DISUSUN OLEH :
TIRA SEPTIA TRISNA
NIM : 30901301842
B. Etiologi
C. Patofisiologi
Apendik belum diketahui fungsinya, merupakan bagian dari sekum.
Peradangan pada apendik dapat terjadi oleh adanya ulserasi dinding mukosa
atau obstruksi lumen (biasanya oleh fecolif/faeses yang keras). Penyumbatan
pengeluaran sekret mukus mengakibatkan perlengketan, infeksi dan
terhambatnya aliran darah. Dari keadaan hipoksia menyebabkan gangren atau
dapat terjadi ruptur dalam waktu 24-36 jam. Bila proses ini berlangsung terus-
menerus organ disekitar dinding apendik terjadi perlengketan dan akan menjadi
abses (kronik). Apabila proses infeksi sangat cepat (akut) dapat menyebabkan
peritonitis. Peritonitis merupakan komplikasi yang sangat serius. Infeksi kronis
dapat terjadi pada apendik, tetapi hal ini tidak selalu menimbulkan nyeri di
daerah abdomen (L. Ludeman.2004).
D. Pathways
Masa/tinja/benda asing
Peradangan
Peregangan Apendik
Tekanan intra luminal
suplai darah terganggu
Hipoksia
Nyeri
Akut..........................Ulserasi + invasi
Kronis.......................Nekrose + perporasi
(L. Ludeman.2004)
E. Manifestasi Klinik
Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam
ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan.
Nyeri tekan local pada titik Mc Burney bila dilakukan tekanan.
Nyeri tekan lepas ( hasil atau intensifikasi dari nyeri bila tekanan
dilepaskan) mungkin dijumpai.
Derajat nyeri tekan, spasme otot dan apakah terdapat konstipasi atau
diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi apendiks.
Kekakuan pada bagian bawah otot rektus kanan dapat terjadi.
Tanda rousing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran
bawah kiri.
Bila apendiks telah rupture, nyeri menjadi lebih menyebar, distensi
abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi pasien memburuk.
(RadenFahmi,2010)
F. Penatalaksanaan
Apendisitis perforasi
Persiapan prabedah: pemasangan sonde lambung dan tindakan dekompresi.
Rehidrasi. Penurunan suhu tubuh. Antibiotika dengan spectrum luas, dosis
cukup, di berikan secara intravena.
Apendisitis dengan penyulit peritonitis umum
Umumnya pasien dalam kondisi buruk. Tampak septic dan dalam kondisi
hipovolemi serta hipertensi. Hipovolemi diakibatkan oleh puasa lama, muntah
dan pemusatan cairan di daerah proses radang, seperti udem organ
intraperitoneal, dinding abdomen dan pengumpulan cairan dalam rongga usus
dan rongga peritoneal.
Persiapan prabedah:
- Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
- Pemasangan kateter untuk kontrol produksi urin
- Rehidrasi
- Antibiotika dengan spectrum luas, dosis tinggi dan
diberikan secara intravena
- Obat-obat penurun panas, phenergan sebagai anti
menggigil, largaktil untuk membuka pembuluh-pembuluh darah perifer
diberikan setelah rehidrasi tercapai
Pembedahan
Pembedahan dikerjakan bila rehidrasi dan usaha penurunan suhu tubuh telah
tercapai. Suhu tidak melebihi 38 derajat, produksi urin berkisar 1-2 ml/kg/jam.
Nadi di bawah 120/menit.
Teknik pembedahan
Insisi tranversal di sebelah kanan sedikit di bawah umbilicus. Sayatan
Fowler Weiser lebih di pilih, karena cepat dapat mencapai rongga abdomen
dan bila diperlukan sayatan dapat diperlebar ke medial dengan memotong fasi
dan otot rektus.
Sebelum membuka peritoneum tepi sayatan diamankan dengan kasa.
Membuka peritoneum sedikit dahulu dan alat pengisap telah disiapkan
sedemikian rupa sehingga nanah dapat langsung terisap tanpa kontaminasi ke
tepi sayatan. Sayatan diperlebar dan pengisapan nanah diteruskan.
Apendektomi dikerjakan seperti biasa. Pencucian rongga peritoneum mutlak
dekerjakan dengan larutan NaCl fisiologis sampai benar-benar bersih. Cairan
yang dimasukkan terlihat jernih sewaktu diisap kembali. Pengumpulan nanah
biasa ditemukan di fosa apendiks, rongga pelvis di bawah diafraghma dan
diantara usus-usus. Luka sayatan dicuci dengan larutan NaCl fisiologis juga
setelah peritoneum dan lapisan fasi yang menempel peritoneum dan sebagian
otot di jahit. Penjahitan luka sayatan jangan dilakukan terlalu kuat dan rapat.
Pemasangan dren intraperitoneal masih merupakan kontroversi. Bila
pencucian rongga peritoneum benar-benar bersih dren tidak diperlukan. Lebih
baik dicuci bersih tanpa dren daripada dicuci kurang bersih dipasang dren.
(Harnawatiaj,2008)
G. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiologi
Foto polos abdomen dikerjakan apabila dari hasil
pemeriksaan riwayat sakit dan pemeriksaan fisik meragukan.
Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran
perselubungan, mungkin terlihat "ileal atau caecal ileus" (gambaran
garis permukaan cairan-udara di sekum atau ileum)
Patognomonik bila terlihat gambaran fekolit.
Foto polos pada apendisitis perforasi:
- Gambaran perselubungan lebih jelas dan dapat tidak
terbatas di kuadran kanan bawah.
- Penebalan dinding usus disekitar letak apendiks, seperti
sekum dan ileum.
- Garis lemak pra peritoneal menghilang.
- Scoliosis ke kanan.
- Tanda-tanda obstruksi usus seperti garis-garis
permukaan cairan-cairan akibat paralysis usus-usus local di daerah
proses infeksi.
Gambaran tersebut di atas seperti gambaran peritonitis pada
umumnya, artinya dapat disebabkan oleh bermacam-macam kausa.
Apabila pada foto terlihat gambaran fekolit maka gambaran seperti
tersebut di atas patognomonik akibat apendisitis.
b. Laboratorium
Pemeriksaan darah: lekosit ringan( 10.000-20.000 /ml)
dengan peningkatan jumlah netrofil umumnya pada apendisitis
sederhana. Lebih dari 13.000/mm3 umumnya pada apendisitis
perforasi. Tidak adanya lekositosis tidak menyingkirkan apendisitis.
Hitung jenis: terdapat pergeseran ke kiri.
Pemeriksaan urin: sedimen dapat normal atau terdapat lekosit
dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel
pada ureter atau vesika. Juga untuk membedakannya dengan kelainan
pada ginjal dan saluran kemih.
(Mahdi,2010)
II. KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Data subyektif
Sebelum operasi
Nyeri daerah pusar menjalar ke daerah perut kanan bawah.
Mual, muntah, kembung.
Tidak nafsu makan, demam.
Tungkai kanan tidak dapat diluruskan.
Diare konstipasi.
Sesudah operasi
Nyeri daerah operasi.
Lemas, haus.
Mual, kembng.
Pusing.
b. Data obyektif
Sebelum operasi
Nyeri tekan di titik Mc Berney.
Spasma otot.
Taksikardi, takipea.
Pucat, gelisah.
Bising usus berkurang atau tidak ada.
Demam 38-38,5oC.
Sesudah operasi
Terdapat luka operasi di kuadran kanan abonsmen.
Terpasang infus.
Terdapat ardin/pipa lambung.
Bising usus berkurang.
Selaput mulut mukosa kering.
c. Pemeriksaan laboratorium
Leukosit 10.000 – 18.00 /mm3.
Nitrofit meningkat 75%.
WBC yang meningkat sampai 20.000 mungkin induksi terjadinya
perforasi (jumlah sel darah merah).
d. Data pemeriksaan diagnostik
Radiologi : foto colon yang memungkinkan adanya fecolit pada katup.
Barium enema : apendiks terisi barium hanya sebagian.
e. Potensial infeksi
Perforasi.
Periforstis.
Dehidrasi.
Sepsis.
Elektrolit darah tidak seimbang.
Pnemuoni.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri abdomen berhu-bungan dengan obstruksi dan peradangan apen-diks.
2. Resiko kekurangan vo lume cairan berhubung an dengan mual, mun- tah,
anoreksia dan diare.
3. Kurang pengetahuan ten tang prosedur persiapan dan sesudah operasi.
4. Kerusakan integritas ku-lit berhubungan dengan luka pembedahan.
C. Rencana Keperawatan
……… 2004. Diktat Kuliah Medikal Bedah II. PSIK FK.Unair. TA: 2004/2005. Surabaya.
Burner and suddarth, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,-edisi 8,-volume 2,
Jakarta : EGC.
Doengoes, M.E. 2005. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC. Jakarta.
Engram, Barbara, 2004, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Vol 2, Jakarta : EGC.