternyata pasien
tidak sembuh. Doktermenambahkan antibiotik dan ternyata pasien sembuh. Lain
kali dokter menemui kasus yang sama, ia akan mengingat pengalaman
pertamanya, yaitu pasien tidak sembuh bila diberi kloroquin, baru sembuh
setelah diberi antibiotik. Dia mengambil kesimpulan bahwa pasien dengan panas
banyak keringat, kemungkinan infeksi campuran malaria dan bakteri. Untuk
kasus selanjutnya bila ada pasien panas dan berkeringat selalu terapi kombinasi
kloroquin dan antibiotik.11

20
Keputusan seperti tersebut diatas disebut keputusan induktif analogi.
Sebagian besar keputusan dokter khususnya dalam hal terapi adalah keputusan
induktif analogi dari pengalaman sebelumnya. Jadi seolah-olah meniru atau
mengikuti yang sebelumnya. Suatu tindakan yang didasari oleh suatu induksi
analogi disebut tindakan model (berdasarkan) empirik. Disebut sebagai konsep
terapi empirik.11

Induksi kausalitas/induksi sebab akibat

Konsep kausalitas (sebab akibat) banyak digunakan dalam ilmu kedokteran. Pada
kedokteran klinik:

(a) Dalam berpikir pada analisis masalah terkandung pengertian masalah tersebut
merupakan bagian dari penyakit apa atau apa sebab dari masalah tersebut

(b) Konsep etiologi penyakit

(c) Konsep faktor-faktor suatu patologi organ.11

Filsuf Yunani, Leucipos, pada 500 SM mengucapkan diktum yang terkenal: “Nihil fit
sine causa” (tidak ada satupun peristiwa yang tidak mempunyai sebab) (Mundiri).11

Ada tiga macam kondisi yang cukup diartikan sebagai sebab:

(1) Kondisi mutlak

(2) Kondisi memadai

(3) Kondisi mutlak dan memadai11

Contoh: kuman TBC

Manusia Penyakit TBC

Kekebalan berkurang

21
Bila tidak ada infeksi kuman TBC maka orang tidak akan berpenyakit

Walaupun demikian, tidak semua orang terinfeksi kuman TBC berpenyakit TBC

Bila kekebalan tubuh seseorang berkurang barulah timbul TBC.

pada kasus ini kekebalan disebut kondisi yang memadai.2

Konsep sebab akibat yang diuraikan di atas dalam logika dirumuskan menjadi berikut ini:

(1) Tidak ada sesuatu disebut sebab apabila ia tidak dijumpai saat akibat terjadi

(2) Tidak ada sesuatu disebut sebab apabila ia dijumpai saat akibat tidak terjadi.11

22
Bab V
Etik

Etika
Etika berasal dari kata mores dan ethos .Kode etik pertama dibuat oleh bangsa Babylon
pada 2500 SM. Hal itu ditampilkan dalam Sumpah Hipocrates yang merupakan pernyataan hidup
yang dijunjung tinggi oleh para dokter sejak 5 SM. Kode etik kedokteran internasional pada
tahun 1949 dibuat dalam World Medical Association di Inggris. Di Indonesia awalnya pada
tahun 1969 pada Musyawarah Kerja Susila Kerja Kedokteran Indonesia di Jakarta.18
Dalam etika terdapat keseimbangan antara hak dan kewajiban, baik dokter maupun
pasien. Hak pasien berdasarkan hak asasi manusia dibagi dua, yaitu hak atas pemeliharaan
kesehatan (The Right to Health Care) dan hak untuk menentukan nasib sendiri (The Right to Self
Determination). Sedangkan hak dan kewajiban dokter berdasarkan Musyawarah 1969 Kode Etik
Kedokteran Indonesia dibagi menjadi kewajiban umum, kewajiban dokter terhadap pasien,
kewajiban dokter terhadap teman sejawat, dan kewajiban dokter terhadap diri sendiri. Hak dokter
dalam melakukan profesinya termasuk hak untuk menolak bekerja di luar standar profesi medis,
hak untuk menolak tindakan yang tidak sesuai dengan kode etik profesi, hak untuk memilih
pasien dan mengakhiri hubungan dengan pasien, hak atas privacy dokter, dan hak untuk
menerima balas jasa atau honor yang pantas18
Ada empat prinsip untuk mengidentifikasi dan menganalisa masalah-masalah etik:19
1. Menghormati otonomi (autonomy)

2. Berbuat baik (beneficence)

3. Tidak merugikan (non maleficence)

4. Keadilan (justice)

Otonomi
Otonomi berarti mengatur diri sendiri, yaitu bebas dari kontrol oleh pihak lain dan dari
pembatasan pribadi. Menghormati otonomi pasien berarti mengakui hak individu. Otonomi
memberikan dasar moral yang kuat bagi informed consent. Menghormati otonomi pasien, seperti
semua prinsip etika, tak dapat dianggap absolute dan pada suatu saat mungkin terjadi konflik

23
dengan prinsip lain atau pertimbangan moral lain. Contohnya: adalah seorang ibu yang meminta
dilakukan seksio cesarean (SC). Permintaan SC adalah hak pasien, namun dokter harus
mendiskusikannya mengenai alasan khusus, resiko dan manfaatnya. Jika pasien takut
melahirkan, dokter perlu melakukan konseling.19

Beneficence dan non maleficence


Beneficence berarti berbuat baik. Ini adalah prinsip yang mengharuskan dokter bertindak
dengan cara menguntungkan pasien. Non maleficence berarti tidak merugikan atau menyebabkan
luka. Dikenal dengan maximum primum non nocere. Jika kita tidak bisa berbuat baik kepada
seseorang atau menguntungkan bagi pasien, paling tidak kita tidak merugikannya. Kedua prinsip
ini bersama-sama digunakan dalam pengambilan keputusan klinis sebagai risiko dan manfaat. 19

Justice
Justice (keadilan) adalah prinsip dimana dokter harus memberikan keputusan yang
terbaik padahal memiliki sumber daya yang terbatas. Prinsip keadilan memperlakukan orang lain
dengan perlakuan yang sama berdasarkan kebutuhan dan bukan berdasarkan kekayaan,
kekuasaan, apalagi kedudukan. Misalnya: dengan adanya tempat intensive care unit (ICU) yang
terbatas, maka apabila ada pasien dengan sepsis dan kanker stadium lanjut, maka tempat tersebut
diutamakan kepada pasien dengan sepsis.

Petunjuk untuk pengambilan keputusan etik


Seringkali terdapat benturan prinsi-prinsip etik dan perlud dilakukan seleksi atas dasar
pertimbangan etik. Dokter sebagai seorang individu harus mampu mengembangkan langkah-
langkah pengambilan keputusan dengan cara-cara sebagai berikut:19
1. Identifikasi pengambil keputusan

Langkah pertama adalah menjawab “keputusan siapa itu?” Umumnya pasien dianggap
mempunyai otoritas menerima atau menolak pengobatan. Suatu saat bila kemampuan
pasien untuk mengambil keputusan tidak jelas, maka harus dinilai kemampuan pasien
tersebut untuk mengerti informasi dan konsekuensinya. Jika pasien diperkirakan tidak
mampu mengambil keputusan, wali atau anggota keluarga dapat berperan.

24
2. Kumpulkan data, tetapkan fakta dan masalahnya. Pengumpulan data harus dilakukan
seobyektif mungkin, gunakan konsultasi bila diperlukan untuk menjamin bahwa semua
datadan informasi tentang prognosis, terapi, diagnosis telah dicapai.

3. Identifikasi semua pilihan tindakan yang cocok. Gunakan konsultasi atau rujukan yang
diperlukan, serta identifikasi pilihan lain.

4. Evaluasi pilihan-pilihan tindakan-tindakan sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip


yang terlibat. Nilai-nilai pengambil keputusan akan menjadi paling penting. Putuskan
apakah ada pilihan yang melanggar prinsip etika, eliminasi pilihan tersebut, periksa ulang
pilihan-pihan yang tersisa menurut kepentingan dan nilai

5. Identifikasi konflik etik dan coba terapkan prioritas.Coba terapkan masalah dalam kaitan
prinsip etika yang terlihat (misalnya beneficence-non maleficence vs autonomy).
Pertimbangkan prinsip-prinsip yang mendasari tiap-tiap argumen yang dibuat. Apakah
salah satu prinsip nampak lebih penting. Apakah salah satu cara tindakan yang diusulkan
nampak lebih baik dari yang lain? Pertimbangkan pilihan tindakan pada kasus yang mirip
sebelumnya dan putuskan apakah bisa digunakan untuk masalah ini? Biasanya,
penyelesaian masalah yang mirip sebelumnya dapat membantu

6. Seleksi pilihan tindakan yang paling baik. Coba dengan penyelesaian masalah yang
paling rasional. Keputusan yang didasarkan informed consent sangat membantu
memberikan perlindungan kepada dokternya.

7. Evaluasi ulang keputusan setelah diimplementasikan. Apakah keputusan terbaik telah


dibuat? Pelajaran apa yang dapat diambil dari diskusi dan penyelesaian masalah tersebut?

Dengan demikian kesimpulan yang dapat diambil mengenai etik dan kedokteran adalah:19
1. Profesi kedokteran adalah profesi kemanusiaan, oleh karena itu etika kedokteran harus
memegang peranan sentral bagi para dokter dalam menjalankan tugas-tugas pengabdiannya
untuk kepentingan masyarakat.

2. Bidang Obstetri Ginekologi merupak bidang yang demikian terbuka untuk kemungkinan
penyimpangan terhadap nilai-nilai dan norma-norma, sehingga rawan untuk timbulnya
pelanggaran etik kedokteran bahkan pelanggaran hukum. Karena itu diperlukan pedoman

25
etik dan peraturan perundanga-undangan terkait yang menuntun para dokter / SpOG untuk
berjalan di jalur yang benar.

3. Sanksi terhadap pelanggaran etik kedokteran hendaknya diberikan secara tegass sesuai
dengan berat ringannya pelanggaran, bersifat mendidik dan mencegah terulangnya
pelanggaran yang sama pada masa depan baik oleh yang bersangkutan maupun oleh para
sejawatnya.

4. IDI bersama-sama organisasi profesi dokter spesialis dan organisasi kedokteran seminat
lainnya, hendaknya dapat meningkatkan komunikasi, informasi dan edukasi secara
berkesinambungan, sehingga setiap anggotanya dan masyarakat umumnya dapat memahami,
mengahayati dan mengamalkan etik kedokteran.

26
Bab VI
Aestetika

Estetika
Estetika adalah salah satu cabang filsafat. Secara sederhana, estetika adalah ilmu yang
membahas keindahan, bagaimana ia bisa terbentuk, dan bagaimana seseorang bisa
merasakannya. Pembahasan lebih lanjut mengenai estetika adalah sebuah filosofi yang
mempelajari nilai-nilai sensoris, yang kadang dianggap sebagai penilaian terhadap sentimen dan
rasa. Estetika merupakan cabang yang sangat dekat dengan filosofi. Dalam bahasa lain estetika
disebut juga filosophy of art20.

Istilah estetika diluncurkan di tahun 1753 oleh filsuf Jerman Alexander Gottlieb
Baumgarten, tapi studi atas kodrat keindahan telah dilakukan selama berabad-abad. dI masa lalu
terutama ia merupakan subjek bagi para filsuf. Semenjak abad 19, para seniman juga telah
menyumbangkan pandangannya. Pada masa kini estetika bisa berarti tiga hal, yaitu:

1. Studi mengenai fenomena estetis


2. Studi mengenai fenomena persepsi
3. Studi mengenai seni sebagai hasil pengalaman estetis (20, 24).

Estetika sendiri disebut juga sebagai “filsafat keindahan”(philosophy of beauty). Wilayah


kajian estetika terbagi menjadi dua: “estetika filosofis” di mana filsafat keindahan dan filsafat
seni menjadi cabangnya, dan “estetika ilmiah” termasuk di dalam wilayah kajiannya di
antaranya: ilmu seni, sejarah seni dan teori sejarah seni,ilmu bentuk seni,ilmu kemasyarakatan
seni,logika (ilmu tanda tentang seni), estetika eksperimental, estetika matematis, psikologi
estetis, dan psikologi seni. Dalam perjalanan filsafat dari era Yunani kuno hingga sekarang

27
muncul persoalan tentang estetika, yaitu: pertanyaan apa keindahan itu, keindahan yang bersifat
objektif dan subjektif, ukuran keindahan, peranan keindahan dalam kehidupan manusia dan
hubungan keindahan dengan kebenaran. Sehingga dari pertanyaan itu menjadi polemik menarik
terutama jika dikaitkan dengan agama dan nilai-nilai kesusilaan, kepatutan, dan hukum(22,23).

Konsep Estetika
Konsep estetika lebih diapresiasikan pada abad 18, dan dikenalkan oleh teori Edmund
Burke yang menyatakan ‘penelusuran filosofi asal pemikiran kita adalah keagungan dan
keindahan’. keagungan dan keindahan meruapakan dua kata yang menjelaskan tetntang
pengalaman estetika. Frank Sibly membuat artikel berseri pada tahun 1959 yang menyatakan
konsep estetika sebagai satu kesatuan. Bahwa estetika tidak ada aturan tetapi membutuhkan
suatu persepsi, yang biasa disebut sebagai rasa, sensitivitas, atau hukuman. Rudolph Arnheim
dan roger Scruton, mempunyai pandangan yang sama. 24
Pada abad ke-20, para filosof kembali mengacu pada analisis Humean mengenai konsep-
konsep estetik melalui patokan cita rasa kemanusiaan., dan telah mengembangkan pertimbangan
psikologis untuk mencoba melahirkan keunikan epistemologis dan logis mengenai konsep
estetika.
Terdapat beberapa hal mengenai masalah estetika yang penting untuk memahami apa
yang nyata terjadi dalam kehidupan. Pertama, tentang aliran estetis atau aestetisme, sikap
aestetis, dan hubungan estetika, serta etika.
Pengertian pertama adalah aliran filsafat dan orang-orang yang menghadapi
permasalahan apapun atau dalam berkarya apapun, senantiasa mengutamakan dan mendahulukan
nilai-nilai estetis. Pengertian kedua, aestetisme diartikan sebagai teori. Aestetisme merupakan
inti dari l’art pour l’art, bahwa seni memiliki nilai intrinsik.
Budd dalam Craig (2005) menyatakan, bahwa yang dimaksud dengan sikap aestetisme
adalah cara kita menganggap sesuatu dan jika kita hanya menangkap inti estetis didalamnya. Hal
ini mengasumsikan, bahwa dalam setiap kejadian estetis, setiap objek yang terdapat didalamnya
dinilai secara identik, khas untuk setiap kejadian. 25

Nilai Estetika

28
Nilai adalah ukuran derajat tinggi-rendah atau kadar yang dapat diperhatikan, diteliti atau
dihayati dalam berbagai objek yang bersifat fisik maupun abstrak. Nilai seni dan nilai estetis
sangat sulit dibedakan dan dipisahkan, karena keduanya menyangkut psikologi seni dan filsafat
seni, dan ada di dalam "dunia" yang sama yakni di dalam karya seni20,21.
Nilai estetika bergantung pada kemampuan kita untuk membedakan panca indra kita.
Penelitian tentang estetika memberikan memberikan efek yang luas terhadap suatu objek atau
fenomena. Meskipun awalnya sesuatu yang indah dinilai dari aspek teknis dalam membentuk
suatu karya, namun perubahan pola pikir dalam masyarakat akan turut mempengaruhi penilaian
terhadap keindahan. Misalnya pada masa romantisme di Perancis, keindahan berarti kemampuan
menyajikan sebuah keagungan. Pada masa realisme, keindahan berarti kemampuan menyajikan
sesuatu dalam keadaan apa adanya. Pada masa maraknya de Stijl di Belanda, keindahan berarti
kemampuan mengkomposisikan warna dan ruang dan kemampuan mengabstraksi benda. 20,21
Menurut Immanuel Kant (seorang penggagas aliran kritisisme dalam tradisi filsafat)
mengatakan bahwa nilai estetis terbagi menjadi dua, yaitu: pertama, nilai estetis atau nilai murni.
Oleh karena nilainya murni, maka bila ada keindahan, dikatakan keindahan murni. Keindahan
nilai estetis murni ini terdapat pada garis, bentuk, warna dalam seni rupa. Gerak, tempo, irama
dalam seni tari. Suara, metrum, irama dalam seni musik. Dialog, gerak dalam seni drama. Kedua,
nilai ekstra estetis atau nilai tambahan. Nilai ekstra estetis (nilai luar estetis) yang merupakan
nilai tambahan terdapat pada bentuk-bentuk manusia, alam, dan binatang. Sedangkan nilai seni
terdiri dari: nilai intrinsik dan nilai ekstrinsik, nilai musikal, nilai makna. 20,21

Pengalaman Estetis (Aesthetic Experience)


pengalaman estetik adalah pengalaman yang dirasakan oleh penikmat terhadap karya
estetik (keindahan). Konteksnya bisa ditujukan untuk penikmatan karya seni dan keindahan
alam. Kant dan beberapa filsuf lain menandaskan bahwa pengalaman estetik bersifat tanpa
pamrih, manusia tidak mencari keuntungan, tidak terdorong pertimbangan praktis. 20,21-25

Teori estetika dari beberapa sumber


1. Gordon Graham,Philosophy of the Arts: An Introduction to Aesthetics (1997). Baginya,
estetika adalah sebuah usaha untuk meneorikan seni,menjelaskan apa itu seni dan apa
saja yang berkaitan dengannya.

29
2. Dalam Encyclopedia Americana (1973), estetika merupakan cabang filsafat yang
berkenaan dengan keindahan dan hal yang indah dalam alam dan seni.

3. Dalam Dictionary of Philosophy (1975), estetika merupakan cabang filsafat yang


menyangkut keindahan atau halyang indah,khususnya dalam seni,dan dengan cita rasa
serta ukuran-ukuran nilai baku dalam menilai seni.

4. Menurut Baumgarten (1714–1762), seorang filsuf Jerman,estetika dimaknai sebagai ilmu


tentang pengetahuan indrawi yang tujuannya ialah keindahan. Dia membagi pengetahuan
manusia menjadi dua: pengetahuan intelektual (intellectual knowledge) dan pengetahuan
indrawi (sensuous knowledge). Pengetahuan yang pertama bersinggungan secara
langsung dengan masalah logika, di mana nilai pengetahuannya adalah kebenaran.
Sementara pengetahuan yang kedua merupakan bidang garapan estetika yang
menempatkan keindahan sebagai nilai pengetahuannya22-25.

30
Daftar Pustaka

1. Affandi B. Kuliah filsafat ilmu. Program Pascasarjana-Biomedik, FKUI. Jakarta 1998.


2. Anonim. Metafisika. Diunduh dari http://id.wikipedia.org/wiki/Metafisika. Diakses 15
Juli 2010.
3. Iman K. Metafisika dan filsafat Diunduh dari http://parapemikir.com/metafisika-dan-
filsafat.html. Diakses 15 Juli 2010.
4. Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta, 1996.
5. Prof. Dr. H. Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu, Penerbit Rake Sarasin, Yogjakarta, 2001
6. Anonim. Ontologi. Diunduh dari http://id.wikipedia.org/wiki/Ontologi pada tanggal 15
Juli 2010
7. Suriasumantri JS. Tentang Hakekat Ilmu : Sebuah Pengantar Redaksi. Dalam:
Suriasumantri JS (editor). Ilmu dalam Perspetif. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. 2009.
hal 9-10
8. Affandi B. Kuliah Filsafat Ilmu. Program Pascasarjana-Biomedik. FKUI, Jakarta. 1998
9. Hadi HP. Analogi Pengetahuan. Dalam: Hadi HP (editor). Epistemologi Filsafat
Pengetahuan. Cetakan 11. Yogyakarta: Kanisius Media. 1994. Hal 23-25
10. Rapar JH. Pengantar Logika, Asas-asas penalaran sistematis. Jakarta: Kanisius, 1996.

31
11. Bab 9: Logika deduktif dan logika induktif. Dalam: Daldiyono. Bagaimana dokter
berpikir dan bekerja. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007. p125-73.
12. Anonim. The phylosophy of logic. Tersedia di http://www.rbjones.com/rbjpub/philos
/logic/index.htm. 2006. Diakses pada tanggal 15 Juli 2010.
13. Cline A. Logic & philosophy of language: thinking, reasoning, communicating. Tersedia
di http://atheism.about.com/od/philosophybranches/p/Logic.htm. 2010. Diakses pada
tanggal 15 Juli 2010.
14. Lanur A. Logika Selayang Pandang. Jakarta: Kanisius, 1983.
15. Suriasumantri JS. Ilmu dalam perspektif, cetakan tujuhbelas. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2009.
16. Anonim. Logika. Tersedia di http://id.wikipedia.org/wiki/Logika. 2010. diakses pada
tanggal 15 Juli 2010.
17. Anonim. Topik II: logika kodratiah dan logika ilmiah. Diunduh
dari http://repository.binus.ac.id/content/G0822/G082242927.ppt pada tanggal 15 Juli
2010.
18. Daldjoeni N. Hubungan Etika Dengan Ilmu. Dalam: Suriasumantri JS (editor). Ilmu
dalam Perpektif. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia; 2009; hal 233-6.

19. Samil RS. Etika Kedokteran. Jakarta: YayasanSarwono Prawirohardjo; 1993

20. Anonym, Aesthetic. Diunduh dari.http://en.wikipedia.org/wiki/Aesthetics

21. Anonym, Pokok Persoalan Estetika. Diunduh Dari http://buntetpesantren.org/index.php?


option=com_content&view=article&id=1338:pokok-persoalan-estetika&catid=24:iptek-
dan-kesehatan&Itemid=287
22. Abro RH, Estetika Profetik Seni Islami, Diunduh dari
http://uinsuka.info/humas/index.php?
option=com_content&task=view&id=60&Itemid=26
23. Anonym, Pengantar Filsafat. Diunduh dari http://id.shvoong.com/social-
sciences/sociology/1871556-pengantar-filsafat/
24. Anonym, Estetika, Diunduh dari http://id.wikipedia.org/wiki/Estetika

25. Wiramihardja SA. Pengantar Filsafat. Bandung: Refika Aditama, 2006, hal 164-167,

32

Anda mungkin juga menyukai