Anda di halaman 1dari 10

CUACA DAN IKLIM

ACARA 2

Dosen Pengampu:

Ferryati Masitoh, S.Si, M.Si

Asisten Praktikum:

Gunawan Triyono; Nur Afifah

Disusun Oleh :

Kelompok :1

Nama : Lu’lu Ul Maknun

NIM : 220721602992

Mata Kuliah : Hidrologi

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS ILMU SOSIAL

DEPARTEMEN GEOGRAFI

2022
1. TUJUAN
1) Mahasiswa mampu mengklasifikasikan iklim Matahari
2) Mahasiswa mampu mengklasifikasikan iklim Oldeman
3) Mahasiswa mampu mengklasifikasikan iklim Koppen
4) Mahasiswa mampu mengklasifikasikan iklim Schmidt-Ferguson dan
5) Mahasiswa mampu mendeskripsikan iklim Oldeman, Koppen, dan
Schmidt-Ferguson.

2. DASAR TEORI
Cuaca dan iklim adalah seluruh keadaan yang terjadi di permukaan bumi
yang dipengaruhi oleh kondisi udara yaitu tekanan dan temperatur. Periode
cuaca lebih singkat dibandingkan iklim. Iklim merupakan gabungan dari
berbagai kondisi cuaca sehari-hari atau dikatakan iklim merupakan rerata cuaca
yang menyesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan. Hal yang terpening adalah
mengetahui penyimpangan iklim harus mendasarkan pada harga normal, yaitu
harga rerata cuaca selama 30 tahun yang angka ini didapatkan berdasarkan
persetujuan internasional.
Iklim suatu daerah adalah pola cuaca rata-rata yang dialami oleh suatu
daerah dalam rentang waktu yang lama. Iklim suatu daerah disusun oleh unsur-
unsur yang variasinya besar, sehingga hampir tidak mungkin dua tempat yang
berbeda mempunyai iklim yang identik. Klasifikasi Iklim yang umum
digunakan antara lain: 1) Iklim Matahari; 2) Iklim Oldeman; 3) Iklim Koppen;
dan 4) Iklim SchmidtFerguson. Perlu untuk diketahui bahwa semua klasifikasi
iklim yang ada merupakan buatan manusia, sehingga masing-masing ada
kelebihan dan kekurangannya. Akan tetapi adanya persamaan tujuan yaitu
berusaha menyederhanakan jumlah iklim yang tidak terbatas jumlahnya
menjadi golongan dengan jumlah yang relative sedikit menjadi hal yang
penting untuk diketahui.

Iklim Matahari

Iklim Matahari adalah iklim yang didasarkan atas perbedaan panas


matahari yang diterima permukaan bumi. Daerah-daerah yang berada pada
lintang tinggi lebih sedikit memperoleh sinar matahari, sedangkan daerah yang
terletak pada lintang rendah lebih banyak menerima sinar matahari.

Iklim Oldeman

Iklim Oldeman adalah Iklim yang didasarkan pada jumlah kebutuhan air oleh
tanaman, terutama pada tanaman padi. Penyusunan tipe iklimnya berdasarkan
jumlah bulan basah yang berlangsung secara berturut-turut. Bulan basah dan
bulan kering dikaitkan dengan kegiatan pertanian di daerah tertentu sehingga
penggolongan iklimnya disebut juga zona agroklimat

Menurut Oldeman suatu bulan dikatakan bulan basah apabila mempunyai


curah hujan bulanan lebih besar dari 200 mm dan dikatakan bulan kering
apabila curah hujan bulanan lebih kecil dari 100 mm.

Iklim Koppen

Iklim Koppen adalah iklim yang didasarkan pada suhu dan curah hujan rata-
rata bulanan maupun tahunan yang di hubungkan dengan keadaan vegetasi
alami.

Klasifikasi iklim ini dibagi menjadi 5 tipe, dan masing-masing tipe


menggunakan huruf sebagai simbolnya, yaitu:

 A: Iklim Tropis
 B: Iklim Kering
 C: Iklim Sedang
 D: Iklan Dingin
 E: Iklim Kutub.

Iklim Schmidt-Ferguson

Iklim Schmidt-Ferguson adalah iklim yang didasarkan pada penentuan bulan


basah dengan jumlah curah hujan >100 mm dan bulan kering dengan
jumlah curah hujan <60 mm.

Iklim Schmidt dan Ferguson sering disebut juga Q model karena didasarkan
atas nilai Q. Nilai Q merupakan perbandingan jumlah ratarata bulan kering
dengan jumlah rata-rata bulan basah.
3. ALAT DAN BAHAN
A. ALAT
1) Laptop
2) Microsoft Word
3) Pensil
4) Penggaris
5) Bolpoin
6) Penghapus
B. BAHAN
1) Data curah hujan Stasiun Purwantoro, Stasiun Madiun, Stasiun,
Wonogiri, dan Stasiun Ngawi tahun 1975-1999
2) Kertas HVS

4. LANGKAH KERJA
a. Cara menentukan klasifikasi iklim oldeman
1) Siapkan data curah hujan dari masing-masing stasiun hujan yaitu
Stasiun Purwantoro, Stasiun Madiun, Stasiun Wonogiri, dan
Stasiun Ngawi tahun 1975-1999
2) Tentukan Bulan Basah (BB) dan Bulan Kering (BK) secara
berturut pada iklim Oldeman
3) Ketentuan Bulan Basah (BB) jika curah hujan lebih dari 200 mm
dan Bulan Kering (BK) jika curah hujan kurang dari 100 mm.
4) Setelah itu, jumlah semua data curah hujan dari masing-masing
stasiun hujan dan tentukan rata-rata untuk mengetahui zonanya
5) Buatlah klasifikasi iklim oldeman atau segitiga oldeman dari
masing-masing stasiun hujan dengan menarik garis sesuai dengan
zonanya.

b. Cara menentukan klasifikasi iklim koppen


1) Siapkan data curah hujan dari masing-masing stasiun hujan yaitu
Stasiun Purwantoro, Stasiun Madiun, Stasiun Wonogiri, dan
Stasiun Ngawi tahun 1975-1999
2) Tentukan jumlah curah hujan dari setiap tahun pada masing-masing
stasiun, kemudian jumlahkan semuanya dan tentukan rata-ratanya
3) Tentukan Bulan kering (BK) dari setiap tahun pada masing-masing
stasiun, kemudian jumlahkan semuanya dan tentukan rata-ratanya
4) Kemudian, buatlah diagram iklim koppen untuk menentukan tipe
iklimnya
c. Cara menentukan klasifikasi iklim Schmidt-ferguson
1) Siapkan data curah hujan dari masing-masing stasiun hujan yaitu
Stasiun Purwantoro, Stasiun Madiun, Stasiun Wonogiri, dan
Stasiun Ngawi tahun 1975-1999
2) Tentukan Bulan Basah (BB) dan Bulan Kering (BK) kemudian
jumlahkan dan tentukan rata-ratanya pada masing-masing stasiun
3) Ketentuan Bulan Basah (BK) jika jumlah curah hujan dalam 1
bulan lebih dari 100 mm, dan ketentuan Bulan Kering (BK) jika
jumlah curah hujan dalam 1 bulan kurang dari 60 mm
4) Kemudian, hitunglah jumlah Bulan Basah (BB) dan Bulan Kering
(BK) pada masing-masing stasiun dengan cara membaginya untuk
menentukan Q nya
5) Buatlah grafik iklim schmidt-ferguson untuk menentukan tipe
iklimnya
5. DIAGRAM ALIR

Cuaca dan Iklim

Iklim Schmidnt- Iklim Koppen Iklim Oldeman


Ferguson

Tabel klasifikasi Tabel klasifikasi Tabel klasifikasi


iklim schmidnt- iklim koppen iklim oldeman
ferguson

Grafik klasifikasi
Grafik klasifikasi Grafik klasifikasi
iklim schmidnt-
iklim koppen iklim oldeman
ferguson

Perhitungan
klasifikasi iklim

Hasil Laporan

6. HASIL PRAKTIKUM
1. Tabel klasifikasi iklim Oldeman (terlampir)
2. Grafik klasifikasi iklim Oldeman (terlampir)
3. Tabel klasifikasi iklim Koppen (terlampir)
4. Grafik klasifikasi iklim Koppen (terlampir)
5. Tabel klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson (terlampir)
6. Perhitungan klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson (terlampir)
7. Grafik klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson (terlampir)

7. PEMBAHASAN
Iklim Matahari
Iklim Matahari didasarkan pada jumlah panas atau sinar matahari yang
diterima di suatu wilayah di permukaan bumi. Jumlah panas atau sinar
matahari yang diterima di wilayah bumi tersebut dipengaruhi oleh garis lintang
khatulistiwa. Semakin dekat suatu wilayah dengan garis khatulistiwa maka
semakin banyak jumlah sinar atau panas matahari yang diterima. Begitu pula
sebaliknya, semakin jauh jarak suatu wilayah dengan garis khatulistiwa maka
semakin jarang atau sedikit jumlah panas atau sinar matahari yang dapat
diterima.
Iklim atahari diklasifikasikan menjadi 4 (empat) kelompok, yaitu iklim
tropis, iklim subtropis, iklim sedang, dan iklim dingin.
Oleh karena itu, dapat diklasifikasikan bahwa keempat stasiun tersebut
termasuk dalam iklim tropis karena memiliki suhu udara yang tinggi
disebabkan oleh posisi matahari yang vertikal dan pada umumnya suhu udara
ini berada pada kisaran 20–30oC.

Iklim Oldeman
Berdasarkan hasil perhitungan klasifikasi Iklim Oldeman, nilai yang
didapat dari keempat stasiun sebagai berikut:
1) Stasiun Purwantoro dengan nilai rata-rata Bulan Basah (BB) 3 dan Bulan
Kering (BK) 3
2) Stasiun Madiun dengan nilai rata-rata Bulan Basah (BB) 3 dan Bulan Kering
(BK) 4
3) Stasiun Wonogiri dengan nilai rata-rata Bulan Basah (BB) 5,28 dan Bulan
Kering (BK) 3
4) Stasiun Ngawi dengan nilai rata-rata Bulan Basah (BB) 5,32 dan Bulan
Kering (BK) 3
Oleh karena itu, dapat diklasifikasikan bahwa Stasiun Purwantoro dan
Stasiun Madiun termasuk dalam zona D2 (jika terdapat 3 samai 4 Bulan Basah
berurutan dan 2 sampai 4 Bulan Kering) serta Stasiun Wonogiri dan Stasiun
Ngawi termasuk dalam zona iklim C2 (jika terdapat 5 sampai 6 Bulan Basah
dan 2 sampai 4 Bulan Kering).
Iklim Oldeman didasarkan kepada jumlah kebutuhan air yang
dihubungkan dengan pertanian menggunakan unsur iklim hujan, terutama pada
tanaman pangan (Padi dan Jagung). Penyusunan tipe iklim ini berdasarkan
jumlah bulan basah (BB) dan bulan kering (BK) yang berlangsung secara
berturut-turut.

Klasifikasi Oldeman digunakan karena mengaitkan hubungan antara iklim,


jenis tanaman, dan waktu tanam yang sesuai di suatu tempat. Klasifikasi iklim
Oldeman memakai unsur curah hujan sebagai dasar penentuan klasifikasi
iklimnya. Pola curah hujan dalam setahun memegang peranan penting dalam
pembuatan informasi klasifikasi iklim pada suatu wilayah.

Iklim Koppen
Berdasarkan hasil perhitungan Iklim Koppen, nilai yang di dapat dari
keempat stasiun tersebut yaitu:
1) Stasiun Purwantoro, dengan nilai rata-rata curah hujan 2.313 dan bulan
kering 3,32
2) Stasiun Madiun, dengan nilai rata-rata curah hujan 1.698 dan bulan kering
3,4
3) Stasiun Wonogiri, dengan nilai rata-rata curah hujan 2.636 dan bulan
kering 3,4
4) Stasiun Ngawi, dengan nilai rata-rataa curah hujan 2.565 dan bulan kering
2,4
Sistem klasifikasi koppen memperkenalkan lima kelompok utama iklim di
muka bumi yang didasarkan pada lima prinsip kelompok nabati (vegetasi).
Kelima kelompok iklim ini dilambangkan dengan lima huruf besar yaitu tipe
iklim A adalah tipe iklim hujan tropik (tropical rainy climates), iklim B adalah
tipe iklim kering (dry climates), iklim C adalah tipe iklim hujan suhu sedang
(warm temperate rainy climates), iklim D adalah tipe iklim hutan bersalju
dingin (cold snowy forest climates), dan iklim E adalah tipe iklim kutub (polar
climates) (Rafi’i, 1995).
Oleh karena itu, dapat diklasifikasikan bahwa ke empat stasiun tersebut
termasuk iklim Af (iklim hutan hujan tropis), dengan ciri temperatur bulanan
rata-rata lebih dari 18°C, suhu tahunan 20°C - 25°C dengan curah hujan
bulanan lebih dari 60 mm.

Iklim Schmidt-Ferguson
Berdasarkan hasil perhitungan Iklim Schmidt-Ferguson, nilai yang didapat
dari keempat stasiun tersebut yaitu:
1) Stasiun Purwantoro, dengan nilai rata-rata jumlah bulan basah 8,6 dan
bulan kering 3,32
2) Stasiun Madiun, dengan nilai rata-rata jumlah bulan basah 7,48 dan bulan
kering 3,4
3) Stasiun Wonogiri, dengan nilai rata-rata jumlah bulan basah 8,4 dan bulan
kering 3,44
4) Stasiun Ngawi, dengan nilai rata-rata jumlah bulan basah 8,52 dan bulan
kering 2, 4
Oleh karena itu, dapat diklasifikasikan bahwa Stasiun Purwantoro
memiliki hasil pengukuran Q: 0,386 termasuk tipe iklim C (agak basah),
Stasiun Madiun memiliki hasil pengukuran Q: 0,45 termasuk tipe iklim C
(agak basah), Stasiun Wonogiri memiliki hasil pengukuran Q: 0,40 termasuk
tipe iklim C (agak basah), dan Stasiun Ngawi memiliki hasil pengukuran Q:
0,28 termasuk tipe iklim B (basah).
Klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson banyak digunakan untuk budidaya
jenis tanaman tahunan. Klasifikasi ini, menggunakan nilai perbandinggan
antara rata-rata banyaknya bulan kering dan bulan basah dalam setahun.
Klasifikasi Schmidt-Ferguson tidak memasukan unsur suhu, karena
menganggap amplitudo suhu pada daerah tropika sangat kecil.

8. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang didapat bahwa iklim Oldeman,
Koppen, dan Schmidt-Ferguson disimpulkan bahwa:
1) Stasiun Purwantoro berzona iklim D2, termasuk iklim Af (iklim hutan
hujan tropis), dan bertipe iklim C (agak basah).
2) Stasiun Madiun berzona iklim D2, termasuk iklim Af (iklim hutan hujan
tropis), dan bertipe iklim C (agak basah).
3) Stasiun Wonogiri berzona iklim C2, termasuk iklim Af (iklim hutan hujan
tropis), dan bertipe iklim C (agak basah)
.

9. DAFTAR PUSTAKA
Alfiandy, Solih, Abdul Hadid, and Abdul Syakur. "Pergeseran Zonasi
Agroklimat di Wilayah Banggai Provinsi Sulawesi Tengah Akibat
Perubahan Iklim." Buletin GAW Bariri 2.1 (2021): 48-61.
Bambang. 2015. Karakter Iklim Kambang Berdasarkan Analisis Iklim Muson
Timur dan Aspek Biofisik. Jurnal Daur Lingkungan, 3(2), 38-41.
Paski, Jaka Anugrah Ivanda, et al. "Pemetaan Agroklimat Klasifikasi Oldeman
di Provinsi Bengkulu Menggunakan Data Observasi Permukaan dan Multi
Satelit (TMPA dan IMERG). 8." Seminar Nasional Penginderaan Jauh.
2017.
Rafi’i, S. 1995. Meteorologi dan Klimatologi. ANGKASA. Bandung.
Fitri, Koko Adi Nur, and Yuli Priyana. Analisis Agihan Iklim terhadap
Tanaman Cengkeh di Bagian Lereng Timur Gunung Merapi dan Merbabu
Tahun 2017. Diss. Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2020.
Sasminto, Retno Ayu, and Alexander Tunggul. "Analisis spasial penentuan
iklim menurut klasifikasi schmidt-ferguson dan Oldeman di Kabupaten
Ponorogo." Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan 1.1 (2014): 51-56.
Faridah, Sitti Nur, Daniel Useng, and Chaidir Wibowo. "Analisis sebaran
spasial iklim klasifikasi Schmidt-Ferguson Kabupaten Bantaeng."
Prosiding Seminar Nasional PERTETA. 2012.

Anda mungkin juga menyukai