Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM

FOTOGRAMETRI

Dosen Pengampu:
Drs. Rudi Hartono, M.Si

ACARA I
INTERPRETASI FOTO UDARA MONOSKOPIS

Disusun Oleh:

Nama : Nuke Aulia Saputri


NIM : 210722611261
Off/Tahun : G/2021

PROGRAM STUDI S1 GEOGRAFI


DEPATRTEMEN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
2023
ACARA I

I. TUJUAN
1. Untuk menentukan skala luas liputan dan menginterpretasi objek – objek.

II. ALAT DAN BAHAN


1. Bahan
a. Satu lembar foto udara
2. Alat
a. Satu lembar plastik transparan
b. Spidol Permanen
c. Penggaris
d. Solatip

III. LANDASAN TEORI


Fotogrametri adalah sebuah proses untuk memperoleh informasi metris mengenai sebuah
objek melalui pengukuran yang dibuat pada hasil foto baik dari udara maupun dari permukaan
tanah. Interpretasi foto didefinisikan sebagai ekstraksi dari informasi kualitatif mengenai foto
udara dari sebuah objek oleh analisis visual manusia dan evaluasi fotografi (Edward dan James
2004). Ilmu fotogrametri sudah ada sejak tahun 350 SM, sebelum ditemukannya fotografi dengan
tokoh pertamanya yaitu Aristoteles. Menurutnya, fotogrametri merupakan suatu proses untuk
memproyeksi gambaran objek secara optik. Fotografi mulai berkembang pada tahun 1839, yaitu
pada saat Louis Daguerre menemukan proses fotografi udara dengan plat logam yang dibuat peka
terhadap sinar. Kemudian pada tahun 1840 Arago memperagakan penggunaan fotogrametri
untuk pemetaan topografi. Teknik ini menggunakan foto udara sebagai sumber data utamanya.
Foto udara hasil pemotretan menyediakan suatu alternatif dalam penyediaan informasi 3D yang
akan digunakan dalam penentuan nilai tinggi suatu objek topografi misalnya bangunan. Kualitas
informasi yang dihasilkan sangat tergantung dari kualitas citra sumber data tersebut.
Sebagai sebuah ilmu, seni dan teknik, fotogrametri memiliki manfaat dan peran yang
sangat besar baik untuk keperluan pengembangan teori maupun untuk keperluan aplikasi.
Sumbangan utama fotogrametri adalah untuk pembuatan peta dengan tingkat akurasi dan
informasi yang relatif detail. Monoskopi merupakan pengamatan foto udara yang dilakukan
dengan mata telanjang dengan jenis foto udara yang di amati berupa 2D. Interpretasi foto udara
terdiri dari rona/warna yang merupakan unsur dasar karena pada setiap objek tampak pertama
yang terlihat yaitu rona dan warna. Kemudian terdapat tekstur yang merupakan frekuensi
perubahan rona pada citra, bentuk yang merupakan variabel kualitatif yang menampilkan
kerangka objek, pola yang merupakan ciri yang menandai untuk banyak obyek bentukan manusia
dan untuk beberapa obyek alamiah, bayangan yang bersifat menyembunyikan detail atau obyek
yang berada di kawasan gelap, ukuran merupakan atribut obyek berupa jarak, lapang, tinggi,
lereng, dan volume, situs yang berati letak suatu objek berkaitan denga lingkungan, asosiasi yang
memiliki arti letak suatu objek dengan objek lainnya dan yang terakhir berupa nama obyek.
Teori fotografi spektrum elektromagnetik tediri dari sinar kosmik, sinar gama, sinar-x,
cahaya tampak dan gelombang mikro, hingga radar, televisi, dan gelombang radio standar. Film
pada fotografi adalah media pada saat energi direkam dalam kamera film dan umumnya terbatas
oleh spektrum 0,4 μm sampai 0,9 μm sedikit lebih panjang dibanding penglihatan manusia (0,4
hingga 0,7 μm) (Pain & Kiser, 2012). Spektrum ini secara langsung berkaitan dengan panjang
gelombang dikalikan dengan frekuensi, hasilnya kecepatan cahaya, yatiu 300 Mm/s (300 MmHz),
energi dari foton sebesar 4.1 feV per Hz, yaitu 4.1μeV/GH dan panjang gelombang dikalikan
dengan energi per foto adalah 1.24 μeVm.
Teori Interpretasi Foto udara (secara monoskopik) merupakan hasil dari pengukuran
tinggi benda pada foto udara dapat dilakukan secara monoskopik (satu foto) atau stereoskopik
atau berpasangan pada foto udara. Suatu objek dapat digambarkan pada sepasang foto udara.
Posisi objek pada foto pertama dari kamera mungkin berbeda dengan yang tergambar pada foto
kedua. Posisi relatif objek yang dekat dengan kamera (pada elevasi yang lebih tinggi) akan
mengalami perubahan yang lebih besar dibandingkan dengan objek yang jauh dari kamera (pada
elevasi yang lebih rendah). Perbedaan jarak relatif disebut paralaks. Besarnya paralaks pada area
patch dapat digunakan untuk mengukur tinggi objek dan tinggi medan. Namun mengukur tinggi
suatu benda secara monoskopik (mengukur tinggi suatu benda hanya dari satu foto) tidaklah
akurat, karena hanya berdasarkan kondisi satu foto (Hadi, 2007).

IV. LANGKAH KERJA


1. Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
2. Ambilah satu lembar foto udara
3. Letakkan plastik transparan di atas lembar foto udara kemudian solatiplah pada sisi - sisinya
untuk mencegah foto udara tidak bergeser saat di gambar
4. Gambar garis fiducial, tanda tepi, cari titik “P” di foto udara, serta menuliskan nomor jalur
terbang dan nomor foto menggunakan penggaris dan spidol permanen
5. Tulis informasi nama daerah foto udara
6. Hitunglah luas liputan dengan cara menentukan fokus tinggi terbang dan skala foto udara
7. Menginterpretasi objek sebanyak mungkin.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam interpretasi foto udara faktor yang dianalisis adalah rona, tekstur, bentuk, pola,
bayangan, ukuran, site, asosiasi pada kedelapan objek yang terdiri dari jalan, sekolah,
pemukiman, sawah, kebun, sungai, vegetasi, dan area tambang. Dari lampiran peta citra satelit
yang telah dikerjakan diketahui beberapa informasi yang ada. Lembar foto udara yang dipakai
bernomor 0248 dan dipotret pada bulan Juni, 2007 dengan titik fokus sebesar 44 mm atau 4,4cm.
Dengan skala 1 : 5000.
Objek pertama yang dapat diidentifikasi pada lembar foto udara yaitu jalan dengan warna
atau rona abu abu memiliki tekstur halus, berbentuk linear garis, memiliki pola memanjang, tidak
memiliki bayangan maka dapat diketahui bahwa objek ini datar. Jalan tidak memiliki asosiasi
karena jalan dapat terhubung oleh apapun, seperti pemukiman, sawah, kebun, dan lainnya. Objek
pertama yaitu jalan hampir sama dengan objek ketujuh yaitu sungai yang sama sama memiliki
pola memanjang dan tekstur halus. Pada objek sungai, warnanya kuning tua karena dekat dengan
daerah tambang. Objek sungai jugai sama dengan objek jalan karena tidak memiliki bayangan.
Objek kedua yakni sekolah yang memiliki warna merah dan memiliki ciri khas terdapat
bendera dan biasanya berbentuk later U atau bahkan later L. Objek Sekolah memiliki pola teratur,
serta dicirikan dengan tekstur yang kasar dan memiliki bayangan yang sedikit tinggi dan
biasanya berasosiasi dengan pemukiman.
Objek ketiga yakni objek pemukiman yang memiliki warna sangat beragam, namun pada
foto citra satelit ini didominasi biru muda. Pemukiman berasosiasi dengan jalan, karena
pemukiman tidak bisa dipisahkan dengan objek jalan. Tekstur pemukiman yaitu kasar dan
biasanya memiliki bentuk persegi. Sifat objek pemukiman saling mengelompok satu sama lain
dan memiliki bayangan yang tampak mata.
Objek keempat yakni sawah yang memiliki warna yang hampir sama dengan objek kebun,
tekstur kedua nya pun sama yakni halus, namun bedanya objek sawah dapat dibedakan dengan
mudah karena memiliki bentuk khas persegi berpetak dan jalur irigasi, berbeda dengan objek
kebun yang memiliki bentuk tersebar yang artinya bentuknya tidak menentu. Perbedaan
keduanya juga dapat dilihat dari pola. Objek sawah memiliki pola teratur, sedangkan objek kebun
memiliki pola yang tidak teratur.
Objek keenam yaitu area tambang yang memiliki warna coklat tua dan memiliki tektur
yang kasar karena ketinggian tambang yang berbeda serta banyak dilewati jalan dan truk. Objek
area tambang memiliki bentuk yang tersebar sehingga pola nya tidak teratur, hal ini membuat
objek area tambang tidak tampak memiliki bayangan.
Objek terakhir yaitu objek vegetasi memiliki warna yang hampir sama dengan objek
sawah dan kebun, namun dapat dibedadakan karena vegetasi memiliki tekstur yang kasar, serta
biasanya didominasi pohon besar sehingga bentuknya tersebar dan memiliki pola tidak teratur.
KO RONA/ TEKS
BENTUK POLA BAYANGAN UKURAN SITUS ASSOSIASI NAMA
DE WARNA TUR
1 Abu Abu Halus Garis Memanjang Tidak tampak Jalan

Berdekatan
Tampak sedikit
2 Merah Kasar Later “U” Teratur dengan Sekolah
tinggi
pemukiman

Mengelom Berdekatan
3 Beragam Kasar Persegi Tampak Pemukiman
pok dengan jalan

Hijau Persegi
4 Halus Teratur Tidak Tampak Sawah
Muda berpetak

Tidak
5 Hijau Halus Tersebar Tidak Tampak Kebun
teratur

Coklat Tidak Area


6 Kasar Tersebar Tidak Tampak
Tua teratur Tambang

Kuning
7 Halus Garis Memanjang Tidak Tampak Sungai
tua
Tidak Tampak sedikit
8 Hijau Kasar Tersebar Vegetasi
teratur tinggi

 Hasil Luas liputan Luas liputan =

skala2 Panjang sisi foto udara = 23 cm

Panjang sisi sebenarnya = 23 x 5000 = 115.000 I

= 115.000 x 115.000 = 13225000000 cm2 I = 1,3225 km2


VI. KESIMPULAN
Laporan acara I bertujuan untuk menentukan skala luas liputan dan menginterpretasi
objek. Kajian interpretasi foto udara faktor yang dianalisis adalah rona, tekstur, bentuk, pola,
bayangan, ukuran, site, asosiasi pada kedelapan objek yang terdiri dari jalan, sekolah,
pemukiman, sawah, kebun ,sungai, vegetasi, dan area tambang. Interpretasi Foto udara
merupakan hasil dari pengukuran tinggi benda pada foto udara dapat dilakukan secara
monoskopik (satu foto) atau stereoskopik atau berpasangan pada foto udara. Suatu objek dapat
digambarkan pada sepasang foto udara.
VII. REFERENSI

Atkinson. 1996. Close Range Photogrametry and Machine Vision. Whittles Publishing. Scotland, United

Kingdom

Evrili, N. (2020). TA: Analisis Tingkat Produktivitas Dan Kesehatan Kelapa Sawit Menggunakan Data

Foto Udara Multispketral Dan Lidar (Studi Kasus: Kecamatan Batin XXIV, Provinsi Jambi)

(Doctoral dissertation, Institut Teknologi Nasional Bandung).

Somantri, L. (2009). Teknologi Ilmu Penginderaan Jauh (Remote Sensing). Universitas Pendidikan

Indonesia.
VIII. LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai