Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan sekumpulan gejalad a n
i n f e k s i ya n g t i m b u l k a r e n a r u s a k n ya sistem kekebalan tubuh manusia
akibat i n f e k s i Human Immunodeficiency Virus (HIV) . P e n y a k i t i n f e k s i
H I V d a n A I D S hingga kini masih merupakan masalah global karena penderita
penyakit ini dari tahunke tahun makin meningkat dan sampai saat ini HIV/AIDS belum
ada vaksin maupun obat untuk benar-benar dapat menyembuhkan penyakit ini.
Di Indonesia penderita HIV/AIDS terus meningkat danadampa
k y a n g ditimbulkan dari HIV/AIDS ini juga semakin memprihatinkankarena
sindrom initelah menyebabkan angka kesakitan dan kematian yang sangat
tinggi diantara usia produktif. Masalah yang timbul juga sangat kompleks bukan saja
di bidangkesehatan,tetapi juga ekonomi, sosial dan lain-lain.
HIV menyebabkan terjadinya penurunan kekebalan tubuh sehingga pasien rentan
terhadap serangan infeksi oportunistik. Antiretroviral (ARV) bisa diberikan pada pasien
untuk menghentikana aktivitas virus, memulihkan sitem imun dan mengurangi terjadinya
infeksi oportunistik, memperbaiki kualitas hidup, dan menurunkan kecacatan.
Kewaspadaan Universal (Universal Precaution) adalah kewaspadaan terhadap darah dan
cairan tubuh yang tidak membedakan perlakuan terhadap setiap pasien, dan tidak
tergantung pada diagnosis penyakitnya.
Untuk membantu perubahan perilaku sehingga risiko tertular HIV menurun, pemerintah
pun membuka sebuah layanan yang disebut Voluntary Counseling and Testing (VCT).
Layanan yang merupakan gabungan dari proses konseling dan tes HIV.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan ARV
2. Apa yang dimaksud dengan kewaspadaan universal precaution

1
3. Apa yang dimaksud dengan VCT dan dasar-dasar konseling bagi pasien dengan
HIV/AIDS.

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa itu ARV
2. Untuk mengetahui apa itu kewaspadaan universal precaution
3. Untuk mengetahui VCT dan dasar-dasar konseling

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. ASKEP PENATALAKSAAN PASIE ARV ,TERMASUK PERAN PERAWAT


DALAM MENINGKATKAN ADHERENCE
HIV menyebabkan terjadinya penurunan kekebalan tubuh sehingga pasien rentan
terhadap serangan infeksi oportunistik. Antiretroviral (ARV) bisa diberikan pada pasien
untuk menghentikana aktivitas virus, memulihkan sitem imun dan mengurangi terjadinya
infeksi oportunistik, memperbaiki kualitas hidup, dan menurunkan kecacatan. ARV tidak
menyembuhkan pasien HIV, namun bisa memperbaiki kualitas hidup dan
memperpanjang usia harapan hidup penderita HIV/AIDS. Obat ARV terdiri atas
golongan seperti nukleoside reverse transcripetase inhibitor, non-nucleotide reverse
transciptase inhibitor dan protease.
ARV merupakan obat yg digunakan pasien dgn tes HIV positif . Terapiantiretroviral
(ART) berarti mengobati infeksi HIV dengan beberapa obat. Karena HIVadalah
retrovirus, obat ini biasa disebut sebagai obat antiretroviral (ARV).
ARV tidak membunuh virus itu. Namun, ART dapat melambatkan pertumbuhan virus.
Waktupertumbuhan virus dilambatkan, begitu juga penyakit HIV.

1. Tujuan pemberian ARV


ARV diberikan pada pasien HIV/AIDS dengan tujuan untuk :

 Menghentikan replikasi HIV.


 Memulihkan sistem imun dan mengurangi terjadi infeksi oportunistik.
 Memperbaiki kualitas hidup.
 Menurunkan morbiditas dan mortalitas karena infeksi HIV.

2. Jenis-jenis obat ARV


Obat-obatan antiretroviral yang sering digunakan untuk mengobati HIV adalah:

3
 Nucleoside / nucleotide reverse transcriptase inhibitor (NRTIs), juga
disebut analog nukleosida, seperti abacavir, emtricitabine, dan tenofovir.
Obat-obatan ini sering dikombinasikan untuk hasil terbaik.
 Nonnucleoside terbalik transcriptase inhibitor (NNRTI), seperti efavirenz,
etravirine, dan nevirapine.
 Protease inhibitor (PI), seperti atazanavir, darunavir, dan ritonavir.
 Entry Inhibitors (EI), seperti enfuvirtide dan Maraviroc.
 Integrase Inhibitors (II), dolutegravir and Raltegravir.
Dari obat-obat tersebut, ada beberapa obat-obatan yang digabungkan
dalam satu pil. Ini membantu mengurangi jumlah pil yang harus diminum
setiap harinya.
3. Tujuan terapi antriretroviral
 Menurunkan angka kesakitan akibat HIV dan menurunkan kematian
akibat HIV dan AIDS.
 Memperbaiki dan meningkatlkan kualitas hidup penderita seoptimal
mungkin
 Mempertahankan dan mengembalikan status imun kefungsi normal
 Menekan replikasi virus serendah dan selama mungkinn sehngga kadar
HIV dalam plasma<50ml
4. Prinsp 5C dalam pemberian ARV
 Chronic : HIV dan AIDS merupakan penyakit kronis,sehingga perlu
diberikan penjelasan maksud dan tujuan pemberian ARV dalam jangka
lama
 Comprehensive : pemberian ARV terkait dengan banyak hal.Secara
terpadu melibatkan tenaga medis,para medis,keluarga dan pendamping.
 Choise of drugs : dasar pemilihan obat perlu mempertimbangkan lini
obat,alergi,efek samping,kemudahan menjangkau obat,kombinasi dan
potensi interaksi dengan obat lain yang di konsumsi.
 Contraindication : yang perlu diprhatikan sebelum pemberian ARV
kehamilan,gangguan liver dll.

4
 Complexity : terapi AIDS begitu rumit dan kompleks selain ARV juga
memerlukan berbagai antimikroba lain untuk infeksi sekunder.

5. Pembagian ARV
Menurut cara kerjanya ARV di bagi menjadi 2:
 RTI (Reverse transcriptase inhibitor)
Bekerja dengan cara menghambat aktivitas enzim yang berperan dalam
perubahan asam amino ribonucleic acid(RNA) virus menjadi
deoxyribonucleic acid(DNA)
 PI(protease inhibitor)
Menghambat pematangan virus setelah keluar dari inti sel penderita (host)
sehingga menjadi tidak/kurang infektif.

6. Efek samping obat ARV


 Timbulnya ruam kulit
 Mual muntah
 Mata dan kulit menjadi kuning
 Anemia
 Keluhan kebas-kebas atau kesemutan.

B. PERAN PERAWAT DALAM MENINGKATKAN ADHERENCE


1. Peran pendidik
 Menjelaskan macam-macam obat ARV,dan interaksi dengan obat TB.
 Menjelaskan cara mencatat obat
 Menjelaskan efek samping obat
 Menjelaskan cara mengingatkan minum obat dan apa yang dilakukan bila
lupa minum obat
2. Peran pelayanan
Efek samping obat
 Awasi tanda-tanda gangguan hati(peningkatan enzim hati,ikterik)

5
 Kolaborasi psikiatri dang anti obat,hindari alcohol dan obat –obat
penenang.
 Lakukan latihan fisik
 Beri makan nutrisi seimbang(sayur dan buah-buahan)
3. Peran dalam pengelola
 Mengatur pemberian obat-obat ARV dengan obat-obat IO2
 Mengelola support sistem yang ada selama dalam perawatan
 Mengawasi tingkat kepatuhan pasien dan keluarga
4. Peran penelitian
 Mengenal dan mengidentifikasi efek samping yang muncul:waktu,tanda
dan gejala,respon pasien(beda pria dan wanita)
 Mengobservasi support sistem pasien terhadap kepatuhan/adherence
 Mengidentifikasi solusi terbaik dalam penatalaksanaan efek samping obat.

C. KEWASPADAAN UNIVERSAL PRECAUTION


Kewaspadaan Universal (Universal Precaution) adalah kewaspadaan terhadap darah dan
cairan tubuh yang tidak membedakan perlakuan terhadap setiap pasien, dan tidak
tergantung pada diagnosis penyakitnya.
Dalam semua sarana kesehatan, termasuk rumah sakit, puskesmas dan praktek dokter
gigi, tindakan yang dapat mengakibatkan luka atau tumpahan cairan tubuh, atau
penggunaan alat medis yang tidak steril, dapat menjadi sumber infeksi penyakit tersebut
pada petugas layanan kesehatan dan pasien lain. Jadi seharusnya ada pedoman untuk
mencegah kemungkinan penularanterjadi.
Pedoman ini disebut sebagai kewaspadaan universal. Harus ditekankan bahwa pedoman
tersebut dibutuhkan tidak hanya untuk melindungi terhadap penularan HIV, tetapi yang
tidak kalah penting terhadap infeksi lain yang dapat berat dan sebetulnya lebih mudah
menular.
Karena akan sulit untuk mengetahui apakah pasien terinfeksi atau tidak, petugas layanan
kesehatan harus menerapkan kewaspadaan universal secara penuh dalam hubungan
dengan SEMUA pasien, dengan melakukan tindakan berikut:
 Cuci tangan setelah berhubungan dengan pasien atau setelah membuka sarung tangan

6
 Segera cuci tangan setelah ada hubungan dengan cairan tubuh
 Pakai sarung tangan bila mungkin akan ada hubungan dengan cairan tubuh
 Pakai masker dan kacamata pelindung bila mungkin ada percikan cairan tubuh
 Tangani dan buang jarum suntik dan alat tajam lain secara aman; yang sekali pakai tidak
boleh dipakai ulang
 Bersihkan disinfeksikan tumpahan cairan tubuh dengan bahan yang cocok
 Patuhi standar untuk disinfeksi dan sterilisasi alat medis
 Tangani semua bahan yang tercemar dengan cairan tubuh sesuai dengan prosedur
 Buang limbah sesuai prosedur
1. Mengapa Kewaspadaan Universal Sering Diabaikan?
Ada banyak alasan mengapa kewaspadaan universal tidak diterapkan, termasuk:

 Petugas layanan kesehatan kurang pengetahuan


 Kurang dana untuk menyediakan pasokan yang dibutuhkan, misalnya sarung tangan dan
masker
 Penyediaan pasokan tersebut kurang
 Petugas layanan kesehatan ‘terlalu sibuk’
 Dianggap Odha harus ‘mengaku’ bahwa dirinya HIV-positif agar kewaspadaan dapat
dilakukan

Tambahannya, rumah sakit swasta enggan membebani semua pasien dengan ongkos
kewaspadaan yang pasien anggap tidak dibutuhkan.

2. Bagaimana Kita Dapat Mendorong Penerapan Kewaspadaan Universal?


Jelas penerapan kewaspadaan universal yang tidak sesuai dapat menghasilkan bukan
hanya risiko pada petugas layanan kesehatan dan pasien lain, tetapi juga peningkatan
pada stigma dan diskriminasi yang dihadapi oleh Odha. Jadi kita harus mengerti dasar
pemikiran kewaspadaan universal dan terus menerus mengadvokasikan untuk
penerapannya. Kita harus mengajukan keluhan jika kewaspadaan universal diterapkan
secara pilih-pilih (‘kewaspadaan Odha’) dalam sarana medis. Kita harus protes dan
menolak bila ada tes HIV wajib sebelum kita diterima di rumah sakit. Kita mungkin juga

7
harus beradvokasi pada pemerintah daerah melalui KPAD dan pada DPRD agar
disediakan dana yang cukup untuk menerapkan kewaspadaan universal dalam sarana
medis pemerintah.

D. VCT DAN DASAR-DASAR KONSELING BAGI PASIEN DENGAN HIV/AIDS


VCT merupakan kegiatan konseling bersifat sukarela dan rahasia, yang dilakukan
sebelum dan sesudah tes darah untuk HIV di laboratoruim.
Untuk membantu perubahan perilaku sehingga risiko tertular HIV menurun, pemerintah
pun membuka sebuah layanan yang disebut Voluntary Counseling and Testing (VCT).
Layanan yang merupakan gabungan dari proses konseling dan tes HIV. Salah satu
keistimewaan dari layanan.
VCT ini tidak hanya pada proses konseling, tapi sampai pada proses tes dan pos tes. Selai
n bertujuan untuk membantu perubahan perilaku, juga guna mencegah penularan HIV,
meningkatkan kualitas hidup ODHA,serta untuk sosialisasi dan mempromosikan layanan
dini. Konseling dilakukan oleh seorang konselor khusus yang telah dilatih untuk
memberikan konseling VCT. Tidak semua konselor bisa dan boleh memberikan
konseling VCT. Oleh karena itu seorang konselor VCT adalah orang yang telah
mendapat pelatihan khusus dengan standar pelatihan nasional. Konseling dalam rangka
VCT utamanya dilakukan sebelum dan sesudah tes HIV.

1. Metode dalam Voluntary Counseling and Testing


Metode merupakan suatu jalur atau jalan yang harus dilalui untuk pencapaian suatu tujua
n. Dalam hal mencapai tujuan voluntary counseling and testing yaitu mencegah penularan
HIV dan meningkatkan kualitas hidup ODHA, maka diperlukan adanya suatu metode.
Metode yang digunakan dalam layanan voluntary counseling and testing adalah metode
konseling individual. Metode konseling individual adalah upaya pemberian bantuan
diberikan secara individual dan langsun bertatap muka (berkomunikasi) antara konselor
dengan konseli. Dengan perkataan lain pemberian bantuan diberikan melalui hubungan
bersifat face to face relationship (hubungan empat mata),yang dilaksanakan dengan wawa
ncara antara konselor dengan konseli. (Willis 2004, 66).

8
Dalam pelaksanaan konseling dengan menggunakan metode konseling individual ini me
miliki kelebihan yaitu konselor lebih mudah terpusat kepada klien dan klien lebih mudah
percaya kepada konselor. Sedangkan untuk kekurangan adalah klien bisa merasa diintero
gasi dengan hanya adanya konselor dan klien.
2. Prinsip-prinsip Voluntary Counseling and Testing
a. Rahasia
Hasil pemeriksaan hanya boleh diketahui oleh yang
bersangkutan dan konselor yang menanganinya. Boleh dibukakan statusnya
kepada orang lain, dengan melalui persetujuan dari yang bersangkutan atau
yang bersangkutan menyampaikan sendiri.
b. Sukarela
Untuk tes HIV sifatnya sukarela (voluntary),tidak ada paksaan dari konselor.
Konselor hanya mengajaknya secara persuasive,terutama bagi klien yang memilik
i risiko tinggi untuk terpapar HIV.
c. Konseling
Mempelajarin pengalaman-
pengalaman hidup klien, dalam mengatasi permasalahan yang dapat menimbulkan
stress atau depresi pada dirinya. Mempelajari latar belakang perilaku berisiko klie
n termasuk diantaranya kemungkinan kemungkinan melukai diri sendiri atau melu
kai orang lain,seandainya hasilnya positif. Menilai pemahaman klien mengenai HI
V/AIDS, konseling, keuntungan-keuntungannya melakukan VCT, dll.
d. Persetujuan
Klien harus mengisi formulir persetujuan untuk melakukan tes inform concent,
yang kemudian akan ditandatangani oleh klien dan konselor.
Namun selain prinsip dasar tersebut prinsip prinsip yang lainnya adalah empati, m
endengarkan, memberikan informasi yang tepat,dan alih tangan. Sedang menurut
Prayitno dan Erma Amti (2003,) menyatakan bahwa prinsip prinsip konseling ada
lah berkenaan dengan sasaran pelayanan, masalah individu, program layanan, pela
ksanaan layanan, tujuan dan proses penangan.

9
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
HIV menyebabkan terjadinya penurunan kekebalan tubuh sehingga pasien rentan
terhadap serangan infeksi oportunistik. ARV merupakan obat yg digunakan pasien dgn
tes HIV positif . Terapiantiretroviral (ART) berarti mengobati infeksi HIV dengan
beberapa obat. Jenis-jenis obat ARV,yaitu Nucleoside / nucleotide reverse transcriptase
inhibitor (NRTIs),Nonnucleoside terbalik transcriptase inhibitor (NNRTI),Protease
inhibitor (PI), Entry Inhibitors (EI),Integrase Inhibitors (II).
Peran perawat dalam meningkatkan adherence, yaitu:pendidik,pelayan,peran dalam
pengelola,peneliti.
Kewaspadaan Universal (Universal Precaution) adalah kewaspadaan terhadap darah dan
cairan tubuh yang tidak membedakan perlakuan terhadap setiap pasien, dan tidak
tergantung pada diagnosis penyakitnya.
VCT merupakan kegiatan konseling bersifat sukarela dan rahasia, yang dilakukan
sebelum dan sesudah tes darah untuk HIV dilaboratoruim. Metode yang digunakan dalam
layanan voluntary counseling and testing adalah metode konseling individual. Prinsip-
prinsip VCT,yaitu:Rahasia,Sukarela,Konseling,Persetujuan.

B. SARAN
Untuk penderita diharapkan untuk selalu control dengan teratur,selalu konsultasi bila ada
keluhan dan ketidaktahuan tentang penyakitnya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Nursalam, dkk. 2008.Asuhan keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS .Jakarta : Salemba
Medika
Arif Mansjoer. (2000).Kapita Selekta Kedokteran Media Aesculapiuus.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Penelitian Praktik.Jakarta: Rineka Cipta
Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman pelayanan konseling dan tes sukarela HIV(Voluntary
Counseling and Testing.
Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan.
Jakarta:Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Kementerian Kesehatan.2011.Pedoman Layanan Konseling dan Tes HIV. Jakarta

11

Anda mungkin juga menyukai