Anda di halaman 1dari 16

NAMA DOSEN : NUR AMBIYAN, S KEP, Ns, M Kep

MATA KULIAH : KDK

MAKALAH

KASUS MLPRAKTIK OPERASI CEASER MENGUNAKAN SILET

OLEH

KELOMPOK 1

ESTEFANI LEWIER (21212004)

LENORA DIANA RAHANBINAN (21212033)

YULIANA SABU BRINU (21212022)

EFER MANUHURY (21212027)

IMRAN ALATUBIR ( 21212015)

AHMAD ( 21212026)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN GUNUNG SARI MAKASSAR

PRODI SI KEPERAWATAN

TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi allah SWT yang telah memberikan kemudahan sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tampah pertolongan-Nya tentunya
penulis tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta
salam semoga terlimpahkan curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW
yang kita nanti – nantikan syafa’atnya di akhirat nanti. Terimakasih kepada berbagai pihak yang
telah memberikan bantuan dalam proses penyusunan makalah ini.

Makalah ini di buat untuk memenuhi tugas yang di berikan kepada penulis dan penulis
berharap dengan adanya makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pemahaman bagi
pembaca mengenai ”operasi sesar mengunakan silet”

Pembuatan makalah ini dilakukan dengan metode mengumpulkan dan mengkaji materi
serta keterangan dari berbagai sumber. Tujuan pengunaan metode pengumpulan data ini,
makalah ini dapat memberikan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.

Karena keterbatasan ilmu maupun pengalaman, penulis menyadari bahwa terdapat


banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu penulis sangat berharap saran dan kritik
yang membangun berasal dari pembaca agar dapat meningkatkan mutu dalam penyajian
berikut nya. Kiranya makalah ini dapat di pergunakan sebaik – baiknya agar makna yang di
sampaikan tidak di kurangkan atau dilebih lebihkan.

MAKASAR 9 DESEMBER
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

DAFTAR ISI - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

BAB I PENDAHULUAN - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - --

A. Latar Belakang - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

B. Rumusan Masalah - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

C. Tujuan - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

BAB II PEMBAHASAN - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

A. operasi ceaser mengunakan silet- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

B. Kajian perspektif standar operasional dalam sebuah operasi- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

C. pertangungjawaban atas kasus- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

D. tanggung jawab hukum dan dokter terhadap pasien - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

E. Hukum pidana, perdata, administratif atau kah Kode etik- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

BAB III PENUTUP - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

A. Kesimpulan - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

B. Saran - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

DAFTAR PUSTAKA - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
BAB I

PENDAHULUAN

A.latar belakang

Pelayanan kesehatan pada dasarnya bertujuan untuk melaksanakan pencegahan dan


pengobatan terhadap penyakit, termasuk didalamnya pelayanan medis yang dilaksanakan atas
dasar hubungan individual antara dokter dengan pasien yang membutuhkan penyembuhan.
Dalam hubungan antara dokter dan pasien tersebut terjadi transaksi terapeutik artinya masing-
masing pihak mempunyai hak dan kewajiban. Dokter berkewajiban memberikan pelayanan
medis yang sebaik-baiknya bagi pasien. Pelayanan media ini dapat berupa penegakan diagnosis
dengan benar sesuai prosedur, pemberian terapi, melakukan tindakan medik sesuai standar
pelayanan medik, serta memberikan tindakan wajar yang memang diperlukan untuk
kesembuhan pasiennya. Adanya upaya maksimal yang dilakukan dokter ini adalah bertujuan
agar pasien tersebut dapat memperoleh hak yang diharapkannya dari transaksi yaitu
kesembuhan ataupun pemulihan kesehatannya.

Dalam pelayanan kesehatan terutama di rumah sakit, sering timbul pelanggaran etik,
penyebabnya tidak lain karena tidak jelasnya hubungan kerja antara dokter dengan rumah
sakit. Tidak ada suatu kontrak atau perjanjian kerja yang jelas yang mengatur hak dan
kewajiban masing-masing pihak. Sementara iu, perkembangan teknologi kesehatan juga
mempengaruhi terjadinya pelanggaran etik, karena pemilihan teknologi kesehatan yang tidak di
dahului dengan pengkajian teknologi dan pengkajian ekonomi, akan memunculkan tindakan
yang tidak etis dengan membebankan biaya yang tidak wajar kepada pasien.

Tindakan penyalahgunaan teknologi dalam pelayanan kesehatan, dilakukan oleh dokter baik
pada saat berlangsungnya diagnosa maupun pada waktu berlangsungnya terapi dengan
memanfaatkan ketidaktahuan pasien. Misalnya, pasien yang seharusnya tidak perlu diperiksa
dengan alat atau teknologi kesehatan tertentu, namun karena alatnya tersedia, pasien dipaksa
menggunakan alat tersebut dalam pemeriksaan atau pengobatan, sehingga pasien harus
membayar lebih mahal.

Menyadari hal tersebut, pengawasan terhadap kemungkinan pelanggaran etik perlu


ditingkatan,untuk itu dalam makalah ini akan di angkat kasus mengenai operasi cesar dengan
menggunakan silet. Tepat pukul 10.00 pasien tersebut di bawah ke ruang operasi lalu di bius
dan bersiap-siap menjalani operasi, saat hendak melakukan pembedahan staf ruang operasi
tidak menemukan pisau bedah lalu segera meminta pada keluarga pasien untuk mencari pisau
bedah di apotik RSUD namun apotik tersebut kehabisan stok pisau bedah karena pasien sudah
terlanjur di bius ,dokter yang bertanggung jawab atas operasi tersebut langsung segera
mengambil langkah darurat dengan mnggunakan pisau silet yang biasanya di gunakan untuk
mencukur bulu pasien operasi. Si pasien tersebut yang hanya di bius setengah badan juga
mengetahui proses pembedahan tersebut dan nampaknya tidak keberatan atas langkah yang di
ambil dokter tersebut. Operasi akhirnya berjalan dengan lancar, ibu dan anaknya pun selamat
meski dengan pembedahan yang tidak umum.

Dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia, di tegaskan bahwa seorang dokter harus senantiasa
mengingat kewajibannya melindungi hidup makhluk insani, mempergunakan segala ilmu dan
keterampilannya untuk kepentingan penderita. Jika ia tidak mampu melakukan statu
pemeriksaan atau pengobatan, ia wajib merujuk penderita lepada dokter lain yang mempunyai
keahlian dalam menangani penyakit tersebut. Seorang dokter tidak dapat dianggap
bertanggung jawab atas statu kegagalan untuk menyembuhkan pasien, CACAT atau meninggal,
bilamana dokter telah melakukan segala upaya sesuai dengan keahlian dan kemampuan
profesionalnya.

Bertolak dari hal tersebut diatas, dapat dibedakan antara apa yang dimaksud sebagai upaya
yang baik dengantindakan yang tidak bertanggung jawab, lalai atau ceroboh. Artinya apabila
seorang dokter telah melakukan segala upaya, kemampuan, keahlian, dan pengalamannya
untuk merawat pasien atau penderita, dokter tersebut dianggap telah berbuat upaya yang baik
dan telah melakukan tugasnya sesuai dengan etik kedokteran. Sebaliknya, jika seorang dokter
tidak memeriksa, tidak menilai, tidak berbuat atau tidak meninggalkan hal-hal yang seharusnya
ditinggalkan oleh sesama dokter lain, pada umumnya di dalam situasi yang sama, dokter yang
bersangkutan dapat dikatakan telah melanggar standar profesi kedokteran.

Menurut Koeswadji (1992 : 104), standar profesi adalah nilai atau itikad baik dokter yang
didasari oleh etika profesinya, bertolak dari suatu tolak ukur yang disepakati bersama oleh
kalangan pendukung profesi. Wewenang untuk menentukan hal-hal yang dapat dilakukan dean
yang tidak dapat dilakukan dalam statu kegiatan profesi, merupakan tanggung jawab profesi itu
sendiri.Seorang dokter dalam menjalankan tugasnya mempunyai alasan yang mulia, yaitu
berusaha untuk menyehatkan tubuh pasien, atau setidak-tidaknya berbuat untuk mengurangi
penderitaan pasien. Oleh karenanya dengan alasan yang demikian wajarlah apabila apa yang
dilakukan oleh dokter itu layak untuk mendapatkan perlindungan hukum sampai batas-batas
tertentu. Sampai batas mana perbuatan dokter itu dapat dilindungi oleh hukum, inilah yang
menjadi permasalahan. Mengetahui batas tindakan yang diperbolehkan menurut hukum,
merupakan hal yang sangat penting, baik bagi dokter itu sendiri maupun bagi pasien dan para
aparat penegak hukum.
Malpraktik etik adalah tindakan dokter yang bertentangan dengan etika kedokteran,
sebagaimana yang diatur dalam kode etik kedokteran Indonesia yang merupakan seperangkat
standar etika, prinsip, aturan, norma yang berlaku untuk dokter. Yang dimaksud dengan
malpraktek etik adalah dokter melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika
kedokteran. Sedangkan etika kedokteran yang dituangkan da dalam KODEKI merupakan
seperangkat standar etis, prinsip, aturan atau norma yang berlaku untuk dokter.

Ngesti Lestari berpendapat bahwa malpraktek etik ini merupakan dampak negative dari
kemajuan teknologi kedokteran. Kemajuan teknologi kedokteran yang sebenarnya bertujuan
untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi pasien, dan membantu dokter untuk
mempermudah menentukan diagnosa dengan lebih cepat, lebbih tepat dan lebih akurat
sehingga rehabilitasi pasien bisa lebih cepat, ternyata memberikan efek samping yang tidak
diinginkan.

B. Rumusan masalah

- Bagaimana kajian perspektif standar operasional dalam sebuah operasi?

- Siapa yang bertanggung jawab dalam kasus ini?

- Apakah melanggar kode etik, pidana,perdata atau administratif?

C. Tujuan

Tujuan dari pengambilan kasus ini adalah untuk :

- Mengetahui bagaimana kajian standar operasional dalam sebuah operasi

- Mengetahui siapakah yang bertanggung jawab dalam kasus ini

- Mengetahui apakah kasus ini melanggar kode etik ,pidana,perdata,atau kah administratif.
BAB II

PEMBAHASAN

A.OPERASI CAESER MENGGUNAKAN SILET

Pelayanan kesehatan pada dasarnya bertujuan untuk melaksanakan pencegahan dan


pengobatan terhadap penyakit, termasuk didalamnya pelayanan medis yang dilaksanakan atas
dasar hubungan individual antara dokter dengan pasien yang membutuhkan penyembuhan.
Dalam hubungan antara dokter dan pasien tersebut terjadi transaksi terapeutik artinya masing-
masing pihak mempunyai hak dan kewajiban. Dokter berkewajiban memberikan pelayanan
medis yang sebaik-baiknya bagi pasien. Pelayanan media ini dapat berupa penegakan diagnosis
dengan benar sesuai prosedur, pemberian terapi, melakukan tindakan medik sesuai standar
pelayanan medik, serta memberikan tindakan wajar yang memang diperlukan untuk
kesembuhan pasiennya. Adanya upaya maksimal yang dilakukan dokter ini adalah bertujuan
agar pasien tersebut dapat memperoleh hak yang diharapkannya dari transaksi yaitu
kesembuhan ataupun pemulihan kesehatannya.

Dalam pelayanan kesehatan terutama di rumah sakit, sering timbul pelanggaran etik,
penyebabnya tidak lain karena tidak jelasnya hubungan kerja antara dokter dengan rumah
sakit. Tidak ada suatu kontrak atau perjanjian kerja yang jelas yang mengatur hak dan
kewajiban masing-masing pihak. Sementara itu, perkembangan teknologi kesehatan juga
mempengaruhi terjadinya pelanggaran etik, karena pemilihan teknologi kesehatan yang tidak di
dahului dengan pengkajian teknologi dan pengkajian ekonomi, akan memunculkan tindakan
yang tidak etis dengan membebankan biaya yang tidak wajar kepada pasien.

Tindakan penyalahgunaan teknologi dalam pelayanan kesehatan, dilakukan oleh dokter baik
pada saat berlangsungnya diagnosa maupun pada waktu berlangsungnya terapi dengan
memanfaatkan ketidaktahuan pasien. Misalnya, pasien yang seharusnya tidak perlu diperiksa
dengan alat atau teknologi kesehatan tertentu, namun karena alatnya tersedia, pasien dipaksa
menggunakan alat tersebut dalam pemeriksaan atau pengobatan, sehingga pasien harus
membayar lebih mahal.Menyadari hal tersebut, pengawasan terhadap kemungkinan
pelanggaran etik perlu ditingkatan,untuk itu dalam makalah ini akan di angkat kasus mengenai
operasi cesar dengan menggunakan silet.

Tepat pukul 10.00 pasien tersebut di bawah ke ruang operasi lalu di bius dan bersiap-siap
menjalani operasi, saat hendak melakukan pembedahan staf ruang operasi tidak menemukan
pisau bedah lalu segera meminta pada keluarga pasien untuk mencari pisau bedah di apotik
RSUD namun apotik tersebut kehabisan stok pisau bedah karena pasien sudah terlanjur di
bius ,dokter yang bertanggung jawab atas operasi tersebut langsung segera mengambil langkah
darurat dengan mnggunakan pisau silet yang biasanya di gunakan untuk mencukur bulu pasien
operasi. Si pasien tersebut yang hanya di bius setengah badan juga mengetahui proses
pembedahan tersebut dan nampaknya tidak keberatan atas langkah yang di ambil dokter
tersebut. Operasi akhirnya berjalan dengan lancar, ibu dan anaknya pun selamat meski dengan
pembedahan yang tidak umum.

Dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia, di tegaskan bahwa seorang dokter harus senantiasa
mengingat kewajibannya melindungi hidup makhluk insani, mempergunakan segala ilmu dan
keterampilannya untuk kepentingan penderita. Jika ia tidak mampu melakukan statu
pemeriksaan atau pengobatan, ia wajib merujuk penderita lepada dokter lain yang mempunyai
keahlian dalam menangani penyakit tersebut. Seorang dokter tidak dapat dianggap
bertanggung jawab atas statu kegagalan untuk menyembuhkan pasien, CACAT atau meninggal,
bilamana dokter telah melakukan segala upaya sesuai dengan keahlian dan kemampuan
profesionalnya.

Bertolak dari hal tersebut diatas, dapat dibedakan antara apa yang dimaksud sebagai upaya
yang baik dengan tindakan yang tidak bertanggung jawab, lalai atau ceroboh. Artinya apabila
seorang dokter telah melakukan segala upaya, kemampuan, keahlian, dan pengalamannya
untuk merawat pasien atau penderita, dokter tersebut dianggap telah berbuat upaya yang baik
dan telah melakukan tugasnya sesuai dengan etik kedokteran. Sebaliknya, jika seorang dokter
tidak memeriksa, tidak menilai, tidak berbuat atau tidak meninggalkan hal-hal yang seharusnya
ditinggalkan oleh sesama dokter lain, pada umumnya di dalam situasi yang sama, dokter yang
bersangkutan dapat dikatakan telah melanggar standar profesi kedokteran.

Menurut Koeswadji (1992 : 104), standar profesi adalah nilai atau itikad baik dokter yang
didasari oleh etika profesinya, bertolak dari suatu tolak ukur yang disepakati bersama oleh
kalangan pendukung profesi. Wewenang untuk menentukan hal-hal yang dapat dilakukan dean
yang tidak dapat dilakukan dalam statu kegiatan profesi, merupakan tanggung jawab profesi itu
sendiri.Seorang dokter dalam menjalankan tugasnya mempunyai alasan yang mulia, yaitu
berusaha untuk menyehatkan tubuh pasien, atau setidak-tidaknya berbuat untuk mengurangi
penderitaan pasien. Oleh karenanya dengan alasan yang demikian wajarlah apabila apa yang
dilakukan oleh dokter itu layak untuk mendapatkan perlindungan hukum sampai batas-batas
tertentu. Sampai batas mana perbuatan dokter itu dapat dilindungi oleh hukum, inilah yang
menjadi permasalahan. Mengetahui batas tindakan yang diperbolehkan menurut hukum,
merupakan hal yang sangat penting, baik bagi dokter itu sendiri maupun bagi pasien dan para
aparat penegak hukum.

Malpraktik etik adalah tindakan dokter yang bertentangan dengan etika kedokteran,
sebagaimana yang diatur dalam kode etik kedokteran Indonesia yang merupakan seperangkat
standar etika, prinsip, aturan, norma yang berlaku untuk dokter.Yang dimaksud dengan
malpraktek etik adalah dokter melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika
kedokteran. Sedangkan etika kedokteran yang dituangkan da dalam KODEKI merupakan
seperangkat standar etis, prinsip, aturan atau norma yang berlaku untuk dokter. Tujuan dari
pengambilan kasus ini adalah untuk Mengetahui bagaimana kajian standar operasional dalam
sebuah operasi, Mengetahui siapakah yang bertanggung jawab dalam kasus ini, Mengetahui
apakah kasus ini melanggar kode etik ,pidana,perdata,atau kah administratif.

B.Kajian perspektif standar operasional dalam sebuah operasi

Untuk kasus yang penulis angkat sebenarnya telah menyalahi standar operasional prosedur
operasi ,karena menggunakan alat yang tidak biasa digunakan pada saat operasi
umumnya,walaupun sebenarnya bahan dari alat yang di pakai tersebut sama dengan pisau
bedah yang biasa di gunakan,namun peruntukannya memiliki beberapa perbedaan dimana silet
tersebut seharusnya di gunakan untuk mencukur bulu pasien pada saat operasi sementara
pisau bedah di gunakan untuk melakukan pembedahan. Dalam kasus ini ketua IDI (ikatan
dokter Indonesia) berkata bahwa silet steril itu dibenarkan dan tidak menjadi masalah selama
silet tersebut betul-betul steril. Jadi sebenarnya walaupun menyalahi standar operasional
prosedur operasi penggunaan silet steril itu tidak menjadi masalah bagi dokter karena juga di
desak dengan keadaan emergency atau darurat dari si pasien. Seharusnya yang sesuai dengan
standar operasional prosedur sebelum operasi dimulai semua perlengakapan untuk
pembedahan telah siap d ruang operasi sehingga pada saat dokter masuk

C.Pertanggung jawaban atas kasus

Mengenai pertanggung jawaban atas kasus operasi cesar menggunakan silet ada beberapa
penjelasan mengenai tindakan pelayanan medis sebelum menentukan siapa yang berhak untuk
bertanggung jawab atas permasalahan ini, simaklah penjelasan berikut ini. Secara umum yang
di maksud dengan pelayanan kesehatan adalah setiap pelayanan atau program yang di tujukan
pada perorangan atau masyarakat dan di laksanakan secara perseorangan atau secara
bersama-sama dalam suatu organisasi dengan tujuan untuk memelihara atau meningkatkan
derajat kesehatan yang di punyai “(Azwar.1996)

System pelayan kesehatan melalui rumah sakit adalah tatanan daripada tingkat pelayanan
rumah sakit yang disusun menurut pola rujukan timbal antara masyarakat,puskesmas,rumah
sakit,dan sarana kesehatan lainnya sehingga tercapai pelayanan yang bermutu,berdaya
guna,dan berhasil guna.

Permenkes No. 585 tahun 1989 tentang persetujuan tindakan medic Persetujuan tindakan
medic digunakan ketika terjadi hubungan professional antar dokter dengan pasiennya,dengan
persetujuan tindakan medic antara dokter dan pasien terjadi suatu perjanjian yang melahirkan
hak dan kewajiban bagi para pihak. Perkjanjian antara dokter dan pasien dalam persetujuan
tindakan medic adalah perjanjian daya upaya/usaha yang maksimal (inspanning verbitennis).
Dari perjanjian ini dokter harus berusaha denga segala ikhtiar dan usahanya ,mengerahkan
segenap kemampuannya,keterampilannya,ilmu pengetahuannya untuk menyembuhkan
pasien.dokter harus memberuka perawatan dengan berhati-hati dan penuh perhatian sesuai
dengan standar pelayanan medic,sebab penyimpangan dari standar berarti pelanggaran
perjanjianMakna dari perjanjian ini adalah bahwa dokter harus mengambil alternatif untuk
menunjuk dokter dan atau sarana kesehatan lainnya manakala ia merasa tidak mampu untuk
melanjutkan upaya pengobatan dan perawatan pasien tersebut.

Permenkes No. 585/MENKES/Per/IX/1989 tentang persetujuan tindakan medic pasal 1


menyebutkan persetujuan tindakan medic adalah persetujuan yang di berikan oleh pihak
pasien dan keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medic yang di lakukan
terhadap pasien tersebut.Pada permulaan abad ke XX mulai terjadi perubahan bahwa rumah
sakit dapat di mintai tanggung jawab hukum menurut doktrin”repondeat superior” dalam arti
rumah sakit bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan oleh petugas kesehatan
bawahannya baik sebagai status tetap maupun tidak,kecuali bagi mereka yang menjalankan
tugas profesi sebagai tamu visitor yang sekarang banyak di selenggarakan di rumah sakit
(poernomo,2000:150) Dengan perkembangan ilmu kesehatan secara pesat ,rumah sakit pun
tidak dapat melepaskan diri dari tanggung jawab pekerjaan yang di lakukan oleh bawahannya,
doktrin charitable community dalam bidang hukum tidak dapat di pergunakan lagi terhadap
tanggung jawab hokum rumah sakit.

Rumah sakit secara institusional bertanggung jawab terhadap segala konsekuensi yang timbul
berkenaan dengan penyelenggaraan terhadap keewajibannya dalam melaksanakan pelayanan
kesehatan . merupakan suatu kewajiban rumah sakit untuk tersedianya dan kesiapan tenaga
kesehatan ,tersedianya sarana dan fasilitas pelayanan kesehatan serta siap pakai. Selain itu
rumah sakit bertanggung jawab atas pemeliharaan segala sarana dan fasilitas pelayanan
kesehatan. Dalam hal ini tanggung jawab rumah sakit dapat di dasarkan pada Pelanggaran
kewajiban oleh tenaga kesehatan, Pelanggaran kewajiban rumah sakit, Rumah sakit
bertanggung jawab untuk melengakpi segala peralatan yang di perlukan untuk penegakkan
diagnosis dan terapi terhadap pasien.

Dengan demikian pelanggaran kewajiban oleh tenaga kesehatan akan melahirkan tanggung
jawab tenaga kesehatan,sedangkan pelanggaran kewajiban rumah sakit akan melahirkan
tanggung jawab rumah sakit dalam penyediaan sarana dan fasilitas .atas dasar ini maka
tanggung jawab hokum dalam pelayanan kesehatan pada asasnya di bebankan kepada tenaga
kesehatan dan kepada rumah sakit.
Tanggung jawab dokter apabila yang menjalankan tugasnya di rumah sakit pemerintah, maka
pemerintah (dalam hal ini sebagai atasannya ikut bertanggung jawab). Pertanggung jawaban
atas perbuatan dokter menurut dalmy iskandar (1998 )di dasarkan pada pertimbangan bahwa
dokter tersebut bekerja untuk dan atas nama rumah sakit yang bersangkutan,serta dalam
melaksanakan pekerjaannya,terikat pada peraturan kerja yang ada pada rumah sakit tersebut.

Freidon, mechanic, dan Cockerham dalam benyamin lomenta 1987(melihat pelaksanaan


kesehatan tidak terlepas dari tiga komponen utama dari system pelayanan kesehatan yaitu
ketenagakerjaan yang meliputi tenaga kesehatan (dokter,perawat,bidan,dll),fasilitas yang
meliputi semua lokasi fisik yang melayani pasien atau penunjang pelayanan pasien seperti
apotik,dan laboratorium.fasilitas uatam ialah rumah sakit termasuk semua perangkatnya
seperti laboratorium,ruangan pendidikan,dsb. Komponen tiga adalah teknologi meliputi setiap
perangkat pelaksanaan yang penting bagi penegakan masalah
kesehatan,penanganannya,bahkan pencegahannya .

D.Tanggung Jawab Hukum Dokter Terhadap Pasien

Dokter sebagai tenaga professional bertanggung jawab dalam setiap tindakan medis yang
dilakukan terhadap pasien. Dalam menjalankan tugas profesionalnya didasarkan pada niat baik
yaitu berupaya dengan sungguh-sungguh berdasarkan pengetahuannya yang dilandasi dengan
sumpah dokter, kode etik kedokteran dan standar profesinya untuk menyembuhkan atau
menolong pasien.

a. Dokter tidak bisa dituntut bila :


b. Berusaha mengobati pasiennya secara sungguh-sungguh
c. Tidak menelantarkan pasien
d. Meringankan penderitaan pasien
e. Bekerja secara tulus ikhlas
f. Menggunakan ilmu dan keterampilan secara maksimal
g. Berusaha menyelamatkan pasien
h. Walaupun pasiennya cacat atau meninggal dunia.

Jadi, dari penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa yang berhak bertanggung jawab
sepenuhnya adalah pihak rumah sakit itu sendiri, karena tidak menyediakan fasilitas peralatan
pada saat operasi akan di laksanakan, dimana pada bagian penyiapan alat-alat rumah sakit yang
bertanggung jawab adalah bagian pengadaan alat-alat rumah sakit, sebab seperti yang kita
ketahui bahwa dalam setiap rumah sakit sudah ada alokasi dana di tiap-tiap substansi. Dan
bukan hanya rumah sakit saja Dokter pun seharusnya membenah diri jika operasi akan
dilaksanakan, dokter harus ikut melakukan pengecekan alat-alat sebelum operasi dilaksanakan
agar tidak terjadi lagi hal-hal yang beresiko pada pasien dan semua berjalan dengan standar
operasional prosedur medik. Walaupun demikian tindakan yang dilakukan dokter telah memiliki
persetujuan medis dimana pembedahan ini diketahui oleh pasien beserta keluarganya dan
menyetujui untuk melakukan pembedahan dengan menggunakan silet (Informed Consent).

E.Hukum pidana, perdata, administratif atau kah Kode etik

Dalam kasus “operasi dengan menggunakan silet” merupakan kasus yang berhubungan
dengan pihak rumah sakit,dimana kasus ini merupakan kasus malpraktek etik. Dokter tidak
dapat di kenai hukum karena dokter tersebut sudah melakukan tugasnya dengan baik yaitu
melindungi pasien dari penderitaan,serta menyelamatkan nyawa pasien. Pokok
permasalahannya hanya karena peralatan (pisau bedah ) tidak terdapat dalam ruangan operasi
tersebut si dokter menggunakan alat seadanya yaitu “silet steril” untuk menyelamatkan nyawa
si pasien tersebut, dengan beberapa pertimbangan yaitu pasiennya sudah terlanjur di bius jadi
harus segera di lakukan tindakan emergency oleh dokter tersebut. Sebenarnya kasus ini
merupakan pelanggaran etik karena si dokter hanya berusaha membantu menyelamatkan
pasien tersebut sehingga tidak ada pilihan lain lagi untuk membedah pasien tersebut dengan
menggunakan silet,yang sebenarnya juga mempunyai resiko medic bagi pasien.

Untuk sanksi yang di berikan ,semua telah di atur dalam sebuah lembaga disiplin profesi MKEK
(Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) sebagai lembaga independen yang memiliki suatu
kewenangan khusus dalam mengukur telah terjadi tindak pelanggaran terhadap kode etik
kedokteran ataukah tidak dan pemerintah melalui amanat Undang-Undang Nomor 29
tahun2004 khususnya pasal 55 membentuk sebuah lembaga disiplin profesi, bernamaMajelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) yang berfungsiuntuk menegakkan disiplin
bagi dokter dan dokter gigi dalam menjalankan praktikkedokteran.

Adapun sanksi yang diberikan kepada dokter yang melanggar disusun secara bertahap seperti
berikut :

a. Penasehatan.
b. Peringatan.
c. Pembinaan (pendidikan perilaku etis).
d. Reschoolling(untuk pelanggar berat).

Dalam kasus seperti ini yang bertanggung jawab adalah pihak rumah sakit karena tidak
menyediakan fasilitas untuk pelayanan kesehatan dalam hal ini adalah peralatan untuk operasi
yang memadai sehingga menyebabkan bawahannya(dokter) melakukan tindakan yang beresiko
untuk menindaklanjuti operasi tersebut. Disini sudah sangat jelas bahwa mutu pelayanan
kesehatan rumah sakit tersebut masih belum baik di lihat dari segi fasilitas pelayanan
kesehatannya yang kurang, serta akan berdampak negative bagi citra rumah sakit walaupun si
pasien berhasil melakukan operasi cesar tersebut. Jadi, harus ada introspeksi diri bagi rumah
sakit dan dokter untuk membangun mutu pelayanan kesehatan yang bergengsi dan di acungi
jempol sebagai system dan subsistem pelayan kesehatan bagi masyarakat. Seperti pada
pernyataan ini Dokter tidak bisa dituntut bila.

a. Berusaha mengobati pasiennya secara sungguh-sungguh


b. Tidak menelantarkan pasien
c. Meringankan penderitaan pasien
d. Bekerja secara tulus ikhlas
e. Menggunakan ilmu dan keterampilan secara maksimal
f. Berusaha menyelamatkan pasien
g. Walaupun pasiennya cacat atau meninggal dunia
h. Tanggung Jawab Hukum Dokter Terhadap Pasien

Dokter sebagai tenaga professional bertanggung jawab dalam setiap tindakan medis yang
dilakukan terhadap pasaien. Dalam menjalankan tugas profesionalnya didasarkan pada niat
baik yaitu berupaya dengan sungguh-sungguh berdasarkan pengetahuannya yang dilandasi
dengan sumpah dokter, kode etik kedokteran dan standar profesinya untuk menyembuhkan
atau menolong pasien.Kelalaian implikasinya dapat dilihat dari segi etik dan hukum, bila
penyelesaiannya dari segi etik maka penyelesaiannya diserahkan dan ditangani oleh profesinya
sendiri dalam hal ini dewan kode etik profesi yang ada diorganisasi profesi, dan bila
penyelesaian dari segi hukum maka harus dilihat apakah hal ini sebagai bentuk pelanggaran
pidana atau perdata atau keduannya dan ini membutuhkan pakar dalam bidang hukum atau
pihak yang berkompeten dibidang hukum.

Dari penjelasan di atas bahwa dalam kasus yang penulis angkat adalah kasus yang masuk dalam
malpraktek etik. Dimana untuk penanganan atau pemberian sanksi akan di tangani olehMajelis
Kehormatan Disiplin.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Standar pelayanan medis ini merupakan hukum yang mengikat para pihak yang berprofesi di
bidang kesehatan, yaitu untuk mengatur pelayanan kesehatan dan mencegah terjadinya
kelalaian staff medis dalam melakukan tindakan medis. Dalam kaitannya dengan profesi dokter
di perlukan estándar pelayanan medis yang mencakup: standar ketenangan, standar prosedur,
standar sarana, dan standar hasil yang di harapkan.Untuk standar pelayanan medis baiknya ada
persiapan lebih dulu sebelum memulai tindakan operasi agar tindakan pembedahannya
berjalan dengan lancar sesuai dengan standar operasional prosedur medic. Untuk pertanggung
jawaban kasus ini lebih menitik beratkan pada pihak rumah sakit sebagai penyedia sarana
kesehatan yang kurang maksimal dimana fasilitas pelayanan rumah sakit tersebut masih di
bawah standar di lihat dari segi kualitas mutu pelayanan kesehatan.

B.Saran

1. Pemahaman dan bekerja dengan kehati-hatian, kecermatan, menghindarkan bekerja dengan


cerobah,adalah cara terbaik dalam melakukan praktek kedokteran sehingga dapat terhindar
dari kelalaian/malpraktek.

2. Standar profesi kedokteran dan standar kompetensi rumah sakit merupakan hal penting
untuk menghindarkan terjadinya kelalaian, maka perlunya pemberlakuan standar praktek
kedokteran Nasional dan terlegalisasi dengan jelas.

3. Rumah Sakit sebagai institusi pengelola layanan praktek kedokteran dan tenaga kesehatan
harus memperjelas kedudukannya dan hubungannya dengan pelaku/pemberi pelayanan
keperawatan, sehingga dapat diperjelas bentuk tanggung jawab dari masing-masing pihak

4. Baiknya sebelum melakukan kegiatan pembedahan, jangan lupa untuk mengecek alat-alat di
dalam ruangan operasi .

DAFTAR PUSTAKA
http://hukumkes.wordpress.com/2008/03/15/persetujuan-tindakan-medik/

http://profesionalisme-dan-standar-profesi.html

http://pasien-tanggung-jawab-dokter-atau-rumah-sakit.com

http://HUKUM%20dan%20ETIK%20KEDOKTERAN,%20STANDAR%20PROFESI%20MEDIS%20dan
%20AUDIT%20MEDIS%20%C2%AB%20Budiyanto's%20Blog.com

http://pelayanan.kesehatan.cesar.

Anda mungkin juga menyukai