Anda di halaman 1dari 18

Nama : Irvan Nirvana

NIM : 3420004

Kelas : Metodologi Penelitian Komunikasi C

STRATEGI KOMUNIKASI DALAM INTERAKSI DENGAN MAHASISWA PERTUKARAN ASING (Nabilla


Kusuma Vardhani , Agnes Siwi Purwaning Tyas)

Latar Belakang Masalah

Komunikasi adalah suatu proses di mana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan
pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling
pengertian yang saling mendalam (Rogers & Kincaid, 1981). Dalam proses komunikasi, komunikator
menyampaikan pesan kepada komunikan dengan tujuan agar komunikan mengerti yang dimaksud
oleh komunikator. Yang perlu diperhatikan dalam proses komunikasi adalah, pesan yang diterima
oleh komunikan harus sesuai dengan pesan yang dimaksud dan disampaikan oleh komunikator.
Dalam proses tersebut, tentunya ada berbagai aspek yang memengaruhi keberhasilan komunikasi.
Aspek-aspek yang memengaruhi proses komunikasi dapat dimengerti lebih mudah dengan
mengamati model komunikasi. Model komunikasi yang dirumuskan oleh Harold D. Lasswell
berbunyi: who, says what, in which channel, to whom, with what effect. Ini bermakna, model
komunikasi meliputi (i) siapa yang menyampaikan, (ii) apa yang disampaikan, (iii) melalui saluran
apa, (iv) kepada siapa, dan (v) apa pengaruhnya. Model komunikasi ini disebut oleh para ahli sebagai
‘salah satu model yang terdahulu dan paling berpengaruh’ (Shoemaker, 2003). Kelima aspek dalam
model komunikasi tersebut dapat memengaruhi keberhasilan komunikasi. Misalnya, latar belakang
komunikator akan memengaruhi gaya bicara, cara penyampaian, dan sebagainya. Hal ini berlaku
juga bagi komunikator, di mana latar belakang komunikator akan memengaruhinya dalam
memproses dan menginterpretasi pesan. Pesan atau informasi apa yang disampaikan juga memiliki
pengaruh dalam keberhasilan komunikasi; komunikator cenderung lebih mudah memahami apabila
pesan yang disampaikan memiliki keterkaitan dengan dirinya. Kemudian terkait saluran yang
digunakan, secara umum proses komunikasi dapat terjadi secara langsung (tatap muka) maupun
tidak langsung (melalui media). Dalam proses komunikasi, dimungkinkan adanya gangguan
komunikasi yang menyebabkan terhambatnya keberhasilan komunikasi. Yang terakhir dalam model
komunikasi Lasswell adalah pengaruh yang diharapkan dari komunikasi. Menurut Effendy (2008:10),
komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media
yang menimbulkan efek tertentu. Efek tersebut bervariasi dari memahami sampai melakukan
sesuatu. Hal ini bisa dikaitkan dengan tujuan komunikasi itu sendiri. Menurut Dwijowijoto (2004:72),
tujuan komunikasi adalah menciptakan pemahaman bersama atau mengubah persepsi, bahkan
perilaku. Ditambahkan oleh Widjaja, tujuan komunikasi yaitu untuk menggerakkan orang lain untuk
melakukan sesuatu (2002:66-67). Apabila antara tujuan dan efek tersebut sesuai, komunikasi dapat
dikatakan berhasil. Komunikasi yang berhasil seringkali disebut komunikasi yang efektif. Komunikasi
yang efektif adalah saat komunikator berhasil menyampaikan apa yang dimaksud, di mana
rangsangan yang disampaikan dan yang dimaksudkan oleh pengirim atau sumber, berkaitan erat
dengan rangsangan yang ditangkap dan dipahami oleh penerima (Tubbs & Moss, 2001). Gudykunst
(1993) sebelumnya juga telah menegaskan dan menjelaskan hal yang sama bahwa, “communication
is effective to the extent that the person interpreting the message attaches a meaning to the
message that is relatively similar to what was intended by the person transmitting it.” Dapat
disimpulkan bahwa komunikasi yang efektif adalah saat pesan yang dimaksud oleh komunikator
ditangkap maknanya dengan benar oleh komunikan. Untuk mencapai komunikasi yang efektif,
diperlukan strategi. Strategi komunikasi merupakan paduan dari perencanaan komunikasi dan
manajemen komunikasi untuk mencapai suatu tujuan (Effendy, 2008:301). Strategi ini diperlukan
untuk memperkecil kemungkinan terjadinya miskomunikasi. Miskomunikasi bisa terjadi karena
berbagai faktor, salah satunya adalah perbedaan bahasa. Dalam komunikasi antar pembelajar,
strategi komunikasi merujuk pada strategi untuk mencapai pemahaman antar lawan bicara. Tarone
(1981) mendefinisikan strategi komunikasi sebagai upaya sistematis oleh pembelajar untuk
mengekspresikan maksud dalam bahasa target (bahasa yang dipelajari) ketika ia tidak dapat
membentuk atau memilih kaidah bahasa target dengan tepat. Ellis (1994) mengungkapkan gagasan
serupa bahwa strategi komunikasi adalah keterampilan prosedural yang digunakan pembelajar
untuk mengatasi kekurangan kosa kata mereka. Hal ini dipertegas Cohen (2004) bahwa strategi
komunikasi adalah upaya sistematis oleh pembelajar untuk mengekspresikan makna dengan bahasa
target di mana aturan bahasa target yang sistematis belum terbentuk. Untuk mengidentifikasi
strategi komunikasi yang digunakan pembelajar di tingkat universitas (mahasiswa), penelitian ini
mengadopsi strategi komunikasi milik Tarone yang meliputi: (i) Paraphrase (parafrase) (ii) Borrowing
(meminjam) (iii) Appeal for Assistance (memohon bantuan) (iv) Mime (meniru) (v) Avoidance
(menghindar) Teknik ‘parafrase’ dibagi menjadi tiga yaitu perkiraan, penciptaan kata, dan bicara
bertele-tele. Dalam teknik ‘meminjam’, terdapat penerjemahan literal dan pengalihan bahasa.
Sementara itu, Teknik ‘menghindar’ meliputi penghindaran topik dan pengabaian pesan. Strategi
perkiraan terjadi ketika pembelajar sebagai komunikator menggunakan suatu kosa kata atau
struktur dari bahasa target, meskipun ia tahu bahwa itu tidak benar, tetapi memiliki fitur semantik
yang sama dengan kosa kata yang diinginkan. Misalnya, dalam bahasa target Bahasa Inggris,
pembelajar ingin mengucapkan ‘waterpipe’, namun ia menyebut ‘pipe’. Strategi kedua dari teknik
‘parafrase’ yaitu penciptaan kata, merujuk pada situasi di mana pembelajar sebagai komunikator
menciptakan kata baru untuk mengkomunikasikan konsep yang dimaksud. Sementara itu, yang
dimaksud dengan bicara bertele-tele yaitu ketika pembelajar mendeskripsikan karakteristik atau
elemen dari sebuah objek atau aksi, alih-alih menggunakan kosa kata atau struktur dari bahasa
target yang benar. Dalam teknik ‘meminjam’, dikenal penerjemahan literal dan pengalihan bahasa.
Penerjemahan literal adalah kondisi strategi di mana pembelajar menerjemahkan kata-per-kata dari
Bahasa asli mereka. Kemudian yang dimaksud dengan strategi pengalihan bahasa yaitu ketika
mereka menggunakan bahasa asli, mencampurkan bahasa dalam menyampaikan pesan mereka.
Teknik yang ke tiga yaitu teknik ‘memohon bantuan’, di mana komunikator meminta bantuan
dengan menanyakan istilah yang benar baik kepada lawan bicaranya maupun kepada orang ke tiga.
Contohnya, dalam berkomunikasi dengan Bahasa Inggris, pembelajar sebagai komunikator akan
menanyakan “What is this?” untuk menanyakan suatu istilah yang tak ia ketahui Bahasa Inggrisnya.
Berikutnya, komunikator bisa menggunakan strategi ‘meniru’ dalam berkomunikasi dengan bahasa
asing. Strategi meniru terjadi saat komunikator menggunakan komunikasi nonverbal untuk
menjelaskan konten leksikal maupun suatu aksi. Misalnya, alih-alih mengatakan ‘applause’,
komunikator mempraktikkan tepuk tangan untuk menjelaskan kepada komunikan. Teknik yang
terakhir yaitu ‘menghindar’, terbagi atas dua strategi: penghindaran topik dan pengabaian pesan.
Penghindaran topik terjadi saat komunikator memutuskan untuk tidak terlibat dalam pembicaraan
yang topiknya tidak ia kuasai. Sementara pengabaian pesan terjadi saat komunikator sudah
berusaha untuk berkomunikasi atau membicarakan sebuah konsep, namun tidak mampu untuk
melanjutkan dan memutuskan untuk menghentikan pembicaraan. Kesembilan strategi tersebut
muncul dalam komunikasi dua arah dalam situasi pembelajaran bahasa asing. Dalam komunikasinya,
sangat mungkin bagi komunikator untuk menggunakan lebih dari satu strategi dalam menjelaskan
pesan agar komunikan dapat memahami dengan baik dan benar.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengamati bagaimana mahasiswa tahun pertama dan ketiga
di UGM mengatasi masalah komunikasi mereka ketika berbicara dengan mahasiswa CDTC yang
bahasa aslinya bukan Bahasa Inggris kemudian menjadikan data penelitian ini sebagai masukan
untuk mengembangkan kurikulum berikutnya.

Metodologi Penelitian

Studi ini menggunakan metode observasi dan wawancara untuk membandingkan komunikasi yang
dilakukan oleh pembelajar bahasa asing di tahun pertama dan tahun ke tiga dalam berkomunikasi
dengan mahasisa pertukaran asing. Objek penelitian dari studi ini adalah mahasiswa Bahasa Inggris
Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada di tahun pertama (semester 1) dan tahun ke tiga (semester
5). Saat data ini diambil, mahasiswa tahun pertama adalah mahasiswa angkatan 2017 dan
mahasiswa tahun ke tiga merupakan angkatan 2015. Aktivitas yang diamati dan diteliti adalah
strategi komunikasi mereka dalam berinteraksi dengan mahasiswa asing dari Cheng Du Textile
College China yang sedang mengikuti program pertukaran mahasiswa asing di Sekolah Vokasi UGM.
Dalam program tersebut, kedua belas mahasiswa dari CDTC China belajar bersama mahasiswa
Bahasa Inggris Sekolah Vokasi UGM angkatan 2015 dan 2017. Para mahasiswa tersebut dituntut
untuk membangun komunikasi karena di dalam kelas, seluruh mahasiswa memiliki kewajiban yang
sama dalam mengerjakan tugas/proyek kelompok. Dengan demikian, mahasiswa Indonesia dan
mahasiswa China ‘dipaksa’ untuk berinteraksi dengan Bahasa Inggris agar tercapai tujuan komunikasi
(dalam hal ini yaitu untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen). Topik ini dipilih untuk
membandingkan bagaimana strategi komunikasi dalam penggunaan Bahasa Inggris bagi mahasiswa
baru dan mahasiswa yang sudah akan lulus. Secara teknis, langkah pertama yang dilakukan peneliti
adalah melakukan observasi terhadap para mahasiswa tersebut saat menjalani perkuliahan dengan
mahasiswa asing. Pengamatan dilakukan di dua kelas yaitu kelas Berbicara I (untuk semester 1) dan
kelas Manajemen Siaran TV (untuk semester 5). Selanjutnya, peneliti menyusun pertanyaan yang
didasarkan pada teori strategi komunikasi sebagai dasar untuk melakukan wawancara mendalam
kepada mahasiswa yang menjadi objek penelitian. Dalam wawancara tersebut, peneliti mencatat
kemudian menerjemahkan dan mengelompokkan hasil wawancara sesuai strategi komunikasi
menurut teori yang dipilih oleh peneliti. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk
membandingkan strategi komunikasi yang digunakan oleh mahasiswa baru dan yang akan lulus. Data
tersebut diharapkan dapat dijadikan salah satu masukan umum untuk menyusun program
pertukaran mahasiswa asing berikutnya maupun sebagai bahan pertimbangan penyusunan
kurikulum di Program Studi Bahasa Inggris Sekolah Vokasi UGM.
Teori yang digunakan

Jurnal Gama Societa, Vol. 2 No. 1, Mei 2018, 9-16

Hasil Penelitian

Penjelasan 1. Strategi penerjemahan langsung tidak digunakan sama sekali.

Penerjemahan literal adalah kondisi strategi di mana pembelajar menerjemahkan kata-per-kata dari
bahasa asli mereka. Contoh paling sederhananya, ketika akan menyatakan “Saya tinggal di rumah
orang tua,” dalam penerjemahan literal menjadi “I live in house parents.” Seharusnya, terjemahan
dalam Bahasa Inggris menjadi “I live in my parents’ house.” Berdasarkan observasi dan wawancara
yang dilakukan, peneliti menemukan bahwa mahasiswa Bahasa Inggris Sekolah Vokasi UGM tidak
menggunakan strategi penerjemahan literal dalam berkomunikasi dengan mahasiswa asing. Hal ini
menunjukkan adanya kesadaran dari pembelajar bahasa bahwa penerjemahan literal dari bahasa
asli bisa merusak tata bahasa dari bahasa target, sehingga menimbulkan pesan baru yang keliru.
Menariknya, strategi ini justru beberapa kali muncul saat mahasiswa Bahasa Inggris Sekolah Vokasi
UGM berkomunikasi dengan sesama teman Indonesianya, namun dalam kalimat yang lebih panjang
dan kompleks.

Penjelasan 2. Strategi bicara bertele-tele dan pengabaian pesan hanya digunakan oleh mahasiswa
tahun ke tiga.

Yang dimaksud dengan bicara bertele-tele yaitu ketika pembelajar mendeskripsikan karakteristik
atau elemen dari sebuah objek atau aksi, alih-alih menggunakan kosa kata atau struktur dari bahasa
target yang benar. Misalnya, saat akan menjelaskan kata ‘presenter’ namun terlupa akan istilah
tersebut, mahasiswa menyebut ‘the one who reads some news on TV’. Contoh lain adalah saat
mahasiswa menceritakan tentang kopi jos dengan arang, ia kesulitan menemukan kata arang dalam
Bahasa Inggris. Dengan strategi ini, ia mendeskripsikan arang sebagai ‘the material obtained by
heating wood’ alihalih mengatakan ‘charcoal’. Dalam strategi ini, pendeskripsian dilakukan untuk
mempermudah komunikator dalam penyampaian pesan dengan harapan komunikan dapat
menangkap maksudnya. Kemungkinan bagi komunikator menggunakan strategi ini yaitu mereka
lupa kata yang dimaksud dan berharap komunikan dapat membantu menemukan kata terebut, atau
mereka memang tidak tahu istilah tersebut dalam Bahasa Inggris. Strategi ini digunakan oleh
mahasiswa tahun ke tiga, sama sekali tidak digunakan oleh mahasiswa tahun pertama. Berdasarkan
pengamatan, hal ini terjadi karena mahasiswa tahun ke tiga memiliki kosa kata yang lebih kaya
dibanding mahasiswa tahun pertama. Selain itu, mahasiswa tingkat akhir cenderung lebih percaya
diri dalam mengeksplorasi kata-kata didukung oleh pemahaman tata bahasa yang secara umum
lebih baik daripada mahasiswa baru. Adapun strategi pengabaian pesan terjadi saat komunikator
sudah berusaha untuk berkomunikasi atau membicarakan sebuah konsep, namun tidak mampu
untuk melanjutkan dan memutuskan untuk menghentikan pembicaraan. Misalnya, saat diminta
untuk mendiskusikan tentang program siaran TV di negara masing-masing, mahasiswa Bahasa Inggris
SV UGM sebagai komunikator mencoba menjelaskan program siaran TV di Indonesia yang menarik.
Namun demikian, saat menemui kesulitan saat menceritakan detail acara, komunikator mengatakan
‘never mind’ sebagai tanda bahwa ia tidak ingin melanjutkan pembicaraan karena kesulitan
menemukan kata atau kalimat yang tepat dalam Bahasa Inggris. Dalam momen ini, peneliti
menemukan bahwa mahasiswa tahun ke tiga cenderung terbuka dan mau membicarakan berbagai
topik (alih-alih menghindari topik) meskipun pada akhirnya berhenti di tengahtengah proses
komunikasi dan mengganti dengan topik yang lain.

Penjelasan 3. Strategi meminta bantuan dan penghindaran topik hanya digunakan oleh mahasiswa
tahun pertama.

Teknik yang ke tiga yaitu teknik ‘memohon bantuan’, di mana komunikator meminta bantuan
dengan menanyakan istilah yang benar baik kepada lawan bicaranya maupun kepada orang ke tiga.
Mahasiswa tahun pertama sering meminta bantuan dengan kalimat ‘What is … in English?’ ‘How to
say …?’ dan kadang-kadang mereka menggunakan Bahasa Indonesia seperti ‘Apa itu …?’ ‘Bahasa
Inggrisnya … apa ya?’ di tengah-tengah proses komunikasi dengan Bahasa Inggris. Dari pengamatan
peneliti, bagi mahasiswa tahun pertama, teknik ini sering digunakan saat berkomunikasi dengan
Bahasa Inggris dengan siapapun; tidak hanya ketika dengan mahasiswa asing. Kemungkinan besar
terjadinya penggunaan strategi ini adalah karena mahasiswa baru belum semua terbiasa
menggunakan Bahasa Inggris di dalam proses komunikasi, baik dalam situasi belajar di kelas maupun
obrolan sehari-hari. Oleh sebab itu, mereka cenderung membutuhkan bantuan orang lain untuk
menemukan kata-kata yang tepat. Strategi lain yang hanya digunakan oleh mahasiswa semester satu
yaitu penghindaran topik. Penghindaran topik terjadi saat komunikator memutuskan untuk tidak
terlibat dalam pembicaraan yang topiknya tidak ia kuasai. Berbeda dengan mahasiswa tingkat akhir
yang cenderung terbuka untuk berbagai topik meskipun tidak selalu berhasil membicarakan hingga
akhir, pembelajar Bahasa Inggris tahun pertama di SV UGM lebih memilih menghindari topik dari
awal. Saat diminta untuk membicarakan topik tertentu yang tidak dikuasai baik tema maupun kosa
katanya, atau saat ia tidak percaya diri untuk membicarakannya, akan muncul penolakan untuk
menghindari topik tersebut dengan menyatakan “Sorry, I don’t know about that,” atau “Maaf, saya
kurang tahu.” Dalam beberapa kesempatan, penghindaran topik dilakukan dengan melempar umpan
ke rekan yang lain dengan menyatakan “Maybe he / she knows about that,” atau “Sepertinya teman
saya lebih tau daripada saya, Miss.”

Pembahasan 4. Strategi yang paling banyak digunakan mahasiswa tahun ke tiga yaitu meniru dan
penciptaan kata.

Strategi meniru terjadi saat komunikator menggunakan komunikasi nonverbal untuk menjelaskan
konten leksikal maupun suatu aksi. Misalnya, saat akan mendeskripsikan acara ‘Eat Bulaga’ di TV,
komunikator menirukan aksi yang ditampilkan dalam acara TV tersebut. Komunikator menceritakan
secara umum proses berjalannya acara kuis tersebut di TV dengan bantuan gerakan tangan dan
menggunakan alat bantu seperti kertas dan bolpoin. Dalam proses komunikasinya, terjadi
komunikasi campuran antara verbal dan nonverbal. Dalam hal ini, proses meniru memberikan
kemudahan bagi komunikator untuk memberikan informasi yang valid sesuai niatan komunikator
dalam memberikan informasi. Dengan strategi meniru, komunikan ikut berkontribusi dalam
menemukan kata yang tepat dalam Bahasa Inggris sehingga keduanya menyepakati dan memahami
topik yang sedang dibicarakan. Strategi ini digunakan baik oleh mahasiswa semester 5 maupun
semester 1. Namun demikian, strategi ini lebih banyak digunakan oleh mahasiswa semester 5.
Strategi ke dua yang paling banyak digunakan mahasiswa tahun ke tiga yaitu penciptaan kata.
Penciptaan kata merujuk pada situasi di mana pembelajar sebagai komunikator menciptakan kata
baru untuk mengkomunikasikan konsep yang dimaksud. Misalnya, saat membicarakan tentan
naskah berita, mahasiswa menggunakan kata ‘news text’ alih-alih ‘news script’ di mana penggunaan
kata ‘script’ sebenarnya lebih lazim digunakan dalam perbendaharaan kata di dunia media. Kata
‘text’ memiliki makna lebih luas dan sering digunakan dalam berbagai konteks, sehingga, saat
komunikator kesulitan menemukan kata yang paling tepat, strategi penciptaan kata menjadi pilihan.
Bagi komunikator yang berkomunikasi dengan bahasa ke dua, kedua strategi ini sering muncul baik
disadari maupun tidak, terutama strategi meniru atau penggunaan komunikasi nonverbal.

Penjelasan 5. : Strategi yang paling banyak digunakan mahasiswa tahun pertama yaitu perkiraan dan
meniru.

Strategi perkiraan terjadi ketika pembelajar sebagai komunikator menggunakan atau


memperkirakan suatu kosa kata atau struktur dari bahasa target, meskipun ia tahu bahwa itu tidak
benar, tetapi memiliki fitur semantik yang sama dengan kosa kata yang diinginkan. Misalnya, saat
membicarakan tentang proses pembuatan video, komunikator menggunakan istilah ‘maker’ alih-alih
‘videomaker’ untuk menjelaskan seseorang yang membuat video. Dalam percakapan sehari-hari
menggunakan Bahasa Indonesia dengan sesama orang Indonesia, seringkali seseorang
menghilangkan beberapa kata dengan asumsi bahwa komunikan sudah mengerti maksudnya.
Misalnya, komunikan ingin mengatakan, “Saya suka dengan video tersebut karena pembuat
(video)nya adalah idola saya.” Dalam Bahasa Indonesia, kata ‘video’ setelah kata ‘pembuat’ tidak
diucapkan namun pesan tersebut secara keseluruhan sampai kepada komunikan yang memiliki
bahasa asal yang sama. Kemudian saat diterjemahkan dalam Bahasa Inggris dan disampaikan kepada
lawan bicara yang memiliki bahasa asli yang berbeda, seringkali keutuhan kata tersebut diabaikan
atau tidak digunakan karena lupa / tidak tahu sehingga muncul kata yang maknanya lebih umum
atau agak mirip. Dalam hal ini, komunikator telah berusaha mencari kata yang cukup sepadan untuk
menjelaskan kekurangtahuannya dalam penerjemahan ke dalam bahasa target. Bagi mahasiswa
tahun pertama Bahasa Inggris SV UGM, mereka cenderung menggunakan strategi ini dengan
memilih kata yang umum karena perbendaharaan kata mereka cenderung masih terbatas.
Selanjutnya, strategi yang digunakan oleh mahasiswa tahun pertama adalah strategi meniru. Strategi
ini adalah strategi yang paling banyak digunakan mahasiswa tahun ke tiga. Sebagaimana telah
dijelaskan sebelumnya, strategi ini melibatkan komunikasi nonverbal yang bermacam-macam.
Beberapa mahasiswa memilih untuk mempraktikkan apa yang mereka coba jelaskan, sebagian lain
ada yang mencari maknanya di kamus kemudian menunjukkan kepada komunikan terkait kata yang
mereka maksud. Cara ini juga mereka gunakan saat yang terjadi adalah komunikan tidak mampu
menangkap yang dikatakan oleh komunikan karena perbedaan aksen atau ketika komunikan
memang tidak memahami kata tersebut. Beberapa mahasiswa menyebutkan bahwa mereka
menggunakan bolpoin dan kertas sebagai media untuk mendukung mereka dalam menyampaikan
pesan kepada komunikan. Adapun strategi yang juga digunakan mahasiswa dari dua tahun angkatan
tersebut adalah Pengalihan Bahasa. Strategi pengalihan bahasa terjadi ketika komunikator
menggunakan bahasa asli dan mencampurkannya dalam penyampaian pesan berbahasa Inggris.
Strategi ini terjadi ketika komunikator kesulitan menemukan terjemahan Bahasa Inggris namun ingin
terus melanjutkan menyampaikan pesan yang sudah dipikirkannya. Secara keseluruhan, komunikasi
yang dilakukan oleh mahasiswa Bahasa Inggris Sekolah Vokasi UGM dan mahasiswa pertukaran asing
dari Cheng Du Textile College dapat dikatakan berhasil. Hal ini dapat dilihat dari hasil penugasan
yang diberikan peneliti saat kelas yang melibatkan kedua belah pihak berjalan. Peneliti menemukan
bahwa dari proses komunikasi yang mereka lakukan baik di dalam maupun di luar kelas, mereka
berhasil menerjemahkan pesan dari dosen pengampu dan menyelesaikan tugas dengan baik dan
benar. Terlepas dari inti dari penelitian ini, peneliti melakukan wawancara terhadap mahasiswa
Bahasa Inggris Sekolah Vokasi UGM yang terlibat dalam kegiatan ini, terkait apa yang mereka
rasakan dengan adanya kesempatan untuk berkomunikasi dengan mahasiswa pertukaran asing.
Sebesar 81% dari mahasiswa semester 1 Bahasa Inggris Sekolah Vokasi UGM menyatakan rasa
gugup, sementara sisanya merasa tertarik. Namun demikian, bagi mahasiswa semester 5 atau tahun
terakhir, 46% menyatakan tertarik, 23% menyatakan biasa saja, dan 31% menyatakan menemui
kesulitan. Bagi mahasiswa semester pertama, kegiatan ini adalah kali pertama mereka mendapat
kesempatan untuk berbicara dan bekerja sama langsung dengan mahasiswa asing. Sebagian besar
mereka merasa gugup karena memikirikan tentang kendala bahasa dan budaya. Sisanya sebesar 19%
merasa tertarik dengan kesempatan berbicara dengan orang asing itu sendiri, terlepas dari
memikirkan kendala yang mungkin akan terjadi. Sementara bagi mahasiswa tingkat akhir, mereka
telah mendapat kesempatan untuk berbicara dengan English native speaker karena Program Studi
Bahasa Inggris SV UGM menyediakan pengajar asing berbahasa Inggris mulai dari semester dua. Bagi
mahasiswa yang merasa tertarik, mereka cenderung ingin menguji kemampuan mereka dalam
berbahasa Inggris melalui berbicara dengan orang asing. Sementara bagi yang merasa menemui
kesulitan, hal itu terlebih kepada kesulitan dalam memahami aksen mereka, serta membuat mereka
paham apa yang komunikator maksud. Dalam wawancara disebutkan, seringkali komunikator harus
mengulang kata sampai akhirnya komunikan mengerti. Situasi ini membuat sebagian komunikator
merasa kurang bisa menikmati proses komunikasi dengan komunikan.

STRATEGI KOMUNIKASI DALAM MENINGKATKAN PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP


PEMBANGUNAN DI KECAMATAN DUAMPANUA KABUPATEN PINRANG (Andi
Surahmi ,H.Muhammad Farid )

Latar Belakang Masalah

Pembangunan merupakan suatu proses pembaharuan yang kontinyu dan terus menerus dari suatu
keadaan tertentu kepada suatu keadaan yang dianggap lebih baik. Usaha pembaharuan untuk
mendapatkan keadaan yang lebih baik harus dilakukan secara bersama-sama oleh masyarakat dan
pemerintah, karena pada dasarnya kebijaksanaan pemerintah merupakan perpaduan dan
pemadatan/kristalisasi daripada pendapat-pendapat dan keinginan-keinginan rakyat dan golongan-
golongan dalam masyarakat sebagaimana dikatakan Dimock (1958) dalam Soenarko (2000) “Public
policy is the reconciliation and crystallization of the views and wants of many people and groups in
the body sosial”. Namun demikian di Negaranegara berkembang pada umumnya peranan
pemerintah lebih aktif dibanding dengan peranan masyarakat secara langsung Tjokroamodjojo
(1998). Selain itu penetapan tujuan-tujuan pembangunan yang hendak dicapai harus merupakan
suatu usaha yang dilakukan semua pihak yang merasa perlu untuk membantunya, “The determining
of objectives for administration activity is and enterprise to which all operating levels
maycontribute” (John D. Millet dalam Soenarko, 2000). Keaktifan pemerintah dalam proses
pembangunan hendaknya disertai dengan usaha untuk memperbesar peranan masyarakat atau
usaha pemberdayaan masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat dapat terlibat secara aktif
dalam proses pembangunan, karena tanpa keterlibatan masyarakat akan terjadi kekurang-efektifan
pembangunan. Pada awal-awal pembangunan dilaksanakan, peranan pemerintah biasanya sangat
dominan,bahkan di Negara yang menganut paham sosialis murni, seluruh kegiatan pembangunan
adalah tanggung jawab pemerintah. Namun demikian partisipasi masyarakat dalam usaha
pembangunan sangat diperlukan. Kartasasmita (1997) menyebutkan bahwa studi empiris
menunjukkan bahwa kegagalan pembangunan tidak memenuhi sasaran, karena kurangnya
partisipasi masyarakat, bahkan banyak kasus yang menunjukkan rakyat menentang upaya
pembangunan. Menggerakkan partisipasi masyarakat bukan hanya esensial untuk mendukung
kegiatan pembangunan oleh pemerintah, tetapi juga agar masyarakat berperan lebih besar dalam
kegiatan yang dilakukannya sendiri. Dengan demikian menjadi tugas penting manajemen
pembangunan untuk membimbing, menggerakkan dan menciptakan iklim yang mendukung kegiatan
pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat. Pendekatan strategi pembangunan pada
kemandirian masyarakat (self-help strategy) oleh Slamet (1994) dijelaskan sebagai memberikan
kesempatan kepada masyarakat untuk mengelola dan mengorganisasikan sumber-sumber lokal, baik
yang bersifat materiil, pikiran maupun tenaga. Pemberian bantuan yang berasal dari luar, baik yang
bersifat teknis maupun keuangan tetap dimungkinkan, tetapi dengan jumlah yang terbatas.
Keterlibatan aktif atau partisipasi masyarakat tersebut dapat berarti keterlibatan dalam penentuan
arah, strategi dan kebijaksanaan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah, keterlibatan dalam
memikul beban dan tanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan dan keterlibatan
dalam memetik hasil dan manfaat secara berkeadilan (Tjokro-Amidjojo, 1992). Dukungan
masyarakat terhadap pelaksanaan pembangunan merupakan salah satu faktor yang dapat
menentukan keberhasilan dan kegagalan setiap program pembangunan. Oleh karena itu dukungan
masyarakat hendaknya selalu mendapat perhatian dan selalu diusahakan keberadaannya dalam
setiap kesempatan. Namun untuk menggerakkan masyarakat agar ikut terlibat aktif dalam
pembangunan maka dibutuhkan strategi komunikasi yang baik oleh se komunikasi (Communication
Planning) dan manajemen (Communications Management) untuk mencapai suatu tujuan. Untuk
mencapai tujuan tersebut strategi komunikasi harus dapat menunjukkan bagaimana operasionalnya
secara taktis harus dilakukan, dalam arti kata bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda sewaktu-
waktu tergantung dari situasi dan kondisi. Ini terjadi di Kecamatan Duampanua Kabupaten Pinrang,
ketika Camat melibatkan seluruh aktor masyarakat Kecamatan Duampanua melalui strategi
komunikasinya. Kondisi pembangunan Kecamatan Duampanua sebelum tokoh masyarakat terlibat
secara aktif, masih jauh tertinggal di bandingkan kondisi pembangunan di kecamatan lain yang ada
di Kabupaten Pinrang. Hal tersebut menunjukkan bahwa strategi komunikasi yang dilakukan oleh
Camat Duampanua dalam menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi aktif terhadap
pembangunan di wilayahnya dianggap berhasil. Fakta-fakta empirik, normatif dan teoritis yang telah
diuraikan di atas menjadi dasar bagi penulis untuk melakukan penelitian tentang fenomena yang
terjadi tersebut di Kecamatan Duampanua Kabuapten Pinrang. Untuk itu, penelitian ini ditujukan
untuk mengetahui dan menganalisis strategi komunikasi dalam meningkatkan partisipasi masyarakat
terhadap pembangunan di Kecamatan Duampanua dan untuk mengetahui tingkat partisipasi
masyarakat Kecamatan Duampanua dalam pembangunan. orang pemimpin. Strategi komunikasi
menurut Effendi (2002) merupakan panduan dari perencanaan.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis strategi komunikasi dalam
meningkatkan partisipasi masyarakat terhadap pembangunan di Kecamatan Duampanua dan untuk
mengetahui tingkat partisipasi masyarakat Kecamatan Duampanua dalam pembangunan.

Metodologi Penelitian

Lokasi penelitian ini di Kecamatan Duampanua Kabupaten Pinrang. Dalam penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Data yang digunakan
bersumber dari data primer dan sekunder. Adapun informan dalam penelitian ini adalah Tokoh
Masyarakat, Tokoh Agama, Tokoh Pendidikan, Organisasi Sosial Kemasyarakatan, Lembaga Swadaya
Masyarakat (LM), Organisasi Politik, Organisasi Profesi serta Pemberdayaan Perempuan dan Unsur
Pemerintah. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam, observasi dan telaah
dokumen. Analisis data melalui analisis data interaktif menurut Miles dan Haberman yaitu data
collection, data reduction, data display, dan conclusion drawing or verification.

Teori yang digunakan

Jurnal Komunikasi KAREBA Vol.7 No.2 Juli – Desember 2018

Hasil Penelitian

Kondisi pembangunan Kecamatan Duampanua sebelum tokoh masyarakat terlibat secara aktif,
masih jauh tertinggal di bandingkan kondisi pembangunan di kecamatan lain yang ada di Kabupaten
Pinrang. Sebagai contoh adalah Kecamatan Duampanua, yang tidak terlalu jauh dengan Kabupaten
Pinrang dan dianggap lebih maju, camat dan para tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh
pendidikan, tokoh organisasi sosial kemasyarakatan, tokoh lembaga swadaya masyarakat, tokoh
organisasi profesi (Dokter/Bidan), tokoh organisasi politik, tokoh pemberdayaan perempuan dan
unsur pemerintah yang ada di Kecamatan Duampanua Kabupaten Pinrang, berperan aktif dalam
memimpin dan memotivasi para warga untuk ikut berperan serta dalam pembangunan kecamatan
demi meningkatkan kesejahteraan hidup warga masyarakatnya. Selain itu, Kecamatan Duampanua
juga sudah memiliki banyak kegiatan – kegiatan yang nyata dimana sangat membantu masyarakat
sehingga warga yang berminat di bidang masing – masing dapat memperoleh pengetahuan dan
pengalaman yang lebih luas melalui tenaga ahli yang di sediakan oleh pemerintah kecamatan. Dan
selalu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah, khususnya pemerintah daerah (bupati,
camat, kepala desa). Strategi Komunikasi untuk meningkatkan Partisipasi Masyarakat terhadap
pembangunan di Kecamatan Duampanua Kabupaten Pinrang berdasarkan hasil wawancara dengan
salah satu informan kunci mengatakan bahwa strategi dalam meningkatkan partisipasi masyarakat
dalam pembangunan diantaranya : 1) Melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan
pembagunan ditingkat dusun/lingkungan dan desa 2) Pelibatan masyarakat dalam pelaksanaan
pembangunan melalui organisasi masyarakat setempat (OMS) khususnya pembangunan yang
dilaksanakan menggunakan alokasi dana desa(ADD) 3) Perlibatan masyarakat dalam pengawasan
pembangunan khususnya yang dilaksanakan oleh pihak kontraktor 4) Pelibatan masyarakat untuk
menjaga dan memelihara hasil pembangunan sehinggamemiliki umur ekonomi yang lama. Dalam
meningkatkan partisipasi masyarakat di Kecamatan Duampanua Kabupaten Pinrang untuk ikut serta
dalam pembangunan daerah, strategi komunikasi yang diterapkan oleh aparatur pemerintah
Kecamatan Duampanua yaitu Sender (komunikator), Mesagge (pesan), Channel (media), Receiver
(komunikan) serta pembangunan tindak lanjut pembangunan secara partisipatif serta faktor yang
mempengaruhi komunikasi pembangunan kecamatan secara partisipasi di Kecamatan Duampanua.
1. Komunikator Pembangunan yang dilaksanakan ditingkat kecamatan, maka yang bertanggung
jawab dalam hal perencanaan dengan komunikasi adalah camat. Seorang komunikator atau camat
selaku pimpinan tertinggi di kecamatan harus bisa dan benarbenar dapat bertanggung jawab dalam
melaksanakan pembangunan tersebut. Untuk itu, camat harus mampu dan bisa merealisasikan
tujuan pembangunan dengan senantiasa selalu berkomunikasi dengan instansi kecamatan yang
berkait dan mensosialisasikan pada masyarakat yang ada di Kecamatan duampanua melalui
musyawarah. Selain itu, camat harus senantiasa berkomunikasi dengan pihak Kabupaten untuk
melaksanakan perencanaan komunikasi pembangunan dan nantinya perencanaan tersebut dapat
diselenggarakan melalui musyawarah (musrenbangdes). Dalam perencanaan pembangunan, camat
menghubungi langsung Sekretaris camat untuk segera membuat surat undangan. Selanjutnya,
menghubungi RT, untuk membagikan undangan mengikuti musyawarah. Selain itu, camat
memfasilitasi perencanaan yakni menyediakan tempat untuk jalannya musyawarah
(musrembangdes). 2. Pesan Pesan disini adalah yang disampaikan camat dan yang diberikan untuk
masyarakat menyikapi program-program yang dilakukan pemerintah kecamatan adapun tindakan
yang dilakukan oleh pemerintah kecamatan. Komunikasi Camat merupakan salah satu kunci untuk
suksesnya dalam menjalankan perencanaan pembangunan, penulis akan mengamati pesan yang
dilakukan oleh camat selaku penanggung jawab dalam pembangunan kecamatan, dimana dalam
komunikasi/pesan melibatkan partisipasi masyarakat dalam menunjang keberhasilan untuk
pembangunan yang telah direncanakan dalam musyawarah. Sehinggah pada dasarnya komunikasi
yang harus lebih ekstra ditinjau dari segi anggaran yang ada. 3. Media Dalam membangun
duampanua melalui media cetak, dalam hal ini camat duampanua hanya selalu menggunakan media
cetak untuk dalam penyampaian informasi, yang berkaitan dengan program perencanaan
pembangunan di duampanua. Pemerintah kecamatan telah cukup optimal dalam memanfaatkan
media namun tingkat keefektifan media yang digunakan memberikan hasil yang berbeda, karena
masyarakat kecamatan duampanua lebih cendrung memahami penyampaian informasi tersebut
langsung di musyawarahkan. Sebagian besar masyarakat kecamatan duampanua belum bisa
memahami tulisan dikarenakan tidak tamat sekolah. Adapun media yang digunakan oleh camat
antara lain: menampung aspirasi masyarakat melalui Talkshow, Media cetak, Surat/Undangan,
Baliho/Poster, TV Kabel, Penyampaian melalui mesjid – masjid, Rapat, Sosialisasi. 4.
Komunikasi/penerima Camat sebagai penerima aspirasi harus dapat menampung seluruh aspirasi
masyarakat kecamatan duampanua yang bersifat membangun. Dalam hal ini diperlukan langkah-
langkah dalam menanggapi opini masyarakat seperti yang dikatakan salah satu informan kunci:
Tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan diwilayah kecamatan duampanua cukup tinggi,
dan sosialisasi pembangunan juga dilakukan dengan sarana baliho yang dipajang disetiap desa dan
kelurahan.. Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa camat dalam menerima
penyampaian atau aspirasi yang masyarakat sampaikan sangat diterima dengan jelas dan tersusun.
5. Umpan Balik Camat merancang program-program dan mengaplikasikannya kemasyarakat untuk
menyampaikan pesan. Maksud dan tujuan dalam rangka perencanaan pembangunan kecamatan
untuk kepentingan masyarakat jangka panjang. Dalam hal ini diperlukan juga evaluasi terhadap
program-program yang telah dilaksanakan oleh pemerintah kecamatan duampanua, evaluasi
tersebut tidak dapat dilakukan tanpa ada dasar. Sebelum melakukan evaluasi, pemerintah
kecamatan harus mengetahui sejauh mana feedback yang terjadi terhadap masyarakat melalui
programprogram kerja yang telah dilaksanakan dan masih dalam perencanaan oleh camat
duampanua.

Strategi Komunikasi Pemerintah Kabupaten Sampang dalam Merukunkan Penganut Sunni-Syiah


(Dwi Putri Robiatul Adawiyah , Moch. Choirul Arif)

Latar Belakang masalah

Kekerasan atas nama agama seringkali terjadi karena ketidaktahuan, egosentrisme dan kepentingan
ideologis, semua hal itu disebabkan karena kurangnya komunikasi antara kedua belah pihak
sehingga menjadi konflik satu sama lain, seperti halnya yang tercermin dalam konflik sosial berlatar
belakang Agama di Ambon (1999-2002). Pada tanggal 11 September 2011 bentrokan bermula ketika
tersebarnya berita hoax melalui pesan pendek (SMS) mengenai meninggalnya tukang ojek yang
dibunuh oleh orang Kristen. Kabar tewasnya tukang ojek tersebut menyebar cepat di masyarakat
dengan berbagai macam informasi yang simpang siur. Akibatnya, sekelompok massa pun melempari
siapa saja yang melewati jalan baik itu pengendara motor maupun pejalan kaki. Di lain sisi, dari pihak
polisi mengonfirmasi bahwa kematian disebabkan murni karena sepeda motor korban menabrak
pohon dan tembok di daerah tempat pembuangan akhir (TPA) (Sanur Lindawaty, 2011). Konflik
selanjutnya terjadi antara sesama umat islam yakni konflik yang terjadi diantara Ahmadiyah dan
massa yang terjadi pada 20 Mei 2018. Adanya penyerangan, pengrusakan terhadap 7 Kepala
Keluarga yang terdiri dari 24 orang rumah Jemaah Ahmadiyah di Dusun Grepek Tanak Eat, Desa
Greneng, Kec. Sakra Timur, Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Alasan
pengrusakan terjadi disebabkan oleh karena kurangnya sikap saling memahami terhadap perbedaan
yang ada. Kejadian tersebut pada akhirnya berujung pada pemaksaan bahkan sampai pada ancaman
pengusiran dari daerah tempat tinggal (Aziz, 2018). di sisi lain terdapat konflik yang terjadi antara
pengikut aliran Syi’ah dan Sunni di Bondowoso. Pada tanggal 24 Desember 2006, konflik berawal
dari ketika kelompok Syi’ah yang dinaungi oleh JABI melakukan ritual Kumail bertepatan pada saat
yang sama Kyai AM dari Sunni melakukan ijtima’ di majelis zikir Kecamatan Jambesari Bondowoso.
Akibatnya terjadi Demo Anti Syi’ah yang menyebabkan hancurnya 3 rumah, 1 musholla dan 1 mobil
milik ketua Ikatan Jama’ah Ahlul Bait (IJABI) (samar, 2016). Adanya berbagai aksi penyerangan,
bentrokan dan kerusuhan/amuk massa yang mengatasnamakan agama menjadi hal yang sangat
krusial dan mendapatkan perhatian dari berbagai pihak (Yunus, 2014). Dari sini pentingnya untuk
memahami berbagai sudut pandang dan perbedaan yang ada. Komunikasi sebagai salah satu alat
yang membantu mewujudkannya. Dalam berbagai sistem sosial budaya, proses interaksi dan
komunikasi dapat menunjukkan bagaimana hubungan dalam suatu masyarakat dapat berkembang.
Pada hakikatnya manusia hidup selalu membutuhkan interaksi sosial dan komunikasi yang
berhubungan antara satu dengan yang lainnya baik secara individu, kelompok maupun hidup
bermasyarakat. Dalam kasus-kasus kekerasan semacam itu ada yang bisa diselesaikan dengan baik
dan tidak. Meski demikian upaya untuk menyelesaikan kasus-kasus atas nama agama itu selalu
diupayakan melalui proses komunikasi yang instensif yang dilakukan oleh pihak pemerintah, tokoh
agama dan tokoh masyarakat. Dari sekian banyak kasus, salah satu kasus yang mendapat sorotan
publik baik secara nasional dan internasional yakni kasus kerusuhan Sunni dan Syi’ah di Sampang
(Syafi, 2013). Kasus ini terjadi pada tahun 2011 yang melibatkan konflik antara pengikut aliran Sunni
dan Syi’ah. Dalam beberapa riset kasus ini terjadi karena disebabkan oleh beberapa hal, salah
satunya riset yang telah dilakukan oleh Ida & Dyson: “Konflik Sunni-Syiah dan dampaknya terhadap
komunikasi intra-religius” mengungkapkan bahwa terjadinya konflik Sunni dan Syi’ah disebabkan
pertama, cara dakwah terhadap warga sekitar yang dilakukan oleh pemimpin Syi’ah. Kedua,
kurangnya pemahaman ajaran Islam yang diyakini dan dianut oleh masyarakat setempat (Ida &
Dysons, 2015). Beberapa hal menjadi penyebabnya yakni rendahnya tingkat pendidikan dan
kemiskinan warga setempat sehingga dapat dengan mudah tunduk terhadap ajaran yang
disampaikan oleh kyai/ustadz. Ketiga, adanya konflik keluarga antara Pemimpin Syi’ah dan adiknya di
desa Karang Gayam dan desa Bluuran yang meluas hingga ke publik yang mengakibatkan kedua
belah pihak saling mengejek, memfitnah antara satu sama lainnya sehingga berdampak pada
susahnya dialog yang akan dilakukan mengenai kitab dan keyakinan. Sebenarnya ada keinginan
pengikut aliran Syi’ah agar pengikut Sunni dapat menerima perbedaan yang ada namun, keinginan
ini harus terhenti karena ulama dan warga menolak selama pengkut Syi’ah tidak kembali/dibaiat
menjadi Sunni. Keempat, adanya peran politik diantara kedua belah pihak yang berseteru yakni Tajul
Muluk dan Rois. Kondisi pun semakin memanas ketika masuknya mantan Bupati Sampang. Dan
terakhir, adanya persaingan ekonomi diantara para kyai dan ustadz lokal di Kecamatan Omben dan
Karang Penang Sampang. Penelitian kedua dilakukan oleh Cahyo Pamungkas yang berjudul “Mencari
Bentuk Rekonsiliasi Intra-Agama: Analisis terhadap Pengungsi Syiah Sampang dan Ahmadiyah
Mataram” mengungkapkan bahwa pendekatan kultural memiliki peran penting dalam proses
rekonsiliasi seperti misalnya peran aktif pemerintah dan program inklusi sosial. Untuk kasus Sunni-
Syi’ah Sampang pendekatan taretan tibi merupakan salah satu alternatif gagasan untuk
memperbaiki hubungan antara Syi’ah dan Sunni. Selain itu perlunya mencari mediator yang
dianggap sebaga penengah dan mediator yang dapat mendamaikan antara Sunni-Syi’ah serta
mengembalikan nilai-nilai kekeluargaan yang renggang pada masa konflik. Sehingga perlunya peran
pemerintah untuk melakukan pendekatan kultural serta membantu laspekdam NU mencari jalan
tengah atas kebuntuan komunikasi yang terjadi antara Sunni-Syi’ah (Pamungkas, 2018). Berbagai
cara untuk menyelesaikan konflik atau resolusi konflik untuk mendamaikan pihak yang bersitegang
yakni antara pengikut aliran Syi’ah dan Sunni telah banyak dilakukan oleh pemerintah kota,
pemerintah provinsi, tokoh agama maupun stakeholder. Berdasarkan berita yang dilansir dalam
maduraindepth.com mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan pendekatan, metode dan strategi
yang telah dilakukan oleh pemerintah sejak tahun 2016 hingga sekarang. Jika ditelusuri lebih lanjut
pada tahun 2012- 2013 metode yang digunakan yakni right based approach (pendekatan berbasis
hak) yang mana memposisikan warga sebagai pelaku kejahatan sehingga pendekatan ini dinilai
kurang efektif dan justru memperburuk keadaan. Kemudian pada rentang waktu 2014- 2015 metode
pendekatan yang dilakukan pun berbeda yakni menggunakan pendekatan interesting approach
(berbasis kepentingan) yang kurang membuahkan hasil maksimal. Kedua belah pihak justru saling
tuding dan klaim kebenaran diantara kedua belah pihak yang bersitegang. Untuk itu mulai tahun
2016 mulai dari strategi, metode dan pendekatan yang dilakukanpun berbeda. pada tahun ini
pendekatan yang digunakan yakni pendekatan inklusi yang mana berbasis pada penerimaan,
pemberdayaan dan kebijakan. Selain itu, pendekatan ini juga menggunakan pendekatan kebudayaan
agar dapat lebih diterima oleh masyarakat serta lebih menghadirkan peran pemerintah untuk
membuat kebijakan atau bisa disebut dengan power based approach (berbasis kekuasaan) (Tirtana,
2021).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang strategi komunikasi yang dilakukan oleh
Pemerintah Kabupaten Sampang dalam merukunkan penganut Sunni-Syi’ah.

Metodologi Penelitian

Penelitian kali ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian
yang dapat dihasilkan melalui kata-kata, tulisan atau lisan dari pelaku yang diamati (Creswell, 2009).
Datadata yang ada diperoleh melalui lapangan/pengamatan langsung. Pendekatan penelitian yang
digunakan yakni pendekatan fenomenologi. Pendekatan fenomenologi berusaha memahami orang-
orang dalam situasi tertentu yang ada kaitannya dengan suatu fenomena/peristiwa. Data yang
diperoleh dari hasil observasi di analisis secara kualitatif. Sebagaimana yang dikutip Bogdan dan
biglen dalam Lexy mengungkapkan analisis data yakni upaya untuk mengorganisasikan data
mengenai hal yang akan diteliti (J.Moleong, 2019). Dalam penelitian ini tentang strategi komunikasi
pemerintah Kabupaten Sampang dalam merukunkan penganut Sunni-Syi’ah. Terdapat tiga hal yang
harus diperhatikan meliputi Reduksi Data, Penyajian Data dan Kesimpulan. Pemilihan informan
merupakan hal yang penting karena dari informanlah peneliti mendapatkan informasi tentang
lapangan penelitian. Untuk itu diperlukan informan yang dapat dipercaya yang dapat memberikan
penjelasan mengenai obyek penelitian, informan dalam hal ini tidak dapat dipaksa namun secara
sukarela memberikan informasi yang dibutuhkan. Dalam penelitian kali ini peneliti Pemilihan objek
penelitian didasarkan pada teknik purpose sampling atau sampel objektif. Tujuan sampling untuk
mencari berbagai sumber untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya (H. Wijaya, 2018).
Tujuannya adalah untuk menemukan sesuatu yang unik yang didapatkan dalam wawancara. Setelah
para peneliti menentukan orang dalam melalui pengambilan sampel yang bertujuan, para peneliti
melanjutkannya dengan snowball sampling yang diperoleh. Snowball sampling dimulai dengan
peneliti mengidentifikasi satu atau dua informan, kemudian informan memberikan saran dan
seterusnya, hingga membentuk bola salju yang semakin banyak (Holloway, 2007). Adapun
narasumber dalam penelitian ini adalah: 1. Tokoh Masyarakat sekaligus Mantan Kepala Badan
Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Sampang tahun 2019 2. Intelijen Keamanan Polres Sampang
3. Humas Kemenag Kabupaten Sampang 4. Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten
Sampang Obyek penelitian yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah cara/strategi komunikasi
pemerintah Kabupaten Sampang dalam merukunkan penganut Sunni-Syi’ah.

Teori yang digunakan

Jurnal Komunikasi, Vol. 15 No. 02, September 2021: 131-144

Hasil penelitian

Hasil penelitian menunjukkan Pemerintah Kabupaten Sampang menggunakan strategi persuasive


dengan melibatkan berbagai pihak. Pihak-pihak yang dianggap memiliki kemampuan, pengaruh serta
kredibilitas dalam menyelesaikan konflik ditunjuk sebagai mediator untuk merukunkan penganut
Sunni-Syi’ah. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan strategi komunikasi yakni
mulai dari unsur komunikator, analisis kebutuhan khalayak, pesan, uji awal materi, efek sampai pada
evaluasi yang dirancang untuk mencapai tujuan komunikasi yang optimal. Hendaknya strategi
memiliki tujuan agar dapat memberikan informasi kepada pembacanya yang sekaligus mudah
diperbarui oleh setiap manajemen puncak dan setiap anggota organisasi. Dalam melakukan strategi
komunikasi tidak menutup kemungkinan adanya faktor pendukung dan penghambat. Beberapa
faktor pendukung yakni, kredibilitas komunikator dalam menyelesaikan konflik, penerapan
informasi, umpan balik langsung serta evaluasi pesan. Sedangkan faktor penghambatnya meliputi
perbedaan latar belakang komunikan dan tingkat pendidikan komunikan yang rendah. Hal ini
menyebabkan susahnya pesan yang akan disampaikan meskipun didukung oleh bukti dan alasan
yang kuat dan benar.

STRATEGI KOMUNIKASI DALAM MENINGKATKAN.KINERJA KARYAWAN DI BHR LAW OFFICE (Ni


Luh Putu Sarian)

Latar Belakang Masalah

Komunikasi adalah instrumen yang digunakan manusia dalam berinteraksi dengan sesama, di
kehidupan sehari-hari ataupun dalam lingkungan kerja. Dalam lingkungan kerja komunikasi adalah
alat yang memiliki fungsi sebagai penghubung serta penggerak motivasi antar sesama karyawan
sehingga sebuah kantor dapat berjalan dengan baik. Proses komunikasi efektif ialah syarat
terbinanya kerjasama yang baik untuk menggapai tujuan perusahaan. Komunikasi dalam sebuah
lingkungan kerja merupakan unsur pokok selain tujuan perusahaan dan motivasi, begitu pula di
dalam kantor konsultan hukum. Kantor konsultan hukum adalah suatu persekutuan perdata, yang
terdiri dari dua atau lebih advokat yang melakukan praktek keadvokatan bersama yang mempunyai
tugas menyediakan layanan jasa di bidang hukum kepada masyarakat. Salah satu kantor konsultan
hukum di Denpasar adalah BHR Law Office secara resmi berdiri pada tanggal 2 Januari 2014. Sejak
berdiri, kantor konsultan hukum ini telah menyelesaikan banyak perkara perdata dan pidana, dalam
hal mendampingi dan/atau mewakili klien sebagai penggugat, tergugat, pemohon, termohon,
mendampingi tersangkaadan membela terdakwa. Kantor konsultan hukum ini juga memberikan
konsultasi hukum serta menangani perkara perdata dan pidana sebagai contoh warisan,
wanprestasi, pertanahan, dan lain-lain. Dalam menjalankan kegiatan perkantoran, BHR Law Office
menghasilkan arsip dinamis sebagai hasil sertaan dari proses kegiatan sehari-hari. Menurut
Cunningham, et all (2013), menyebutkan pada kantor konsultan hukum terdapat dua macam arsip
dinamis, arsip administrasi dan arsip hukum. Arsip administrasi adalah arsip yang berhubungan
dengan jalannya kegiatan bisnis kantor konsultan hukum. Sedangkan arsip hukum adalah arsip yang
diciptakan dalam kaitannya dengan penerapan kaidah-kaidah hukum. Termasuk didalamnya adalah
berkas perkara klien dan arsip produk penelitian hukum. BHR Law Office menyadari pentingnya arsip
dinamis sebagai bukti dari kegiatan dan kebijakan yang mereka lakukan. Kesadaran akan arti penting
keberadaan arsip dilatarbelakangi oleh pertanggungjawaban tindakan kantor kepada klien. Arsip
dinamis yang tercipta dalam proses kegiatan bisnis kantor BHR Law Office merupakan hasil sertaan.
Hasil sertaan tersebut berupa informasi terekam yang menjadi bukti dari kegiatan yang dilakukan
oleh kantor BHR Law Office. Kegunaannya menurut Sulistyo dan Basuki (2014), antara lain sebagai
memori dalam berkas kantor, penggagas pengambilannkeputusan oleh manajemen, pendorong
litigasi serta sebagai arsip perusahaan. Untuk terciptanya arsip dinamis di dalam BHR Law Office
sendiri tidak terlepas dari proses koordinasi yang tentu saja melibatkan komunikasi. Komunikasi
merupakan satu kegiatan yang tidak dapattdipisahkan. dari sebuah perusahaan, begitu pula di BHR
Law Office. Dalam menjalankan arsip dinamis BHR Law Office, sering terjadi miskomunikasi atau
proses komunikasi yang terhambat antara pimpinan dengan karyawan, ataupun sesama karyawan.
Salah satu miskomunikasi yang sering terjadi mengenai delegasikan tugas perkara klien dan
mengenai informasi administrasi baik dari pimpinan dengan karyawan atau sebaliknya dan antara
sesama karyawan. Keberlangsungan hidup suatu perusahaan salah satu faktor menilai kinerja
karyawan. Menurut Mangkunegara (2013), Kinerja karyawan ialah pencapaian hasil kerja secara
kuantitas dan kualitas serta ketepatan waktu oleh seorang karyawan di dalam
melaksanakanntugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan. Salah satu menurunnya
kinerja karyawan BHR Law Office yang disebabkan oleh miskomunikasi dibidang pengarsipan adalah
pemberkasan yang kurang teratur yang mengakibatkan kesulitan klien untuk mengakses datanya.
Berdasarkan permasalahan latar belakang diatas Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui “Strategi
Komunikasi dalam meningkatkan. kinerja. karyawan. di BHR Law Office”.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui strategi komunikasi dalam meningkatkan kinerja,
karyawanndi BHR Law Office. Penelitian ini menggunakan Teknik analisis data deskriptif kualitatif.

Metode yang digunakan

Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini di BHR Law Office. Lokasi ini dipilih sebagai objek penelitian karena dalam
menjalankan tugas arsip dinamis, BHR Law Office sering terjadi miskomunikasi atau proses
komunikasi yang terhambat antara pimpinan dengan para karyawan atau antara sesama karyawan.

Jenis Data

Jenis data penelitian ini yaitu data kualitatif. Data kualitatif adalah informasi yang bersifat deskriptif
seperti kata-kata, kalimat. Data kualitatif dalam penelitian ini adalah data yang tidak berupa angka-
angka, melainkan berupa penjelasan atau keterangan yang mendukung penelitian ini seperti
company profile BHR Law Office.

Sumber Data

Sumber data penelitian ini terbagi menjadi 2 (dua) antara lain yaitu: 1. Data Primer Data yang di
lapangan dan dikumpulkan oleh peneliti dari sumber utamanya. Adapun sumber data primer
penelitian ini, yaitu data pemberkasan arsip dinamis di BHR Law Office tahun 2018. 2. Data Sekunder
Data yang dikumpul peneliti sebagai data pendukung dari sumber utama. Data yang tersusun dalam
bentuk dokumen-dokumen. Dalam penelitian ini, buku-buku mengenai pengarsipan merupakan
sumber data sekunder.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: 1. Observasi Menurut
Suharsimi dan Arikunto (2011) Observasi atau pengamatan, yaitu kegiatan pemantauan suatu objek
yang menggunakan indera manusia. Metode ini digunakan oleh peneliti untuk mengetahui proses
komunikasi dibidang arsip dinamis di BHR Law Office. 2. Dokumentasi Teknik dokumentasi
dipergunakan untuk melengkapi sekaligus menambah keakuratan, kebenaran data atau informasi
yang dikumpulkan dari bahan-bahan dokumentasi di lapangan dijadikan bahan pengecekan
keabsahan data. 3. Wawancara Menurut Abdurrahman (2010), metode pengumpulan data dengan
cara berkomunikasi langsung dengan responden. Wawancara ialah proses interaksi antara
pewawancara dan para responden. Peneliti melakukan wawancara kepada pimpinan serta karyawan
di BHR Law Office.

Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang dilakukan adalah deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif yang
dimaksud adalah peneliti mengkaji data dari lapangan dengan cara mendeskripsikannya kedalam
sebuah kata-kata atau kalimat. Analisis data yang dilakukan merupakan kumpulan dari hasil
observasi, dokumentasi serta wawancara dan diproses melalui pencatatan dan akan dideskripsikan
melalui sebuah kata-kata dan kalimat.

Teori yang digunakan

Jurnal Ilmiah Manajemen & Bisnis ISSN: 2528-1208 (print), ISSN: 2528-2077 (online) Volume 4, No. 2,
Desember 2019

Hasil Penelitian

strategi komunikasi pada BHR Law Office menitik beratkan kepada pesan, baik melalui komunikasi
verbal dan komunikasi nonverbal. Dimana pesan menjadi produk komunikasi perusahaan melalui
rapat rutin bulanan, rapat informal bulanan, serta rapat informal tahunan. Komunikasi non verbal
yang digunakan ialah melalui Email, Surat Menyurat, dan juga melalui sosial media seperti Grup
Whatsapp Perusahaan. Komunikasi non verbal dapat memberikan penekanan terhadap informasi
yang disampaikan secara verbal dari pimpinan dengan karyawan ataupun sesama karyawan sehingga
miskomunikasi dapat diminimalkan serta menciptakan iklim kerja yang sehat.
STRATEGI KOMUNIKASI DINAS LINGKUNGAN HIDUP (DLH) DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN
PROGRAM GREEN CITY DI KOTA TELUK KUANTAN KABUPATEN KUANTAN SINGINGI (Deri Kalianda
Pembimbing : Nova Yohana, S.Sos, M.Ikom)

Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu pemilik kawasan hutan terluas didunia, keanekaragaman hayati ada
di Indonesia.Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan adalah kementrian yang mengurusi
bagian Lingkungan. Data dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menunjukan 72% hutan
asli Indonesia telah musnah dengan 1,8 juta Hektar hutan dirusak pertahun. Pengurangan hutan ini
di sebabkan oleh pembangunan, alih fungsi hutan dan kebakaran. Pembangunan tidak bisa
dihentikan karna adalah sebuah kebutuhan. Melihat aspek pembangunan juga ambil andil dalam
pengurangan jumlah hutan, maka Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2007
mengeluarkan program pembangunan berbasis lingkungan yang melibatkan masyarakat secara aktif.
Program tersebut bernama Green City. Program Green City adalah program yang di keluarkan oleh
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Program ini di umumkan pada tahun 2007 dengan
peraturan UU NO 24/2007. Program Green City adalah program yang di canangkan pemerintahan
pusat untuk pemerintah daerah agar bisa melakukan pembangunan dengan berwawasan
lingkungan. Program Green City yang di kordinir oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
ini merupakan program jangka panjang. Program ini lebih menyerahkan pelaksanaannya kepada
provinsi dan kabupaten/kota dengan masyarakat dilibatkan secara aktif dengan dukungan penuh
dari pemerintah pusat. Ada 8 indikator yang merupakan bagian dari Green City. yaitu Green Planning
and design, green open space, green community, green water, green energy, green waste, green
transportation, dan green building. Kabupaten Kuantan Singingi adalah salah satu kabupaten yang
berupaya mewujudkan Green City . Dimulai pada pemerintahan bupati baru yaitu H.Mursini dan
H.Halim periode tahun 2016-2021. Tidak jauh berbeda dengan kebanyakan kabupaten lain, Program
Green City di kabupaten Kuantan Singingi di kordinir oleh Dinas Lingkungan Hidup dan dibantu oleh
beberapa dinas dan badan yang terkait, pada kabupaten lain pada umumnya juga dikordinir oleh
Dinas Lingkungan Hidup. Program Green City ini secara penuh diserahkan kepada Dinas Lingkungan
Hidup sebagai pelaksana dengan Wakil Bupati sebagai penasehat. Adapun bagian yang mengurus
program ini adalah Bidang Tata Lingkungan Hidup. Program Green City di Kota Teluk Kuantan
Kabupaten Kuantan Singingi tergolong baru. Program Green City ini baru di umumkan pada tahun
2016. Namun banyak program yang telah di lakukan yang mendukung Green City itu sendiri. Bahkan
dari tahun-tahun sebelumnya. Seperti Contoh Program Adipura oleh Kementrian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan yang telah di laksanakan oleh kabupaten Kuantan Singingi melaui Dinas Lingkungan
Hidup. Program Adipura di mulai tahun 2012 di Kuansing dan berhasil mendapatkan Sertifikat dari
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Program program Lingkungan Seperti ini secara
langsung dapat mendukung program Green City ini. Dalam kurun waktu dari tahun 2016-2017,
banyak tindakantindakan serta langkah-langkah kongrit yang di ambil oleh Dinas Lingkungan Hidup
untuk mewujudkan Green City. Dinas Lingkungan Hidup Mengajak Perusahaan-Perusahan Yang ada
di Kuansing untuk berpartisipasi aktif dalam mewujudkan Green City. Dalam kegiataan ini,pihak
Perusahaan menyumbang sebanyak 200 pot Bunga untuk di letakan di sepanjang Protokol Kota
Teluk Kuantan. Selain penghijauan pada jalan protocol, Dinas Lingkungan Hidup juga menghimbau
Kawasan SMAN 1 Teluk Kuantan agar bisa memenuhi kriteria dari Green City. Yaitu setiap
perkantoran atau sekolah menyediakan 20% dari luas wilayah untuk di jadikan pertamanan dan
kawasan serapan. SMAN 1 Teluk Kuantan adalah salah satu sekolah yang berada di pusat Kota dan
Pinggir jalan. Setiap Orang yang berkunjung ke kota Teluk Kuantan pasti akan melihat SMAN 1 Teluk
Kuantan.SMAN 1 Teluk Kuantan Sudah memenuhi kriteria tersebut. Dinas Lingkungan Hidup
menghimbau setiap Setiap Usaha, Ruko, Warung dan rumah yang berada di pinggir jalan Protokol
dan pusat kota agar menyediakan 2 pot bunga di depan rumah atau tempat usaha masing-masing.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui Strategi Komunikator Dinas Lingkungan Hidup Dalam
Mengimplementasikan Program Green City di kota Teluk Kuantan Kabupaten Kuantan Singingi. (2)
mengetahui strategi penentuan khalayak oleh Dinas Lingkungan Hidup dalam Mengimplementasikan
Program Green City di kota Teluk Kuantan kabupaten Kuantan Singingi.(3) mengetahui strategi Pesan
oleh Dinas Lingkungan Hidup dalam Mengimplementasikan Program Green City di kota Teluk
Kuantan kabupaten Kuantan Singingi. (4) mengetahui strategi pemilihan media yang digunakan
Dinas Lingkungan Hidup Dalam Mengimplementasikan Program Green City di kota Teluk Kuantan
Kabupaten Kuantan Singingi.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi komunikator dalam
mengimplementasikan kota hijau, strategi audiens, strategi pesan dan penggunaan media dalam
implementasi program kota hijau.

Metode yang digunakan

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif Metode
kualitatif adalah penelitian tentang riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan
analisis. Penelitian kualitatif merupakan proses penelitian yang berkesinambungan sehingga tahap
pengumpulan data dilakukan secara bersamaan selama proses penelitian (Suyanto dan Sutinah,
2010:172).

Objek Penelitian

objek penelitian sebagai variable penelitian, yaitu sesuatu yang merupakan inti dari problematika
penelitian. Objek penelitian merupakan permasalahan yang hendak diteliti. Arikunto (2010:29) Objek
penelitian adalah komunikasi Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kuantan Singingi.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik penelitian yang dilakukan adalah Observasi, wawancara, dokumentasi dan studi pustaka.
Dengan mencari berbagai informasi, berita analisis konsep-konsep hasil pemikiran para ahli yang
dimuat dalam buku, karya tulis ilmiah, artikel, internet, media cetak, dan jurnal-jurnal yang berkaitan
dengan permasalahan yang dibahas. (dalam Moleong, 2005:90).

Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada model interaktif Huberman
dan Miles. Teknik analisis data huberman dan miles menyatakan adanya sifat interaktif antara data
atau pengumpulan data dengan analisis data. Analisis data yang dimaksud yaitu reduksi data,
penyajian data, verifikasi data atau penarikan kesimpulan. Reduksi data adalah mengelola data
dengan analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan dan membuang data yang tidak
diperlukan serta mengorganisir data tersebut. Dengan mengorganisir data maka dapat dengan
mudah menyajikan atau memaparkan data-data yang diperlukan untuk disimpulkan dengan cara
induktif pada penelitian, dengan demikian dapat ditarik kesimpulan atau verifikasi dalam
menganalisis data penelitian. (Bungin, 2003:69).

Teori yang digunakan

JOM FISIP voL. 5 No. 1 April 2018

Hasil Penelitian

Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi komunikator

Dinas Lingkungan Hidup melibatkan orang-orang yang ahli dan berpengalaman dalam

lingkungan seperti Dosen Ilmu Lingkungan dan Ahli Lingkungan.

Selain itu, juga melibatkan orang-orang yang memiliki pengaruh terhadap masyarakat seperti

Kepala Desa, Pemangku Adat, dan Tokoh Agama. Penentuan Strategi

audiensi oleh Kantor Lingkungan Hidup adalah memilih audiens terdekat

dari pusat kota, kota Teluk Kuantan dan sekitarnya. Terdiri dari

masyarakat umum, Kantor dan Sekolah dan Perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai