JAKARTA
Proposal Skripsi
Pendidikan
Disusun Oleh:
Muhamad Abdurahim
3115140562
Mengetahui,
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur selalu terpanjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat
kuantitatif ini sebagai syarat untuk memeroleh gelar Sarjana Pendidikan. Adapun
Selama proses penyusunan skripsi ini tidaklah terlepas dari hambatan dan
kesulitan, tidak terlepas pula dari bantuan, bimbingan, dan peran dari berbagai
pihak sehingga penulis mampu menyelesaikan segala hambatan yang ada. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
2. Bapak Dr. Makmuri, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Bagus Sumargo, M.Si selaku
4. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan
iii
5. Bapak Arya dan seluru staf serta karyawan jurusan matematika yang telah
Jakarta.
6. Kedua orang tua tercinta, Bapak Wahyudi dan Ibu Neneng yang senantiasa
skripsi ini.
yang telah setia menemani penulis dan memberikan semangat serta dukungan
10. Rekan-rekan BEM FMIPA UNJ, LDK Salim UNJ dan BEM Jurusan
Negeri Jakarta.
iv
11. Dan kepada semua pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Untuk seluruh pihak yang telah membantu tidak ada yang mampu penulis
berikan sebagai ucapan terimakasih selain doa yang tulus dari hati agar selalu
maupun akhirat. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tentunya
tidak lepas dari kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun untuk kemajuan pendidikan di masa yang akan
datang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.
Penulis
v
DAFTAR ISI
vi
vii
viii
DAFTAR GAMBAR
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
negara akan tumbuh lebih tinggi dan kesejahteraan penduduk dapat ditingkatkan.
peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu, dan menunjukkan daya pikir
ide, proses, dan penalaran.3 Oleh karena itu matematika perlu dipelajari di setiap
1
Bagus Sumargo dan Titin Yuniarty, “Model Persamaan Struktural Pembangunan Manusia dalam
Kaitannya dengan Investasi Fisik dan Investasi Manusia Sektor Pendidikan dan Kesehatan di
Indonesia,” Binus: Paper (2002-2007). Hal 6.
2
Kemendikbud, “Peraturan Menteri Pendidikan dan kebudayaan No. 58 Tahun 2014 tentang
kurikulum 2013 Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah” (Jakarta: Kemendikbud,
2014), hlm. 323
3
Erman Suherman dkk., Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2003), hlm. 16
karena dengan menguasai matematika akan mudah memahami bidang ilmu
lainnya.
dengan baik, namun harus cerdas melihat hubungan sebab akibat dan pandai
berbagai masalah.
2013 tentang standar kompetensi lulusan Pendidikan dasar dan menengah, tujuan
4
Ibid, hlm.325-327
Begitu pula tujuan pembelajaran matematika yang dirumuskan National
matematika. Hal ini senada dengan hasil penelitian Sumarno seperti dikutip oleh
Oleh karena itu kemampuan penalaran matematis harus dimiliki oleh setiap siswa.
untuk mendapatkan hasil akhir yaitu berupa penarikan kesimpulan yang harus
dilatih terus menerus. Matematika dan penalaran merupakan dua hal yang tidak
dipahami dan dilatih melalui penalaran matematika. Jika siswa diberi kesempatan
ketrampilan berpikir siswa akan meningkat sehingga siswa akan lebih mudah
5
National Council of Teachers of Mathematics (NCTM), standards 200: Pinciples Standards and
for School Mathematics (Reston VA: The National Council of Teachers of Mathematics Inc, 2000),
h. 29
6
Halida Hanun, “Penerapan Model Reciprocal Teaching untuk Meningkatkan Kemampuan
Penalaran Induktif Matematik Siswa SMP, (Skripsi UPI, 2012), h.2
matematis tidak hanya dibutuhkan pada saat pelajaran matematika ataupun
internasional, yakni 4907. Selain itu skor Indonesia dalam Trends in International
Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2015 sebesar 397 masih
jauh dari Timss scale centerpoint yaitu sebesar 500 dan menduduki
paling rendah yang dicapai siswa Indonesia yaitu pada domain kognitif level
penalaran (reasoning) sebesar 20%.8 Pada Gambar 1.1 memperlihatkan salah satu
permasalahan yang dimuat dalam TIMSS 2015 yang juga erat kaitannya dengan
Indonesia dalam tipe soal tersebut hanya 11% yang menjawab benar dari rata-rata
7
PISA, Programme for Internasional Student Assessment 2015 Result: excellence and
Equity in Education volume 1, (Paris: OECD publishing, 2016), h. 44
8
TIMSS, Highlights from TIMSS 2015: Mathematics and Science Achievement of U.S.
Fourth-and Eighth-Grade Students in an International Context, (Washington, DC: U.S.
Gambar 1.1 Soal Penalaran Matematis pada TIMSS 2015
Intan dkk yang menemukan bahwa skor kemampuan penalaran matematis siswa
masih rendah.9
2015 di SMP Negeri 205 Jakarta dengan salah satu guru pengampu mata pelajaran
matematika kelas VII C dan VII D, peneliti melihat bahwa kemampuan penalaran
siswa masih rendah berkisar 15% - 20%. Guru pengampu mata pelajaran
difokuskan untuk mengerjakan soal dengan benar, dan guru hanya berkonsentrasi
pada hasil bukan proses belajarnya sehingga sebagian besar siswa tidak terbiasa
menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan sebelum menyelesaikan
soal tanpa melibatkan daya nalar yang optimal. Akibatnya ketika guru
9
Intan Purnama Sari dkk., “Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL) Terhadap kemampuan Penalaran Matematis Siswa SMP”, Jurnal Pendidikan
Matematika, Vol. 1, No. 1 (2017), hal. 21
rutin, maka siswa akan kebingungan dalam menyelesaikannya karena siswa belum
yang hanya mendengarkan dan mencatat apa yang guru sampaikan dan guru tulis,
kemampuan penalaran matematis siswa kelas VII C dan VII D SMP Negeri 205
Jakarta masih rendah dilihat dari hasil ulangan harian yang sebagian besar masih
siswa disebabkan faktor dari dalam dan faktor dari luar siswa. Faktor dari dalam
siswa misalnya siswa memandang matematika pelajaran yang sulit, dan siswa
kurang fokus untuk mengikuti pelajaran. Sedangkan faktor dari luar siswa
meliputi lingkungan yang kurang efektif dan efisien dalam proses pembelajaran,
konvensional. Oleh karena itu, proses pembelajaran akan efektif jika berlangsung
di kelas.
Umumnya pembelajaran di kelas saat ini guru yang berperan aktif, siswa
penalaran bagi siswa maka guru harus mengupayakan suatu strategi pembelajaran
yang menitik beratkan pada siswa aktif, kreatif dan efisien. Adapun strategi
dengan materi yang dipelajari. Salah satu pendekatan pembelajaran yang sesuai
adalah CTL.
para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelakari dengan
keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya
mereka. Untuk mencapai tujuan ini, sistem tersebut meliputi delapan komponen
jugadibutuhkan suatu pemahaman yang baik antara apa yang dipelajari dengan
apa yang telah diketahui. Melalui pendekatan pembelajaran ini, siswa dapat
10
Elaine B. Johnson 2014. Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar
Mengajar Mengasyikan dan Bermakna. (Bandung: Kaifa, 2014), hlm. 67
mengemukakan pemikirannya, saling bertukar pendapat, dan saling bekerja sama
apabila ada anggota kelompok yang mengalami kesulitan. Hal tersebut dapat
B. Identifikasi Masalah
C. Pembatasan Masalah
kemampuan penalaran matematis siswa di SMP Negeri 205 Jakarta pada kelas 8
D. Rumusan Masalah
E. Tujuan Penelitian
F. Manfaat Penelitian
dunia pendidikan. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
siswa.
5. Bagi Pembaca, khususnya mahasiswa pendidikan, sebagai referensi dalam
penalaran matematis siswa. Dan juga dapat menjadi topik atau bahasan
G. Pembatasan Istilah
matematis dan diajarkan mulai dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
soal-soal yang rumit. Dalam Sulistyaningsih tahun 2015, berdasarkan hasil analisa
Indonesia berada pada salah satu Negara dengan peringkat terendah dalam
International
12
PISA, Programme for Internasional Student Assessment 2015 Result: excellence and
Equity in Education volume 1, (Paris: OECD publishing, 2016), h. 44
Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2015 sebesar 397 masih
jauh dari Timss scale centerpoint yaitu sebesar 500 dan menduduki
kritis matematis siswa. 14 Hal ini terbukti karena rerata presentase jawaban benar
]dibandingkan dengan rerata internasional yaitu 48. Terdapat satu contoh soal
tentang domain mengaplikasikan dalam TIMSS dimana siswa Indonesia yang bisa
matematis juga terungkap dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh Arvyaty dan
Saputra pada tahun 2012. Penelitian yang dilakukan di SMP memperlihatkan hasil
rata-rata skor tes kemampuan berpikir kritis hanya sebesar 58,18 dengan sekitar
85,72% tergolong dalam kategori di bawah cukup.16 Dan hasil observasi dari
sekolah tempat penelitian ini juga mengatakan bahwa siswa di SMPN 205 Jakarta
masih sulit mengaitkat materi yang sedang dipelajari dengan materi lainnya, tutur
salah satu guru matematika di SMPN 7 Jakarta. Padahal, konsep pendidikan yang
siswanya untuk sesuatu profesi atau jabatan, tetapi untuk menyelesaikan masalah-
13
TIMSS, Highlights from TIMSS 2015: Mathematics and Science Achievement of U.S.
Fourth-and Eighth-Grade Students in an International Context, (Washington, DC: U.S.
Department of Education, 2015), p. 19
14
Usep Suwanjal, loc.cit. hal. 62
15
Pusat Penilaian Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan, “Mengenai TIMSS”. (2015).
16
Dede Salim Nahdi, “Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Penalaran Matematis Siswa
Melalui Model Brain Based Learning,” Jurnal Cakrawala Pendas, Vol. 1, No. 1 (2015). Hal. 15
17
Ibid. hal 1
Koneksi merupakan hubungan antara dua atau lebih ide matematika yang
saling terkait dengan ide matematika yang lainnya. Menurut Anthony dan
selain nalar, yang sangat mempengaruhi prestasi belajar peserta didik dalam
matematika, koneksi dengan disiplin ilmu lain, dan koneksi dalam kehidupan
kesatuan yang utuh. Koneksi matematis juga bisa menjadi jembatan antara ide
atau konsep yang baru dengan ide atau konsep sebelumnya dalam membangun
soal yang tidak biasa, mereka belum mampu mengaitkan pengetahuan mereka di
Baki dkk mengatakan bahwa presepsi siswa menyadari koneksi matematis itu
18
Nurfaidah Tasni and Elly Susanti, "Membangun Koneksi Matematis Siswa Dalam Pemecahan
Masalah Verbal," Beta Jurnal Tadris Matematika 10, no. 1 (2017). hal 105.
19
Ruseffendi, “Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya Dalam
Pen gajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA.” Bandung: Tarsito (1991). hal 45.
20
Rendya Logina Linto, "Kemampuan Koneksi Matematis Dan Metode Pembelajaran Quantum
Teaching Dengan Peta Pikiran," Jurnal Pendidikan Matematika 1, no. 1 (2012). hal 83.
mengoneksikan konsep matematika.21 Oleh karena itu, dalam meningkatkan
proses pembelajaran di kelas dapat mendorong timbulnya rasa senang pada siswa
tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran yang utama adalah apa yang dipelajari
21
Natalia Rosalina dkk. Op.cit. hal 1043
22
Trianto, "Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, dan Kontekstual," Jakarta:
Kencana (2014). hal 23.
23
Natalia Rosalina dkk. Op.cit. hal 1044
24
Nana Sudjana, "Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar," Bandung: Sinar Baru
Algesindo (2005). hal 32.
25
Agus Setiawan dkk, “Eksperimentasi Model Learning Cycle 7E dengan Problem Posing pada
Materi Bangun Ruang Sisi Datar Ditinjau dari Kreativitas Belajar Matematika Siswa Kelas VIII SMP
Negeri di Kabupaten Mesuji Lampung,” Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika (2015). Hal 2
berpusat pada siswa dan guru hanya sebagai fasilitator. Hal ini mengartikan bahwa
mengajar bukan sebagai proses dimana gagasan-gagasan guru diteruskan pada para siswa,
melainkan sebagai proses untuk mengubah dan membangun gagasan-gagasan siswa yang
dengan bekerja dan berfikir baik secara individu maupun kelompok, sehingga
transfer pengetahuan dari guru ke siswa, tapi proses untuk menemukan konsep
yang menuntut keterlibatan siswa secara aktif dan langsung. Proses pembelajaran
seperti ini akan lebih bermakna oleh siswa untuk menyelesaikan masalah-masalah
yang dihadapi.
Negeri 7 Jakarta”.
26
Sari Wulandhany. Op.cit. hal 8
27
Ibid. hal 9
28
Arthur Eisenkraft, “Expanding the 5E Model,” Research Library (2003). Hal 57
B. Identifikasi Masalah
C. Pembatasan Masalah
kemampuan berpikir kritis matematis siswa di SMP Negeri 205 Jakarta pada kelas
D. Rumusan Masalah
E. Tujuan Penelitian
F. Manfaat Penelitian
dunia pendidikan. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut :
penalaran matematis siswa. Dan juga dapat menjadi topik atau bahasan
KAJIAN TEORI
A. Deskripsi Teori
a. Pengertian Koneksi
Koneksi berasal dari kata connection dalam bahasa inggris yang diartikan
hubungan. Koneksi secara umum adalah suatu hubungan atau keterkaitan. Dalam
matematika yang saling terkait atau berhubungan dengan ide matematika yang
berhubungan dan berkaitan sehingga merupakan satu sistem yang utuh, serta
atau bidang lain dalam kehidupan sehari-hari.29 Sesuai dengan pendapat Kusuma
pada tahun 2008 yang menyatakan bahwa kemampuan koneksi matmatis adalah
29
Harahap, “Perbedaan Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Koneksi matematika Siswa
Melalui Pembelajaran Kontekstual dengan Kooperatif Tipe STAD di SMP AL-Washliyah 8 Medan,”
Jurnal Pendidikan Matematika PARADIKMA 5, no. 2 (2012). hal 193.
28
29
matematis yaitu hubungan antara dua ide matematika, dan antara satu kesatuan
adalah salah satu komponen kemampuan berpikir tingkat tinggi melalui kegiatan
dengan ilmu yang lain dan hubungan matematika dengan kehidupan sehari-hari.
lima kemampuan standar yang harus di miliki siswa dalam belajar matematika
terstruktur dan sistimatik mengandung arti bahwa konsep dan prinsip dalam
30
Ruspiani, “Kemampuan dalam Melakukan Koneksi Matematika,” UPI: Tesis pada PPs (2000). hal
68.
31
Nurfaidah Tasni and Elly Susanti, "Membangun Koneksi Matematis Siswa Dalam Pemecahan
Masalah Verbal," Beta Jurnal Tadris Matematika 10, no. 1 (2017). hal 105.
32
The National Council of Teachers of Mathematics (NCTM), “Principles and Standards for School
Mathematics,” Reston,VA: NCTM (2000). hal 35.
33
UPI Edu, “Mengembangkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematik Siswa SMA Melalui
30
berhubungan.
matematika yang tidak terkoneksi dengan konsep atau operasi lain dalam suatu
yang selalu terkait dengan sesuatu yang lain.34 “When student can connect
Pemahaman siswa akan menjadi lebih dalam apabila siswa mampu mengaitkan
antar konsep yang telah diketahui siswa dengan konsep baru yang akan dipelajari.
dimaksud karena pembelajaran akan menjadi lebih bermakna jika siswa dapat
adalah menghubungkan ide, konsep atau prosedur dalam matematika. Ketika ide-
ide matematika dihubungkan maka siswa bisa mengenali prinsip utama yang
koneksi matematika diberikan pada siswa di sekolah menengah adalah agar siswa
dapat:
yang ekuivalen,
lain.37
yaitu :
prosedur matematika.
kehidupan sehari-hari.
ekuivalen.
kemampuan mengaitkan ilmu matematika dengan ilmu lainnya, baik antar ilmu
matematika, ilmu matematika dengan ilmu lain, ataupun ilmu matematika dalam
yang di jadikan acuan penelitian ini juga tidak berbeda dengan pengertian dari
kemampuan koneksi matematis itu sendiri. Indikator yang dipakai adalah yang
yang bersumber dari NCTM yaitu memiliki 3 aspek dengan aspek pertama
39
Sumarmo, “Pembelajaran Keterampilan Membaca Matematika pada Siswa Sekolah
Menengah,” Bandung: FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia (2006). hal 48.
40
D.A Kusuma, “Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematik dengan Menggunakan
Pendekatan Konstruktivisme,” (2008). Tersedia: http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2009/06/meningkatkan-kemampuan-koneksi-matematik.pdf.
33
koneksi antar topik matematika (K1), aspek kedua koneksi dengan ilmu lain (K2),
dan aspek ketiga koneksi dengan dunia nyata siswa/ koneksi dengan kehidupan
pasif, merasa jenuh dan bosan yang dapat menyebabkan hasil yang dicapai
pengetahuan mereka lewat keterlibatan proses belajar mengajar. Dengan kata lain
siswa dan guru berperan sebagai fasilitator.43 Menurut Ali, Learning Cycle adalah
pembelajaran dengan rangkaian kegiatan yang dilakukan secara tepat dan teratur
41
Sari Wulandhany. Op.cit. hal 7
42
Trianto, “Model Pembelajaran Terpadu,” Jakarta: Bumi Aksara (2010). hal 52.
43
Trianto, “Model–Model Inovatif Berorientasi Konstruktivistik,” Jakarta : Prestasi Pusat
(2007). hal 22.
44
Ali, Muhammad, “Guru dalam Proses Belajar Mengajar,” Bandung: Sinar Baru Algesindo (1993).
34
Karplus pada tahun 1967 yang meiliki tiga tahap yaitu exploration, invention, dan
tahun 1984 yaitu engage, explore, explain, dan evaluate. Selanjutnya Biological
model ini dengan menjadikan tujuh tahap yaitu elicit, engage, explore, explain,
elaborate, evaluate dan extend.46 Perubahan ini lebih menekankan pada tahap
pengalaman sendiri.
hal 39.
45
Santoso, Slamet, “Dinamika Kelompo,” Jakarta: Bumi Aksara (2005). hal 34.
46
Natalia Rosalina dkk. Op.cit. hal 1045
35
1) Elicit (Memunculkan).
siswa sebelumnya adalah untuk memastikan tentang apa saja yang siswa
dimiliki, guru perlu mencari tahu pengetahuan apa saja yang siswa miliki.
47
Made wena, “Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer,” Jakarta: Bumi Aksara, Ed.1, Cet. 5.
hal 176. (2011). hal 171.
48
Arthur Eisenkraft, Op.cit. hal 57
36
2) Engage (Melibatkan).
subjek masalah.
3) Explore (Menjelajahi).
4) Explain (Menjelaskan).
temuannya pada tahap eksplore dengan kosakata ilmiah yang berbeda, dan
5) Elaborate (Teliti).
sesuatu yang mereka pelajari dan menerapkannya pada kasus atau domain
yaitu transfer dari satu konsep ke konsep lain. Pada tahap ini siswa
6) Evaluate (Evaluasi).
7) Extend (Perluas).
7 1
Tahap Tahap
Extend Elicit
6 2
Tahap Tahap
Evaluate Engage
5 3
Tahap Tahap
Elaborate Explore
4
Tahap
Explain
Gambar 1: Tahap-tahap model Learning Cycle – 7E.49
49
Arthur Eisenkraft, Op.cit. hal 57-59
38
keingintahuan, aktif dan motivasi yang tinggi dalam belajar sehingga dapat
mereka pelajari.
pengetahuannya sendiri.
terorganisasi.
berpusat pada siswa sedangkan guru hanya sebagai fasilitator dengan tahapan-
Eisenkraft dengan setiap tahap saling berkaitan. Ketujuh tahap tersebut adalah
yang telah dipelajari khususnya materi prasyarat. Kedua engage yaitu melibatkan
membuat siswa berfikir. Ketiga explore yaitu menjelajahi materi yang dipelajari
sebelumnya. Keempat adalah explain yaitu menjelaskan hasil temuan siswa dan
berfikir lebih teliti tentang materi pembelajaran yang telah dipelajari namun
40
hasil belajar siswa dan membuat siswa menggunakan semua konsep yang telah
dipelajari. Dan terakhir adalah extend yaitu memperluas dengan membuat siswa
peneliti dengan subjek tersebut yaitu Teni Sritresna, Sugiman dan Natalia
Rosalina dkk.
Melalui Model Pembelajaran Cycle 7E” pada tahun 2017. Hasil dari penelitian ini
0,588 dan dengan model Learning Cycle 7E 0,727. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran dengan model Learning Cycle 7e lebih baik daripada model
mampu melihat matematika sebagai ilmu yang saling berkaitan dalam pelajaran
untuk aspek koneksi intar topik matematika, 41% antar topik matematika, 56%
kemampuan koneksi matematis siswa pada aspek koneksi antar konsep atau
prosedur dalam materi yang sama meningkat dari 66 menjadi 81, kemampuan
koneksi matematis siswa pada aspek koneksi antar konsep atau prosedur dalam
materi matematika yang berbeda meningkat dari 49,5 menjadi 77,9, dan
kemampuan koneksi matematis siswa pada aspek koneksi antar konsep atau
prosedur dalam kehidupan sehari-hari meningkat dari 55,8 menjadi 77,4. Dengan
valid, praktis dan efektif. Perbedaan dari penelitian ini adalah sampel yang diteliti
C. Kerangka Berpikir
yaitu Kurikulum 2013 atau biasa di sebut Kurtilas, menekankan pada dimensi
menalar, mencoba, membentuk jejaring untuk semua pelajaran. Selain itu dalam
Permendikbud RI No. 81A Tahun 2013, siswa di beri motivasi untuk mengecek
informasi yang belum pernah didapat dengan informasi yang sudah ada dalam
menghubungkan materi yang satu dengan materi yang lainnya. Setelah siswa
lebih mudah memahami materi selanjutnya. Siswa juga diminta aktif dalam proses
kemampuan siswa. Pemilihan model pembelajaran yang tepat dalam proses dapat
senang terhadap pembelajaran dan mampu mencapai hasil belajar yang lebih baik.
sendiri pengetahuan siswa. Pengetahuan yang didapat karena dibangun oleh siswa
itu sendiri akan menjadi lebih bermakna dan lebih mudah diingat. Sehingga
apabila siswa dapat mengingat dengan baik materi-materi lainnya, maka siswa
akan mampu mengoneksikan antar ilmu dengan baik. Salah satu model dengan
Terdapat tujuh tahapan yang saling berkaitan dalam model pembelajaran Learning
pengetahuan yang telah dimiliki siswa, setelah itu siswa diarahkan untuk
kedua adalah tidak menggunakan variabel bebas, namun hanya meneliti bahwa
44
ditingkatkan. Perbedaan dengan penelitian ketiga adalah jenjang dan metode yang
penelitian ini terfokus pada jenjang Menengah Pertama dan melihat apakah ada
7E.
D. Hipotesis Penelitian
METODE PENELITIAN
lebih tinggi daripada kemampuan koneksi matematis siswa yang diajar dengan
2017/2018 di kelas 7.
C. Metode Penelitian
atau eksperimen semu. Pada metode Quasi eksperiment ini tidak memungkinkan
D. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini terdiri atas dua variabel diantaranya yaitu,
variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dari penelitian ini adalah
50
Sugiyono, “Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,” Bandung: Alfabeta
(2015). hal 77.
45
46
E. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah pre test – post
test control group design. Dalam desain ini terdapat dua kelas sampel terdiri kelas
eksperimen dan kelas kontrol dan dilakukan observasi sebanyak dua kali, yaitu
sebelum perlakuan dan setelah perlakuan. Sebelum perlakuan kedua kelas sampel
pretest yang baik bila nilai kelompok eksperimen dan nilai kelompok kontrol
perlakuan yang diberikan. Desain penelitian ini dapat digambarkan dalam tabel
berikut:
E O X O
K O O
Keterangan:
E : Kelas eksperimen.
K : Kelas kontrol.
51
Sugiyono, “Metode Penelitian Pendidikan,” Bandung: Alfabeta (2011). hal 113.
52
Sugiyono, “Cara Mudah Menyusun: Skripsi, Tesis, dan Disertasi,” Bandung: Alfabeta (2016). hal
166.
47
1. Populasi Target
2. Populasi Terjangkau
2017/2018.
3. Sampel
teknik random sampling, yaitu memilih secara acak dua kelas dari lima kelas yang
diajar oleh guru yang sama pada kelas 7. Pemilihan kelas dengan guru yang sama
untuk mengetahui kondisi awal kelima kelas dilakukan uji normalitas, uji
homogenitas dan uji kesamaan rata-rata. Data yang akan dijadikan sebagai data
awal adalah nilai Ulangan Harian terakhir pada tahun ajaran 2017/2018. Setelah
hasil dari uji tersebut menunjukan bahwa kondisi awal kelas relatif sama,
untuk dijadikan sebagai sampel dalam penelitian ini yaitu kelas eksperimen yang
asumsi klasik. Uji asumsi klasik yang dilakukan adalah uji homogenitas, uji
normalitas, dan uji kesamaan rata-rata siswa dengan menggunakan nilai dari tes
awal kemampuan koneksi matematis. Kelas yang diajarkan oleh guru yang sama
memiliki tingkat kehomogenan ragam yang relatif sama dan normal, serta
48
Data diambil dari hasil tes kemampuan koneksi matematis yang diujikan
digunakan untuk uji validitas dan reliabilitas. Data juga diambil dari hasil tes
yang selanjutnya digunakan sebagai data pretest saat sebelum perlakuan dan data
posttest saat setelah perlakuan. Data pretest dan posttest kemudian di hitung
H. Instrumen Penelitian
pelaksanaan pembelajaran dan bahan ajar yang disertai soal-soal yang merangsang
kemampuan koneksi matematis siswa. Instrumen tes berupa pretest dan post-test
yang berbentuk soal uraian. Pengaruh yang dilihat dari perlakuan yang diberikan
kepada sampel diperoleh dari selisih hasil nilai pretest dan post-test menggunakan
53
R.R. Hake, "Relationship of Individual Student Normalized Learning Gains in Mechanics with
Gender, High-School Physics, and Pretest Scores on Mathematics and Spatial Visualization," Boise,
Idaho: Physics Education Research Conference (2002). hal 3.
49
Cara pemberian nilai dari hasil tes kemampuan koneksi matematis siswa
Skor
Aspek yang dinilai Deskripsi
54
Reni Astuti, ”Studi Perbandingan Kemampuan Komunikasi Matematika dan Kemandirian
Belajar Siswa pada Kelompok Siswa yang Belajar Recipirocal Teacing dengan Pendekatan
Metakognitif dan Kelompok Siswa yang Belajar dengan Pembelajaran Biasa,” UPI: Tesis (2009).
hal 61.
55
Harahap, op.cit. hal 194.
50
bukan merupakan kelas sampel dan kelas kontrol terlebih dahulu untuk
mengetahui apakah soal tersebut memenuhi syarat soal yang baik maka dilakukan
analisis butir soal. Analisis butir soal atau analisis item adalah pengkajian
pertanyaan tes agar diperoleh perangkat pertanyaan yang memiliki kualitas yang
memadai, pada penelitian ini untuk menganalisis butir soal yaitu dengan pengujian
validitas, reabilitas dan analisis kesukaran soal, yang akan diuraikan sebagai
berikut.
1. Validitas Instrumen
Validitas isi yang sering disebut validitas kurikulum, yaitu berarti bahwa
suatu tes dipandang valid apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar
dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan56. Dalam penelitian ini butir butir
soal disusun sesuai dengan indikator Instrumen tes yang telah disusun divalidasi
dengan penimbang ahli yakni dosen dan guru lalu disesuaikan dengan indikator
b. Validitas Konstruk
konstruk apabila butir-butir soal yang membangun tes tersebut mengukur setiap
57
aspek berpikir seperti yang disebutkan dalam tujuan instruksional. Suatu
56
Suharsimi Arikunto, “Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan,” Jakarta: Bumi Aksara (2012). hal 82.
57
Ibid,. hal 83.
51
dapat mengukur secara tepat setiap aspek kemampuan koneksi matematis seperti
indikator yang digunakan. Seperti validitas isi, proses validasi dilakukan dengan
cara merinci dan memasangkan setiap butir soal dengan setiap aspek kemampuan
Keterangan :
n = Jumlah responden.
Teknik uji validasi dengan korelasi product moment karl pearson yaitu dengan
cara mengkorelasi skor dengan total skor. Pada hasil uji dengan SPSS20
perhatikan tabel total dan baris pearson correlation. Kaidah keputusan yang
digunakan adalah jika rhitung ≥ r table valid, sebaliknya rhitung < r table tidak valid.
Jika instrumen itu valid lihat kriteria penafsiran mengenai indeks korelasinya (r)
sebagai berikut:
58
Suharsimi Arikunto, “Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik,” Jakarta: Rineka Cipta
(2014). hal 139.
52
2. Reliabilitas
reliabilitas yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap apabila
𝑘 ∑𝑛𝑖=1 𝜎𝑏2
𝑟11 = ( ) − (1 − )
𝑘−1 𝜎𝑡2
Keterangan:
σt 2 = varians total
(∑𝑛𝑖=1 𝑥𝑖 )2
∑𝑛𝑖=1 𝑥𝑖2 −
𝜎𝑏2 = 𝑁 , 𝑖 = 1,2,3, … , 𝑛.
𝑁
59
Riduwan, “Belajar Muda Penelitian Untuk Guru-Karyawan dan Penelitian Pemula,” Bandung:
Alfabeta (2010). hal 98.
60
Suharsimi Arikunto, op.cit. hal 221.
53
Keterangan:
N = jumlah responden61
selanjutnya dipadukan dengan nilai range atau ketentuan yang telah ditetapkan
secara statistik.
a. Sebelum Perlakuan
1) Uji Normalitas
nantinya kelas-kelas yang tersedia berdistrubusi normal atau tidak. Uji normalitas
61
Ibid. hal 169.
62
E.T. Ruseffendi, “Dasar Dasar Penelitian Pendidikan Dan Bidang Penelitian Non Eksokta
Lainnya,” IKIP Semarang: Semarang Press (1994). hal 14.
54
a) Hipotesis Statistik
Keterangan:
c) Kriteria Pengujian
2) Uji Homogenitas
berasal dari populasi yang homogen atau tidak. Uji Homogenitas sebelum
0,05.
a) Hipotesis Statistik
H0 : 𝜎1 2 = 𝜎2 2 = 𝜎3 2 = 𝜎4 2
63
Sudjana, “Metoda Stastistika,” Bandung: Tarsito (2005). hal 466.
55
2
∑𝑛𝑖=1(𝑛𝑖 − 1)𝑠𝑖 2
𝑠𝑔𝑎𝑏 =
∑𝑛𝑖=1(𝑛𝑖 − 1)
Keterangan:
k = banyak kelas
c) Kriteria Pengujian :
a) Hipotesis Statistik
H0 : 𝜇1 = 𝜇2 = 𝜇3 = 𝜇4
64
Ibid. hal 263.
56
𝑚
(∑ 𝑋𝑘𝑒𝑙 )2
∑ 𝑀𝐾𝑎𝑛𝑡
𝑛𝑘𝑒𝑙 𝐽𝐾𝑎𝑛𝑡
𝑖=1 𝑀𝐾𝑘𝑒𝑙 Tabel F
Ant m-1 𝑚−1
(𝑋𝑎𝑛𝑡 )2
−
𝑁
𝐽𝐾𝑑𝑎𝑙
Dal N-m 𝐽𝐾𝑇𝑜𝑡 − 𝐽𝐾𝑎𝑛𝑡 𝑁−𝑚
Keterangan :
SV = Sumber Varians
c) Kriteria Pengujian
Tolak H0, jika 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 dengan taraf signifikan 𝛼 = 0,05
(𝑁 − 1).66
65
Sugiyono, “Statistika untuk Penelitian,” Bandung: Alfabeta (2009). hal 173.
57
a) Hipotesis statistik
H0 : σ12 = σ22
H1 : σ12 ≠ σ22
𝑠1 2
𝐹=
𝑠2 2
Keterangan :
eksperimen.
c) Kriteria pengujian :
Terima H0 jika :
Untuk taraf nyata α; 𝐹𝛽(𝑚,𝑛) didapat dari daftar distribusi F dengan pelung
mean yang diperoleh > ∝ , maka H0 diterima (variansi setiap sampel sama
66
Ibid,. hal 171.
67
Sudjana, op.cit. hal 249.
58
𝑥𝑖 − 𝑥̅ 𝐹𝐾𝑖
𝐿0 = 𝑚𝑎𝑘𝑠|𝐹(𝑍𝑖 ) − 𝑆(𝑍𝑖 )|; 𝑍𝑖 = , 𝑆(𝑍𝑖 ) =
𝑠 𝑛
Keterangan:
n = banyaknya sampel
c) Kriteria pengujian
Tolak H0 jika L0> Ltabel, dengan Ltabel diperoleh dari daftar nilai
68
Andi, “Belajar Cepat Analisis Statistik Parametrik dengan SPSS, Wahana Komputer,” Semarang
(2015). hal 163.
69
Sudjana, loc.cit. hal 249.
59
1. Jika 𝑠𝑖𝑔 ≤∝, H0 ditolak (data berasal dari populasi yang berdistribusi
tidak normal).
2. Jika 𝑠𝑖𝑔 >∝, H0 diterima (data berasal dari populasi yang berdistribusi
normal).
b. Sesudah Perlakuan
hasil post-test dan gaik ternormalisasi kelas eksperimen dan kelas kontol.
Uji normalitas varians data hasil post-test dan skor gain dilakukan
a) Hipotesis Statistik
𝑥𝑖 − 𝑥̅ 𝐹𝐾𝑖
𝐿0 = 𝑚𝑎𝑘𝑠|𝐹(𝑍𝑖 ) − 𝑆(𝑍𝑖 )|; 𝑍𝑖 = , 𝑆(𝑍𝑖 ) =
𝑠 𝑛
Keterangan:
𝑛 = Banyaknya sampel
60
baku
c) Kriteria Pengujian
a) Hipotesis Statistik
H0 : 𝜎1 2 = 𝜎2 2
H1 : 𝜎1 2 ≠ 𝜎2 2
𝑠1 2
𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =
𝑠2 2
Dimana :
kelas eksperimen.
kelas kontrol.
c) Kriteria Pengujian
70
Ibid. hal 170.
71
Ibid. hal 249.
61
a. H0 : ̅̅̅
𝑑1 ≤ 0
H1 : ̅̅̅
𝑑1 > 0
b. ̅̅̅2 ≤ 0
H0 : 𝑑
̅̅̅2 > 0
H1 : 𝑑
sebagai berikut :
2
𝑑̅ 𝑛 ∑𝑛 𝑑 2 − (∑𝑛𝑖 𝑑𝑖 )
𝑡= , 𝑠𝑑 = √ 𝑖=1 𝑖
𝑠𝑑 /√𝑛 𝑛(𝑛 − 1)
Keterangan :
siswa.
matematis siswa.
n : Banyaknya siswa.72
maka kriteria pengujian dengan melihat tabel jika |𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 | < 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 dan nilai
𝑠𝑖𝑔 > 𝛼 maka terima H0. Jika |𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 | > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 dan 𝑠𝑖𝑔 < 𝛼 maka tolak
H0.73
72
Syofian Siregar, “Statistik Parametrik untuk Penenlitian Kuantitatif,” Jakarta: Bumi Aksara
(2010). hal 38.
73
Andi, Op.cit. hal 69.
62
c. H0 : ̅̅̅
𝑔1 ≤ ̅̅̅
𝑔2
H1 : ̅̅̅
𝑔1 > ̅̅̅
𝑔2
Data yang didapat dalam penelitian dari hasil selisih pre test dan post-
uji statistik yang digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan
yang signifikan (meyakinkan) dari dua buah mean sampel dua variabel yang
didapatkan hasil nilai gain homogen maka statistic untuk menguji hipotesis c)
sebagai berikut :
𝑔1 − ̅̅̅
̅̅̅ 𝑔2 (𝑛1 − 1)𝑠1 2 + (𝑛2 − 1)𝑠2 2
2
𝑡= ;𝑆 =
1 1 𝑛1 + 𝑛2 − 2
𝑠√( + )
𝑛1 𝑛2
Keterangan :
Kriteria pengujian :
1
distribusi t dengan 𝑑𝑘 = (𝑛1 + 𝑛2 − 2) dan peluang (1 − 2 𝛼).74
Equal Variances Not Assumed jika |𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 | < 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 dan 𝑠𝑖𝑔 > 𝛼, maka
terima H0, jika |𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 | > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 dan 𝑠𝑖𝑔 < 𝛼, maka tolak H0.75
J. Hipotesis Statistik
1. H0 : ̅̅̅
𝑑1 ≤ 0
H1 : ̅̅̅
𝑑1 > 0
Keterangan :
̅̅̅
𝑑1 = Rata-rata selisih pretest dan post-test kemampuan koneksi
2. H0 : ̅̅̅
𝑑2 ≤ 0
H1 : ̅̅̅
𝑑2 > 0
Keterangan :
̅̅̅
𝑑2 = Rata-rata selisih pretest dan post-test kemampuan koneksi
3. H0 : ̅̅̅
𝑔1 ≤ ̅̅̅
𝑔2
H1 : ̅̅̅
𝑔1 > ̅̅̅
𝑔2
74
Sudjana, op.cit. hal 239
75
Andi, op.cit. hal 65.
64
Keterangan :
𝑔1
̅̅̅ = Rata-rata nilai gain ternormalisasi dalam peningkatan
𝑔2
̅̅̅ = Rata-rata nilai gain ternormalisasi dalam peningkatan
Ali, Muhammad. “Guru dalam Proses Belajar Mengajar.” Bandung: Sinar Baru
Algesindo (1993).
Andi. “Belajar Cepat Analisis Statistik Parametrik dengan SPSS, Wahana
Komputer,” Semarang (2015).
Arikunto, Suharsimi. “Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan.” Jakarta: Bumi Aksara
(2012).
Arikunto, Suharsimi. “Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.” Jakarta:
Rineka Cipta (2014).
Aunurrahman. “Belajar dan Pembelajaran.” Bandung: Alfabeta (2009).
Astuti, Reni. ”Studi Perbandingan Kemampuan Komunikasi Matematika dan
Kemandirian Belajar Siswa pada Kelompok Siswa yang Belajar
Recipirocal Teacing dengan Pendekatan Metakognitif dan Kelompok
Siswa yang Belajar dengan Pembelajaran Biasa,” UPI: Tesis (2009). hal
61.
Astutik, Sri. “Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dengan Model Siklus Belajar
(Learning Cycle 5E) Berbasis Eksperimen pada Pembelajaran Sains di
SDN Patrang I Jember.” Jurnal JIPSD 1, no. 2 (2012). hal 143-153.
D.A Kusuma. “Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematik dengan
Menggunakan Pendekatan Konstruktivisme.” (2008). Tersedia:
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/06/meningkatkan-
kemampuan-koneksi-matematik.pdf.
Eisenkraft, Arthur. “Expanding the 5E Model.” Research Library (2003).
E.T. Ruseffendi. “Dasar Dasar Penelitian Pendidikan Dan Bidang Penelitian
Non Eksokta Lainnya.” IKIP Semarang: Semarang Press (1994).
Hake, Richard R. "Relationship of Individual Student Normalized Learning Gains
in Mechanics with Gender, High-School Physics, and Pretest Scores on
Mathematics and Spatial Visualization." Boise, Idaho: Physics Education
Research Conference (2002).
Harahap. “Perbedaan Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Koneksi
matematika Siswa Melalui Pembelajaran Kontekstual dengan Kooperatif
Tipe STAD di SMP AL-Washliyah 8 Medan.” Jurnal Pendidikan
Matematika PARADIKMA 5, no. 2 (2012): 186-204.
Linto, Rendya Logina. "Kemampuan Koneksi Matematis Dan Metode
Pembelajaran Quantum Teaching Dengan Peta Pikiran." Jurnal
Pendidikan Matematika 1, no. 1 (2012): 83-87.
65
Prihandhika, Aditya. “Perbedaan Kemampuan Koneksi Matematis Melalui Model
Pembelajaran React Dengan Model Pembelajaran Learning Cycle 5e
66
67