Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan sebagian besar
penduduknya bekerja pada bidang pertanian yang memiliki sumber daya alam
beraneka ragam, lahan pertanian yang luas dan berlimpah. Indonesia juga
merupakan negara penghasil rempah-rempah. Sampai saat ini, masih banyak
masyarakat indonesia yang memanfaatkan tanaman sebagai obat untuk
mengatasi penyakit dalam meningkatkan kesehatan. Kondisi masyarakat saat
ini, di tengah-tengah pandemi penyakit yang disebabkan oleh virus yang
melanda dunia, menyadarkan akan arti pentingnya kebersihan.
Kesehatan berawal dari kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga
kebersihan diri sendiri, keluarga, masyarakat dan lingkungan sekitar. Kesadaran
ini harus terus menerus dibangun dan dipupuk, mengingat kondisi kesehatan
akan sangat mempengaruhi produktivitas diri kita. Kesehatan adalah keadaan
sehat baik secara fisik, mental dan spiritual yang memungkinkan setiap orang
untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Menteri Hukum dan HAM,
2009).
Kesehatan merupakan aspek penting yang dapat mempengaruhi kualitas
hidup setiap individu. Masyarakat harus menjaga kebersihan diri agar dapat
terhindar dari paparan virus. Penularan virus yang dapat melalui tetesan
pernapasan yang dihasilkan pada saat seseorang bersin dan orang lain
menghirupnya, bahkan virus dapat menular saat tangan menyentuh permukaan
yang telah terkontaminasi. Cara yang efektif untuk menjaga kesehatan tubuh
adalah dengan menjaga kebersihan, salah satunya adalah kebersihan tangan.
Tangan merupakan salah satu media penularan berbagai penyakit. Dampak yang
terjadi tidak mencuci tangan dengan sabun adalah penyebaran penyakit menular
seperti diare, infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) dan flu burung.
Pada umumnya, orang sudah melakukan cuci tangan setiap hari akan tetapi
belum melakukan cuci tangan yang benar, dalam artian cara melakukan cuci
tangan maupun kapan harus cuci tangan belum maksimal. Padahal perilaku cuci
tangan yang benar dan dilakukan sehari-hari mempunyai dampak positif yang
besar. Masyarakat hanya mengetahui penyakit menular pada penyakit tertentu
saja sedangkan untuk penyakit dalam atau penyakit infeksi lainya masih kurang
sehingga kesadaran untuk masyarakat dalam menjaga hidup sehat, dan menjaga
dirinya dari bahaya penyakit menular terbatas pada apa yang mereka ketahui
saja.
Berdasarkan bentuk fisiknya sabun yang sering digunakan adalah sabun cair
dan sabun padat. Namun saat ini sabun cair lebih banyak diminati oleh
masyarakat. Sabun cair memiliki keunggulan yaitu mudah digunakan, disimpan,
dan lebih higienis bagi konsumen. Penggunaan sabun cair lebih baik
dibandingkan gel hand sanitizer, karena hand sanitizer tidak menghilangkan
kotoran atau zat organik, sehingga jika tangan sangat kotor atau terkontaminasi
oleh darah atau cairan tubuh, harus terlebih dahulu tangan dicuci dengan air
menggunakan sabun.
Pemanfaatan minyak atsiri dalam pembuatan sabun cair pencuci tangan
merupakan langkah yang tepat untuk memanfaatkan tumbuhan penghasil minyak
atsiri yang tidak atau belum bisa dimanfaatkan secara optimal. Penggunaan minyak
atsiri alami lebih banyak didapatkan pada tumbuhan.
Pemanfaatan berbagai jenis tumbuhan merupakan gambaran bahwa masyarakat
telah menyadari arti pentingnya tumbuhan tersebut. Salah satu bahan alam yang
dapat berkhasiat sebagai antibakteri adalah serei wangi dan kayu manis.
Sabun adalah molekul amfifilik yang memiliki gugus hidrofilik dan hidrofobik,
dengan kata lain sabun larut dalm minyak dan air. Sabun merupakan surfaktan
anionik. Sabun sering disebut sebagai surfaktan alami karena sebagian besar minyak
dan lemak yang digunakan dalam produksinya terdapat di alam (Baki & Alexander,
Kenneth, 2015).
Minyak serei wangi merupakan minyak nabati yang banyak digunakan sebagai
bahan dasar kosmetik atau parfum, obat-obatan, serta banyak digunakan dalam
industri sebagai pemberi aroma dan rasa. Kandungan kimia terpenting dalam serei
wangi adalah persenyawaan aldehid, yaitu sitronelal dan persenyawaan alkohol,
yaitu sitronelol dan geraniol. Serei wangi juga mempunyai aktivitas antibakteri yang
sangat baik tehadap Staphylococcus aureus, E. Coli, Bacillus Sereus, dan S. Mutans.
Kandungan kimia terpenting dalam serei wangi adalah persenyawaan
aldehid, yaitu sitronelal dan persenyawaan alkohol, yaitu sitronelol dan
geraniol. Minyak serei wangi didapatkan dari hasil penyulingan tanaman serei
wangi yang mengandung sitronelal 32-45%, sitronelol 11-15%, geraniol 10-
12%, geranil asetat 3-8%, sitronelal asetat 2-4%, dan sedikit seskuiterpen serta
senyawa lainnya (Agustian et al., 2016; Masada, 1976).
Minyak kulit kayu manis mempunyai aktivitas antibakteri terhadap
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis dengan daya hambat
yang sangat kuat. Berdasarkan data pengujian aktivitas antioksidan, dapat
disimpulkan bahwa ekstrak metanol kayu manis cukup potensial sebagi sumber
senyawa antioksidan karena kemampuan aktivitas antoksidannya setara dengan
aktivitas α-tokoferol sebagai senyawa antioksidan. Minyak atsiri kulit kayu
manis memiliki aktivitas antibakteri dan antioksidan dikarenakan sebagian
senyawa fenol ikut terdestilasi pada proses pembuatan minyak atsiri.
Kulit kayu manis merupakan kulit batang atau ranting Cinnamomum
burmanni Ness ex BI., berasal dari suku Lauraceae yang terbebas dari bagian
kulit gabus terluar dan dikeringkan, dapat berupa kulit tergulung, patahan atau
serbuk, serta mengandung minyak atsiri tidak kurang dari 1,50% v/b dan kadar
sinamaldehid tidak kurang dari 0,50%. Pemerian kulit kayu manis berupa
batangan atau kulit menggulung, membujur, pipih atau berupa berkas yang
terdiri atas tumpukan beberapa potong kulit yang tergulung membujur, panjang
hingga
1 meter, tebal kulit 1-3 mm atau lebih, warna coklat kekuningan, bau khas, rasa
sedikit manis.
Menurut penelitian, metode yang digunakan yaitu ekstraksi. Proses
ekstraksi adalah melarutkan minyak atsiri dalam bahan dengan pelarut
organik yang bersifat mudah menguap. Pelarut yang digunakan pada proses
ekstraksi yaitu alkohol, petroleum eter, dan benzene.
Minyak atsiri daun serai dan kulit kayu manis dapat diambil dengan
menggunakan ekstraksi. Oleh karena itu, pada penelitian ini diharapkan agar
didapatkan minyak atsiri yang baik untuk proses pembuatan sabun cair pencuci
tangan sehingga sabun cair yang dihasilkan baik pula.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
1. Bagaimana proses pembuatan sabun cair pencuci tangan dari daun serai
dan kulit kayu manis melalui proses ekstraksi?
2. Bagaimana hasil uji penelitian yang dihasilkan pada pembuatan sabun
cair pencuci tangan?
3. Bagaimana hasil kombinasi minyak atsiri dari daun serai dan kulit kayu
manis terhadap sediaan sabun cair pencuci tangan?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Memperoleh sabun cair pencuci tangan alami dari kombinasi daun serai
dan kulit kayu manis melalui proses ekstraksi-distilasi
2. Menentukan kombinasi minyak atsiri pada daun serai dan kulit kayu
manis yang sesuai untuk dijadikan pembuatan sabun cair pencuci
tangan.
3. Menentukan kualitas sabun cair tangan alami yang dihasilkan.

1.4 Manfaat Penelitian


1. Bagi Mahasiswa
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang pembuatan sabun
cair cuci tangan alami dan sebagai penerangan yang dapat dipelajari
dengan proses ekstraksi-distilasi.
2. Bagi Masyarakat
Dapat memanfaatkan daun serai dan kulit kayu manis agar menjadi
produk yang berguna dan dapat dijadikan sebagai alternatif pembuatan
sabun sendiri.

1.5 Relevansi
Judul penelitian yang diambil dalam hal ini memiliki keterkaitan dengan
bidang ilmu teknik kimia yaitu Rekayasa Proses berdasarkan dari proses
yang dilakukan dalam penelitian di laboratorium.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sabun

Menurut Kenneth (2005) tangan mewakili bagian tubuh yang paling


sering dibersihkan setiap hari. Selain sebagai pembersihan sederhana, cuci
tangan juga memiliki peran penting dalam pengendalian infeksi. Studi
menunjukkan bahwa mencuci tangan dengan sabun dan air lebih efektif dalam
menghilangkan bakteri patogen dibandingkan mencuci tangan dengan air saja.

Menurut Jones (2011), sabun berasal dari bahasa latin (sapo) yang
artinya dalam bahasa latin sama dengan (sebum atau tallow), produk sabun
yang dihasilkan awalnya diperoleh dengan mencampurkan lemak atau minyak
dengan abu kayu (alkali) dimana campuran tersebut akan menghasilkan reaksi
saponifikasi.
Menurut Baki, dkk (2015) Sabun adalah garam asam lemak. Jika basa
yang digunakan mengandung ion natrium, kalium atau amonium, terbentuk
sabun yang larut air, sedangkan zink dan magnesium membuat sabun tidak larut
yang disebut sabun metalik. Produk pembersih kulit mengandung sabun yang
larut dalam air. Nilai pH sabun adalah basa dan biasanya dalam rentang 9,5 –10.
Sabun adalah molekul amfifilik yang memiliki gugus hidrofilik dan hidrofobik,
dengan kata lain sabun larut dalam minyak dan air. Sabun merupakan surfaktan
anionik. Sabun sering disebut sebagai surfaktan alami karena sebagian besar
minyak dan lemak yang digunakan dalam produksinya terdapat di alam.

Penambahan bahan alami yang aman bagi kesehatan, sabun cair sendiri
pun perlu dikembangkan karena dapat memberikan pengaruh positif atau fungsi
tertentu terhadap sabun cair yang dihasilkan. Fungsi tersebut antara lain
memberikan kesan halus dan lembut, melembabkan kulit dan memilik aktivitas
antibakteri dan memberikan aroma wangi bila di gunakan. Selain itu, dengan
penambahan bahan alami tersebut diharapkan dapat memberikan aroma dan
sebagai anti bakteri sabun cair.
Tabel 2.1 Syarat Mutu Sabun Cair (Badan Standarisasi Nasional, 2017)

Kriteria Uji Satuan Syarat

pH - 4 - 10
Total bahan % fraksi massa Minimal 10
aktif
Bahan yang % fraksi massa Maksimal 0,5
tidak larut
dalam etanol
Alkali bebas % fraksi massa Maksimal 0,05
sebagai NaOH
Asam lemak % fraksi massa Maksimal 1
bebas (dihitung
sebagai asam
oleat)
Cemaran Koloni/g Maksimal
mikroba Angka 1x103
lempeng total

CATATAN : Alkali bebas atau asam lemak bebas merupakan pilihan


tergantung pada sifatnya asam atau basa.

2.2 Sereh Wangi


Menurut Farah Nabila, dkk (2019) tanaman serei wangi merupakan salah
satu tanaman yang tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Budidaya
tanaman serai wangi banyak ditemui di Sumatra Barat, Sumatra Selatan, Jawa
Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan. Serai wangi tergolong dalam
keluarga rumput yang berbau, jangka hidupnya cukup panjang dan dapat
tumbuh hingga
1-1,5 m. Daun serai wangi berbentuk sesil, yaitu tidak mempunyai tangkai daun,
ringkas, hijau dan berlapis, dengan ukuran rata-rata 60 cm x 2,5 cm. Serai
wangi mempunyai daun yang licin. Selaput daun serai wangi berbentuk lurus
dan bertindak sebagai batang. Rizomnya tegak dan kuat, menjalar, serta
mempunyai warna kekuningan apabila dipotong.
Minyak serei wangi merupakan minyak atsiri yang dapat diperoleh dari
bagian daun dan batang tanaman serai wangi. Kegunaan minyak serei wangi dan
turunannya sangat luas, mulai sebagai bahan baku parfum, antiseptik, kosmetik,
obat-obatan, perisa makanan atau minuman serta pencampur rokok kretek.
Beberapa jenis diantaranya digunakan sebagai bahan analgesik, kaemolitik atau
sebagai antienzymatic serta sedativa dan stimulan untuk pbat sakit perut, masuk
angin, bahan baku sampo, dan sebagai bahan baku lotion untuk mencegah
gigitan serangga.

2.2.1 Klasifikasi Tanaman Serai (Cymbopogon nardus L.)


Kedudukan taksonomi tumbuhan serai menurut Santoso (2007), sebagai berikut:

• Kingdom : Plantae

• Subkingdom : Tracheobionta

• Divisi : Magnoliophyta

• Subdivisi : Angiospermae

• Kelas : Monocotyledonae

• Subkelas : Commelinidae

• Ordo : Poales

• Famili : Poaceae/Graminae

• Genus : Cymbopogon

• Spesies : Cymbopogon nardus L. Rendle

2.2.2 Kandungan Tanaman Serai (Cymbopogon nardus L.)

Tanaman serai mengandung minyak esensial atau minyak atsiri. Minyak


atsiri dari daun serai rata-rata 0,7% (sekitar 0,5% pada musim hujan dan dapat
mencapai 1,2% pada musim kemarau). Minyak sulingan serai wangi berwarna
kuning pucat. Bahan aktif utama yang dihasilkan adalah senyawa aldehid sebesar 30-
45%, senyawa alkohol sebesar 55-65% dan senyawa-senyawa lain seperti geraniol,
sitral, nerol, metal, heptonon dan dipentena (Khoirotunnisa, 2008).
Tabel 2.2 Senyawa Penyusun Minyak Atsiri Serai
Senyawa Penyusun Kadar
Sitronelal (antioksidan) 32-45
Geraniol (antioksidan) 12-18
Sitronellol 12-15
Geraniol Asetat 3-8
Sitronellil Asetat 2-4
L-Limonene 2-5
Elemol & Seskwiterpene lain 2-5
Elemene & Cadinene 2-5
Sumber : Guenther (2006)

2.3 Kulit Kayu Manis (Cinnamomum Burmanni Ness Ex Bi)


2.3.1 Klasifikasi Kayu Manis (Cinnamomum Burmanni Ness Ex Bi)
Klasifikasi tanaman kayu manis menurut Rismunandar dan Paimin (2001)
adalah sebagai berikut :

• Divisi : Gymnospermae

• Subdivisi : Spermatophyta

• Kelas : Dicotyledonae

• Sub Kelas : Dialypetalae

• Ordo : Policarpicae

• Famili : Lauraceae

• Genus : Cinnamomum

• Spesies : Cinnamomum burmanii


2.3.2 Kandungan Kayu Manis (Cinnamomum Burmanni Ness Ex Bi)
Komponen terbesar pada kayu manis adalah alkohol sinamat, kumarin,
asam sinamat, sinamaldehid, antosinin dan minyak atsiri dan mengandung gula,
protein, lemak sederhana, pektin dan lainnya (Al-Dhubiab, 2012). Ekstrak kulit
batang Cinnamomum Burmanii menghasilkan senyawa antioksida berupa
polifenol (tanin, flavonoid) dan minyak atsiri golongan fenol. Kayu manis dapat
ditambahkan pada sabun untuk memberikan tekstur dan ketertarikan terhadap
penggunaannya.

2.4 Ekstraksi

Ekstraksi merupakan suatu proses pemisahan suatu senyawa dari


campuran zat padat atau cair menggunakan zat pelarut, proses ini sering
dilakukan diberbagai industri. Ekstraksi dengan pelarut adalah pemisahan antar
bagian suatu bahan berdasarkan perbedaan sifat pelarut masing-masing bagian
bahan terhadap pelarut yang digunakan (Mc.Cabe, 1987). Secara garis besar ada
dua macam pemisahan yaitu :

1. Ekstraksi padat cair digunakan untuk memisahkan zat yang dapat larut
dari campurannya dengan zat padat yang tidak dapat larut, ekstraksi
padat-cair disebut leaching. Contoh lainnya juga adalah ekstraksi
soxhket.

2. Ekstraksi cair-cair digunakan untuk memisahkan dua zat yang saling


bercampur dengan menggunakan suatu pelarut yang melarutkan salah
satu zat dalam campuran tersebut.
Salah satu metode ekstraksi yang banyak dikembangkan karena faktor
kemudahan adalah maserasi. Penelitian lain menyebutkan bahwa penyarian
dengan metode refluks dapat meminimalkan penggunaan pelarut dengan hasil
rendemen yang baik.
2.5 Peneliti Yang Telah Membuat Sabun Cair Cuci Tangan
Pada penelitian yang dilakukan oleh Umi Nafisah, Ester Dwi Antari,
Puput Albetia (2021) tentang formulasi sabun cair cuci tangan. Sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah minyak atsiri sereh dan minyak atsiri
kulit kayu manis yang diperoleh dari Rumah Atsiri Indonesia Tawangmangu,
Jawa Tengah. Berdasarkan hasil penelitian, maka minyak sereh dan minyak
kayu manis dapat dikembangkan menjadi bentuk sediaan sabun cair cuci tangan,
namun perlu penyempurnaan formulasi sehingga didapatkan sabun yang
memenuhi pH kulit.

Pada penelitian Megi A. Sahambangung, Olvie S. Datu, Gideon A.R.


Tiwow, Nerni O, Potolangi (2019) telah melakukan penelitian dengan
menggunakan ekstrak daun pepaya. Karena daun pepaya merupakan salah satu
tanaman yang digunakan dalam pengobatan tradisional. Bagian tanaman yang
sering digunakan sebagai obat tradisional adalah daunnya. Daun pepaya dapat
dijadikan sebagai bahan sampel dalam formulasi sabun cair karena terdapat
senyawa antiseptik yaitu senyawa polifenol dan flavonoid.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Ardin, Suprianto (2017) ini


menggunakan sampel bahan alami dari ekstrak etanol daun seledri. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan metode eksperimental
laboratorium. Banyaknya sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
ekstrak daun seledri yang terdiri dari konsentrasi yang berbeda –beda.

Pada penelitian Nikmatul Ikhrom Eka Jayani, Kartini, Nurul Basirah


(2017) membuat formulasi sabun cair cuci tangan dengan ekstrak jeruk nipis
(Citrus aurantifolia). Air perasan jeruk nipis memiliki kandungan minyak atsiri.
Semakin besar konsentrasi yang digunakan, maka kandungan minyak atsiri
semakin besar pula dan menyebabkan baunya semakin khas. . Air perasan jeruk
nipis juga memiliki kandungan asam organik yang besar, terutama asam sitrat.
Hal tersebut yang menyebabkan pH air perasan jeruk nipis rendah, sehingga
cocok digunakan dalam pembuatan sabun cair cuci tangan ini karena memenuhi
spesifikasi organoleptis dan bobot jenis yang dipersyaratkan oleh SNI.
Nama : Rizky Rahmi Amaliyah

Kelas : 2KD

NPM : 062130400116

Mata Kuliah : Bahasa Indonesia

Dosen Pengampu : A. Rizqi Kurama,S.Pd.,M.A.

Tugas:

Mencari bagian “yang seharusnya” dan “yang senyatanya” pada BAB 1 Laporan Akhir
yang sudah ditentukan.

Jawab:

1. Kedudukan taksonomi tumbuhan serai menurut Santoso (2007), sebagai berikut:

• Kingdom : Plantae

• Subkingdom : Tracheobionta

• Divisi : Magnoliophyta

• Subdivisi : Angiospermae

• Kelas : Monocotyledonae

• Subkelas : Commelinidae

• Ordo : Poales

• Famili : Poaceae/Graminae

• Genus : Cymbopogon

• Spesies : Cymbopogon nardus L. Rendle

Kesalahan: Sebaiknya diganti menjadi tabel seperti tabel 2.2, agar terlihat lebih rapi.
2. Klasifikasi tanaman kayu manis menurut Rismunandar dan Paimin (2001) adalah
sebagai berikut :

• Divisi : Gymnospermae

• Subdivisi : Spermatophyta

• Kelas : Dicotyledonae

• Sub Kelas : Dialypetalae

• Ordo : Policarpicae

• Famili : Lauraceae

• Genus : Cinnamomum

• Spesies : Cinnamomum burmanii

Kesalahan : Sebaiknya diganti menjadi tabel seperti tabel 2.2, agar terlihat lebih rapi.

Anda mungkin juga menyukai