GAMBARAN UMUM
III-1
Luas wilayah Kabupaten Wakatobi adalah sekitar 19.200 km², terdiri dari
daratan seluas ±823 km² (3%), dan luas perairan ±18.377 km 2 (97% dari luas
Kabupaten Wakatobi adalah perairan laut). Secara administrative, Kabupaten
Wakatobi terdiri dari 8 wilayah Kecamatan, 75 Desa dan 25 Kelurahan.
Wilayah Kecamatan terluas adalah Kecamatan Wangi-Wangi dengan luas 241
km² (29,40%) yang sekaligus merupakan wilayah ibukota Kabupaten,
sedangkan kecamatan yang wilayahnya paling kecil adalah Kecamatan
Kaledupa, yaitu seluas 45,50 km² (5,53%). (Sumber: LPPD Kabupaten
Wakatobi 2013).
Delapan Kecamatan di Kabupaten Wakatobi adalah Kecamatan Wangi-
wangi, Wangi-Wangi Selatan, Kaledupa, Kaledupa Selatan, Tomia, Tomia
Timur, Binongko, dan Togo Binongko. Wakatobi terletak pada Pusat Segi Tiga
Karang Dunia (Coral Triangle Center), memiliki jumlah keanekaragaman hayati
kelautan tertinggi di dunia. Sebanyak 750 jenis karang dari 850 spesies Karang
dunia, 900 jenis ikan dunia dengan 46 divecites teridentifikasi (salah satunya
Marimabuk), 94 spesies ikan, 90.000 Ha terumbu karang, karang Atol
Kaledupa dengan panjang 48 km dan merupakan karang Atol terpanjang di
Dunia (OperationWallasea, 2006), (Sumber: LPPD Kabupaten Wakatobi2013).
Masing-masing pulau utama terbagi atas dua kecamatan. Keseluruhan
terdapat 100 desa dengan sebaran jumlah desa menurut kecamatan berkisar 5
sampai 21 desa.
Tabel 3.1 Wilayah Administrasi Kabupaten Wakatobi
No. Kecamatan Luas Wilayah Jumlah Desa
(km2)
1. Binongko 93,1 9
2. Togo Binongko 62,9 5
3. Tomia 47,1 10
4. Tomia Timur 67,9 9
5. Kaledupa 45,5 16
6. Kaledupa Selatan 58,5 10
7. Wangi-wangi 241,98 20
8. Wangi-wangi Selatan 206,2 21
Jumlah 823,0 100
Sumber: RIPPARDA Kabupaten Wakatobi
III-2
Selain empat pulau utama tersebut, terdapat beberapa pulau kecil di
sekitar pulau utama dan ada pula yang berjarak cukup jauh dari pulau-pulau
utama. Pulau-pulau kecil di sekitar pulau utama yaitu:
Tabel 3.2 Pulau-Pulau Kecil di Kabupaten Wakatobi
No. Nama Pulau Wilayah Kecamatan Penduduk
1. Pulau Nua Indah Wangi-wangi Tidak Berpenduduk
2. Pulau Molisahatu Wangi-wangi Tidak Berpenduduk
3. Pulau Kapota Wangi-wangi Selatan Tidak Berpenduduk
4. Pulau Sempora Wangi-wangi Selatan Tidak Berpenduduk
5. Pulau Sumanga Wangi-wangi Selatan Tidak Berpenduduk
6. Pulau Oroho Wangi-wangi Selatan Tidak Berpenduduk
7. Pulau Nuaponda Wangi-wangi Selatan Tidak Berpenduduk
8. Pulau Nuataparo Wangi-wangi Selatan Tidak Berpenduduk
9. Pulau Mataharo Wangi-wangi Selatan Tidak Berpenduduk
10. Pulau Out’ue Wangi-wangi Selatan Tidak Berpenduduk
11. Pulau Komponaone Wangi-wangi Selatan Tidak Berpenduduk
12. Pulau Nuawangkudu Wangi-wangi Selatan Tidak Berpenduduk
13. Pulau Nuawatumolombu Wangi-wangi Selatan Tidak Berpenduduk
14. Pulau NuaPowaha Wangi-wangi Selatan Tidak Berpenduduk
15. Pulau NuaLoho Wangi-wangi Selatan Tidak Berpenduduk
16. Pulau tapa Ro’o Wangi-wangi Selatan Tidak Berpenduduk
17. Pulau Nua BatuBanawa Wangi-wangi Selatan Tidak Berpenduduk
18. Pulau Nualonto-lont Wangi-wangi Selatan Tidak Berpenduduk
19. Pulau Konta Wangi-wangi Selatan Tidak Berpenduduk
20. Pulau Hoga Kaledupa Berpenduduk
21. Pulau Watuhari Kaledupa Tidak Berpenduduk
22. Pulau One Kaledupa Tidak Berpenduduk
23. Pulau OoNujawa Kaledupa Tidak Berpenduduk
24. Pulau Ompu Kaledupa Tidak Berpenduduk
25. Pulau WatuPabode Kaledupa Tidak Berpenduduk
26. Pulau WatuSahau Kaledupa Tidak Berpenduduk
27. Pulau Watutotoli Kaledupa Tidak Berpenduduk
28. Pulau Gili-gili Kaledupa Tidak Berpenduduk
29. Pulau Darawa Kaledupa Selatan Berpenduduk
30. Pulau Lentea Kaledupa Kaledupa Selatan Berpenduduk
31. Pulau Runduma Tomia Berpenduduk
32. Pulau Anamo Tomia Tidak Berpenduduk
33. Pulau Tolandono Sebagian Tomia dan Berpenduduk
Tomia Timur
34. Pulau Sawa Tomia Tidak Berpenduduk
35. Pulau Lentea Tomia Tomia Timur Tidak Berpenduduk
36. Pulau Ndaa Tomia Timur Tidak Berpenduduk
37. Pulau Konteolo Tomia Timur Tidak Berpenduduk
38. Pulau Gola-gola Tomia Timur Tidak Berpenduduk
39. Pulau Dali Wasura Tomia Timur Tidak Berpenduduk
40. Pulau WatuDUba’e Tomia Timur Tidak Berpenduduk
41. Pulau Koneole Toga Binongko Tidak Berpenduduk
Sumber: RIPPARDA Kab. Wakatobi
III-3
3.1.2 Kependudukan
1. Topografi
Topografi wilayah daratan Kabupaten Wakatobi sebagian besar atau
sekitar 40 persen adalah landai dengan ketinggian sekitar 3-20 m di atas
permukaan air laut (dpl). Topografi landai terutama terdapat dibagian selatan
Pulau Wang- Wangi, bagian utara dan selatan Pulau Kaledupa, bagian barat
dan timur Pulau Tomia, serta wilayah bagian selatan Pulau Binongko.
Sedangkan bentuk topografi perbukitan, berada di tengah-tengah pulau
dengan ketinggian berkisar antara 20-350 m dpl.
Selain bentangan pulau-pulau kecil, relief dan topografi, di Wakatobi juga
membentang Gunung Tindoi di Pulau Wangi-Wangi, Gunung Pangilia di Pulau
Kaledupa, Gunung Patua di Pulau Tomia dan Gunung Watiu’a di Pulau
III-4
Binongko. Pada puncak gunung di empat pulau besar tersebut, terdapat situs
peninggalan sejarah berupa benteng dan makam yang sangat erat kaitannya
dengan penyebaran agama Islam di Wakatobi maupun sejarah perkembangan
kejayaan Kesultanan Buton, Tidore, dan Ternate. Situs sejarah dimaksud ialah
Benteng Liya, Benteng Tindoi, Benteng Patu’a, dan Benteng Suosuo serta
peninggalan benda-benda purbakala lainnya. Kesemuanya merupakan aset
daerah yang sangat berharga, terutama dalam pengembangan ilmu
pengetahuan dan sebagai obyek wisata budaya, baik nasional maupun
internasional.
III-5
organisol, alluvial, grumosol, mediteran, latosol, serta didominasi oleh
podsolik. Formasi geologi batuan daratan dengan bahan induk batu gamping
jenis koral dan dominasi tanah podsolik, secara umum mengindikasikan
kesuburan tanah yang rendah akibat pH dan bahan organik rendah. Terkait hal
tersebut, pemerintah daerah akan mencanangkan program pertanian terpadu
yang berbasis ekologi (integrated ecofarming).
3. Klimatologi
Menurut klasifikasi Schmidt-Fergusson, iklim di Kepulauan Wakatobi
termasuk tipe C, dengan dua musim yaitu musim kemarau (musim timur:
April–Agustus) dan musim hujan (musim barat: September–April). Musim
angin barat berlangsung dari bulan Desember sampai dengan Maret yang
ditandai dengan sering terjadi hujan. Musim angin timur berlangsung bulan
Juni sampai dengan September. Peralihan musim yang biasa disebut musim
pancaroba terjadi pada bulan Oktober-November dan bulan April-Mei.
Berdasarkan pencatatan dari Stasiun Meteorologi Kelas III Betoambari,
curah hujan di Kepulauan Wakatobi 10 tahun terakhir berkisar antara 0,4-
288,2 mm, curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember dengan rata-
rata mencapai 19,51 mm. Jumlah hari hujan mengikuti pola jumlah curah
hujan dengan kisaran antara 1-19 hari hujan. Suhu udara maksimum berkisar
31,5-34,40C dan suhu udara minimum berkisar pada 22,3-24,90C, dengan
kisaran suhu rata-rata antara 23,7-32,40C. kelembaban udara antara 71-86%.
Pola curah hujan pada gambar diatas dapat menjadi arahan dalam
perencanaan pola tanaman lahan kering terutama untuk tanaman pangan
(semusim) dan hortikultura (sayur-sayuran). Dalam hal tersebut, musim
tanam (MT) I bisa dilaksanakan pada bulan November dan MT II pada bulan
Maret. Pada tanaman perkebunan, pola curah hujan tersebut dapat dipakai
sebagai arahan penanaman bibit di lapang sehingga tidak diperlukan
penyiraman.
Kecepatan angin berkisar antara 2-54 knot/det dengan rata-rata sebesar 4
knot/det. Angin kencang bertiup pada bulan Juli sampai September,
kemudian bulan November, Januari dan Februari (Gambar 2.4). Tiupan angin
III-6
yang kencang dapat menimbulkan gelombang yang berpengaruh pada
frekuensi melaut para nelayan dan selanjutnya terhadap jumlah ikan hasil
tangkapan. Terkait hal ini, program pengadaan kapal ikan dengan ukuran
yang memadai akan sangat membantu para nelayan.
III-7
Gambar 3.3 Wisata Bahari Kabupaten Wakatobi
III-8
1. Transportasi, Telekomunikasi dan Sarana Pariwisata
1) Jalan
Jalan merupakan prasarana angkutan darat yang sangat penting dalam
memperlancar kegiatan hubungan perekonomian, baik antara satu kota
dengan kota lainnya, maupun antara kota dengan desa dan antara satu desa
dengan desa lainnya. Kondisi jalan yang baik akan memudahkan mobilitas
penduduk dalam mengadakan hubungan perekonomian dan kegiatan sosial
lainnya.
Panjang Jalan Seluruh Kabupaten Wakatobi menurut Dinas Pekerjaan
Umum Tahun 2016 adalah Sebesar 490.276 meter, terdiri dari jalan aspal,
kerikil, dan tanah. Sebagian besar jalan merupakan jalan aspal diman jalan
dengan kondisi baik sepanjang 98.781 m, sedang 38.781 m, rusak 98.791 m,
dan rusak berat 290.782 m. (sumber data: Kabupaten Wakatobi Dalam Angka
Tahun 2017)
Fasilitas jalan yang semakin memadai memacu meningkatkan jumlah
kendaraan bermotor di kabupaten ini. Pada tahun 2015 jumlah kendaraan
mencapai 2.778unit dengan sepeda motor memiliki andil terbanyak (Wakatobi
dalam angka, 2016).
2) Angkutan
Angkutan darat penumpang tahun 2015 hampir 100% merupakan
angkutan pedesaan menurut data Dinas Perhubungan. Sementara itu, jumlah
angkutan barang semuanya merupakan jenis truk sebanyak 139 unit.
Infrastruktur angkutan laut paling banyak merupakan pelabuhan/ dermaga
sebanyak 24 unit. Disusul kemudian talud sebanyak 20 unit, selebihnya
jembatan titian benteng perahu, dan titian. Infrastruktur angkutan udara
terdapat satu unit yakni Bandara Matahora.
III-9
(a) (b)
Gambar 3.4 Jenis-Jenis Moda Transportasi Kabupaten Wakatobi
(a) Terminal; (b) Bandar Udara
III-10
bahwa Kabupaten Wakatobi telah berhasil mengembangkan dan
mempromosikan segala potensi pariwisatanya baik dalam skala nasional
maupun internasional, sebagai indikatornya adalah dengan menjamurnya
para investor untuk melakukan investasi di Wakatobi baik dari dalam negeri
maupaun luar negeri.
1) Listrik
Berbagai usaha telah dilakukan pemerintah dalam memenuhi
kebutuhan masyarakat akan tenaga listrik, usaha- usaha tersebut tampak
lebih nyata setelah dilaksanakannya program pembangunan listrik masuk
desa.
Berdasarkan data dari Dinas Pekerjaan Umum, Tata Ruang,
Pertambangan dan Energi Kabupaten Wakatobi, pada tahun 2015 ada 2
sumber energi listrik di Kabupaten Wakatobi yaitu PLTD yang tersebar
masing-masing di Wangi- Wangi/ Wangi-Wangis Selatan, Kaledupa/
Kaledupa Selatan, Tomia/ Tomia Timur, Binongko/ Togo Binongko dan
PLTU sebanyak 1unit yang dalam tahap pembangunan yang merupakan
salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan kelistrikan di Kabupaten
Wakatobi.
Listrik di Kabupaten Wakatobi dilayani oleh PT.PLN (Persero) Cabang
Kendari, Cabang Bau-bau yang merupakan bagian dari PT.PLN (Persero)
Wilayah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Barat
(SULTANBATARA) yang berkedudukan di Makassar. Berikut daya terpasang,
produksi listrik, listrik siap alur oleh PLN menurut unit kerja di Wakatobi:
Tabel 3.5 Daya Terpasang, Produksi Listrik, Listrik Siap Salur, Susut Produksi oleh PLN
menurut Unit Kerja di Wakatobi, 2015
Daya Terpasang Produksi Listrik Siap
Unit Kerja
pelanggan (VA) Listrik (KWh) Salur (KWh)
Binongko 1.669.850 1.447.620 1.445.215
Waha 1.122.650 2.795.033 2.789.950
Usuku 1.372.965
Ambeua 2.435.300 2.733.352 2.710.831
Wangi-Wangi 12.540.500 17.513.340 17.502.832
Kapota 694.650
Jumlah 19.835.915 24.489.345 24.448.828
III-11
Sumber: PT. PLN (Persero) Rayon Wangi-Wangi (Wakatobi dalam Angka,
2016)
1. PDRB
III-12
Pembangunan ekonomi regional pada prinsipnya bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan yang salah satunya diukur dalam indikator
kenaikan PDRB atau kenaikan pendapatan regional perkapita. Bila pendapatan
riil per kapita masyarakat meningkat maka akan terdapat peningkatan
kesejahteraan ekonomi masyarakat.
Kemajuan yang dialami oleh suatu wilayah dapat dilihat dari besarnya
pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan. Angka pertumbuhan ekonomi
merupakan salah satu dari sekian banyak perangkat indikator yang
menunjukkan peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan penduduk sebagai
hasil pembangunan.
III-13
berlaku.
2. Pertumbuhan Ekonomi
Tingkat pertumbuhan ekonomi Kabupaten Wakatobi selama tahun 2009-
2013 adalah rata-rata sebesar 10,68%. Tiga sektor pendukung utama yang
memberikan andil dan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten
Wakatobi adalah: (1) sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan andil
rata- rata sebesar 2,87% atau memberikan kontribusi rata-rata 26,57%, (2)
sektor jasa-jasa dengan andil rata-rata sebesar 1,93% atau memberikan
kontribusi rata-rata 19,06%, dan (3). Sektor pertanian dengan andil rata-rata
sebesar 1,71% atau memberikan kontribusi rata-rata 15,48%.
III-14
Dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah, Kabupaten
Wakatobi membuka diri untuk penanaman investasi. Potensi investasi di
Kabupaten Wakatobi terdiri dari berbagai sektor, terutama sektor kelautan
dan perikanan serta pariwisata yang menjadi unggulan daerah kabupaten
Wakatobi. Potensi investasi di bidang pariwisata antara lain meliputi usaha
wisata Pantai, wisata laut (bawah laut) dan wisata budaya.
Kabupaten Wakatobi berada pada Pusat Segi Tiga Karang Dunia (Coral Tri-
angle Center) dan memiliki jumlah keanekaragaman hayati kelautan tertinggi
di dunia, yakni 750 jenis karang dari 850 spesies karang dunia, 900 jenis ikan
dunia dengan 46 dive sites teridentifikasi (salah satunya Marimabok).
Wakatobi memiliki 90.000 ha terumbu karang dan atol Kaledupa (48 km) yang
merupakan atol tunggal terpanjang di dunia (Operation Wallacea, 2006).
Kekayaan dan keanekaragaman jenis biota laut tersebut sangat
menjanjikan apabila dikelola secara profesional, karena disamping potensinya
cukup besar, juga mempunyai nilai jual tinggi, baik di pasar domestik maupun
pasar internasional. Disamping itu terdapat potensi wisata budaya yang
memiliki keunikan tersendiri yang dijumpai di semua pulau di Kabupaten
Wakatobi. Potensi pariwisata ini merupakan salah satu sektor unggulan
pembangunan yang diharapkan dapat memacu laju pertumbuhan
pembangunan dan mengangkat nama Kabupaten Wakatobi bukan hanya di
dalam negeri tetapi juga di manca negara.
Oleh karena potensi kekayaan dan keanekaragaman hayati laut tersebut,
maka Pemerintah RI melalui Menteri Kehutanan menetapkan Wakatobi
sebagai Taman Wisata Alam Laut (SK Menteri Kehutanan RI nomor 462/KPTS-
II/1995). Selanjutnya pada tahun 1996 ditingkatkan statusnya menjadi
wilayah konservasi dengan status Taman Nasional (SK Menteri Kehutanan RI
nomor 393/Kpts-VI/1996). Kondisi ini menempatkan Kabupaten Wakatobi
menjadi spesifik dan unik, dimana Wakatobi sebagai daerah otonom sekaligus
daerah konservasi laut (Kabupaten konservasi) baik dalam konteks ruang
wilayah provinsi Sulawesi Tenggara maupun dalam skala yang lebih luas.
Pada tahun 2007 Pemerintah Daerah Kabupaten Wakatobi menerapan
konsep konservasi melalui Zonasi Taman Nasional Wakatobi yang telah
III-15
disingkronisasikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (Gambar 10), yang
dibagi menjadi zona inti, zona perlindungan bahari, zona wisata, zona
pemanfaatan tradisional, zona pemanfaatan umum dan zona khusus untuk
perlindungan keanekaragaman hayati terestrial, diharapkan akan dapat
menjamin pelestarian sumber daya alam hayati sekaligus menjaga
keberlangsungan perekonomian masyarakat dan pembangunan ekonomi
Kabupaten Wakatobi.
Kebijakan ekonomi makro Kabupaten Wakatobi diarahkan pada
peningkatan pertumbuhan Ekonomi Daerah melalui upaya peningkatan
fasilitas penunjang sektor unggulan daerah, yaitu sektor Perikanan dan
Kelautan serta Pariwisata. Kebijakan strategis yang ditempuh Pemerintah
Daerah Kabupaten Wakatobi dalam meningkatkan peranan dari sektor
penggerak utama perekonomian tersebut adalah melalui peningkatan
pembangunan prasarana dan saranaekonomi dasar di wilayah- wilayah yang
memiliki potensi dan daya dorong lebih baik untuk dikembangkan seperti
pembangunan jalan, pelabuhan laut dan udara, kemudahan perizinan dan
kepastian berusaha dengan tetap memperhatikan wilayah lainnya secara
seimbang.
III-16
Menurut klasifikasi Schmidt-Fergusson, iklim di Kepulauan Wakatobi
termasuk Wangi-Wangi Selatan ialah tipe C, dengan dua musim yaitu musim
kemarau (musim timur: April–Agustus) dan musim hujan (musim barat:
September–April). Musim angin barat berlangsung dari bulan Desember
sampai dengan Maret yang ditandai dengan sering terjadi hujan. Musim angin
timur berlangsung bulan Juni sampai dengan September. Peralihan musim
yang biasa disebut musim pancaroba terjadi pada bulan Oktober-November
dan bulan April-Mei. Suhu udara rata-rata di Wakatobi tahun 2015 berkisar
antara 21,30°C sampai dengan 34,50°C. Kelembaban udara rata-rata ialah 76
persen. Rata-rata kecepatan angin 3,18 knot/detik. Jumlah curah hujan
sebesar 1.468,7 mm3 dan hari hujan sebanyak 134 hari dalam setahun.
Seiring dengan ditetapkannya Wakatobi menjadi daerah otonom sendiri,
maka Kec. Wangi-Wangi Selatan telah banyak mengalami pemekaran wilayah.
Saat terbentuk, Wangi-Wangi Selatan terdiri dari 10 desa dan 2 kelurahan.
Namun, sampai tahun 2015, Wangi-Wangi Selatan sudah terdiri dari 18 desa, 3
kelurahan, 51 dusun, dan 13 lingkungan. Pada tahun 2013, dilakukan
penggabungan dusun dan lingkungan sehingga jumlahnya lebih sedikit
dibanding tahun sebelumnya.
III-17
menyebar di sekeliling Pulau Wangi-Wangi terutama di bagian utara dan
sebagian di Liya Togo. Sementara lahan lembah dengan ketinggian kurang dari
15 m dpl relatif luas di bagian barat dan timur pulau. Pulau-pulau kecil di
sekitar Pulau Wangi-Wangi umumnya merupakan pulau landai dengan
morfologi lahan sebagian besar berupa lembah.
3.2.2 Kependudukan
III-18
Jumlah Penduduk Persebaran
No Desa/Kelurahan
(juwa) Penduduk (%)
2 Kabita 1.188 2,74
3 Liyamawi 1.664 5,24
4 Liya Togo 2.186 6,88
5 Matahora 552 1,74
6 Wungka 1.264 3,98
7 Numana 1.196 3,76
8 Mola Selatan 2.078 6,54
9 Mola Utara 885 2,78
10 Mandati I 3.508 11,04
11 Komala 779 2,45
12 Mandati II 4.114 12,94
13 Kapota Utara 1.306 4,11
14 Kabita Togo 722 2,27
15 Mandati III 1.658 5,22
Liya One
16 1.351 3,94
Malengka
17 Wisata Kolo 554 1,74
18 Mola Sanaturu 1.016 3,2
19 Mola Bahari 1.251 3,94
Mola Nelayan
20 1.987 6,25
Bakti
21 Liya Bahari Indah 734 2,31
Jumlah 31,785 100
Sumber: Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Dalam Angka Tahun 2016
3.2.2 Aksesibilitas
III-19
Aspal Kerikil Tanah Rabat Lainnya
No Desa/Kelurahan
(m) (m) (m) (m) (m)
1 Kapota - - 230 700 -
2 Kabita - - 2.300 4.000 -
3 Liyamawi 400 25 - -
4 Liya Togo 1.000 - 2.000 3.000 -
5 Matahora 5.000 1.000 - 2.800 -
6 Wungka 4.000 40 400 2.000 -
7 Numana 2.000 - 800 8.00 -
8 Mola Selatan - - - 500 250
9 Mola Utara - - - 2.000 50
10 Mandati I 4.500 750 2.000 1.000 -
11 Komala 4.500 2.000 2.000 25.000 -
12 Mandati II 5.000 - 1.700 3.000 -
13 Kapota Utara - - 350 500 -
14 Kabita Togo - - - 250 -
15 Mandati III 5.000 2.000 - 1.000 -
Liya One
16 4.000 4.000 4.000 5.000 -
Malengka
17 Wisata Kolo - - - 4.400 -
18 Mola Sanaturu 196 - - 465 90
19 Mola Bahari - - 780 350
Mola Nelayan
20 - - - 1.000 720
Bakti
21 Liya Bahari Indah 1.000 - 50 1.300 -
Jumlah 36.096 9.815 15.530 59.495 1.460
Sumber: Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Dalam Angka Tahun 2016
III-20
Pulau Kapota yang terdiri dari 5 desa yaitu Desa Kapota, Desa Kapota
Utara, Desa Kabita, Desa Kabita Togo dan Desa Wisata Kollo, merupakan etnis
Wakatobi asli. Kebudayaan etnis asli masih kental sehingga belum mengalami
akulturasi. Penduduk di pulau ini masih hidup berdampingan dengan teratur,
rukun, dan saling menghargai. Agama yang mereka anut 100% agama Islam,
Mata pencarian masyarakat di Pulau Kapota lebih banyak sebagai nelayan dan
petani, beberapa menjadi pengrajin jelajah, pengrajin tenun, pertukangan, dan
PNS.
3.3.1 Kependudukan
Pulau Kapota yang terdiri dari lima desa dalam wilayah administrasi
Kecamatan Wangi-wangi Selatan memiliki komposisi penduduk sebesar 7,2%
dari total jumlah penduduk di Kecamatan Wangi-wangi Selatan pada tahun
2015. Pertambahan jumlah penduduk Pulau Kapota pada tahun 2011 sampai
tahun 2013 bertambah secara signifikan dengan pada rasio 2,0% per tahun.
Tabel 3.10 Jumlah penduduk dirinci tiap tahun di Pulau Kapota
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Desa Tahun Tahun Tahun Tahun
2011 2012 2013 2015
Kapota 926 927 929 1892
Kabita 837 838 841 1188
Kapota Utara 779 780 781 1306
Kabita Togo 453 453 455 722
Wisata Kolo 375 375 377 554
Jumlah 3.370 3.373 3.383 5.662
Sumber: Kecamatan Wangi-Wangi Selatan dalam Angka
III-21
III-22
3.3.2 Aksesibilitas
III-23
pertambahan yang signifikan. Dapat dilihat pada tabel di bawah bahwa jumlah
kendaraan sama pada tahun 2013 sampai tahun 2015 baik kendaraan bermtor
jenis roda dua maupun kendaraan tidak bermotor jenis gerobak.
Tabel 3.11 Jumlah kendaraan roda dua dirinci tiap tahun di Pulau
Kapota
Jumlah Kendaraan motor (unit)
Desa Tahun Tahun Tahun Tahun
2011 2012 2013 2015
Kapota 0 20 50 50
Kabita 100 2 3 3
Kapota Utara 80 15 15 15
Kabita Togo 80 2 6 6
Wisata Kolo 20 0 2 2
Jumlah 280 39 76 76
Sumber: Kecamatan Wangi-wangi Selatan dalam Angka
Tabel 3.12 Jumlah kendaraan non bermotor dirinci tiap tahun di Pulau Kapota
Jumlah Kendaraan gerobak (unit)
Desa Tahun Tahun Tahun Tahun
2011 2012 2013 2015
Kapota 50 0 80 80
Kabita 45 30 40 40
Kapota
Utara 40 0 50 50
Kabita Togo 100 0 0 0
Wisata Kolo 20 15 50 50
Jumlah 255 45 220 220
Sumber: Kecamatan Wangi-wangi Selatan dalam Angka
Jaringan jalan eksisting di Pulau Kapota memiliki berbagai jenis
perkerasan. Untuk jaringan jalan yang berada di Perkampungan Kapota dan
Perkampungan Kolo, secara umum jalan memiliki material perkerasan beton
dengan lebar sekitar 2 meter. Kondisi jalan secara umum terawat dengan
beberapa bagian beton yang rusak ringan. Sementara itu, beberapa ruas jalan,
seperti yang menghubungakan perkampungan Kapota dengan Danau
Tailaroto’oge, beberapa ruas jalan memiliki material pasir. Beberapa meter
menjelang danau, kondisi jaringan jalan berupa paving block. Sementara itu,
jaringan jalan yang menghubungkan kawasan perkampungan dengan DTW
banyak yang telah diperkeras dengan rigid beton. Namun, di beberapa tempat
III-24
dijumpai jaringan jalan dengan perkerasan tanah maupun beton yang sudah
tidak terawat. Bahkan, di beberapa tempat, seperti jaringan jalan yang menuju
jembatan pantai Kampa, jaringan jalan tersebut terputus dan tidak dapat
dilewati.
Prasarana dan sarana umum di Kapota ditinjau dari aspek air bersih dan
transportasi. Untuk ketersediaan air, berdasarkan data yang ada , PDAM
Wakatobi telah menyediakan pelayanan perpipaan air bersih bagi pelanggan
domestik dan non-domestik. Sumber air PDAM berasal dari 12 mata air yang
tersebar di 4 pulau utama. Untuk Pulau wangi-wangi – Kapota, berasal dari
sumber mata air Wa Gehe-gehe dengan kapasitas 40 liter/detik, dengan total
pelanggan sebanyak 3.400 sambungan.
Ada beberapa potensi wisata di pulau Kapota yang cukup terkenal dan
telah menjadi ikon pulau ini. Sepanjang wilayah perairan utara adalah dive
site. Wilayah itu juga menyuguhkan pemandangan ikan lumba-lumba
(dolphin). Pulau Kapota dikelilingi oleh pantai-pantai yang indah dengan pasir
putih laksana gula pasir yang terhampar. Tak jarang banyak wisatawan baik
dalam maupun luar negeri mampir ke pulau ini dulu sebelum nyeberang ke
Hoga (Pulau Kaledupa) dan Onemobaa (Tomia). Di atas darat ada sejumlah
potensi wisata juga. Yang cukup terkenal adalah danau kapota. Danau ini
masih dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Di danau ini ada sebuah liang
yang menurut orang lokal liang tersebut terhubung langsung dengan lautan.
Tak jauh dari situ ada kelapa bercabang empat. Juga terdapat gua kelelawar
yang terpahat alami membentuk relief-relief yang indah. Juga ada pusat-pusat
kerajinan daerah serta berbagai event budaya yang rutin dilakukan oleh
penduduk setempat dan pemerintah daerah. Masih banyak lagi potensi wisata
yang terdapat di sudut-sudut Pulau kapota.
Berdasarkan hasil survei lapangan serta hasil masukan dari pemetaan
partisipatif, diperoleh kawasan-kawasan yang berpotensi untuk menjadi daya
tarik wisata; bahkan sebagian diantaranya telah diidentifikasi sebagai daya
III-25
tarik wisata oleh pemerintah daerah. Identifikasi potensi pada masing-masing
daya tarik tersebut dilakukan dengan melihat beberapa indikator utama, yakni
keunikan, keaslian, dan keindahan dari obyek atau kawasan. Keunikan dari
suatu daya tarik adalah tingkat kelangkaan; semakin sulit ditemui di tempat
lain maka semakin langka. Tingkat keunikan dipengaruhi juga oleh skala
kelangkaan, misalnya obyek hanya ditemukan di satu tempat di dunia disebut
lebih unik dibanding obyek yang ditemukan di beberapa negara. Keaslian dari
suatu daya tarik wisata adalah tingkat kesesuaiannya dengan kualitas karakter
atau kepribadian suatu kawasan.
1. Wisata Penyelaman
Pulau Kapota memiliki beberapa spot untuk melakukan penyelaman,
dengan keindahan karang serta keragaman hewan yang sangat menarik
membuat para Dive operator menjadikan titik ini sebagai tempat favorit untuk
melakukan penyelaman.
III-26
kerapu; walaupun kawasan ini bukan merupakan fish spawning aggregation
site yang diidentifikasi taman nasional.
Presentase tutupan terumbu karang hidup di beberapa titik penyelaman
di Wangi-Wangi dan Kapota rata-rata lebih dari 50%, atau dapat dikategorikan
sebagai kondisi baik. Pengambilan data terumbu karang dilakukan dengan
metode Line Intercept Transect (LIT) di enam titik penyelaman yang berada di
sekitar Pulau Wangi-Wangi dan Kapota. Pada setiap titik dilakukan dua kali
transek, yakni pada kedalaman lima meter dan lima belas meter.
2. Wisata Danau
Danau Tailaroto’oge Terletak Di Barat Laut Desa Kapota. Danau Ini Adalah
Satu-Satunya Ekosistem Danau Air Asin Di Wakatobi Yang Sekaligus
Merupakan Habitat Dari Berbagai Flora Fauna Khas Ekosistem Payau, Seperti
Mangrove, Burung, Dan Sebagainya. Ekosistem Danau Ini Merupakan Jejak
Geologis Dari Pembentukan Kepulauan Wakatobi Akibat Penurunan Air Laut
Yang Menyebabkan Timbulnya Atol, Gosong Karang, Dan Juga Danau.
Selanjutnya, Danau Ini Mampu Memberikan Impresi Ketenangan, Sehingga
Sesuai Bagi Wisatawan Yang Ingin Memperoleh Ketenangan.
Kawasan Ini Dapat Diakses Baik Dengan Jalan Kaki Maupun Kendaraan
Bermotor. Beberapa Ruas Jalan Menuju Danau Ini Diperkeras Dengan Paving Block.
Namun Akses Jalan Secara Umum Menuju Danau Ini Beragam, Dari Rigid Beton,
Melewati Pasir Pantai, Hingga Paving Block Disaat Mendekati Lokasi Danau.
Beberapa Fasilitas Wisata Yang Telah Disediakan Adalah Jalur Pejalan Kaki,
Gazebo, Kantin, Dan Juga Toilet. Di Danau Ini Telah Dibangun Jalur Pejalan Kaki Yang
Mengitari Danau Yang Dapat Digunakan Sebagai Lintasan Lari (Jogging Track).
Keberadaan Track Juga Memberi Nilai Positif Bagi Wisatawan Yang Ingin Menjelajahi
Area Sekitar Danau. Hanya Beberapa Bagian Dari Jalur Yang Dapat Memandangi
Danau. Sehingga, Keunikan Dan Keindahan Danau Tidak Dapak Dinikmati Secara
Optimal Karena Pengunjung Tidak Mendapatkan Sensasi Singgungan Dengan Air.
Sebagian Konstruksi Track Terbuat Dari Kayu Dan Telah Banyak Yang Rusak Meskipun
Baru Beberapa Tahun Dibangun. Sementara Itu, Untk Meningkatkan Aspek Kenyamanan,
Telah Dibangun Pula Gazebo-Gazebo Yang Dapat Digunakan Oleh Wisatawan Untuk
III-27
Bersantai Dan Melihat Pemandangan Danau. Beberapa Hal Mengurangi Kenyamanan
Kawasan Ini, Yakni Kondisi Toilet Yang Belum Teraliri Air, Banyak Bangunan Yang
Telah Rusak, Dan Beberapa Bangunan Yang Tidak Beroperasi Seperti Loket Masuk
Kawasan Ini Juga Kerap Ditemui Dalam Kondisi Kosong. Fasilitas Informasi Dan
Interpretasi Di Kawasan Ini Juga Sangat Minim, Terkecuali Gapura Selamat Datang Dan
Papan Nama; Sehingga Keunikan Ekosistem Danau Tidak Tersampaikan Dengan Baik
Kepada Wisatawan.
3. Wisata Pantai
Pulau Kapota dikelilingi ole pesisir yang menampakan keindahan alam untuk
dinikmati. Titik-titik pantai di Pulau Kapota menawarkan keindahan alam yang
telah menjadi destinasi pariwisata dengan pengunjung dari domestik maupun
mancanegara. Spot-spot pantai tersebut terdiri dari:
a) Pantai Kolowowa
Pantai Kolowowa Terletak Di Bagian Barat Pulau Kapota. Pantai Ini Sangat
Indah Dengan Hamparan Panjang Pantai Berpasir Putih, Pemandangan Ke Laut
Lepas, Dan Kondisi Perairan Yang Tenang. Topografi Pantai Datar Dengan
Bukaan Vegatasi Yang Cukup Luas. Pantai-Pantai Di Pulau Kapota Sebagian
Besar Adalah Pantai Karang Dengan Gugusan Terumbu Di Hadapannya.
Kolowowa Adalah Salah Satu Pantai Pasir Putih Yang Cukup Luas Untuk
Mengakomodasi Berbagai Kegiatan Wisata Dan Fasilitas. Peta Pantai
Kolowowa Ini Dapat Dilihat Pada Gambar Berikut.
Keberadaan Hamparan Pantai Yang Panjang Dan Berpasir Putih Dengan
Kondisi Perairan Yang Dangkal Dan Tenang, Serta Berbagai Biota Laut
Memberi Daya Tarik Bagi Kawasan Ini. Disayangkan, Di Pantai Ini Tidak
Ditemukan Tempat Penyewaan Peralatan Snorkeling, Sehingga Wisatawan
Yang Ingin Menikmati Keindahan Bawah Laut Di Kawasan Ini Harus Membawa
Peralatan Sendiri.
Berkenaan Dengan Aksesibilitas, Pantai Ini Cukup Mudah Diakses Dari
Desa Kapota Melalui Jaringan Jalan Yang Dapat Diakses Dengan Kendaraan
Bermotor Roda Dua; Hanya Lebar Jalan Dan Kondisi Dinilai Tidak Memadai. Di
III-28
Sebagian Ruas Jalan, Kondisi Fisik Jalan Telah Banyak Yang Rusak. Akan Tetapi
Selain Jalan, Tidak Ada Fasilitas Lain, Seperti Tempat Parkir Kendaraan
Bermotor Yang Memadai Dan Tata Informasi.
Ketiga Pantai Ini Merupakan Pantai Pasir Putih Di Sisi Barat-Tengah Pulau
Kapota. Karakter Dari Pantai-Pantai Ini Adalah Hamparan Pasir Putih Yang
Relatif Pendek (Dibanding Kolowowa) Serta Pantai Dangkal Yang Tenang.
Pantai Soro Terletak Pada Relung Yang Kecil, Tetapi Indah Dan Tenang; Sangat
Ideal Sebagai Tempat Kontemplasi. Pantai Kampa Memiliki Garis Pantai Yang
Lebih Panjang, Namun Lebar Bibir Pantainya Tipis. Kelebihan Dari Pantai Ini
Adalah Menghadap Dua Laguna Besar Di Hadapannya Sehingga Merupakan
Salah Satu Tempat Paling Strategis Di Kapota Untuk Membangun Jetty Yang
Memungkinkan Akses Laut Dengan Perahu. Pantai Oa Wolio Adalah Pantai
Yang Paling Panjang Dibanding Soro Dan Kampa. Di Belakang Pantai-Pantai Ini
Terdapat Hamparan Kebun Kelapa Yang Sangat Luas. Pantai Oa Wolio
Sangatlah Indah, Dengan Pasir Putih, Air Laut Yang Tenang, Angin Laut Semilir
Yang Menyejukkan. Kondisi Pantai Yang Masih Perawan Dengan Hamparan
Pasir Putih Dan Kondisi Perairan Memberi Daya Tarik Tersendiri Bagi
Wisatawan Yang Mengunjunginya. Tidak Heran, Pantai Ini Adalah Salah Satu
Pantai Favorit Yang Kerap Dikunjungi Oleh Masyarakat Lokal. Salah Satu
Tengaran Di Pantai Oa Wolio Adalah Batu Karang Tunggal Berukuran Besar;
Yang Sering Dijadikan Tempat Foto.
c) Pantai Osuno
Kawasan Ini Terdiri Dari Beberapa Teluk Sempit Yang Menyajikan Pantai
Berkarang Dan Diselingi Oleh Hamparan Pasir Putih; Serta Pantai Yang Relatif
Lebih Panjang Tapi Tipis Di Sisi Selatan. Pantai Ini Terletak Dekat Hamparan
Ekosistem Mangrove. Selain Itu, Karena Letaknya Di Ujung Selatan, Jika
Sudutnya Tepat, Maka Pengunjung Dapat Menikmati Pemandangan Ke Pulau
Wangi-Wangi Dan Lampu-Lampu Di Malam Hari. Pantai Ini Menawarkan
III-29
Landskap Yang Berbeda Dari Lokasi Lain Di Pulau Kapota Karena Keberadaan
Karang Dan Kondisi Lautan Yang Tenang. Pantai Ini Juga Erupakan Spot Yang
Menarik Untuk Menikmati Matahari Tenggelam Karena Lokasinya Di Titik
Ujung Timur Pulau Kapota.
Dapat Diakses Dari Desa Kolo Dengan Kendaraan Roda Dua Melalui Jalan
Rigid Beton. Namun Disini Banyak Kita Temukan Tumpukan Sampah Yang
Terbawa Oleh Arus Laut. Di Samping Itu, Kita Juga Tidak Dapat Menemukan
Papan Penunjuk Jalan Menuju Lokasi Wisata Serta Fasilitas Penunjang
Pariwisata Lainnya.
d) Pantai Timur
III-30
4. Kampung Tua Katiama
Kampung ini merupakan permukiman pertama di pulau Kapota jauh
sebelum peradaban islam masuk. Di kampung ini dapat kita temukan sisa
reruntuhan benteng yang terdapat dari batu. Untuk menuju kampung tua ini
dapat diakses dengan menggunakan kendaraan bermotor roda dua dan
terletak tidak jauh dari Desa Kapota. Peta kampung tua Katiama dapat dilihat
pada gambar di bawah ini.
Keunikan kampung ini adalah nilai historis yang dimilikinya, dimana
kampung ini adalah bukti peradaban awal di Pulau Kapota sebelum masuknya
kebudayaan Islam. Karena kampung ini berlokasi di atas bukit, maka dari sini
pengunjung dapat melihat pemandangan seluruh pulau yang sangat indah.
Sayangnya, terdapat beberapa kekurangan yang dimiliki oleh objek ini, yakni
kondisi dinding yang tidak terawat, dimana telah ditumbuhi oleh tanaman
rambat, sehingga dinding benteng tidak jelas dalam benteng yang telah
ditanami oleh berbagai jenis tanaman.
Berkenaan dengan aksesibilitas, kawasan ini mudah dijangkau dengan
kendaraan roda 2 dengan keberadaan jalan dengan rigid beton. Akan tetapi,
dari jaringan jalan terdekat dengan objek, tidak ditemui akses jalan kaki yang
memadai.
Terakhir, berkenaan dengan amenitas, tidak ditemukan lokasi tempat
memarkir kendaraan ataupun penunjuk arah, sehingga pengunjung tidak
dapat mengetahui lokasi persis dari kampung. Dengan kondisi kampung yang
tidak terawatt dan minimnya informasi, sangat sulit bagi wisatawan umum
untuk mengetahui eksistensi dan latar belakang sejarah dari kampung tua ini.
Kampung ini merupakan permukiman tua pada masa-masa awal
masuknya peradaban islam di Kapota. Kampung ini telah ditetapkan sebagai
lokasi cagar budaya. Sama halnya dengan kampung tua Katiama, kampung ini
juga berlokasi di puncak bukit. Yang membedakan, kondisi benteng lebih
terawat, dimana dinding benteng masih terlihat jelas. Di dalam benteng juga
terdapat makam pensyiar islam serta reruntuhan masjid.
III-31
5. Wisata Benteng
6. Goa Bhewata
Goa ini memiliki panorama indah dari stalakmit dan stalaktit yang indah,
serta memiliki 2 akses masuk dengan total panjang sekitar 350 meter. Goa ini
juga merupakan habitat dari kelelawar, sehingga kerap juga disebut dengan
goa kelelawar. Sayangnya masih banyak ditemui coretan-coretan dari pihak
yang tidak bertanggung jawab di dinding goa.
Sementara itu, dari aspek aksesibilitas, lokasi gua ini mudah dijangkau
melalui jalan poros yang menghubungkan desa Kapota dengan desa Kolo. Dari
tempat pemberhentian di jalan utama ini, disayangkan tidak terlihat penanda
yang jelas mengenai lokasi gua. Disamping itu, dari tempat pemberhentian
hingga menuju gua, medan yang ditempuh cukup sulit. Terakhir, dari aspek
kenyamanan, tidak ditemukan fasilitas penunjang pariwisata seperti tempat
penyewaan peralatan caving, papan informasi, dan sebagainya.
III-32
7. Wisata Desa Kolo dan Desa Kapota
Desa Kolo merupakan desa wisata yang terletak di pesisir sebelah timur
pulau Kapota. Desa ini dipengaruhi kebudayaan yang berbeda dengan Desa
Kapota, yakni kebudayan Liya. Permukiman tumbuh memanjang mengikuti
jalan poros yang menghubungkan desa Kapota dan desa Kolo. Dari desa ini
tampak kota Wanci di seberang lautan.
Daya tarik dari desa ini adalah karakter permukiman khas pesisir, dengan
kebudayaan Liya, yang merupakan salah satu kebudayaan khas Wakatobi.
Namun, beberapa kendala masih dijumpai di desa ini. Pertama, tidak tampak
rumah tradisional yang menunjukkan kekhasan budaya lokal. Selanjutnya,
bentuk penataan kawasan juga belum merepresentasikan keunikan kawasan
sebagai sebuah desa wisata.
Desa Kapota juga terletak di pesisir timur pulau Kapota; bahkan dermaga
Kapota yang merupakan akses utama bagi masyarakat di pulau ini. Sama
halnya seperti Desa Kolo, rumah tradisional Kapota sudah sulit ditemukan;
sebagian besar sudah beralih ke rumah bata-beton yang mungkin lebih mudah
dibangun dan lebih prestise.
Kedua desa ini dihubungkan melalui jalan poros utama yang
menghubungkan Desa Kapota dan Desa Kolo. Tata informasi dan fasilitas
umum seperti penerangan jalan, tempat sampah, masih sangat minim baik di
Desa Kolo maupun Desa Kapota; terkecuali beberapa papan informasi di
dermaga.
8. Fasilitas Pariwisata
Fasilitas pendukung utama di Pulau Kapota diantaranya terdiri dari
akomodasi, restoran, biro perjalanan wisata (BPW). Saat ini belum terdapat
fasilitas akomodasi sama sekali di Kapota, sehingga kalaupun ada wisatawan
yang datang dan menginap dilayani seadanya di rumah tinggal masyarakat
lokal setempat. Memang selama ini, Kapota dikembangkan sebagai daya tarik
wisata pelengkap dari Wangi-wangi, sehingga potensinya sebagai penyedia
fasilitas belum banyak dilirik.
III-33
Sarana pendukung seperti rumah makan atau restoran pun belum tersedia
di Kapota. Wisatawan yang datang ke Kapota biasanya membawa makanan
sendiri dan piknik di tepi pantai. Tata informasi, termasuk penunjuk arah,
penunjuk lokasi dan interpretasi, yang merupakan elemen esensial bagi
wisatawan juga sangat minim. Tata informasi yang ada saat ini, misalnya di
kawasan benteng dan danau, hanya menampilkan informasi yang sangat
minim sehingga tidak dapat menyampaikan keunikan dan nilai lebih dari daya
tarik wisata kepada pengunjung. Beberapa papan informasi juga sudah mulai
lapuk dan rusak. Sementara itu, beberapa fasilitas pariwisata pendukung telah
dibangun di Danau Tailaroto’oge seperti:
a) Bangunan serbaguna, bangunan berupa gazebo yang digunakan
wisatawan untuk singgah menikmati danau sambil makan. Kondisinya
cukup baik namun tidak tersedia perabotan seperti kursi dan meja.
b) Toilet, merupakan bangunan permanen, hanya terdapat satu bilik toilet
dan kondisi bangunannya kurang memadai karena tidak berpintu.
c) Jalur pejalan kaki, berupa jalan dan jembatan kayu yang dibangun di
sekitar pinggir danau untuk menikmati pemandangan. Kondisinya tidak
cukup layak, karena terdapat beberapa kayu yang patah dan lubang
sehingga membahayakan pengguna. Fasilitas konektivitas di Pulau Kapota
tersedia dalam bentuk dermaga, yang merupakan akses utama warga
untuk keluar dan masuk ke Pulau Kapota.
Dermaga Kapota menghubungkan Pulau Wangi-wangi dan Pulau Kapota,
sehingga dermaga ini merupakan kawasan dan fasilitas penting bagi
pariwisata dan pembangunan umumnya. Kawasan ini ramai dengan aktifitas
warga yang naik dan turun kapal, atau jhonson dalam sebutan lokal. Disamping
itu, kawasan ini juga menjadi spot yang menarik dalam melihat kota Wanci di
seberang. Akan tetapi, beberapa hal memberi nilai negatif bagi kawasan ini.
Pertama, kita tidak dapat menemukan toko cinderamata maupun rumah
makan yang representatif disini. Kedua, tidak ada spot yang menarik yang
dapat dijadikan lokasi foto bagi wisatawan. Padahal, kawasan ini merupakan
gerbang utama menuju pulau, dan sudah selayaknya perlu memberikan
impresi awal yang baik bagi wisatawan yang akan masuk ke Pulau Kapota.
III-34
Dermaga ini merupakan pintu masuk utama kapota, dan akses menuju
kawasan ini telah diperkeras dengan rigid beton yang memudahkan mobilitas
kendaraan dan orang. Disini juga dengan mudah dapat ditemui sarana
angkutan lokal berupa kendaraan bermotor roda 2 (ojek) dan 3 (kendaraan
niaga yang telah di modifikasi untuk mengangkut penumpang).
Akan tetapi tidak ditemukan papan informasi yang jelas yang dapat
memberikan informasi bagi wisatawan tentang daya tarik wisata ataupun
fasilitas yang ada di Pulau Kapota. Disamping itu, meskipun dapat kita
temukan pusat informasi pariwisata, gedung ini sering dalam kondisi kosong
tanpa petugas yang berjaga. Ketiadaan informasi yang memadai
tentunya menyulitkan wisatawan dalam memperoleh informasi terkait
destinasi wisata di Pulau kapota. Terakhir, terkait dengan kenyamanan, di
kawasan ini tidak ditemukan toilet umum, yang tentunya mengurangi
kenyamanan bagi wisatawan.
III-35