1. Learning Outcome
a. Mampu menganalisis diagnosis, masalah dan kebutuhan sesuai data subjektif dan
objektif.
b. Mampu menganalisis pemenuhan kebutuhan imunisasi berdasarkan petunjuk
pelayanan Imunisasi selama masa pandemi dengan memperhatikan:
- Boleh diberikan atau tidak (pada bayi yang tinggal dengan keluarga terkonfirmasi
COVID-19, dan pertimbangan waktu pemberian selanjutnya)
- Waktu pemberian imunisasi selanjutnya (syarat bayi dan syarat penderita COVID
yang tinggal bersama bayi).
c. Mampu menganalisis manajemen pemberian vaksin jika: dalam 14 hari isolasi
mandiri, bapak dinyatakan sembuh/ tidak sembuh, dan strategi pemberian imunisasi
selanjutnya.
d. Mampu menentukan tatalaksana suportif yang dibutuhkan.
e. Mampu merencanakan follow up kasus.
2. Kata Kunci
Bayi 3 bulan 2 minggu, tinggal serumah dengan penderita Covid-19, Riwayat
pemberian imunisasi tepat waktu sesuai umur, zona kuning Covid-19.
3. Pertanyaan
a. Bagaimana manajemen pemberian imunisasi pada bayi tersebut?
b. HE (health education) apa yang perlu diberikan pada ibu?
c. Tatalaksana supportif apa yang dapat diberikan pada bayi tersebut? (pemberdayaan
untuk optimalisasi tumbuh kembang, pemenuhan nutrisi)
d. Bagaimana follow up dari tatalaksana yang diberikan?
4. Jawaban
a. Manajemen pemberian imunisasi pada bayi berdasarkan kasus di atas yaitu, anak
yang tinggal serumah dengan orang tua atau anggota keluarga yang konfirmasi
COVID-19 memilki risiko tinggi untuk tertular COVID-19. Anak tersebut masuk
dalam kategori OTG. Oleh karena itu, pemberian imunisasi pada anak dengan
kategori OTG harus ditunda dan anak harus melakukan isolasi mandiri minimal 14
hari dengan menerapkan PHBS dan menjaga jarak aman minimal 1 – 2 meter.
Pemberian imunisasi sesuai jadwal dapat dilakukan kembali dengan kriteria sebagai
berikut:
1) Anak dinyatakan negatif COVID-19 yang dibuktikan dengan hasil pemeriksaan
RT-PCR dua hari berturut-turut dan menunjukkan hasil negatif. Apabila
pemeriksaan RT-PCR tidak mungkin dilakukan, maka pemberian imunisasi
dilakukan setelah anak melakukan isolasi mandiri selama minimal 14 hari dan
tetap tidak memiliki gejala atau sehat;
2) Anggota keluarga dalam kategori terkonfirmasi COVID-19 telah dinyatakan
sehat dan negatif COVID-19 yang dibuktikan dengan hasil pemeriksaan RT-
PCR dua hari berturut-turut dan menunjukkan hasil negatif. Apabila pemeriksaan
RT-PCR tidak mungkin dilakukan, maka anak tersebut baru boleh diimunisasi
setelah anggota keluarga dalam kategori terkonfirmasi/pasca infeksi COVID-19
telah melakukan isolasi mandiri selama minimal 14 hari serta dinyatakan sembuh
dan tidak memiliki gejala.
Hal ini dilakukan untuk mencegah risiko terjadinya penularan virus COVID-19 kepada
orang lain.
Petugas kesehatan perlu melakukan defaulter tracking anak yang tertunda
imunisasi akibat pandemi COVID-19 untuk melakukan perencanaan kegiatan intervensi
(catch up) segera setelah situasi memungkinkan. Kegiatan intervensi berupa sweeping,
drop out follow up (DOFU), atau crash program. Waktu pelaksanaan catch up
disesuaikan dengan rekomendasi ahli epidemiologi, yaitu terkait situasi transmisi
COVID-19. Perencanaan kegiatan catch up juga perlu mempertimbangkan kapasitas
petugas kesehatan dan kepercayaan orang tua terhadap pemberian imunisasi ganda
(multiple injection).
b. KIE yang perlu diberikan pada ibu bayi:
1) Pelayanan imunisasi harus tetap diupayakan berjalan dan dilaksanakan sesuai
jadwal imunisasi program nasional yang berlaku mengikuti kebijakan
pemerintah daerah setempat dengan mengikuti prinsip PPI dan menjaga jarak
aman 1 – 2 meter;
2) Protokol kesehatan yang baik dan benar, menghindari kerumunan ataupun
bermain dan berkumpul bersama dengan sesame tetangga dan anak-anak lainnya
baik selama masa karantina ataupun selama bayi belum mendapatkan imunisasi
selanjutnya (lewat jadwal/left out) untuk mencegah penularan penyakit-penyakit
lain oleh karena anak belum terlindungi (belum diimunisasi).
3) Cara cuci tangan 6 langkah, cara memakai masker, dan bagaimana sebelum dan
sesudah melakukan kontak fisik dengan bayi, jaga kebersihan lingkungan, serta
kesehatan jasmani ibu dengan mengonsumsi buah-buahan, sayuran, dan
multivitamin.
4) Tetap menjaga kesehatan rohani, tidak stress dan tertekan, terutama dalam
mengasuh bayi saat sedang isolasi mandiri. Tetap jaga komunikasi dengan
kerabat terdekat ataupun dengan tetangga yang tidak sedang isolasi mandiri,
tidak sungkan untuk meminta bantuan bila diperlukan.
c. Tatalaksana supportif untuk bayi tersebut terkait tumbuh kembang dan pemenuhan
nutrisinya:
1) Bila imunisasi anak harus ditunda, maka petugas kesehatan dan kader harus
mendata sasaran yang belum mendapat imunisasi dengan prinsip penjangkauan
sasaran menggunakan metode Pelacakan Bayi dan Baduta Tidak/Belum Lengkap
Status Imunisasinya (defaulter tracking) serta memastikan untuk segera
memberikan imunisasi pada kesempatan pelayanan selanjutnya agar tidak ada
anak yang tidak terlindungi;
2) Posyandu setempat agar bekerja sama dengan Puskesmas dan Tokoh Masyarakat
wilayah setempat, pejabat desa, serta pemerintah otonomi daerah lainnya dalam
pemenuhan kebutuhan keluarga yang sedang isolasi mandiri, meliputi distribusi
bahan pangan, kebutuhan dasar bayi, pemantauan BB bayi (bila belum
dilakukan), serta dukungan moril dari warga setempat.
d. Follow up yang dilakukan untuk tatalaksana di atas:
1) Perencanaan kegiatan catch up imunisasi untuk anak-anak yang left-out ataupun
drop-out harus dimulai sedini mungkin dengan melakukan sweeping dan Drop-
Out Follow Up (DOFU) sesuai dengan identifikasi kegiatan Pelacakan Bayi dan
Baduta Tidak/Belum Lengkap Status Imunisasinya (defaulter tracking);
2) Menjaga komunikasi dengan ibu bayi terkait kebutuhan apa saja yang belum
terpenuhi, agar bisa segera ditindaklanjuti seperti vitamin dan obat-obatan
lainnya yang dibutuhkan.