Anda di halaman 1dari 14

PERAN PERAWAT PADA TERAPI ANTI RETRO VIRAL

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan


Medikal Bedah III

Dosen Pengampu : Oktariani Pramiastuti., M.Sc., Apt.

Oleh :

Nama : Eri Yulianti


NIM : C1018063
Kelas : 2B

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BHAKTI MANDALA HUSADA
SLAWI
2019
PERAN PERAWAT PADA TERAPI ANTI RETRO VIRAL

a. Tujuan
Perawat mempunyai peran asuhan keperawatan di pelayanan klinik
kesehatan atau rumah sakit meliputi sebagai perawat asosiet, perawat primer,
dan perawat adalah sebagai konselor ARV. Perawat harus mampu
mengidentifikasikan beban yang dipersepsikan atau beban yang dialami.

b. Konsep Penting
Terapi antiretroviral (ARV) adalah kunci keberhasilan pengobatan
infeksi HIV, karena ARV berkelanjutan mampu menekan HIV hingga tak
terdeteksi, mengurangi risiko resistensi obat, meningkatkan kualitas dan
kelangsungan hidup, meningkatkan kesehatan secara keseluruhanserta
mengurangi risiko penularan HIV. Sebaliknya, ketidakpatuhan terhadap
pengobatan merupakan penyebab utama kegagalan terapi .

c. Pendahuluan
Perawat harus memberikan pengetahuan, informasi, dan pelatihan
ketrampilan kepada pasien, keluarga pasien maupun anggota masyarakat
dalam upaya pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan. Dalam
memberikan pengetahuan atau pendidikan perawat harus mampu
mempengaruhi pasien agar dapat berperilaku atau memiliki pengetahuan dan
pemahaman yang sesuai dengan yang diharapkan sehingga pasien dapat
mempunyai semangat yang tinggi pula untuk menjalani terapi antiretroviral
(ARV).

d. Tujuan Pemberian ARV


1. Memulihkan dan memelihara fungsi kekebalan
2. Mencegah penularan HIV dari ibu ke anak
3. Memulihkan system imun dan mengurangi terjadinya infeksi
opoturnistik
4. Memperbaiki kualitas hidup

e. Cara Kerja ARV


Cara kerja ARV adalah sebagai berikut.
Obat-obatan ARV yang beredar saat ini sebagian besar bekerja
berdasarkan siklus replikasi HIV, sementara obat-obat baru lainnya masih
dalam penelitian. Jenis obat-obat ARV mempunyai target yang berbeda pada
siklus replikasi HIV yaitu :
1. Entry (saat masuk). HIV harus masuk kedalam sel T untuk dapat memulai
kerjanya yang merusak. HIV mula-mula melekatkan diri pada sel,
kemudian menyatukan membran luarnya dengan membran luar sel. Enzim
reverse transcriptase dapat dihalangi oleh obat AZT, ddC, 3TC, dan D4T,
enzim intregrase mungkin dihalangi oleh obat yang sekarang sedang
dikembangkan, enzim protease mungkin dapat dihalangi oleh obat
Saquinavir, Ritonivir, dan Indinivir.
2. Early replication. Sifat HIV adalah mengambil alih mesin genetik sel T.
Setelah bergabung dengan sebuah sel, HIV menaburkan bahan-bahan
genetiknya kedalam sel. Disini HIV mengalami masalah dengan kode
genetiknya yang tertulis dalam bentuk yang disebut RNA, sedangkan pada
manusia kode genetik tertulis dalam DNA. Untuk mengatasi masalah ini
HIV membuat enzim reverse transcriptase (RT) yang menyalin RNA-nya
kedalam DNA. Obat Nucleose RT inhibitors (Nukes) menyebabkan
terbentuknya enzim reverse transcriptase yang cacat. Golongan non-
nucleoside RT inhibitors memiliki kemampuan untuk mengikat enzim
reverse transcriptase sehingga membuat enzim tersebut menjadi tidak
berfungsi.
3. Late replication. HIV harus menggunting sel DNA untuk kemudian
memasukkan DNAnya sendiri kedalam guntingan tersebut dan
menyambung kembali helaian
DNA tersebut. Alat penyambung itu adalah enzim intregrase maka obat
integrase inhibitors diperlukan untuk menghalangi penyambungan ini.
4. Assembly (perakitan atau penyatuan). Begitu HIV mengambil alih bahan-
bahan genetik sel, maka sel akan diatur untuk membuat berbagai potongan
sebagai bahan untuk membuat virus baru. Potongan ini harus dipotong
dalam ukuran yang benar yang dilakukan enzim protease HIV, maka pada
fase ini, obat jenis Protease inhibitors diperlukan untuk menghalangi
terjadinya penyambungan ini.

f. Jenis-Jenis ARV
Jenis-jenis Obat-obatan ARV antara lain sebagai berikut.

Obat ARV terdiri atas beberapa golongan antara lain nucleoside


reverse transcriptase inhibitors, non-nucleoside reverse transcriptase
inhibitors. Protease inhibitor dan fussion inhibitor.

1. Nucleoside atau nucleotide reverse transcriptase inhibitor (NRTI)


Obat ini dikenal sebagai analog nukleosida yang menghambat proses
perubahan RNA virus menjadi DNA (proses ini dilakukan oleh virus HIV
agar bias bereplikasi).
Contoh dari obat ARV yang termasuk dalam golongan ini :
- Nama Generik : Zidovudine
- Nama Dagang : Retrovir
- Nama lain : AZT, ZCV
2. Nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NtRTI).Yang termasuk
golongan ini adalah Tenofovir (TDF)
3. Nonnucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI). Golongan ini juga
bekerja dengan menghambat proses perubahan RNA menjadi DNA
dengan cara mengikat reverse transcriptase sehingga tidak berfungsi.Yang
termasuk golongan NNRTI adalah :
- Nama generik : Nevirapin
- Nama dagang : Viramune
- Nama lain : NVP BI-RG-587
4. Protease inhibitor (Pl, menghalangi kerja enzim protease yang berfungsi
memotong DNA yang dibentuk oleh virus dengan ukuran yang benar
untuk memproduksi virus baru, contoh obat golongan ini adalah indinavir
(IDV), ritonavir (RTV) dan amprenavir (APV).
5. Fusion inhibitor.Yang termasuk golongan ini adalah enfuvirtide (T-20).

g. Penggunaan ARV Kombinasi


Penggunaan obat ARV Kombinasi antara lain sebagai berikut.
1. Manfaat penggunaan obat dalam bentuk kombinasi adalah :
a. Memperoleh khasiat yang lebih lama untuk memperkecil kemungkinan
terjadinya resistensi.
b. Meningkatkan efektifitas dan lebih menekan aktivitas virus. Bila
timbul efek samping, bisa diganti obat lainnya dan bila virus mulai
resisten terhadap obat yang sedang digunnkan, bisa memakai
kombirasi lain.
2. Efektivitas obat ARV kombinasi :
a. ARV kombinasi lebih efektif karena mempunyai khasiat ARV yang
lebih tinggi dan menurunkan viral load lebih tinggi dibanding
penggunaan satu jenis obat saja.
b. Kemungkinan terjadinya resistensi virus kecil, akan tetapi bila pasien
lupa minum obat dapat menimbulkan terjadinya resistensi.
c. Kombinasi menyebabkan dosis masing-masing obat lebih kecil,
sehingga kemungkinan efek samping lebih kecil.

h. Yang Berhak Mendapatkan ART


Populasi target :
1. Odha tanpa gejala klinis (stadium klinis 1) dan belum pernah mendapat
terapi ARV (ARV-naïve).
2. Odha dengan gejala klinis dan belum pernah mendapat terapi ARV (ARV-
naïve).
3. Perempuan hamil dengan HIV.
4. Odha dengan Koinfeksi TB yang belum pernah mendapat terapi ARV
5. Odha dengan Koinfeksi Hepatitis B (HBV) yang belum pernah mendapat
terapi ARV.

i. Syarat Pemberian ARV


Sebelum mendapat terapi ARV pasien harus dipersiapkan secara
matang dengan konseling kepatuhan karena terapi ARV akan berlangsung
seumurhidupnya.
Untuk ODHA yang akan memulai terapi ARV dalam keadaan jumlah
CD4 di bawah 200 sel/mm3maka dianjurkan untuk memberikan
Kotrimoksasol (1x960mg sebagai pencegahan IO) 2 minggu sebelum terapi
ARV. Hal ini dimaksudkan untuk :
1. Mengkaji kepatuhan pasien untuk minum obat, dan
2. Menyingkirkan kemungkinan efek samping tumpang tindih antara
kotrimoksasol dan obat ARV, mengingat bahwa banyak obat ARV
mempunyai efek samping yang sama dengan efek samping kotrimoksasol.

j. Konseling Pengobatan ARV


Untuk mengetahui status HIV seseorang, maka klien/pasien harus
melalui tahapan konseling dan tes HIV (KT HIV). Secara global diperkirakan
setengah ODHA tidak mengetahui status HIV-nya. Sebaliknya mereka yang
tahu sering terlambat diperiksa dan karena kurangnya akses hubungan antara
konseling dan tes HIV dengan perawatan, menyebabkan pengobatan sudah
pada stadium AIDS. Keterlambatan pengobatan mengurangi kemungkinan
mendapatkan hasil yang baik dan penularan tetap tinggi.
Tujuan konseling dan tes HIV adalah harus mampu mengidentifikasi
ODHA sedini mungkin dan segera memberi akses pada layanan perawatan,
pengobatan dan pencegahan.

k. Saat Memulai Penggunaan ARV


1. Saat memulai terapi ARV
Untuk memulai terapi antiretroviral perlu dilakukan pemeriksaan
jumlah CD4 (bila tersedia) dan penentuan stadium klinis infeksi HIV-nya.
Hal tersebut adalah untuk menentukan apakah penderita sudah memenuhi
syarat terapi antiretroviral atau belum. Berikut ini adalah rekomendasi cara
memulai terapi ARV pada ODHA dewasa.
a) Tidak tersedia pemeriksaan CD4
Dalam hal tidak tersedia pemeriksaan CD4, maka penentuan mulai
terapi ARV adalah didasarkan pada penilaian klinis.
b) Tersedia pemeriksaan CD4
Rekomendasi :
1) Mulai terapi ARV pada semua pasien dengan jumlah CD4 <350
sel/mm3tanpa memandang stadiumklinisnya.
2) Terapi ARV dianjurkan pada semua pasien dengan TB aktif, ibu
hamil dan koinfeksi Hepatitis B tanpa memandang jumlah CD4.

Tabel 6. Saat memulai terapi pada ODHA dewasa


Target Stadium
Jumlah sel CD4 Rekomendasi
Populasi Klinis
ODHA dewasa Stadium klinis 1 >350 sel/mm3 Belum mulai
dan 2 terapi.
Monitor gejala
klinis dan jumlah
sel CD 4 setiap 6-
12 bulan
Stadium klinis 3 >350 sel/mm3 Mulai terapi
dan 4 Berapapun Mulai terapi
jumlah sel CD4
Pasien dengan Apapun stadium Berapapun Mulai terapi
ko-infeksi TB klinis jumlah sel CD4
Pasien dengan Apapun stadium Berapapun Mulai terapi
koinfeksi klinis jumlah sel CD4
Hepatitis B
Kronik aktif
Ibu Hamil Apapun stadium Berapapun Mulai terapi
klinis jumlah sel CD4

2. Memulai terapi ARV pada keadaan Infeksi Oportunistik (IO) yang aktif
Infeksi oportunistik dan penyakit terkait HIV lainnya yang perlu
pengobatan atau diredakan sebelum terapi ARV dapat dilihat dalam tabel di
bawah ini.

Tabel 7. Tatalaksana IO sebelum memulai terapi


Jenis Infeksi Oportunistik Rekomendasi
Progresif Multifocal ARV diberikan langsung setelah
Leukoencephalopaty, Sarkoma Kaposi, diagnosis infeksi ditegakkan
Mikrosporidiosis, CMV,
Kriptosporidiosis
Tuberkulosis, PCP Kriptokokosis, ARV diberikan setidaknya 2 minggu
MAC setelah pasien mendapatkan pengobatan
infeksi opportunistik

l. Cara Memilih Obat ARV


Cara memilih obat yang benar adalah :
1. Pertimbangan dalam memilih obat adalah hasil pemeriksaan CD4, viral
load dan kemampuan pasien mengingat penggunaan obatnya.
Pertimbangan yang baik adalah memilih obat berdasarkan jadwal kerja dan
pola hidup.
2. Kebanyakan orang lebih mudah mengingat obat yang diminum sewaktu
makan.
m. Alur Pemberian ARV

n. Efek Samping ARV


Efek samping obat adalah :
1. Efek samping jangka pendek adalah : mual. muntah. diare. sakit kepala.
lesu dan susah tidur. Efek samping ini berbeda-beda pada setiap orang,
jarang pasien mengalami semua efek samping tersebut. Efek samping
jangka pendek terjadi segera setelah minum obat dan berkurang setelah
beberapa minggu. Selama beberapa minggu penggunaan ARV,
diperbolehkan minum obat lain untuk mengurangi efek samping.
2. Efek samping jangka panjang ARV belum banyak diketahui.
3. Efek samping pada wanita :efek samping pada wanita lebih herut dari pada
pada laki-laki, salah satu cara mengatasinya adalah dengan menggunakan
dosis yang lebih kecil. Beberapa wanita melaporkan menstruasinya lebih
berat dan sakit, utau lebih panjang dari biasanya, namun ada juga wanita
yang berhenti sama sekali menstruasinya. Mekanisme ini belum diketahui
secara jelas.

o. Kepatuhan Minum Obat


Kepatuhan atau aderen terhadap terapi antiretroviral ( ART ) adalah
kunci keberhasilan pengobatan infeksi HIV, karena ART berkelanjutan
mampu menekan HIV hingga tak terdeteksi, mengurangi risiko resistensi obat,
meningkatkan kualitas dan kelangsungan hidup, meningkatkan kesehatan
secara keseluruhanserta mengurangi risiko penularan HIV. Sebaliknya,
ketidakpatuhan terhadap pengobatan merupakan penyebab utama kegagalan
terapi .
Mencapai kepatuhan terhadap ART adalah penentu penting dari hasil
jangka panjang pada pasien yang terinfeksi HIV. Untuk beberapa penyakit
kronis, sepertidiabetes atau hipertensi, regimen obat tetap efektif meskipun
pengobatan sempat dihentikan dan dilanjutkan kembali; namun dalam kasus
infeksi HIV, ketidakpatuhan terhadap ART dapat menyebabkan kehilangan
kontrol virologi, munculnya resistensi obat dan kehilangan pilihan pengobatan
lanjutan dan memerlukan biaya yang tidak sedikit karena keterbatasan ARV
lini kedua dan ketiga.
Kepatuhan dalam terapi ARV terbagi menjadi dua, yaitu patuh dan
tidak patuh. Parameter untuk nilai patuh apabila pasien mengkonsumsi obat
sebelum jadwal konsumi obat berikutnya. Jika pasien tidak mengkonsumsi
obat hingga jadwal konsumsi selanjutnya maka pasien tersebut dinyatakan
tidak patuh. Sedangkan pemantauan CD4 berupa pemantauan jumlah sel CD4
pasien.

p. Monitoring
Terapi ARV diawali dengan pencatatan data pemeriksaan klinis,
pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan kondisi pasien, dan pemeriksaan
penyakit lain yang diderita pasien HIV/AIDS. Data hasil pemeriksaaan
digunakan sebagai data pembanding untuk mengetahui perkembangan pasien
ketika menjalani terapi ARV. Selain mencatat data hasil pemeriksaan petugas
juga bertugas untuk melayani pemberian obat, mencatat jumlah CD4 pasien,
memantau kepatuhan pasien, menentukan jadwal konsumsi obat dan jadwal
pasien berkunjung untuk melakukan pemeriksaan berikutnya.
Pemantauan yang dilakukan pada terapi pengobatan ARV berupa
pemantauan jumlah CD4 dan pemantauan kepatuhan.

q. Interaksi Obat
Obat HIV dapat berinteraksi dengan obat lainnya termasuk dengan
obat HIV lainnya, obat anti kolesterol, antidepressants, obat suplemen, alcohol
dan obat obatan rekreasional seperti ekstasi atau crystal meth atau sabu sabu.
Interaksi ini bisa menyebabkan terjadi perubahan konsentrasi obat HIV
didalam tubuh kamu, bisa turun menjadi rendah dan meningkatkan resiko
terjdainya resistensi atau meningkat konsentrasinya menjadi tinggi, yang
meningkatkan resiko terjadinya efek samping dan keracunan. Kebanyakan
interaksi dari obat ini dapat diketahui oleh karena itu sangat penting sekali
memberikan informasi ke dokter tentang obat apa saja yang sedang kamu
konsumsi baik itu dengan resep dokter atau tanpa resep dokter, konsumsi
alkohol kamu dan obat obatan narkotika/party drugs yang kamu konsumsi.
Dokter hanya bisa membantu kamu jika mereka tahu apa yang kamu
konsumsi, jangan pernah malu untuk kebaikan kamu sendiri. Dokter mungkin
akan bisa membantu kamu jika kamu ada ketergantungan dengan obat obatan
seperti obat depresi atau obat obatan lainnya, tentu kuncinya adalah kamu
harus jujur.

r. Mutasi dan Resistensi


HIV biasanya menjadi resistan waktu virus tidak dikendali secara
keseluruhan oleh obat yang kita pakai. Namun, bisa jadi kita tertular dengan
HIV yang sudah resistan terhadap satu atau lebih ARV. Semakin cepat HIV
bereplikasi, semakin banyak mutan muncul. Mutasi terjadi secara tidak
sengaja. HIV tidak ‘mengetahui’ mutasi mana yang akan kebal terhadap obat.
HIV dapat menjadi resistan terhadap beberapa jenis obat akibat hanya
satu mutasi. Ini benar dengan 3TC dan obat golongan NNRTI. Dari sisi lain,
untuk mengembangkan resistansi pada beberapa obat lain, termasuk
kebanyakan obat go- longan protease inhibitor (PI), HIV harus melalui
serangkaian mutasi.
Cara terbaik untuk mencegah resistansi adalah untuk mengendalikan
HIV dengan memakai ARV yang manjur. Bila kita melupakan dosis obat,
HIV akan lebih mudah bereplikasi. Makin banyak mutan akan muncul.
Beberapa diantaranya dapat menyebabkan resis- tansi. Bila kita harus berhenti
memakai ARV apa pun, bicara dengan dokter. Kita mungkin harus berhenti
memakai satu jenis obat sebelum berhenti yang lain. Jika kita berhenti
memakai ARV dengan cara yang benar waktu virus dikendalikan,
kemungkinan kita dapat mulai memakai- nya lagi kemudian tanpa masalah.

s. Keberhasilan dan Kegagalan Terapi


Keberhasilan terapi dapat dilihat dari hal berikut.
1. Kriteria klinis (monitoring klinis)
2. Kriteri CD4
3. Kriteria viral
Kegagalan terapi dapat dilihat dari hal berikut.
1. Penemuan lambat
2. Perburukan klinis
3. Penemuan dalam enam bulan
4. Penurunan hitung CD4 tetap
5. Penemuan awal
6. Pengurangan viral load kurang dari satu log dalam dua bulan
7. Gagal untuk menyupresi viral load sampai level tak terdeteksi dalam 4-6
bulan dari permulaan terapi.
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.


Bastable. 2002. Perawat Sebagai Pendidik. Jakarta: EGC.
Kemenkes RI. 2011. Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral
Pada Orang Dewasa: Jakarta.
Kurniawati, Nursalam. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi
HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika.
Lumbanbantu. 2012. “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan
ODHA (Orang Dengan HiV/AIDS) Dalam Menjalani Terapi
Antiretroviral Di RSU. DR. Pirngadi Medan Tahun 2012”. Artikel Ilmiah
Mahasiswa 2012.
Nasronudin. 2007. Konseling, Dukungan Perawatandan Pengobatan ODHA,
Universitas Airlangga: Surabaya.
Nasronudin. 2014. Konseling, Dukungan Perawatan dan Pengobatan ODHA.
Surabaya: Universitas Airlangga.
Yuniar, Y. 2013. Faktor-Faktor Pendukung Kepatuhan Orang Dengan HIV/AIDS
(ODHA) dalam Minum Obat Antiretroviral di Kota Bandung Dan Cimahi.
Jurnal Kesehatan. Badan Litbangkes Bandung.

Anda mungkin juga menyukai