“Pada hari itu ingatlah manusia, akan tetapi tidak berguna lagi
mengingat itu baginya. Dia mengatakan: ‘Alangkah baiknya kiranya aku
dahulu mengerjakan (amal shalih) untuk hidupku (di akhirat) ini’.” (Al-
Fajr: 23-24)
“Tidaklah ada hari yang amal shalih di dalamnya lebih dicintai oleh
Allah dari hari-hari tersebut (yaitu sepuluh hari pertama bulan
Dzulhijjah).” Para sahabat pun bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah
jihad di jalan Allah tidak lebih utama?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam berkata: “Tidaklah jihad lebih utama (dari beramal di hari-
hari tersebut), kecuali orang yang keluar (berjihad) dengan jiwa dan
hartanya, kemudian tidak kembali dengan keduanya (karena mati
syahid).” (HR. Al-Bukhari)
“Dan supaya mereka berdzikir menyebut nama Allah pada hari yang
telah ditentukan.” (Al-Hajj: 28)
Diterangkan oleh para ulama bahwa hari-hari yang ditentukan pada ayat
tersebut adalah sepuluh hari awal bulan Dzulhijjah. Maka hadits dan
ayat tadi menunjukkan keutamaan hari-hari tersebut dan betapa besarnya
rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya. Karena
Allah Subhanahu wa Ta’ala masih memberikan kesempatan bagi orang
yang belum mampu menjalankan ibadah haji untuk mendapatkan
keutamaan yang besar pula, yaitu beramal shalih pada sepuluh hari
pertama di bulan Dzulhijjah. Sehingga sudah semestinya kaum muslimin
memanfaatkan sepuluh hari pertama ini dengan berbagai amalan ibadah,
seperti berdoa, dzikir, sedekah, dan sebagainya. Termasuk amal ibadah
yang disyariatkan untuk dikerjakan pada hari-hari tersebut –kecuali hari
yang kesepuluh– adalah puasa. Apalagi ketika menjumpai hari Arafah,
yaitu hari kesembilan di bulan Dzulhijjah, sangat ditekankan bagi kaum
muslimin untuk berpuasa yang dikenal dengan istilah puasa Arafah,
kecuali bagi jamaah haji yang sedang wukuf di Arafah. Hal ini
sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
ketika ditanya tentang puasa hari Arafah, beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjawab:
“Dan supaya mereka berdzikir menyebut nama Allah pada hari yang
telah ditentukan.” (Al-Hajj: 28)
Diterangkan oleh para ulama bahwa hari-hari yang ditentukan pada ayat
tersebut adalah sepuluh hari awal bulan Dzulhijjah. Maka hadits dan
ayat tadi menunjukkan keutamaan hari-hari tersebut dan betapa besarnya
rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya. Karena
Allah Subhanahu wa Ta’ala masih memberikan kesempatan bagi orang
yang belum mampu menjalankan ibadah haji untuk mendapatkan
keutamaan yang besar pula, yaitu beramal shalih pada sepuluh hari
pertama di bulan Dzulhijjah. Sehingga sudah semestinya kaum muslimin
memanfaatkan sepuluh hari pertama ini dengan berbagai amalan ibadah,
seperti berdoa, dzikir, sedekah, dan sebagainya. Termasuk amal ibadah
yang disyariatkan untuk dikerjakan pada hari-hari tersebut –kecuali hari
yang kesepuluh– adalah puasa. Apalagi ketika menjumpai hari Arafah,
yaitu hari kesembilan di bulan Dzulhijjah, sangat ditekankan bagi kaum
muslimin untuk berpuasa yang dikenal dengan istilah puasa Arafah,
kecuali bagi jamaah haji yang sedang wukuf di Arafah. Hal ini
sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
ketika ditanya tentang puasa hari Arafah, beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjawab:
“Tidak ada hari yang Allah membebaskan hamba-hamba dari api neraka,
lebih banyak daripada di hari Arafah.” (HR. Muslim)
Hadirin rahimakumullah,
Pada bulan Dzulhijjah juga ada hari yang sangat istimewa yang dikenal
dengan istilah hari nahr. Yaitu hari kesepuluh di bulan tersebut, di saat
kaum muslimin merayakan Idul Adha dan menjalankan shalat Id serta
memulai ibadah penyembelihan qurbannya, sementara para jamaah haji
menyempurnakan amalan hajinya. Begitu pula hari-hari yang datang
setelahnya, yang dikenal dengan istilah hari tasyriq, yaitu hari yang
kesebelas, keduabelas, dan ketigabelas. Allah Subhanahu wa Ta’ala
mengkhususkan hari-hari tersebut sebagai hari-hari untuk makan,
minum, dan berdzikir. Dan hari-hari itulah yang menurut keterangan
para ulama adalah hari yang disebutkan dalam firman Allah Subhanahu
wa Ta’ala:
Hadirin rahimakumullah,
Akhirnya, marilah kita berusaha memanfaatkan hari-hari yang penuh
dengan keutamaan untuk menambah dan meningkatkan amal shalih kita.
Begitu pula kita manfaatkan waktu yang ada untuk memperbanyak
dzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga kita akan menjadi
orang yang mendapatkan kelapangan hati, senantiasa takut kepada-Nya
dan terjaga dari gangguan setan, serta faedah lainnya dari amalan
berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Khutbah Kedua