Anda di halaman 1dari 21

ASKEP PENATALAKSANAAN PASIEN ARV DAN PERAN

PERAWAT DALAM MENINGKATAN ADHERENCE

Disusun Oleh: Kelompok 4


Lutfiyatul Munawiroh (1807016)
Petra Turangga Bayu (1807023)
Selvy Irfoni K (1807028)
Sheila Pradita D (1807029)
Valentia becti W (1807030)
Vera Maifita Juliyanti (1807031)
Yusuf Azwan (1807032)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN STIKES WIDYA HUSADA

SEMARANG 2019/2020

1
A. Pengertian HIV dan AIDS
HIV (human immunodeficiency virus) adalah virus yang merusak atau
melemahkan sistem kekebalan tubuh, dengan menginfeksi dan menghancurkan sel
CD4, dan merupakan penyebab HIV.

AIDS adalah [Acquired = didapat, Immune = kekebalan tubuh, Deficiency=


menurun/berkurang, Syndrome = kumpulan gejala penyakit] kumpulan gejala
penyakit yang timbul akibat menurunnya kekebalan tubuh yang didapat.

B. Penularan HIV AIDS

menular melalui hubungan kelamin dan hubungan seks oral, atau melalui anus,
transfusi darah, penggunaan bersama jarum terkontaminasi melalui injeksi obat
dan dalam perawatan kesehatan, dan antara ibu dan bayinya selama masa hamil,
kelahiran dan masa menyusui.

C. Faktor Risiko HIV dan AIDS

Kelompok orang yang lebih berisiko terinfeksi, antara lain:

 Orang yang melakukan hubungan intim tanpa kondom, baik hubungan


sesama jenis maupun heteroseksual.
 Orang yang sering membuat tato atau melakukan tindik.
 Orang yang terkena infeksi penyakit seksual lain.
 Pengguna narkotika suntik.
 Orang yang berhubungan intim dengan pengguna narkotika suntik.

D.  Gejala HIV dan AIDS

Tahap Pertama:

 Pengidap akan mengalami nyeri mirip, seperti flu, beberapa minggu


setelah terinfeksi, selama satu hingga dua bulan.
 Dapat tidak menimbulkan gejala apapun selama beberapa tahun.
 Dapat timbul demam, nyeri tenggorokan, ruam, pembengkakan kelenjar
getah bening, diare, kelelahan, nyeri otot, dan sendi.

Tahap Kedua:

 Umumnya, tidak menimbulkan gejala lebih lanjut selama bertahun-tahun.


 Virus terus menyebar dan merusak sistem kekebalan tubuh.
 Penularan infeksi sudah bisa dilakukan pengidap kepada orang lain.
 Berlangsung hingga 10 tahun atau lebih.

2
Tahap Ketiga:

 Daya tahan pengidap rentan, sehingga mudah sakit, dan akan berlanjut
menjadi AIDS.
 Demam terus-menerus lebih dari sepuluh hari.
 Merasa lelah setiap saat.
 Sulit bernapas.
 Diare yang berat dan dalam jangka waktu yang lama.
 Terjadi infeksi jamur pada tenggorokan, mulut, dan vagina.
 Timbul bintik ungu pada kulit yang tidak akan hilang.
 Hilang nafsu makan, sehingga berat badan turun drastis. 

E. Diagnosis HIV dan AIDS

Tes HIV harus dilakukan untuk memastikan seseorang mengidap HIV atau tidak.
Pemeriksaan yang dilakukan sebagai langkah diagnosis adalah dengan mengambil
sampel darah atau urine pengidap untuk diteliti di laboratorium. Jenis
pemeriksaan untuk mendeteksi HIV, antara lain:

 Tes antibodi. Tes ini bertujuan mendeteksi antibodi yang dihasilkan tubuh


untuk melawan infeksi HIV. Meski akurat, perlu waktu 3-12 minggu agar
jumlah antibodi dalam tubuh cukup tinggi untuk terdeteksi saat
pemeriksaan.
 Tes antigen. Tes antigen bertujuan mendeteksi protein yang menjadi
bagian dari virus HIV, yaitu p24. Tes antigen tersebut dapat dilakukan 2-6
minggu setelah pengidap yang dicurigai terinfeksi HIV.

Jika skrining menunjukkan pengidap terinfeksi HIV (HIV positif), pengidap perlu
menjalani tes selanjutnya, untuk memastikan hasil skrining, membantu dokter
mengetahui tahap infeksi yang diderita, serta menentukan metode pengobatan
yang tepat. Tes ini dilakukan dengan mengambil sampel darah pengidap, untuk
selanjutnya diteliti di laboratorium. Antara lain :

 Hitung sel CD4. CD4 adalah bagian dari sel darah putih yang dihancurkan
oleh HIV. Jumlah CD4 normal berada dalam rentang 500–1400 sel per
milimeter kubik darah. AIDS terjadi jika hasil hitung sel CD4 di bawah
200 sel per milimeter kubik darah.
 Pemeriksaan viral load (HIV RNA). Bertujuan untuk menghitung RNA,
bagian dari virus HIV yang berfungsi menggandakan diri. Jumlah RNA
yang lebih dari 100.000 kopi per mililiter darah, menandakan infeksi HIV
baru saja terjadi atau tidak tertangani. Sedangkan jumlah RNA yang
berada di bawah 10.000 kopi per mililiter darah, menunjukan
perkembangan virus yang tidak terlalu cepat, tetapi kerusakan pada sistem
kekebalan tubuh tetap terjadi.
 Tes resitensi (kekebalan) dilakukan untuk menentukan obat anti HIV
jenis apa yang tepat bagi pengidap. Hal ini dikarenakan beberapa pengidap
memiliki resistensi terhadap obat tertentu. 

3
F. Pengobatan HIV dan AIDS

Meskipun sampai saat ini belum ada obat untuk menyembuhkan HIV, tetapi ada
jenis obat yang dapat memperlambat perkembangan virus. Jenis obat ini disebut
antiretroviral (ARV). ARV bekerja dengan menghilangkan unsur yang dibutuhkan
virus HIV untuk menggandakan diri dan mencegah virus HIV menghancurkan sel
CD4. Jenis obat ARV memiliki berbagai varian, antara lain Etravirine, Efavirenz,
Lamivudin, Zidovudin, dan juga Nevirapine.

Selama mengonsumsi obat antiretroviral, dokter akan memonitor jumlah virus dan
sel CD4 untuk menilai respons pengidap terhadap pengobatan. Hitung sel CD4
akan dilakukan tiap 3–6 bulan. Sedangkan pemeriksaan HIV RNA, dilakukan
sejak awal pengobatan, lalu dilanjutkan tiap 3–4 bulan selama masa pengobatan.

Agar perkembangan virus dapat dikendalikan, pengidap harus segera


mengonsumsi ARV begitu didiagnosis mengidap HIV. Risiko pengidap HIV
untuk terserang AIDS akan semakin besar jika pengobatan ditunda, karena virus
akan semakin merusak sistem kekebalan tubuh. Selain itu, penting bagi pengidap
untuk mengonsumsi ARV sesuai petunjuk dokter. Konsumsi obat yang terlewat
hanya akan membuat virus HIV berkembang lebih cepat dan memperburuk
kondisi pengidap.

Segera minum obat jika jadwal konsumsi obat pengidap dan tetap ikuti jadwal
berikutnya. Namun jika dosis yang terlewat cukup banyak, segera bicarakan
dengan dokter. Kondisi pengidap juga memengaruhi resep atau dosis yang sesuai.
Dokter juga dapat menggantinya sesuai dengan kondisi pengidap. Selain itu,
pengidap juga boleh untuk mengonsumsi lebih dari 1 obat ARV dalam sehari.

G. Pencegahan HIV dan AIDS

Terdapat berbagai upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah penularan HIV dan
AIDS, antara lain:

 Gunakan kondom yang baru setiap berhubungan intim, baik hubungan


intim vaginal maupun anal.
 Hindari berhubungan intim dengan lebih dari satu pasangan.
 Bersikap jujur kepada pasangan jika mengidap positif HIV, agar pasangan
juga menjalani tes HIV.
 Diskusikan dengan dokter jika didiagnosis positif HIV saat hamil,
mengenai penanganan selanjutnya, dan perencanaan persalinan, untuk
mencegah penularan dari ibu ke janin.
 Bersunat untuk mengurangi risiko infeksi HIV.
 Jika menduga baru saja terinfeksi atau tertular virus HIV, seperti setelah
melakukan hubungan intim dengan pengidap HIV, maka harus segera ke
dokter. Agar bisa mendapatkan obat post-exposure prophylaxis (PEP)
yang dikonsumsi selama 28 hari dan terdiri dari 3 obat antiretroviral.

H. Penatalaksaan Pasien ARV

4
HIV menyebabkan terjadinya penurunan kekebalan tubuh sehingga pasien
rentan terhadap serangan infeksi oportunistik. Antiretroviral (ARV) bisa diberikan
pada pasien untuk menghentikana aktivitas virus, memulihkan sitem imun dan
mengurangi terjadinya infeksi oportunistik, memperbaiki kualitas hidup, dan
menurunkan kecacatan. ARV tidak menyembuhkan pasien HIV, namun bisa
memperbaiki kualitas hidup dan memperpanjang usia harapan hidup penderita
HIV/AIDS. Obat ARV terdiri atas golongan seperti nukleoside reverse
transcripetase inhibitor, non-nucleotide reverse transciptase inhibitor dan protease.

1. Tujuan pemberian ARV


ARV diberikan pada pasien HIV/AIDS dengan tujuan untuk :
a. Menghentikan replikasi HIV.
b. Memulihkan sistem imun dan mengurangi terjadi infeksi oportunistik.
c. Memperbaiki kualitas hidup.
d. Menurunkan morbiditas dan mortalitas karena infeksi HIV.
2. Jenis obat-obatan ARV
Obat ARV terdiri atas beberapa golongan antara lain nucleoside reverse
transcriptase inhibitor, non- nucleoside reverse transcriptase inhibitor, protease
inhibitor dan fussion inhibitor.
a. Nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NRTI)
Obat ini dikenal sebagai analog nukleosida yang menghambat proses
perubahan RNA virus menjadi DNA (proses ini dikenal oleh virus HIV
agar bisa bereplikasi. Contoh dari obat ARV yang termasuk dalam
golongan ini terdapat pada tabel di bawah ini.

Nama Generik Nama Dagang Nama Lain


Zidovudine Retrovir AZT,ZCV
Didanosine Videx ddi
Zalzitabine Hivid ddC,
dideokxycytidine
Stavudine Zerit d4t
Lamivudine Epivir 3TC
Zidovudine/lamivudine Combivir Kombinasi AZT dan
3TC
Abacavir Ziagen ABC
Zidovu dine/lamivudine/abacavir Trizivir Kombinasi AZT, 3TC

5
dan abacavir
Tenofavir viread Bis-poc PMPA

b. Nucleotide reverse transcriptase inhibitor (NtRTI), yang termasuk golongan


ini adalah tenofovir (TDF).
c. non- nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI). Golongan ini juga
bekerja dengan menghambat proses perubahan RNA menajdi DNA dengan
cara mengikat reverse transcriptase sehingga tidak berfungsi.
d. Protease inhibitor (PI, menghalangi kerja enzim protesa yang berfungsi
memotong DNA yang dibentuk oleh virus dengan ukuran yang benar untuk
memproduksi virus baru, contoh obat golongan ini adalah indinavir (APV),
dan nelvinavir (NFV), squinavir (SQV), ritonavir (RTV), amprenavir
(APV) dan loponavir/ritonavir (LPV/r).
e. Fusion inhibitor. Yang termasuk golongan ini adalah enfuvirtide (T-20).
3. Efek samping ARV
Pasien yang sedang mendapatkan HAART umumnya menderita efek samping.
Sebagai akibatnya, pengobatan infeksi HIV dan risiko toksisitas yang
kompleks antara menyeimbangkan keuntungan supresi HIV dan risiko
toksisitas obat. Sekitar 25% penderita tidak meminum dosis yang dianjurkan
karena takut akan efek samping yang ditimbulkan oleh ARV (Arminio
Monforte, Chesney, Eron, 2000, dan Ammassari, 2001 dalam kapser et al,
2006). Obat-obat ARV mempunyai efek samping tertentu seperti

6
4. Asuhan keperawatan pada pasien ARV
a. Pengkajian
1) Identitas Pasien
Meliputi nama lengkap, umur, jenis kelamin, agama, suku/bangsa,
alamat, no regestrasi dan diagnosa medis.
2) Status Kesehatan
a) Alasan MRS
b) Keluhan Utama :
Pasien mengeluhkan badan terasa lemas, sakit kepala, susah tidur,
diare dll.
c) Riwayat Kesehatan Sekarang
d) Riwayat Kesehatan Dahulu
e) Riwayat Penyakit Keluarga
3) Pemeriksaan fisik
a) Inspeksi
b) Palpasi
c) Perkusi
d) Aukultasi

7
4) Aktivitas / istirahat
Mengatakan susah tidur (pola tidur terganggu).
5) Gejala: Mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya,
progresi kelelahan / malaise, Perubahan pola tidur
6) Psikososial
Takut menghadapi kematian karena penyakitnya.
b. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
Berikut adalah diagnosa keperawatan yang didapatkan berdasarkan
efek samping dari pemberian ARV sebagai berikut :
1) Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif
(diare)
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
Kekurangan volume  Keseimbangan  Pantau warna, jumlah
cairan elektrolit dan asam dan frekuensi
basa; keseimbangan kehilangan cairan
Definisi : Kekurangan
elektrolit dan non  Observasi khususnya
jumlah cairan yang elektrolit dalam terhadap kehilangan
ada di dalam tubuh kompartemen cairan yang tinggi
intrasel dan ekstrasel elektrolit
tubuh  Pantau perdarahan
Batasan Karakteristik :  Hidrasi;  Identifikasi factor
keadekuatan cairan pengaruh terhadap
Subjektif:  Haus
yang adekuat dalam bertambah buruknya
kompartemen dehidrasi
Objektif
 Perubahan status intrasel dan ekstrasel  Kaji adanya vertigo
mental tubuh atau hipotensi
 Penurunan turgor  Status nutrisi: postural
kulit dan lidah asupan makanan dan  Kaji orientasi
 Penurunan haluaran cairan; jumlah terhadap orang,
urin makanan dan cairan tempat dan waktu
 Penurunan
yang masuk kedalam  Pantau status hidrasi
pengisian vena
 Kulit dan tubuh selama periode  Timbang berat badan
membrane mukosa 24 jam  setiap hari dan pantau
kering kecenderungannya
 Kematokrit  Pertaruhkan
meningkat keakuratan catatan
 Suhu tubuh
asupan dan haluaran
meningkat

8
 Peningkatan
frekuensi nadi,
penurunan TD,
penurunan volume
dan tekanan nadi
 Konsentrasi urin
meningkat
 Penurunan berat
badan yang tiba-
tiba
 Kelemahan

2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan


tubuh b.d mual muntah
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
Ketidakseimbangan  Selera makan;  Tentukan
nutrisi kurang dari keinginan untuk motivasi pasien untuk
kebutuhan tubuh makan ketika dalam mengubah kebiasaan
keadaan sakit atau makan
Batasan karakteristik : sedang menjalani  Pantau nilai
 Berat badan pengubatan laboratotium,
kurang dari 20%  Perawatan diri: khususnya transferin,
atau lebih dibawah makan; kemampuan albumin, dan
berat badan ideal untuk elektrolit
untuk tinggi badan mempersiapkan dan  Manajemen
dan rangka tubuh mengingesti nutrisi:
 Kehilangan makanan dan cairan  Ketahui makanan
berat baan dengan secara mandiri kesukaan pasien
asupan makanan dengan atau tanpa  Tentukan
yang adekuat alat bantu kemampuan pasien
 Melaporkan  Berat badan: masa untuk memenuhi
kurangnya makanan tubuh; tingkat kebutuhan nutrisi
 Diare atau steatore kesesuaian berat  Pantau
badan, otot, dan kandungan nutrisi dan
lemak dengan kalori pada catatan

9
tinggi badan, asupan
rangka tubuh, jenis  Timbang pasien
kelamin dan usia. pada interval yang
tepat

3) Gangguan pola tidur berhubungan dengan efek


samping obat

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Intervensi


Kriteria Hasil
Gangguan pola tidur NOC NIC
Definisi : Gangguan  Anxiety Sleep Enhancement
kualitas dan kuantitas reduction  Determinasi efek-efek
waktu tidur akibat faktor  Comfort level medikasi terhadap pola
eksternal  Pain level tidur
 Rest : Extent and  Jelaskan pentingnya
Batasan Karakteristik : Pattern tidur yang adekuat
 Perubahan pola  Sleep : Extent an  Fasilitas untuk
tidur normal Pattern mempertahankan
 Penurunan Kriteria Hasil : aktivitas sebelum tidur
kemampuan  Jumlah jam tidur (membaca)
berfungsi dalam batas  Ciptakan lingkungan
 Ketidakpuasan tidur normal 6-8 yang nyaman
 Menyatakan sering jam/hari  Kolaborasikan
terjaga  Pola tidur, pemberian obat tidur
 Meyatakan tidak kualitas dalam  Diskusikan dengan
mengalami kesulitan batas normal pasien dan keluarga
tidur  Perasaan segar tentang teknik tidur
 Menyatakan tidak sesudah tidur pasien
merasa cukup atau istirahat  Instruksikan untuk
istirahat  Mampu memonitor tidur pasien
Faktor Yang mengidentifikasi  Monitor waktu makan
Berhubungan : kan hal-hal yang dan minum dengan
 Kelembaban meningkatkan waktu tidur
lingkungan sekitar tidur  Monitor/catat
 Suhu lingkungan kebutuhan tidur pasien
sekitar setiap hari dan jam
 Tanggung jawab
memberi asuhan

10
 Perubahan
pejanan terhadap
cahaya gelap
 Gangguan(mis.,u
ntuk tujuan
terapeutik,
pemantauan,
pemeriksaan
laboratorium)
 Kurang kontrol
tidur
 Kurang privasi,
Pencahayaan

4) Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Keperawatan Hasil
Ansietas  Klien mampu  Gunakan pendekatan
berhubungan dengan mengindentifikasi yang menenangkan.
ancaman kematian dan  Beritahu pada pasien
mengungkapkan segala sesuatu yang
gejala cemas membuat pasien
 Menunjukkan cemas
teknik untuk  Jelaskan prosedur
mengontrol cemas kegiatan semua
 TTV dalm batas  Bantu pasien untuk
normal mengenal situasi yang
 Postur tubuh, menimbulkan cemas.
mimik dan tingkat  Ajarkan nafas dalam
aktivitas pada pasien untuk
menunjukkan mengurangi cemas
cemas berkurang. dan membuat lebih
relaksasi

11
A. Peran perawat dalam meningkatkan adherence
Peran perawat merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain
terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam system, dimana dapat
dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi perawatn maupun dari luar
profesi keperawatan yang bersifat konstan.
Adherence atau patuh adalah kepatuhan pasien sebagai sejauh mana perilaku
pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesiaonal kesehatan
(Niven, N, 2002). Kepatuhan atau adherence pada terapi adalah sesuatu keadaan
dimana pasien mematuhi pengobatannya atas dasar kesadaran sendiri, bukan
hanya karena mematuhi perintah dokter. Hal ini penting karena diharapkan akan
lebih meningkatkan tingkat kepatuhan minum obat. Adherence atau kepatuhan
harus selalu dipantau dan dievaluasi secara teratur pada setiap kunjungan.
Kegagalan terapi ARV sering diakibatkan oleh ketidak-patuhan pasien
mengkonsumsi ARV.
Untuk mencapai supresi virologis yang baik diperlukan tingkat kepatuhan
terapi ARV yang sangat tinggi. Penelitian menunjukkan bahwa untuk mencapai
tingkat supresi virus yang optimal, setidaknya 95% dari semua dosis tidak boleh
terlupakan. Resiko kegagalan terapi timbul jika pasien sering lupa minum obat.
Kerjasama yang baik antara tenaga kesehatan dengan pasien serta komunikasi dan
suasana pengobatan yang konstruktif akan membantu pasien untuk patuh minum
obat.
Kepatuhan adalah istilah yang digunakan utnuk menggambarkan perilaku
pasien dalam minum obat secara benar tentang dosis, frekuensi dan waktunya.
Supaya patuh, pasien dilibatkan dalam memutuskan apakah minum obat atau
tidak. Kepatuhan ini amat penting dalam penatalaksaan ART, karena:
a. Bila obat tidak mencapai konsentrasi optimal dalam darah maka akan
memungkinkan berkembangnya resistensi.
b. Minum dosis obat tepat waktu dan meminumnya secara benar.

12
c. Derajat kepatuhan sangat berkolerasi dengan keberhasilan dalam
mempertahankan supresi virus.

Terdapat kolerasi positif antara kepatuhan dengan keberhasilan, dan


HAART sangat efektif bila diminum sesuai aturan. Hal ini berkaitan dengan.

a. Resistensi obat. Semua obat antiretroviral diberikan dalam bentuk


kombinasi, di samping meningkatkan efektivitas juga penting dalam
mencegah resistensi. Kepatuhan terhadap aturan pemakaian obat juga
sangat membantu mencegah terjadinya resitensi. Virus yang resisten
terhadap obat akan berkembang cepat dan berakibat bertambah buruknya
perjalanan penyakit.
b. Menekan virus secara terus menerus. Obat-obatan ARV harus diminum
seumur hidup secara teratur, berkelanjutan, dan tepat waktu. Cara terbaik
untuk menekan virus secara terus menerus adalah dengan meminum obat
secara tepat waktu dan mengikuti petunjuk minum obat dengan benar serta
di anjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi.
c. Kiat penting untuk mengingat minum obat.
1) Minumlah obat pada waktu yang sama setiap hari.
2) Harus selalu tersedia obat di mana pun biasanya penderita berada,
misalnya dikantor, di rumah, dan lain-lain.
3) Bawa obat kemanapun pergi.
4) Gunakan alarm untuk mengingatkan waktu minum obat.

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi atau faktor prediksi


kepatuhan:
Fasilitas layanan kesehatan. Sistem layanan yang berbelit,
sistem pembiayaan kesehatan yang mahal, tidak jelas dan birokratik
adalah penghambat yang berperan sangat signifikan terhadap
kepatuhan, karena hal tersebut menyebabkan pasien tidak dapat
mengakses layanan kesehatan dengan mudah. Termasuk
diantaranya ruangan yang nyaman, jaminan kerahasiaan dan

13
penjadwalan yang baik, petugas yang ramah dan membantu pasien.
a. Karakteristik Pasien. Meliputi faktor sosiodemografi (umur, jenis
kelamin, ras / etnis, penghasilan, pendidikan, buta/melek huruf,
asuransi kesehatan, dan asal kelompok dalam masyarakat misal waria
atau pekerja seks komersial) dan faktor psikososial (kesehatan jiwa,
penggunaan napza, lingkungan dan dukungan sosial, pengetahuan dan
perilaku terhadap HIV dan terapinya).
b. Paduan terapi ARV. Meliputi jenis obat yang digunakan dalam
paduan, bentuk paduan (FDC atau bukan FDC), jumlah pil yang harus
diminum, kompleksnya paduan (frekuensi minum dan pengaruh
dengan makanan), karakteristik obat dan efek samping dan mudah
tidaknya akses untuk mendapatkan ARV.
c. Karakteristik penyakit penyerta. Meliputi stadium klinis dan lamanya
sejak terdiagnosis HIV, jenis infeksi oportunistik penyerta, dan gejala
yang berhubungan dengan HIV. Adanya infeksi oportunistik atau
penyakit lain menyebabkan penambahan jumlah obat yang harus
diminum.
d. Hubungan pasien-tenaga kesehatan. Karakteristik hubungan pasien-
tenaga kesehatan yang dapat mempengaruhi kepatuhan meliputi:
kepuasan dan kepercayaan pasien terhadap tenaga kesehatan dan staf
klinik, pandangan pasien terhadap kompetensi tenaga kesehatan,
komunikasi yang melibatkan pasien dalam proses penentuan
keputusan, nada afeksi dari hubungan tersebut (hangat, terbuka,
kooperatif, dll) dan kesesuaian kemampuan dan kapasitas tempat
layanan dengan kebutuhan pasien
Sebelum memulai terapi, pasien harus memahami program
terapi ARV beserta konsekuensinya. Proses pemberian informasi,
konseling dan dukungan kepatuhan harus dilakukan oleh petugas
(konselor dan/atau pendukung sebaya/ODHA). Tiga langkah yang
harus dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan antara lain:
Langkah 1: Memberikan informasi
Klien diberi informasi dasar tentang pengobatan ARV, rencana

14
terapi, kemungkinan timbulnya efek samping dan konsekuensi
ketidakpatuhan. Perlu diberikan informasi yang mengutamakan aspek
positif dari pengobatan sehingga dapat membangkitkan komitmen
kepatuhan berobat

Langkah 2: Konseling perorangan


Petugas kesehatan perlu membantu klien untuk mengeksplorasi
kesiapan pengobatannya. Sebagian klien sudah jenuh dengan beban
keluarga atau rumah tangga, pekerjaan dan tidak dapat menjamin
kepatuhan berobat.
Sebagian klien tidak siap untuk membuka status nya kepada
orang lain. Hal ini sering mengganggu kepatuhan minum ARV,
sehingga sering menjadi hambatan dalam menjaga kepatuhan. Ketidak
siapan pasien bukan merupakan dasar untuk tidak memberikan ARV,
untuk itu klien perlu didukung agar mampu menghadapi kenyataan dan
menentukan siapa yang perlu mengetahui statusnya.
Langkah 3: Mencari penyelesaian masalah praktis dan membuat
rencana terapi.
Setelah memahami keadaan dan masalah klien, perlu dilanjutkan
dengan diskusi untuk mencari penyelesaian masalah tersebut secara
bersama dan membuat perencanaan praktis. Hal-hal praktis yang perlu
didiskusikan antara lain:
1) Di mana obat ARV akan disimpan?
2) Pada jam berapa akan diminum?
3) Siapa yang akan mengingatkan setiap hari untuk minum obat?
4) Apa yang akan diperbuat bila terjadi penyimpangan kebiasaan
sehari-hari?
Harus direncanakan mekanisme untuk mengingatkan klien
berkunjung dan mengambil obat secara teratur sesuai dengan kondisi
pasien.
Perlu dibangun hubungan yang saling percaya antara klien dan
petugas kesehatan. Perjanjian berkala dan kunjungan ulang menjadi

15
kunci kesinambungan perawatan dan pengobatan pasien. Sikap petugas
yang mendukung dan peduli, tidak mengadili dan menyalahkan pasien,
akan mendorong klien untuk bersikap jujur tentang kepatuhan makan
obatnya.
2. Kesiapan Pasien Sebelum Memulai Terapi ARV
Menelaah kesiapan pasien untuk terapi ARV. Mempersiapan pasien
untuk memulai terapi ARV dapat dilakukan dengan cara:
a. Mengutamakan manfaat minum obat daripada membuat pasien
takut minum obat dengan semua kemunginan efek samping dan
kegagalan pengobatan.
b. Membantu pasien agar mampu memenuhi janji berkunjung ke klinik
c. Mampu minum obat profilaksis IO secara teratur dan tidak terlewatkan
d. Mampu menyelesaikan terapi TB dengan sempurna.
e. Mengingatkan pasien bahwa terapi harus dijalani seumur hidupnya.
f. Jelaskan bahwa waktu makan obat adalah sangat penting, yaitu
kalau dikatakan dua kali sehari berarti harus ditelan setiap 12
jam.
g. Membantu pasien mengenai cara minum obat dengan menyesuaikan
kondisi pasien baik kultur, ekonomi, kebiasaan hidup (contohnya
jika perlu disertai dengan banyak minum wajib menanyakan sumber
air, dll).
h. Membantu pasien mengerti efek samping dari setiap obat tanpa
membuat pasien takut terhadap pasien, ingatkan bahwa semua
obatmempunyai efek samping untuk menetralkan ketakutan terhadap
ARV.
i. Tekankan bahwa meskipun sudah menjalani terapi ARV harus tetap
menggunakan kondom ketika melakukan aktifitas seksual atau
menggunakan alat suntik steril bagi para penasun.
k. Sampaikan bahwa obat tradisional (herbal) dapat berinteraksi dengan
obat ARV yang diminumnya. Pasien perlu diingatkan untuk
komunikasi dengan dokter untuk diskusi dengan dokter tentang obat-
obat yang boleh terus dikonsumsi dan tidak.

16
l. Menanyakan cara yang terbaik untuk menghubungi pasien agar dapat
memenuhi janji/jadwal berkunjung.
m. Membantu pasien dalam menemukan solusi penyebab ketidak
patuhan tanpa menyalahkan pasien atau memarahi pasien jika lupa
minum obat.
n. Mengevaluasi sistem internal rumah sakit dan etika petugas dan
aspek lain diluar pasien sebagai bagian dari prosedur tetap untuk
evaluasi ketidak patuhan pasien.

3. Unsur Konseling untuk Kepatuhan Berobat


a. Membina hubungan saling percaya dengan pasien
b. Memberikan informasi yang benar dan mengutamakan manfaat
postif dari ARV
c. Mendorong keterlibatan kelompok dukungan sebaya dan membantu
menemukan seseorang sebagai pendukung berobat
d. Mengembangkan rencana terapi secara individual yang sesuai
dengan gaya hidup sehari-hari pasien dan temukan cara yang dapat
digunakan sebagai pengingat minum obat
e. Paduan obat ARV harus disederhanakan untuk mengurangi jumlah
pil yang harus diminum dan frekuensinya (dosis sekali sehari atau
dua kali sehari), dan meminimalkan efek samping obat.
f. Penyelesaian masalah kepatuhan yang tidak optimum adalah
tergantung dari faktor penyebabnya.
Kepatuhan dapat dinilai dari laporan pasien sendiri, dengan
menghitung sisa obat yang ada dan laporan dari keluarga atau
pendamping yang membantu pengobatan. Konseling kepatuhan
dilakukan pada setiap kunjungan dan dilakukan secara terus menerus
dan berulang kali dan perlu dilakukan tanpa membuat pasien merasa
bosan.
4. Monitoring
Selain adanya kesadaran pasien untuk mematuhi peraturan ART,
doperlukan juga adanya monitoring yang dilakukan oleh pihak yang

17
berwenag (perawat, konselor dan dokter) atau pihak yang berhubungan
dnegan ODHA lainnya. Upaya monitoring terdiri atas :
a. Monitoring berkala. Monitoring ini terbagi menjadi tiga jenis yaitu :
1) Monitoring kepatuhan (adherence) yang harus didiskusikan pada
setiap kunjungan.
2) Monitoring efek samping ART, yang terdiri atas pertanyaan
langsung, pemeriksaan klinis dan tes laboratorium.
3) Monitoring keberhasilan ART. Monitoring ini berupa indikastor
klinis, misalnya berat badan yang meningkat, jumlah CD4 dan
viral load.
b. Monitoring klinis. Monitoring klinis dilakukan agar didapatkan
riwayat penyakit yang jelas dan dilakukan pemeriksaan klinis yang
teratur. Berikut ini adalah kegiatan yang dilakukan setiap kali
dilakukannya pemeriksaan klinis.
1) Follow up pertama setelah satu atau dua minggu. Lebih awal jika
terjadi efek samping.
2) Kunjungan bulanan sesudahnya, atau lebih bila doperlukan.
3) Tiap kunjungan tanyakan tentang gejal, kepatuhan, maslah yang
berhubungan dnegan HIV dan non HIV, dan kualitas hidup.
4) Pemeriksaan, berat badan, dan suhu.
c. Pemeriksaan laboratorium dasar
1) Hitung darah dan hitung jenis (Hb, leukosit, dan TLC-total
limfosit count tiap 3 bulan dan pada awlah pemakaian ARV).
2) SGOT dan SGPT.
3) Hitung CD4, dilakukan pada awal terapi dan tiap 6 bulan.
d. Monitoring efektivitas
ARV dinilai efektif bila :
1) Menurunnya/menghilangnya gejala.
2) Meningkatkan berat badan.
3) Menurunnya lesi kaposi.
4) Meningkatkan TLC.
5) Meningkatnya hitungan CD4.

18
6) Supresi VL yang bertahan lama.

Penutup

A. Kesimpulan

Antiretroviral (ARV) adalah obat yang diberikan untuk pasien HIV/AIDS


dengan tujuan menghentikana aktivitas virus, memulihkan sitem imun dan
mengurangi terjadinya infeksi oportunistik, memperbaiki kualitas hidup, dan
menurunkan kecacatan. ARV tidak menyembuhkan pasien HIV, namun bisa
memperbaiki kualitas hidup dan memperpanjang usia harapan hidup penderita
HIV/AIDS. Peran perawat dalam menigkatkan kepatuhan minum obat pasien
sangat penting yaitu dengan cara memberikan informasi seputar pengobatan
ARV, konseling perorangan untuk mengeksplorasi kesiapan pengobatan pasien
dan membuat rencana terapi pasien.

B. Saran

Perawat dalam melakukan asuhan keperawatan dan tindakan keperawatan


kepada pasien dengan HIV harus berhati-hati dan sesuai dengan SOP agar
keamanan pasien dan keamanan perawat terjaga. Selain masalah fisiologis pada
pasien, perawat juga harus mampu melakukan asuhan keperawatan terhadap
masalah psikologis dan social dari pasien. Oleh sebab itu, perlu di bangun
hubungan saling percaya antara klien dan petugas kesehatan. Kunjungan ulang
menjadi kunci kesinambungan perawatan dan pengobatan pasien.

19
Daftar pustaka

Arif Mansjoer. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapiuus.


DEPKES RI (2011). Pedoman nasional Tatalaksana klinis infeksi HIV dan
teravi antirotroviral. Kemetrian kesehatan republik indonesia.
DEPKES RI. 2003. Pedoman nasional perawatan, dukungan, dan pengobatan
bagi ODHA. Buku pedoman untuk petugas kesehatan dan petugas
lainnya. Jakarta: Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular
dan Penyehatan lingkungan Depkes RI.
IMAI. 2003. Perawatan kronis HIV dan pengobatan ARV. Surabaya; Integrated
Management of Adolescent and Adult ilness, WHO, Unair, RsU Dr.
Soetomo Surabaya.
Nurarif, Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA. Media Action Publishing: Yogyakarta
Nursalam, dkk. 2008. Asuhan keperawatan Pada Pasien Terinfeksi
HIV/AIDSJakarta : Salemba Medika
Stewart G. 1997, Managing HIV. Sydney: MJA Published.
Nurarif, Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA. Media Action Publishing: Yogyakarta

20
PERTANYAAN:

1. Bagaimana cara kita sebagai perawat dalam meningkatkan kepatuhan


pasien dalam meminum obat ARV, jelaskan?
2. Jelaskan apa yang akan terjadi apabila pasien tidak mematuhi dalam
meminum obat ARV?
3. Sebutkan 3 macam jenis obat ARV dengan golongan (NRTI) beserta efek
sampingnya?
4. Jelaskan cara kerja obat dari terapi ARV yang diberikan pada pasien
HIV/AIDS?
5. Jelaskan mengapa perawat harus memonitoring pemberian ARV?
6. Sebutkan 3 macam hal yang perlu dimonitoring dalam pemberian ARV?
7. Sebutkan tujuan dari pemberian obat ARV?

21

Anda mungkin juga menyukai