DESAIN PENELITIAN
OLEH
RETNO SUHARTINI
F1081181039
i
PENGEMBANGAN BUKU SUPLEMEN MEMBACA
PERMULAAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL
PADA KELAS II SEKOLAH DASAR
DESAIN PENELITIAN
OLEH
RETNO SUHARTINI
F1081181039
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
Kearifan Lokal Pada Kelas II Sekolah Dasar”. Shalawat teriring salam selalu
Desain penelitian ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat
masukan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, melalui kesempatan ini
1. Prof. Dr. H. Martono, M.Pd selaku Dekan FKIP Untan yang telah membantu
telah memberikan dukungan baik secara moril maupun materil dari semester
iii
4. Dr. Siti Halidjah, M.Pd selaku Ketua Program Studi PGSD FKIP Untan yang
6. Seluruh Dosen Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar yang telah
8. Kakak dan adik-adik penulis yang selalu memberikan motivasi dan semangat
kepada penulis.
menyelesaikan desain penelitian ini, meski banyak hambatan yang dihadapi. Jika
dalam penyusunan desain penelitian ini masih banyak terdapat kesalahan baik
dari segi penulisan maupun isinya, penulis mohon maaf dan mengharapkan
kritikan dan saran yang membangun demi perbaikan desain penelitian ini.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
v
c. Perbedaan Buku Teks Dengan Buku Pengayaan (Buku Suplemen)
.............................................................................................. 23
d. Kaidah Penyusunan Buku Suplemen .................................. 25
e. Langkah-langkah Membuat Buku Suplemen ...................... 33
f. Karakteristik Buku Suplemen ............................................. 34
3. Membaca Permulaan ................................................................. 35
a. Pengertian Membaca Permulaan ......................................... 35
b. Tujuan Membaca Permulaan ............................................... 36
c. Jenis-jenis Membaca Permulaan ......................................... 36
d. Metode Membaca Permulaan .............................................. 37
e. Urgensi Membaca Permulaan ............................................. 39
4. Kearifan Lokal .......................................................................... 35
a. Pengertian Keatifan Lokal ................................................... 35
b. Ciri-ciri dan Fungsi Kearifan Lokal .................................... 42
c. Tujuan Kearifan Lokal dalam Pendidikan .......................... 43
d. Lingkup Kearifan Lokal ...................................................... 44
5. Buku Suplemen Membaca Permulaan Berbasis Kearifan Lokal 45
B. Penelitian yang Relevan ................................................................ 48
C. Kerangka Berpikir ........................................................................ 51
vi
5. Teknik Analisis Data ................................................................. 74
a. Analisis Data Kualitatif ....................................................... 74
b. Analisis Data Kuantitatif ..................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 78
LAMPIRAN ............................................................................................... 83
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perbedaan Buku Teks dan Buku Pengayaan (Suplemen) .......... 23
Tabel 2.2 Kriteria Umum dan Khusus Materi Buku Non-Teks .................. 28
Gambar 3.1 Model ADDIE Untuk Mengembangkan Produk yang Berupa Desain
Pembelajaran .............................................................................................. 57
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Wawancara Guru ..................................................................... 83
Lampiran 2 Dokumentasi Wawancara ......................................................... 87
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kondisi pandemi Covid-19 yang masih melanda dunia hingga saat ini
dunia, tidak terkecuali pada bidang pendidikan yang ada di Indonesia. Dampak
pelaksanaan belajar dari rumah. Hal ini sesuai dengan Surat Edaran Mendikbud
dari rumah. Hal ini terjadi baik pada peserta didik kelas rendah maupun peserta
didik kelas tinggi. Peserta didik yang berada di kelas rendah idealnya sudah
membaca lanjutan. Sedangkan peserta didik kelas tinggi idealnya sudah lancar
untuk dikuasai oleh peserta didik. Hal ini didasarkan karena dengan keterampilan
membaca peserta didik akan mudah memahami materi yang disampaikan dalam
1
2
sekitar 100 juta anak di dunia gagal menguasai kecakapan minimum membaca.
Padahal sebelum pandemi berlangsung sudah terdapat 483 juta anak yang
sebanyak 20% menjadi 584 juta anak. Jumlah ini terjadi pada tingkatan Sekolah
pembelajaran jarak jauh telah menyebabkan learning loss atau penurunan capaian
belajar, dan literacy loss atau penurunan keterampilan literasi pada peserta didik.
Data tersebut, menunjukan bahwa terjadi penurunan minat baca dan keterampilan
faktor diantaranya yakni minat baca anak dan ketersediaan bahan bacaan. Minat
baca adalah hal dasar yang mesti dimiliki peserta didik sebelum masuk ke tahap
kemampuan membaca. Peserta didik mesti memiliki minat baca terlebih dahulu.
Ketersediaan bahan bacaan yang sesuai dengan karakteristik peserta didik dan
tingkat kemampuan bahasa peserta didik juga menjadi faktor penting. Terlebih
bagi anak yang mengalami kesulitan dalam membaca permulaan. Dengan adanya
melakukan pembelajaran tatap muka terbatas dengan durasi waktu yang terbatas
pula, sehingga aktiivitas baca peserta didik tidak sepenuhnya terkontrol oleh
guru, dan perpustakaan juga tidak melayani jam kunjungan seperti biasanya atau
3
bahkan tidak buka sama sekali. Kondisi seperti ini menjadi kendala pelaksanaan
literasi baca.
Pengadaan buku guru dan buku siswa di sekolah memang sudah cukup bagus
dan berpusat pada peserta didik, namun belum mampu sepenuhnya memfasilitasi
kegiatan membaca peserta didik, apalagi bagi peserta didik kelas rendah yang
disampaikan pada buku siswa belum sesuai dengan karakteristik daerah tempat
Buku guru dan buku siswa termasuk salah satu bahan ajar. Bahan ajar
merupakan satu dari unsur pembelajaran yang sangat penting. Dengan adanya
bahan ajar guru dan peserta didik akan terbantu dalam kegiatan pembelajaran.
Bahan ajar memiliki beberapa bentuk, salah satunya adalah buku suplemen. Buku
berpedoman pada kompetensi yang hendak dicapai peserta didik atau dapat
dikatakan sebagai penjabaran isi dari kurikulum 2013 (Asminah & Rukmi, A. S,
guru dalam penyampaian materi, peserta didik dapat mengulang pelajaran, dan
kelebihan dibandingkan buku guru dan buku siswa ataupun bahan ajar jenis
lainnya, yakni praktis untuk digunakan kapanpun dan dimanapun, pembaca dapat
media lain, tidak membutuhkan perangkat lain, dan biaya perawatan yang murah
Meski begitu, buku suplemen ini hanya berperan sebagai pelengkap bahan
ajar utama yakni buku guru dan buku siswa sesuai dengan kurikulum 2013. Guna
dari buku suplemen ini untuk melengkapi materi yang memungkinkan dan tidak
ada dalam bahan ajar utama. Pada praktiknya buku suplemen ini dikembangkan
digunakan terlebih di masa pandemi dengan hadirnya buku suplemen siswa dapat
belajar secara mandiri di rumah. Sejalan dengan pendapat tersebut, Asminah &
peserta didik kelas tinggi. Karakteristik peserta didik kelas rendah (kelas 1, 2, dan
3) masih suka berkhayal dan suka meniru (Sabani, F, 2019). Hal ini ditandai
lanjut menurut Marcum (2019), peserta didik pada usia tersebut sudah mulai
memahami logika secara stabil dan berada pada tahap operasi konkret. Anak usia
penyajian cerita yang relatif pendek (Huck, 1987). Cerita fabel merupakan salah
satu dongeng. Dongeng termasuk ke cerita rakyat. Cerita rakyat adalah salah satu
dari bentuk kearifan lokal. Integrasi kearifan lokal berupa cerita fabel dapat
dengan jelas pada kompetensi dasar yang hendak dicapai, malah sebaliknya
penyajian materi menganggap peserta didik sudah dapat membaca dengan baik.
Jika ditelaah lebih lanjut pada buku teks yang digunakan oleh peserta didik belum
permulaan.
Negeri 38 Pontianak Utara yakni Ibu Aris Dianawati, S.S, S.Pd, pada Rabu, 19
Januari 2022 diketahui bahwa terdapat peserta didik kelas II A yang mengalami
literacy loss. Dari 28 orang jumlah total peserta didik, terdapat 15 orang peserta
didik yang sudah bisa membaca, 9 orang peserta didik yang masih mengeja, dan
terdapat 4 orang peserta didik yang belum bisa membaca. Penuturan dari Ibu Aris
Dianawati, S.S, S.Pd adalah setelah pemberlakukan aturan belajar dari rumah.
disampaikan. Buku utama yang digunakan yakni buku paket siswa belum
karakteristik peserta didik kelas II Sekolah Dasar. Selain itu, pemilihan kearifan
lokal Kalimantan Barat berupa cerita fabel dipilih agar peserta didik dapat
kearifan lokal yang ada di Kalimantan Barat. Sehingga akhirnya tercipta rasa
membaca permulaan berbasis kearifan lokal pada peserta didik kelas II Sekolah
7
kearifan lokal pada peserta didik kelas II Sekolah Dasar diukur dari aspek
kearifan lokal pada peserta didik kelas II Sekolah Dasar diukur dari respon
C. Tujuan Penelitian
berbasis kearifan lokal pada peserta didik kelas II Sekolah Dasar. Adapun tujuan
berbasis kearifan lokal pada peserta didik kelas II Sekolah Dasar diukur dari
berbasis kearifan lokal pada peserta didik kelas II Sekolah Dasar diukur dari
D. Manfaat Penelitian
Kearifan Lokal Pada Peserta Didik Kelas II Sekolah Dasar” ini diharapkan dapat
rumah.
2. Bagi Guru
secara mandiri.
3. Bagi Sekolah
4. Bagi Pengembang
1. Asumsi
membaca permulaan berbasis kearifan lokal untuk kelas II Sekolah Dasar ini
sebagai berikut:
sumber belajar. Bahan Ajar merupakan satu dari sekian sumber belajar, dan
buku suplemen adalah satu dari sekian banyak bentuk cetak dari bahan ajar.
Cerita fabel termasuk cerita rakyat kategori dongeng, dan dongeng termasuk
kesan tersendiri kepada peserta didik sehingga materi akan lebih mudah
permulaan.
2. Keterbatasan Pengembangan
pembelajaran tematik, namun hanya fokus pada materi cerita fabel dan
b. Tema dari bahan ajar yang dikembangkan seputar cerita Fabel yang ada di
Kalimantan Barat.
c. Uji coba buku suplemen membaca permulaan berbasis kearifan lokal ini
belajar mandiri peserta didik.Produk yang akan dibuat berupa buku suplemen
memanfaatkan software Microsoft Word dan Adobe Photoshop. Maka dari itu,
sekumpulan cerita fabel yang ada di Kalimantan Barat, gambar flora dan
11
fauna yang ada di Kalimantan Barat, huruf abjad, cara membaca berupa
metode eja dan metode SAS, kegiatan mencocokan kata dan gambar,
menarik minat peserta didik, dan pemilihan huruf disesuaikan dengan aturan
dari BSNP.
6. Di setiap cerita fabel disajikan 3 kata dari cerita fabel tersebut untuk dapat
7. Di dalam buku suplemen yang akan dibuat disajikan pula huruf abjad
sehingga peserta didik mengenal huruf hal ini sesuai dengan metode eja yang
digunakan.
10. Penggunaan tanda baca hanya berupa titik (.), koma (,), tanda tanya (?), tanda
11. Buku suplemen membaca permulaan berbasis kearifan lokal ini dapat
digunakan pada setiap Kompetensi Dasar yang ada di kelas II Sekolah Dasar.
G. Terminologi (Peristilahan)
terdapat dalam rumusan judul penelitian ini, perlu diberikan batasan istilah
sebagai berikut.
1. Pengembangan
2. Bahan Ajar
Bahan ajar adalah sekumpulan materi yang disusun secara sistematis dan
menarik untuk memudahkan guru dan peserta didik dalam belajar. Bahan ajar
3. Buku Suplemen
Buku suplemen adalah buku tambahan atau buku pelengkap yang berisi
informasi dan materi tertentu guna meningkatkan pemahaman terkait materi yang
diajarkan. Buku suplemen ini fungsinya adalah sebagai pelengkap dari buku
4. Membaca Permulaan
mana dalam hal ini proses membaca dilalui di kelas awal (I dan II) sekolah dasar.
5. Kearifan Lokal
pengetahuan ini sebagai bagian dari mereka lalu meneruskannya dari satu
cerita terdapat dongeng. Di dalam dongeng terdapat fabel. Kearifan lokal yang di
digunakan dalam penelitian ini adalah berupa fabel yang ada di Kalimantan
Barat.
Bahan ajar yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah berupa buku
didik dapat belajar membaca permulaan secara mandiri. Kemudian materi yang
diangkat dalam buku suplemen ini berupa cerita fabel yang ada di Kalimantan
Barat. Dengan menggunakan cerita fabel harapannya peserta dapat tertarik untuk
14
membaca dan juga menambah pengetahuan dan wawasan peserta didik terkait
cerita fabel yang ada di provinsi tempat mereka tinggal yaknik provinsi
Kalimantan Barat.
BAB II
KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Kajian Teori
1. Bahan Ajar
Bahan ajar bisa digunakan sebagai salah satu referensi pembelajaran untuk
dapat memecahkan permasalahan yang ditemukan. Melalui bahan ajar, guru dan
yang bersifat informatif dalam bentuk alat ataupun teks yang dibuat secara
sistematis memuat kompetensi yang akan dikuasai siswa dan digunakan dalam
“seperangkat materi yang disusun secara sistematis untuk dapat digunakan dalam
materi dan informasi serta dapat memenuhi kebutuhan peserta didik. Bahan ajar
yang digunakan baik itu oleh guru maupun peserta didik dalam proses
15
16
ditentukan. Beberapa contoh bahan ajar yakni buku pelajaran, handout, lembar
kerja siswa, modul, audio, video, model atau maket, dan lain sebagainya.
menjadi dua fungsi utama yakni fungsi guru dan fungsi peserta didik,
1) Fungsi bahan ajar untuk guru yakni untuk menghemat waktu guru
dalam mengajar, mengubah peran guru (pengajar menjadi
fasilitator), meningkatkan proses pembelajaran menjadi lebih
efektif dan interaktif, menjadi pedoman bagi guru untuk
mengarahkan segala aktivitasnya dalam proses pembelajaran
dan merupakan substansi kompetensi yang semestinya
dianjurkan kepada peserta didik, serta menjadi alat evaluasi
pencapaian atau penguasaan hasil belajar,
2) Fungsi bahan ajar untuk peserta didik yakni dengan adanya bahan
ajar peserta didik bisa belajar secara mandiri, bisa belajar
kapanpun dan dimanapun, bisa belajar sesuai kecepatannya, bisa
belajar menurut urutan yang dipilihnya sendiri, dan membantu
potensi peserta didik guna menjadi pelajar yang mandiri. (h.239-
240).
Dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa fungsi bahan ajar sebagai
pedoman bagi guru dan peserta didik dalam pelaksanaan pembelajaran dan juga
Dalam pembuatan bahan ajar pastinya ada tujuan yang hendak dicapai.
Untuk itu Prastowo, A (2014) menyatakan bahwa tujuan pembuatan bahan ajar,
sebagai berikut :
ajar adalah menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum dan
buku teks yang terkadang sulit untuk diperoleh. Sedangkan manfaatnya adalah
klasifikasi bahan ajar yang merujuk pada penjelasan Prastowo, A (2014). Bahan
ajar dibagi menjadi tiga, yakni dilihat dari bentuknya, cara kerjanya, dan sifatnya,
Bahan ajar yang akan dihasilkan dalam penelitian ini termasuk ke dalam
bahan ajar cetak berbentuk buku yang lebih spesifiknya yakni berbentuk buku
suplemen. Hal ini didasarkan pada pendapat Prastowo, A (2014) bahwa yang
termasuk dalam kategori bahan ajar cetak yakni handout, buku, modul, lembar
kerja siswa, brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar, model atau maket (h.248).
Meskipun bahan ajar ini berbentuk buku, namun hanya digunakan sebagai buku
alternatif selain dari buku utama yang digunakan guru dan peserta didik.
Beberapa prinsip yang mesti dipegang dalam memilih bahan ajar menurut
penyusunan bahan ajar adalah dapat mencapai kompetensi dasar dan tujuan
2. Buku Suplemen
a. Pengertian Buku
diantara bentuk bahan ajar cetak adalah buku. Dilihat dari arti luas buku diartikan
sebagai semua tulisan dan gambaran tulisan yang ditulis atas segala macam
lembaran dengan berbagai bentuk pula, sedangkan dalam arti sempit buku
diartikan sebagai suatu kertas berjilid yang menjadi satu kesatuan dimana
dikemukakan oleh Prastowo, A (2014) buku adalah “suatu media untuk seorang
sekumpulan tulisan berupa ide dan gagasan yang dituangkan oleh penulisnya.
Dengan adanya buku peserta didik dapat menambah pengetahuan, dan mengasah
yakni buku teks dan buku non-teks. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah
(PP) No.75 Tahun 2019 tentang sistem perbukuan bahwa buku-buku yang
2 Tahun 2008 tertulis bahwa selain buku teks, pendidik juga dapat menggunakan
22
buku panduan pendidik, buku pengayaan, dan buku referensi dalam proses
Menurut Andi, P (2016) menyatakan bahwa buku pelengkap atau buku suplemen
adalah buku teks pelengkap yang berguna untuk membantu buku teks utama
“buku suplemen atau buku penunjang berfungsi untuk melengkapi buku teks
Lange (dalam Tarigan, 2009) “buku suplemen merupakan buku yang dirancang
pengajarannya” (h.11).
menyebutkan bahwa buku dibagi menjadi buku teks dan buku nont-teks. Buku
suplemen merupakan buku pengayaan, dan buku pengayaan termasuk buku non-
teks. Oleh karena itu, buku suplemen termasuk ke dalam jenis buku non-teks.
bahwa buku suplemen adalah bahan ajar yang berfungsi sebagai pendamping,
tambahan atau melengkapi bahan ajar yang sudah ada, bentuk dari buku
23
suplemen adalah cetak yang fungsinya sebagai pendamping dari buku teks utama
guru dan peserta didik. Sehingga dapat dikatakan bahwa buku suplemen
dari jenis bukunya, buku suplemen termasuk ke dalam jenis buku non-teks.
Pelengkap)
Ada perbedaan antara buku teks yang digunakan dalam pembelajaran dengan
Penjabaran perbedaan antara buku teks pelajaran dengan buku pengayaan (buku
Tabel 2.1
Perbedaan Buku Teks dan Buku Pengayaan (Buku Suplemen)
menambah pengetahuan peserta didik dan guru. Sedangkan untuk kegunaan dan
atau pelengkap buku pelajaran. Selain itu, buku suplemen juga dapat digunakan
pendidik yang termasuk kedalam buku non teks, BSNP tidak memiliki
pengayaan dengan jenis buku non-teks. Meskipun buku teks dan buku non-teks
sama-sama bahan ajar cetak, akan tetapi dalam proses penyusunannya berbeda.
Hal ini perlu untuk dicermati dalam proses pengembangan buku suplemen.
menulis buku non-teks perlu pemahaman tentang ketentuan dasar dan komponen-
Terdapat beberapa karakteristik buku non teks yaitu, materi buku yang
dikembangkan bukan merupakan acuan wajib bagi peserta didik dalam mengikuti
salah satu mata pelajaran tertentu, materi buku tidak dilengkapi dengan instrumen
evaluasi dalam bentuk pertanyaan, tes, ulangan, LKS, atau bentuk lainnya,
pengembangan materi tidak terkait secara langsung dengan atau sebagian standar
ini yaitu menggunakan identitas penerbit (nama dan kota domisili) dengan jelas;
c) Komponen buku,
Komponen buku non teks pada umumnya terdiri dari tiga bagian, yaitu
bagaian awal, tengah, dan bagian akhir; bagian awal buku ini minimal terdiri dari
kata pengantar dan daftar isi, bagian tengah terdiri dari isi buku yang memuat
informasi atau materi buku, dan bagian akhir terdiri dari daftar pustaka,indeks,
dan glosarium.
d) aspek grafika,
hanya mengeceknya. Aspek grafika yang dimaksud adalah buku dijilid dengan
rapi dan kuat; buku menggunakan huruf dan/atau gambar/ilustrasi yang terbaca;
buku dicetak dengan jelas dan rapi; buku menggunakan kertas berkualitas dan
komponen utama sehingga menghasilakn buku non-teks yang layak untuk dapat
(bahan ajar) tetap menjadi ciri khas pengembang. Adapun komponen utama
berikut.
63).
Tabel 2.2
Kriteria Umum dan Kriteria Khusus Materi Buku Non-Teks
Kriteria Umum Kriteria Khusus
- Materi yang mendukung - Materi yang ditulis sesuai
pencapaian tujuan pendidikan dengan perkembangan ilmu
nasional. yang mutakhir, sahih, dan
- Materi yang tidak bertentangan akurat.
dengan ideologi dan kebijakan - Mengoptimalkan penggunaan
politik negara. sumber-sumber yang sesuai
- Materi yang menghindari dengan kondisi di Indonesia.
masalah SARA, bias gender, - Materia atau isi buku
serta pelanggaran HAM. mengembangkan kecakapan
akademik, sosial dan kejuruan.
- Materia atau isi buku harus
secara maksimal membangun
karakteristik kepribadian
bangsa,
Sumber : Puskurbuk (2008)
adalah cerita fabel yang ada di Kalimantan Barat dan terdapat contoh membaca
28
kata dengan metode SAS. Materi ini diangkat untuk mengenalkan cerita fabel
bersistem, lugas, dan mudah dipahami. Selain penyajian materi dilakukan secara
runtut, bersistem, lugas, dan mudah dipahami. Penyajian materi di dalam buku
ajar harus dapat mendorong pembaca untuk terus mencari tahu lebih mendalam
atau mencoba uraian yang disajikan di dalam buku tersebut. Selain itu, materi
Kaidah bahasa dan/ atau ilustrasi juga perlu diperhatikan guna menyusun
penulis kepada pembaca secara tepat. Ada beberapa hal yang kiranya perlu untuk
disebut juga dengan tata bahasa dalam bahasa ragam tulisan adalah tata kalimat,
susunan kata, dan ejaan (h.111). Kaidah bahasa yang perlu diperhatikan meliputi
29
Berdasarkan teori ini, maka kemampuan berpikir anak usia 7 tahun berbeda
dengan yang berusia 10 tahun dan yang berusia 15 tahun berbeda dengan yang
berusia 10 tahun (h.309). Tingkat kemampuan ini juga terlihat dalam kemampuan
Tabel 2.3
Perkembangan kemampuan berbahasa peserta didik SD/MI
Usia Kelas Kemampuan memahami bahasa Contoh
7 1 -Mengerti dengan baik kalimat tunggal -Nona sakit.
sederhana yang terdiri dari dua atau tiga -Nona pergi ke
unsur dokter.
-Belum dapat melihat hubungan makna -Nona tidak
dalam beberapa beberapa kalimat masuk ke
sehingga mengalami kesulitan kalau sekolah hari ini
membaca kalimat-kalimat yang
digabung.
8-9 2-3 -Mengerti pernyataan yang terdiri dari -Nona sakit dan
dua kalimat dengan struktur yang ia pergi ke
berbeda atau biasa disebut kalimat dokter.
majemuk.
Di 4-6 -Mengerti kalimat majemuk yang terdiri -Oleh karena
atas dari dari tiga kalimat. sakit dan pergi
10 ke dokter, nona
tidak masuk
sekolah hari ini.
Sumber : Prastowo, A (2016)
30
d) Aspek grafika
penyelarasan penyampaian isi buku. Desain isi buku memerhatikan tat letak yang
konsisten, harmonis, dan lengkap serta menggunakan tipografi (dan ilustrasi jika
jenis buku memerlukan) yang sederhana, dan mudah dibaca (Puskurbuk, 2008).
Grafika merupakan aspek dari buku yang berkenaan dengan fisik buku,
meliputi ukuran buku, jenis kertas, tata letak, ukuran huruf dan spasi, warna, dan
ilustrasi yang membuat peserta didik tertarik terhadap buku sehingga berminat
memengaruhi kelayakan fisik bahan ajar, yaitu ukuran buku, tata letak, ukuran
huruf dan spasi, jenis huruf, susunan dan teknis menulis, dan ilustrasi (h.325-
359).
International Organization for Standarization (ISO) dan materi isi buku. Standar
ISO untuk buku pendidikan adalah A4 (210 x 297 mm), A5 (148 x 210 mm), dan
B5 (176 x 250 mm) (h.131). Ukuran kertas berdasarkan ISO dapat dilihat pada
Tabel 2.4
Ukuran kertas berdasarkan ISO
Seri A Seri B
Jenis Ukuran (mm) Jenis Ukuran (mm)
A0 841 x 1189 A0 1000 x 1414
A1 594 x 841 B1 707 x 1000
A2 420 x 594 B2 500 x 707
A3 297 x 420 B3 353 x 500
A4 210 x 297 B4 250 x 353
A5 148 x 210 B5 176 x 250
A6 105 x 148 B6 125 x 176
A7 74 x105 B7 88 x 125
31
A8 52 x 74 B8 62 x 88
A9 37 x 52 B9 44 x 62
A10 26 x 37 B10 31 x 44
Sumber :Prastowo, A (2014)
Tabel 2.5
Ukuran dan bentuk buku
Kelas Ukuran Buku Bentuk
SD/MI kelas 1-3 A4 (210x 297 mm) Vertikal atau landscape
A5 (148x 210 mm) Vertikal atau landscape
B5 (176 x 250 mm) Vertikal atau landscape
SD/MI Kelas 4-6 A4 (210x 297 mm) Vertikal atau landscape
A5 (148x 210 mm) Vertikal
B5 (176 x 250 mm) Vertikal
SMP/MTs dan A4 (210x 297 mm) Vertikal atau landscape
SMA/MA SMK/MAK A5 (148x 210 mm) Vertikal
B5 (176 x 250 mm) Vertikal
Sumber :Penulisan Buku Teks Pelajaran (2012) (dalam, Prastowo A, 2014)
Kedua, tata letak, “pertimbangan utama dalam membuat tata letak buku
adalah kemudahan bagi pembaca untuk dapat melihat secara cepat keseluruhan
isi buku” (Andi, P, 2016, h.355). Oleh karena itu, tata letak buku hendaknya
memiliki tata letak judul, subjudul, ilustrasi, teks, nomor halaman yang konsisten,
Ketiga, “ukuran huruf dan spasi, sejatinya belum ada hasil penelitian yang
dapat dijadikan acuan kuat untuk menentukan ukuran huruf dan spasi buku”
Keempat, jenis huruf dikategorikan ke dalam dua jenis, yakni huruf serif dan
huruf sans-serif. Perbedaan antara keduanya adalah huruf serif mempunyai kait
pada setiap ujung huruf sehingga dalam bahasa Indonesia disebut huruf berkait,
sedangkan huruf sans-serif tidak mempunyai kait pada setiap ujung huruf
sehingga disebut huruf tidak berkait Sitepu (dalam Prastowo, A, 2016, h.357).
32
Huruf serif (berkait) meliputi : Book Antiqua dan Century, sedangkan yang
termasuk huruf Sans-Serif (tidak terkait) adalah Arial dan Calibri. Sebagai
Tabel 2.6
Ukuran huruf dan bentuk huruf buku
Sekolah Kelas Ukuran Huruf
Bentuk Huruf
SD/MI 1 6Pt-24Pt Sans-Serif
2 14Pt-16Pt Sans-Serif dan
Serif
3-4 12Pt-14Pt Sans-Serif dan
Serif
5-6 10Pt-11Pt Sans-Serif dan
Serif
SMP/MTs 7-9 10Pt-11Pt Serif
SMA/MA/SMK/MAK 10-12 10Pt-11Pt Serif
Sumber : Penulisan Buku Tahun 2012 (dalam Prastowo A, 2016)
Kelima, susunan dan teknis menulis dalam penyusunan bahan ajar perlu
Bahan ajar yang akan dikembangkan termasuk ke dalam lingkup buku non-
informasi dan materi, tidak diterbitkan, tidak terkait langsung dengan salah satu
bersifat longgar, kreatif, dan inovatif, materi dapat digunakan pembaca di semua
tingkatan kelas, penyajian materi/isi buku dapat berupa narasi, deskripsi, atau
3. Membaca Permulaan
Hal ini dimaksudkan supaya peserta didik memiliki kemampuan memahami dan
menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar, sebagai dasar untuk membaca
lanjut ungkap Akhadina (dalam Reni G, Darnis F, & Ahmad A, 2020, h.357).
34
bacaan yang dilakukan dengan cara terprogram yang diperuntukan untuk anak
usia dini” (h.84). Abbas (dalam Reni G, Darnis F, & Ahmad A, 2020, h.356),
merupakan kemampuan awal yang perlu dimiliki anak untuk dapat membuka
dalam hal ini dapat diartikan sebagai proses penyandian membaca secara
mekanikal” (h.166).
bahwa membaca permulaan adalah tahapan dasar dalam kegiatan membaca yang
mana dalam hal ini proses membaca dilalui di kelas awal (I dan II) sekolah dasar.
pokok dan kata kunci, serta menceritakan kembali isi bacaan pendek” (h.289).
peserta didik untuk dapat mengubah suatu rangkaian huruf menjadi rangkaian
35
(Munawaroh dan Ana, 2016, h.). Disamping itu tujuan utama dari membaca
permulaan sendiri adalah agar peserta didik dapat mengenal tulisan sebagai
lambang atau simbol bahasa sehingga peserta didik dapat menyuarakan tulisan
tersebut.
menyuarakan tulisan dengan intonasi sebagai dasar untuk dapat membaca lanjut.
1) Membaca nyaring
2) Membaca lancar
yang dibacanya dengan ucapan dan intonasi yang tepat agar pendengar dan
pembaca dapat menangkap informasi yang disampaikan oleh penulis yang dapat
sembarang metode. Metode yang digunakan merupakan metode yang sudah teruji
dan pernah digunakan sebelum-sebelumnya. Meski tak dapat dipungkiri ada juga
metode yang baru. Berikut ini beberapa metode yang dapat digunakan dalam
Metode abjad atau eja merupakan metode membaca permulaan yang lebih
2) Metode bunyi
Metode kata lembaga ini disebut juga dengan metode per kata dengan cara
Metode kupas rangkai suku kata adalah metode membaca permulaan yang
5) Metode global
6) Metode SAS
SAS merupakan akronim dari Struktur Analitik Sintetik. Metode SAS ini
pedagogis dan landasan linguistic. Dari kedua landasan ini, metode SAS diawali
Dalam pelaksanaannya, metode ini dibagi dalam dua tahap yakni, (1) tanpa
buku, dan (2) menggunakan buku. Pada tahap menggunakan buku, pembelajaran
Ini bola
Ini bola
Ini bola
I ni bo la
I n i bo la
38
I n i bo la
I ni bo la
Ini bola
Ini bola
digunakan adalah metode eja dan metode SAS. Metode ini akan sisipkan dalam
Tahapan membaca permulaan ini pasti pernah dilalui manusia yang hendak
belajar membaca. Hal ini membuat membaca permulaan menjadi suatu tahapan
dasar dalam proses membaca. Pada proses membaca permulaan anak-anak masih
berada pada tahapan hanya menguasai kode alfabetik yang hanya memungkinkan
anak-anak dapat membaca secara teknis, dan belum sampai tahapan membaca
mengajar anak-anak untuk dapat membaca dan menulis merupakan kegiatan yang
sulit . Hal senada juga disampaikan oleh Saonah (2018, h.102) bahwa kegiatan
membaca dan menulis merupakan kegiatan yang unik dan rumit sehingga
membaca lanjutan ada pada materi yang diajarkan. Pada membaca permulaan,
fokus utama pembelajarannya adalah peserta didik mampu melek huruf. Artinya,
serta kalimat Widyana (dalam Ulfiatul Inka Aprilia, dkk 2021, h.238).
4. Kearifan Lokal
Menurut Aminuddin (2013) kearifan lokal terbentuk dari dua kata yakni
kearifan (wisdom) dan lokal (local). “Lokal (local) artinya adalah setempat,
adalah gagasan atau nilai setempat yang sifatnya bijasaksana” (h.8). Sementara
hidup dalam suatu lingkungan yang menyatu dengan sistem kepercayaan, norma,
budaya, dan diekspresikan dalam tradisi dan mitos yang dianut dalam jangka
waktu yang lama (h.567). Menurut Putu Oka Ngakan (dalam Andi M. Akhmar
dan Syarifudin, 2007) kearifan lokal merupakan “tata nilai dan perilaku hidup
maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk
40
budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan sebagai pegangan
Kearifan lokal diungkapkan dalam berbagai bentuk ada yang dalam bentuk
nasehat, pepatah, pantun, syair, cerita rakyat, dan sebagainya. Salah satu cerita
rakyat adalah dongeng. Dongeng merupakan salah satu kearifan lokal yang
bertumpu pada kebudayaan lokal. Dongeng dibagi menjadi tiga kelompok besar
yakni dongeng binatang atau fabel dan dongeng biasa yang diperankan oleh
manusia dan dongeng lelucon (Mbulu & Suhartono, 2004). Cerita fabel
Cerita fabel ini adalah termasuk cerita rakyat yang tergolong dongeng. “Fabel
yang memiliki sifat baik dan buruk” (Aprianti, Gunatama, & Indriani, 2015, h.5).
Selanjutnya, “buku fabel merupakan sebuah buku yang memiliki unsur sastra
serta memberikan visualisasi yang menarik, mulai dari tampilan gambar hingga
peran binatangnya” (Caprita, Nursaid, & Zulfikarni, 2016, h.156). Sementara itu,
“fabel adalah sebuah buku dengan bentuknya yang menarik karena dapat
meningkatkan daya hayal anak” (Hafiidh, 2013, h.82). Berdasarkan hal tersebut,
fabel adalah sebuah kearifan lokal berupa sastra dongeng yang menampilkan
atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kearifan lokal adalah pengetahuan
yang dikembangkan oleh para leluhur dalam mensiasati perubahan yang terjadi
dalam kehidupan, menjadikan pengetahuan ini sebagai bagian dari mereka lalu
41
kearifan lokal juga memiliki fungsi. Edi Santoso (2009) mengemukakan bahwa
Kearifan lokal pada satu wilayah berbeda dengan wilayah lain sehingga
ini fungsi kearifan lokal difokuskan pada hal-hal berikut. 1) pelestarian salah satu
kearifan lokal yang berada di Kalimantan Barat yakni berupa cerita fabel, 2)
budaya membaca dan kearifan lokal yang ada di Kalimantan Barat terkhusus
suatu tujuan tertentu. Tentu ada tujuan-tujuan yang hendak dicapai berkenaan
juga dengan usaha untuk memajukan pendidikan yang ada di Indonesia. Berikut
Dari pendapat di atas menunjukan bahwa salah satu lingkup kearifan lokal
Cerita fabel bukanlah suatu hal yang baru lagi yang ditemui dalam suatu
masyarakat. Hampir semua daerah yang ada di Indonesia tentu ada saja cerita
fabel yang berakar dari nilai-nilai yang dianut suatu masyarakat daerah. Cerita
(h.628). Nurgiyantoro (2010) menyebutkan bahwa cerita fabel adalah cerita yang
yang berperilaku layaknya manusia dan terkandung nilai-nilai moral dalam cerita
tersebut.
sistematis, lalu dijilid. (Sitepu, 2012, h.8). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
buku panduan pendidik, buku pengayaan, dan buku referensi dalam proses
atau melengkapi buku utama. Hal ini sejalan dengan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 2 Tahun 2008 pasal 1 (5) bahwa “buku pengayaan adalah buku
yang memuat materi yang dapat memperkaya buku teks pendidikan dasar,
hadirnya buku suplemen dapat melengkapi kekurangan tersebut. Selain itu, buku
suplemen juga memiliki kelebihan dibandingkan jenis bahan ajar lainnya yakni
yang dihdapi oleh guru dan peserta didik dalam pembelajaran memebaca
permulaan bukanlah suatu rahasia lagi. Banyak faktor yang menjadi penghambat
itu semua. Namun, hal yang perlu untuk digaris bawahi adalah membaca
permulaan menjadi suatu keterampilan yng mesti dikuasai peserta didik agar
kearifan lokal pada proses pendidikan sangat baik, hal ini didasarkan bahwa
kearifan lokal membantu peserta didik dalam mengenal potensi dan kekayaan
daerah. Hal ini disebabkan pendidikan adalah suatu alat yang dapat menuntun
generasi ke depannya bangs aini. Masyarakat Kalimantan Barat kaya akan nilai-
nilai budaya dan kearifan lokal, salah satunya yakni cerita fabel. “Cerita fabel
adalah cerita binatang yang bertingkah laku seperti manusia”, (Mihardja, 2012,
h.9). cerita fabel yang ada di satu daerah dengan daerah lainnya tentu berbeda,
materi membaca permulaan yang tidak terdapat pada buku teks utama yang
digunakan oleh guru dan peserta didik dan sekaligus sebagai tempat untuk
memperkenalkan dan melestarikan kearifan lokal berupa cerita fabel yang ada di
Kalimantan Barat. Pemilihan cerita fabel sebagai topik yang diangkat dalam buku
sehingga dapat memberikan rasa kekaguman pada peserta didik”, Khoiraton, dkk
salah satu cara untuk memperkenalkan budaya lokal daerah tempat tinggal siswa
dan cara agar warisan budaya daerah tidak cepat punah (h.6). Penelitian lain yang
dilakukan oleh Asminah & Rukmi, A.S., (2020) dengan judul “Pengembangan
meningkat (h.1043). Lebih dari itu, buku suplemen merupakan solusi dari
kearifan lokal adalah buku suplemen yang dirancang dan dikembangkan dengan
memuat kearifan lokal yang ada di tempat buku suplemen hendak digunakan
yakni Kalimantan Barat dan yang terpenting buku suplemen ini dapat
menghadirkan bacaan yang dekat dengan peserta didik secara imajinatif sesuai
B. Penelitian Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Reni Gustiawati, Darnis Arief, dan Ahmad Zikri
menunjukan bahwa bahan ajar yang dikembangkan dalam penelitian ini layak
permulaan. Kelayakan dari produk bahan ajar ini didasarkan pada hasil validitas
bahasa dengan skor rata-rata 92,85%, isi dengan skor 96,87%, penyajian 93,75%,
dan kegrafikan dengn skor rata-rata 90%. Kelayakan produk bahan ajar ini juga
diperkuat dengan hasil uji efektivitas yang dilakukan pada kelompok kecil one to
one kemudian dilanjutkan dengan small group dengan perolehan persentase akhir
Motivation to Learn by Serving English Book with Local Wisdom”. Penelitian ini
pengumpulan data penelitian ini adalah angket. Subjek penelitian ini merupakan
pengembangan. Produk akhir dari penelitian ini adalah berupa buku yang ber-
ISBN. Adapun materi yang dibahasa dalam bahan ajar ini berfokus pada
produk akhir yang hendak dihasilkan yakni berupa buku, dan prosedur
48
terletak pada subyek uji coba penelitian, jika pada penelitian ini subyek uji coba
adalah mahasiswa, maka subjek uji coba penulis adalah peserta didik sekolah
dasar.
Selanjutnya penelitian oleh Asfi Manzilatu Rotimah, Ida Putriani dan Desy
penelitian pengembangan ini berupa buku suplemen, hal ini sama dengan produk
yang hendak dibuat oleh penulis. Buku suplemen ini diperuntukan bagi peserta
didik kelas IV Sekolah Dasar. Untuk mengujur tingkat kelayakan produk yang
telah dikembangkan berdasarkan hasil penilaian oleh ahli desain, ahli materi, dan
ahli bahasa. Buku suplemen yang dikembangkan ini sudah dinyatakan layak oleh
ketiga ahli tersebut. Pada penelitian ini juga hanya menggunakan teknik analisis
data deskriptif kualitatif dengan jumlah subjek penelitian 5 orang peserta didik
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Asminah dan Asri Susetyo Rukmi
Membaca Teks Narasi Siswa Kelas V Sekolah dasar di Surabaya”. Penelitian ini
merupakan jenis penelitian pengembangan. Hasil akhir dari penelitian ini berupa
produk bahan ajar yang berbentuk buku suplemen. Perancangan buku suplemen
49
dengan materi kurikulum 2013. Isi materi dari buku suplemen ini adalah teks
narasi pada tema 7 peristiwa dalam kehidupan keas V SD yang berpedoman pada
dilakukan oleh ahli media dan ahli materi. Hasil validasi ahli menyatakan bahwa
produk dinyatakan layak untuk diujicoba lapangan, dengan ujicoba skala kecil
dan uji coba skala besar. Penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui tingkat
Lalu ada penelitian yang dilakukan oleh Zulfa Fahmy, Asep Purwo Yudi
Utomo, Yusro Edy Nugroho, dan Annisa Tetty Maharani (2021), dengan judul
dan pedoman observasi dirumuskan berdasarkan teori minat baca yang meliputi
minat, motivasi, dan kebiasaan baca. Hasil penelitian menunjukan bahwa minat
baca siswa sekolah dasar pada masa pandemi covid-19 menurun. Hal ini terjadi
perlu didukung dengan lingkungan yang kondusif dan penyediaan bahan bacaan
C. Kerangka Berpikir
adalah sintesa tentang hubungan antar variabel yang disusun dari berbagai teori
ajar adalah segala bentuk bahan dan materi pembelajaran yang dirancang secara
pembelajaran yang telah ditetapkan. Bahan ajar dikatakan baik jika bahan ajar
tersebut mampu mencapi indikator yang telah ditetapkan dan mencapai tujuan
penting. Terdapat banyak bahan ajar yang dapat dimanfaatkan guru untuk
alternatif akan sangat membantu kegiatan belajar peserta didik. Lebih khusus
lagi, bagi peserta didik yang masih kesulitan membaca permulaan. Dengan
buku suplemen ini dapat membantu peserta didik meningkatkan minat baca dan
berbasis kearifan lokal ini perlu dikembangkan dengan baik, sehingga hasil
pengembangan buku suplemen ini nantinya dapat bermanfaat bagi pendidik dan
dirumuskan kerangka berpikir penelitian dan pengembangan ini pada gambar 2.1
berikut.
52
ANALISIS
a. Analisis Kebutuhan
b. Studi Literatur
DESIGN / DESAIN
DEVELOPMENT/ PENGEMBANGAN
e. Pengembangan Produk
f. Pengembangan Instrument Validasi
g. Validasi Ahli Desain, Ahli Materi, Dan Ahli Bahasa (Tahap I)
h. Revisi I
i. Validasi Ahli Desain, Ahli Materi, Dan Ahli Bahasa (Tahap II)
j. Uji coba guru dan peserta didik kelompok skala kecil
k. Uji coba guru dan peserta didik kelompok skala besar
l. Menyebarkan dan menghiting hasil angket respon guru dan peserta
didik terhadap kelayakan prototype produk.
Gambar 2.1
Kerangka Berpikir
BAB III
METODE PENELITIAN
suplemen membaca permulaan berbasis kearifan lokal pada peserta didik kelas II
Sekolah Dasar ini adalah deskriptif kuantitatif dan deskriptif kualitatif (mixed
kualitatif.
Adapun jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
metode penelitian dan pengembangan atau Research and Development (R & D).
proses tidak terstruktur yang sulit, jika tidak mustahil, untuk mengelola dan
Sementara itu Richey and Kelin (dalam Sugiyono, 2019), menjelaskan bahwa
dapat diperoleh data yang empiris yang dapat digunakan sebagai dasar untuk
53
54
membuat produk alat-alat dan model yang dapat digunakan dalam pembelajaran
adalah suatu usaha untuk mengembangkan produk, bukan hanya sekedar menguji
teori” (h.1). Berdasarkan dari pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
Metode yang akan digunakan di dalam penelitian ini yakni metode penelitian
ADDIE yang dikembangkan oleh Dick and Carry. Penulis memilih model
pengembangan oleh Dick and Carry dikarenakan tahap penelitian ini mudah
dipahami dan model ini tersusun dengan urutan kegiatan yang sistematis. Selain
itu “model ini diklaim sebagai model yang paling banyak digunakan oleh
pengembang bahan ajar dan membantu mengembang bahan ajar baik di platform
B. Prosedur Pengembangan
digunakan dalam penelitian ini adalah modifikasi sesuai kebutuhan penulis dari
model penelitian dan pengembagan ADDIE yang dikembangkan oleh Dick and
55
produk akhir berupa buku suplemen membaca permulaan berbasis kearifan lokal.
Analysis
Revision Revision
Revision
Revision
Development
Produk yang akan dikembangkan dalam penelitian ini yaitu buku suplemen
sebagai bahan ajar alternatif bagi peserta didik, maka dari itu produk ini perlu
untuk di validasi oleh ahli desain, ahli materi, dan ahli bahasa untuk dinilai
kelayakannya sehingga dapat digunakan oleh peserta didik baik di dalam kelas
1. Teknik Pengembangan
permulaan berbasis kearifan lokal pada peserta didik kelas II Sekolah Dasar yang
akan dilaksanakan pada penelitian ini dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dari
a. Analysis (Analisis)
membaca permulaan dan buku yang memuat kearifan lokal Kalimantan Barat
Pada tahapan analisis ini penulis juga melakukan studi literatur terkait
dengan kearifan lokal Kalimantan Barat terkhususnya mengenai cerita fabel, hasil
dari studi literatur ini akan menjadi bahan utama dalam pembuatan bahan ajar
57
b. Design (Desain)
dibutuhkan. Pada tahap ini penulis melakukan perancangan buku suplemen yang
buku suplemen,
yang hendak dibuat berupa rancangan materi dan tampilan produk yang
penilaian yang akan diberikan pada ahli desain, ahli materi dan ahli bahasa.
c. Development (Pengembangan)
Dilanjutkan dengan tahapan pengembangan, pada tahapan ini hal yang akan
produk.
melakukan validasi desain, validasi materi dan validasi bahasa para validator
yang ahli dibidangnya guna mengetahui apakah buku suplemen yang telah
kelayakan prototype produk. Berbagai saran, kritik, dan tanggapan dari para
ahli itulah menjadi landasan penulis untuk merevisi prototype produk yang
kelayakan buku suplemen yang telah dikembangkan kepada ahli untuk kedua
baik. Pada penelitian ini terdapat tiga validator yang menilai produk yakni
oleh ahli desain, ahli materi, dan ahli bahasa. Kegiatan validasi oleh ahli
layak.
coba lapangan oleh validator. Maka dilakukan uji coba lapangan prototype
59
produk yang telah dikembangkan sebanyak dua kali uji coba untuk
orang peserta didik, selanjutnya pada uji kelompok skala besar melibatkan
15 orang peserta didik. Pada tahap ini penulis juga mengetahui kelayakan
angket dan menghitung hasil angket respon guru dan peserta didik terhadap
dibagikan kepada guru dan peserta didik secara langsung dengan datang ke
sekolah. Data yang diperoleh dari hasil angket kelayakan bahan ajar yang di
isi oleh guru dan peserta didik akan dianalisis dengan menghitung skor rata-
suplemen diukur dari respon guru dan peserta didik. Selain itu, pada tahap ini
penulis juga akan melakukan revisi akhir pada buku suplemen yang telah
dikembangkan berdasarkan saran dan masukan dari guru juga peserta didik.
a. Ahli Validator
Subjek uji coba penelitian dan pengembangan yang akan dilakukan ini yang
pertama adalah 3 orang ahli validator yang terdiri dari 1 orang ahli desain, 1
Subjek uji coba penelitian dan pengembangan yang akan dilakukan ini yang
kedua merupakan sasaran pengguna buku suplemen yakni guru wali kelas II SD
60
Utara. Pada dasarnya buku suplemen ini hanya digunakan sebagai pelengkap dari
bahan ajar utama, dan dapat digunakan di jenjang kelas 1, 2, dan 3. Penulis
peserta didik kelas II kuasai terlebih dahulu. Adapun jumlah peserta didik yang
akan diikutsertakan dalam uji coba adalah 5 orang peserta didik pada uji coba
kelompok kecil dan 15 orang peserta didik pada uji coba kelompok besar,
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan data
a. Jenis Data
1) Data Kuantitatif
kuantitatif yang akan digunakan pada penelitian ini diperoleh dari hasil penilaian
produk oleh validator, baik oleh validator ahli desain, ahli materi, maupun ahli
bahasa, serta hasil pengisian angket kelayakan buku suplemen oleh guru dan
peserta didik.
2) Data Kualitatif
menunjukan kualitas atau mutu sesuatu yang ada, baik keadaan, proses, peristiwa,
atau kejadian dan lainnya yang dinyatakan atau berupa kata-kata” (h.18). Data
61
kualitatif yang akan digunakan pada penelitian ini berupa informasi tertulis yang
diperoleh dari hasil wawancara, komentar, serta saran dari hasil validasi oleh ahli,
b. Sumber Data
yang dari mana data dapat diperoleh” (h.29). Pada penelitian pengembangan yang
1) Sumber data primer, yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti dari
yang akan dilakukan adalah hasil wawancara, dan hasil angket yang
2) Sumber data sekunder, yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti
terkait dengan kearifan lokal terkhusus cerita fabel yang ada di Kalimantan
Barat.
suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomen alam maupun sosial yang
penelitian yang dipilih oleh penulis pada penelitian pengembangan terdiri dari
yang akan digunakan penulis pada penelitian dan pengembangan buku suplemen
membaca permulaan berbasis kearifan lokal pada peserta didik kelas II Sekolah
Dasar.
1) Pedoman wawancara
dilakukan dengan guru wali Kelas II SDN 38 Pontianak Utara. Kisi-kisi pedoman
wawancara yang nantinya digunakan dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut.
Tabel 3.1
Kisi-kisi instrumen pedoman wawancara analisis kebutuhan awal
buku suplemen membaca permulaan pada peserta didik kelas II Sekolah Dasar.
2) Angket
Angket yang digunakan untuk informasi adalah angket kebutuhan awal bagi guru
dan peserta didik. Angket yang digunakan untuk mengumpulkan data pada saat
menilai kelayakan produk adalah angket uji kelayakan ahli desain, ahli materi,
ahli bahasa, angket respon guru, dan angket repon peserta didik. Untuk
Instrumen ini digunakan untuk mengetahui kebutuhan awal dari produk yang
peserta didik bisa dilihat pada tabel 3.2 dan 3.3 berikut:
64
Tabel 3.2
Kisi-kisi instrumen angket kebutuhan guru
Tabel. 3.3
Kisi-kisi instrumen angket kebutuhan peserta didik
Aspek Indikator Butir Jumlah
Instrumen instrumen
Bahan Jenis bahan ajar 1 1
Ajar Kendala penggunaan 2 1
Ketersediaan bahan ajar 3,4 2
dan buku penunjang
Bahan ajar yang 5,6,7 3
diharapkan
Membaca Peserta didik yang 8 1
Permulaan kesulitan membaca
65
permulaan
Sebab sulit membaca 9 1
permulaan
Usaha guru mengajar 10 1
keterampilan membaca
Metode membaca yang 11 1
digunakan
Kearifan Pengetahuan mengenai 12 1
Lokal kearifan lokal
Integrasi kearifan lokal 13 1
dalam pembelajaran
Jenis kearifan lokal 14,15 2
Ketersediaan buku tentang 16 1
kearifan lokal
Buku suplemen membaca 17,18,19,20 4
permulaan berbasis
kearifan lokal yang
diharapkan
Sumber : dimodifikasi dari Prastowo, A (2016)
Instrument yang untuk ahli desain ini menitikberatkan pada tampilan bahan
ajar. Kisi-kisi instrument validasi ahli desain bisa dilihat pada tabel 3.4 berikut.
Tabel 3.4
Kisi-kisi instrumen angket validasi ahli desain
Aspek Indikator Butir Instrumen Jumlah
instrumen
Grafika Ukuran buku 1 1
Jenis kertas 2 1
Tata letak 3,4,5 3
Ukuran huruf 6 1
Jenis huruf 7 1
Spasi 8 1
Pemilihan warna 9,10 2
dan perpaduannya
Ilustrasi Kesesuaian gambar 11 1
Gambar 12 1
proporsional
Teknik Keruntutan konsep 13,14 2
penyajian Ketertautan teks 15 1
dan gambar
66
materi bahan ajar. Kisi-kisi instrument validasi ahli desain bisa dilihat pada tabel
3.5 berikut:
Tabel 3.5
Kisi-kisi instrumen angket validasi ahli materi
Aspek Indikator Butir Jumlah
Instrumen instrumen
Tujuan Sesuai dengan tujuan 1,2 2
pendidikan pendidikan nasional
nasional Tidak bertentangan 3 1
dengan ideologi
negara
Tidak bertentangan 4 1
dengan kebijakan
politik
Tidak SARA 5 1
Tidak bias gender 6 1
Tidak melanggar 7 1
HAM
Pengoptimalan Sesuai dengan 8,9,10, 3
potensi daerah kearifan lokal
Kalimantan Barat
Membangun 11,12 2
karakteristik
kepribadian bangsa
Sesuai dengan Sesuai dengan 13 1
kurikulum kompetensi dasar
2013 Sesuai dengan tujuan 14 1
pembelajaran
Mendorong rasa ingin 15 1
tahu
Sumber : dimodifikasi dari Puskurbuk (2008)
67
bahasa yang digunakan dan keefektifan bahasa pada bahan ajar. Kisi-kisi
instrument validasi ahli desain bisa dilihat pada tabel 3.6 berikut:
Tabel 3.6
Kisi-kisi instrumen angket validasi ahli bahasa
Aspek Indikator Butir Jumlah Butir
Instrumen
Kaidah Penggunaan ejaan 1,2 2
Bahasa Susunan kata 3 1
Kelengkapan kalimat 4 1
Paragraph 5 1
Istilah 6 1
Kebakuan 7 1
Kata Majemuk 8 1
Kesesuaian Komunikatif 9 1
dengan Mudah dipahami 10 1
perkembangan Memotivasi 11 1
peserta didik Menarik 12 1
Tanda Baca Ketepatan penggunaan 13,14,15 3
tanda baca
Instrument yang untuk angket repon ini untuk mengetahui repson murid
terhadap penggunaan bahan ajar. Angket respon ini digunakan pada saat uji coba
kelompok besar dan kelompok kecil. Kisi-kisi instrument angket respon peserta
Tabel. 3.7
Kisi-kisi instrumen angket respon peserta didik
Aspek Indikator Butir Jumlah
Instrumen Instrumen
Desain Tampilan luar buku menarik 1,2 2
68
Instrument yang untuk angket repon ini untuk mengetahui repson guru
terhadap penggunaan bahan ajar. Angket respon ini digunakan pada saat uji coba
kelompok besar dan kelompok kecil. Kisi-kisi instrument angket respon peserta
Tabel. 3.8
Kisi-kisi instrumen angket tanggapan guru
Aspek Indikator Butir Jumlah
Instrumen Instrumen
Desain Tampilan buku 1,2 2
Ilustrasi dan gambar yang 3,4 2
digunakan
Tata letak 5 1
Materi Materi mudah dipahami 6 1
Materi menarik 7 1
Sesuai dengan kompetensi dasar 8,9 2
dan tujuan pendidikan nasional
Bahasa Bahasa sederhana dan mudah 10 1
dipahami
Bahasa sederhana 11 1
Penggunaan tanda baca sesuai 13 1
Pemilihan kata dan penggunaan 14,15 2
kalimat sesuai dengan
perkembangan peserta didik dan
kaidah penulisan Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan
Sumber : dimodifikasi dari Puskurbuk (2008)
69
Teknik pengumpulan data adalah tahap awal yang dilakukan dalam sebuah
pengumpulan data yang akan dilakukan, maka penulis tidak akan mendapatkan
data yang memenuhi standar data yang ditetapkan” (h.308). Lebih lanjut,
menjadi dua yaitu teknik pengumpulan data dengan metode kuantitatif dan
1. Wawancara
“wawancara atau biasa disebut juga dengan interview merupakan suatu proses
atau kegiatan tanya jawab secara lisan dengan tatap muka atau berhadapan secara
tersebut, maka jika seseorang yang hendak mencari informasi secara lebih
penulis dapat menemukan permasalahan secara lebih terbuka yang mana orang
bahan ajar yang digunakan,dan bagaimana keadaan peserta didik saat proses
pelaksanaan pembelajaran.
2. Angket (Kuesioner)
mengetahui tingkat kebutuhan awal dari produk yang hendak dikembangkan dan
serta respon guru dan peserta didik terhadap produk yang dikembangkan. Skala
penilaian yang digunakan dalam angket ini menggunakan skala Guttman dan
skala Likert.
bagi guru dan peserta didik. Skala Guttman hanya memiliki dua interval saja,
dari aspek desain, materi, dan bahasa oleh validator, serta respon guru dan
peserta didik terhadap buku suplemen yang dikembangkan. Skala Likert yang
skala lima berupa angka 1-5. Skala. Skala Likert digunakan untuk mendapatkan
jawaban secara pasti sehingga tidak ada jawaban yang ragu-ragu maupun netral.
bisa memberikan saran dan tanggapan terhadap kualitas produk yang telah
mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh” (h.355). Teknik
analisis data diarahkan untuk menjawab rumusan masalah yang telah dirumuskan
digunakan oleh penulis di dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan
Data kualitatif berupa informasi tertulis yang diperoleh dari hasil wawancara
dan saran atau kritikan yang diberikan oleh ahli desain, ahli materi, dan ahli
bahasa. Data wawancara yang berupa rekaman suara ditranskrip menjadi kata
demi kata. Hasil transkrip tersebut lalu disimpulkan untuk mengetahui bahan ajar
yang hendak dikembangkan. Hasil validasi dari ahli desain, ahli materi, dan ahli
bahasa yang berupa saran dan kritikan digunakan sebagai bahan acuan untuk
merevisi produk, sehingga menghasilkan produk yang layak. Hasil dari data
Data kuantitatif berupa skor yang diperoleh dari validator ahli desain,
validator ahli materi, validator ahli bahasa, guru, dan peserta didik. Skala
menggunakan skala likert. Skala likert yang digunakan yaitu skala Likert 1-5.
Skala Likert digunakan dalam penelitian ini sebab jawaban yang akan diperoleh
dari setiap instrument akan mempunyai gradasi nilai dari sangat positif sampai
73
sangat negatif. Pemberian nilai dilakukan dengan memberi tanda checklist (√)
pada skala penilaian setiap instrumen pada angket validasi yang sudah
disediakan. Setiap indikator yang diukur diberikan skor skala 1-5 yaitu, 5 (sangat
tidak layak/sangat tidak sesuai). Berikut ini Skala Likert untuk penilaian pada
angket oleh validator dan angket respon oleh guru dan peserta didik.
Tabel 3.9
Skala Likert
No Interprestasi Persentase
1 Sangat Kurang Layak 1
2 Kurang Layak 2
3 Cukup Layak 3
4 Layak 4
5 Sangat Layak 5
Sumber : Sugiyono (2019)
Keterangan :
NP = nilai persen yang dicari atau diharapkan
R = skor mentah yang diperoleh
SM = skor maksimum
100 = bilangan tetap
Persentase skor yang telah dihitung kemudian dicocokan pada tabel interprestasi
Tabel. 3.10
Interprestasi Persentase Hasil Skala Likert
No Interprestasi Persentase
1 Sangat Kurang Layak 0%-20%
2 Kurang Layak 21%-40%
3 Cukup Layak 41%-60%
4 Layak 61%-80%
5 Sangat Layak 81%-100%
Sumber : Sugiyono (2019)
Hasil akhir dari data kuantitatif yang telah dihitung akan disajikan dalam
DAFTAR PUSTAKA
Aprianti, W., Gunatama, G., & Indriani, M.S. (2015) Analisis fakta dan
saranacerita dalam teks nilai moral fabel siswa kelas vii a1 di smp negeri 1
singaraja. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Undiksha, 3(1),
1-11. Diunduh dari
https://doi.org/httpdx.doi.org/10.23887/jjpbs.v3i1.6602.
Branch, M.R. (2009). Instructional design: The ADDIE approach. New York:
Springer.
Fahmy Zulfa, Utomo, A.P.Y, Nugroho, Y.E, & Maharani, A.T (2021). Dampak
pandemi Covid-19 terhadap minat baca siswa sekolah dasar. Jurnal Sastra
Indonesia, 10(2), 121-126. DOI 10.15294/jsi.v10i.48469
Gilakjani, Abbas. (2015). How can students improve their reading comprehension
skill?. Jurnal of Studies in Educationi, 6(1), 54.
Hafiidh, R.A., Bahruddin, M., & Aziz, A.(2003). Pembuatan buku referensi
kemono sebagai upaya pengenalan aliran seni anthropomorfis dengan
menggunakan karakter tokoh dalam cerita fabel. Jurnal Art Nouveau, 1(1),
80-86. Diunduh dari
https://jurnal.dinamika.ac.id/index.php/ArtNouveau/article/download/200/
173.
Mbulu, J., & Suhartono. (2004). Pengembangan Bahan Ajar. Malang : Elang
Mas.
Sitepu, B.P. (2012). Penulisan Buku Teks Pelajaran. Bandung : Remaja Rosda
Karya
Tarigan, H.G. (2009). Telaah Buku Teks Bahasa Indonesia. Bandung : Angkasa
79
Towaf, S.M, Tinja, Y, & Hariyono. (2017). Pengembangan bahan ajar tematik
berbasis kearifan lokal sebagai upaya melestarikan nilai budaya pada
suswa sekolah dasar. Jurnal Pendidikan. 2(9), 1257-1261. DOI:
http://dx.doi.org/10.17977/jptpp.v2i9.9990
LAMPIRAN
Lampiran 1
Wawancara Guru
No Pertanyaan Jawaban
1 Berapa jumlah peserta didik yang Ada totalnya ada 28 orang. Tapi
ada di kelas II ? dibagi lagi menjadi 2 sesi, sesi I yang
masuk 14 orang, sesi II yang masuk 14
orang. Karena pelaksanaan
pembelajaran tatap muka terbatas.
2 Sebelum memulai pembelajaran Untuk RPP pasti Ibu siapkan. Nah
apakah Ibu menyiapkan RPP? sistemnya ini, kalau kami di sekolah
ini membuat RPP nya di awal
semester. RPP tersebut dirapel hingga
akhir semester.
3 Dalam proses pembelajaran Bahan ajar yang Ibu gunakan bahan
bahan ajar apa saja yang Ibu ajar yang disediakan dari pemerintah,
gunakan? ada buku guru dan buku siswa.
Terkadang juga menggunakan buku
LKS, tapi buku LKS ini kadang ada
kadang tidak ada.
4 Sebelumnya apakah Ibu pernah Belum pernah.
mengembangkan bahan ajar?
Jika ia bahan ajar seperti apa
yang Ibu kembangkan?
81
5 Bahan ajar yang Ibu gunakan Kalau menurut Ibu secara materi
sekarang apakah sudah cukup sudah cukup, tapi kadang ada
mengajarkan materi yang hendak beberapa materi yang mesti Ibu
disampaikan atau masih kurang? perjelas dengan memberikan contoh
yang dekat dengan keseharian anak.
Misalnya ada materi tentang pantai, di
daerah sini kan ngak ada pantai, jadi
kadang ibu gambar atau ibu cetak
gambar yang ada di internet.
6 Bahan ajar yang digunakan Kalau menurut Ibu sudah sesuai untuk
sekarang apakah sudah sesuai beberapa anak yang sudah bisa
dengan karakteristik peserta membaca. Namun untuk anak-anak
didik? yang belum bisa membaca mereka
kesusahan belajar dari buku siswa,
jangankan untuk memahami materi,
membaca saja mereka kesulitan.
7 Apa kelebihan dan kekurangan Bahan ajar yang sekarang sudah
bahan ajar yang sekarang bagus, tapi masih ada beberapa hal
digunakan? yang kurang seperti materi yang
disajikan itu kurang lengkap, jadi
mesti cari referensi di buku lain atau
di internet, terus contoh-contoh yang
diberikan dari daerah lain, anak pun
jadi bingung dan tidak tahu. Dan yang
penting belum sepenuhnya bisa
memfasilitasi keterampilan membaca
permulaan anak. Ya kan kita tahu ya
kalau di kelas 1 dan 2 itu mereka
sedang mempelajari keterampilan
membaca permulaan.
82
8 Kesulitan apa yang dialami oleh Dari yang Ibu lihat anak-anak itu tidak
peserta didik dalam penggunaan mau belajar karena mereka tidak tau
bahan ajar yang Ibu perhatikan ? bacaannya, memang dari segi ilustrasi
buku siswa itu sudah baik.
9 Bahan ajar yang digunakan Belum. Kalau dilihat kembali buku
apakah sudah sesuai dengan siswa dan buku guru, contoh-contoh
kearifan lokal tempat tinggal yang ditampilkan dari daerah lain.
peserta didik? Makanya siswa kadang bingung.
10 Bahan ajar yang digunakan Ya itu lagi, anak itu butuh bahan ajar
apakah sudah sesuai dengan yang menarik, yang dapat membantu
karakteristik peserta didik? mereka membaca permulaan di rumah.
Karna kan di sekolah anak itu
belajarnya tidak lama masuk jam 7
jam 9 sudah pulang, terus ke sekolah
juga hanya 2 kali dalam seminggu
11 Apakah diperlukannya buku Ibu perlu sebagai bahan penambah
suplemen sebagai pelengkap pengetahuan anak.
buku utama?
12 Menurut Ibu buku suplemen apa Mungkin buku suplemen yang bisa
yang diperlukan sekarang? menunjang keterampilan membaca
anak ya. Melihat kondisi sekarang
banyak dari anak-anak yang belum
lancar membaca. Ditambah lagi
dengan banyak peraturan sekolah tatap
muka terbatas sekarang sehingga ibu
kurang dapat mengontrol bagaimana
mereka membaca. Setidaknya kalau
ada buku selain buku siswa yang dari
pemerintah yang dapat anak bawa
pulang untuk mereka baca secara
83
Lampiran 2