Anda di halaman 1dari 35

KARAKTERISTIK RUAS ASAL BAHASA SUMBA

DALAM CIRI PEMBEDA

ANAK AGUNG PUTU PUTRA

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2017
ii

Ucapan Terima Kasih

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Mahakuasa karena berkat

rahmat dan kasih-Nya, makalah yang berjudul “Karakteristik Fonem Bahasa Sumba

dalam Ciri Pembeda” dapat diselesaikan. Penyusunan makalah ini dilakukan untuk dimuat

dalam jurnal Tutur.

Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya saya sampaikan kepada yang

terhormat Ketua Program Studi Sastra Indonesia yang memberikan surat tugas untuk

penyusunan makalah ini. Segala kekurangan makalah ini menjadi tanggung jawab penulis.

Sekali lagi terima kasih penulis sampaikan atas segala bantuan yang diberikan dan terima

kasih pula penulis sampaikan atas sumbangan pikiran dari berbagai pihak demi

terwujudnya makalah ringkas ini. Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih memberikan

kelimpahan kasih dan kemuliaan-Nya. Semoga pikiran baik datang dari segala arah.
iii

ABSTRAK

Karakteristik Ruas Asal Bahasa Sumba dalam Ciri Pembeda

Oleh Anak Agung Putu Putra

Persoalan ruas asal, baik segmental maupun suprasegmental, distribusi ruas asal, dan
suprasegmental, serta karakteristik ruas bahasa Sumba dalam ciri pembeda dibahas dalam
topik makalah yang berjudul “Karakteristik Ruas Asal Bahasa Sumba dalam Ciri Pembeda”
dikaji dengan menggunakan teori generatif, khususnya yang berkaitan dengan ketiga
persoalan di atas. Sasaran penelitian dan pengkajian karakteristik ruas asal bahasa Sumba ini
bertujuan untuk (1) mendeskripsikan dan menganalisis ruas asal, baik segmental maupun
suprasegmental; (2) mendeskripsikan distribusi ruas asal, baik segmental maupun
suprasegmental bahasa Sumba; dan (3) menganalisis karakteristik ruas asal dalam ciri
pembeda.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan realisasi fonetis 10 ruas vokoid, yakni [i, I, a,
à , u, U, o, , e, E], 29 realisasi ruas kontoid yang meliputi [p, t, c, k, ?, b, d, j, g, º, ë, ×, ©, mb,
n
d, ñj, ŋg, s, h, z, F, m, n, ñ, ŋ, l, r, w, y], dan vokoid yang bertekanan yang ditandai dengan
tanda [ ` ]. Dengan menerapkan prinsip penemuan ruas asal ditemukan 5 ruas asal segmen
vokal, yakni /i, a, u, e, o/, 29 ruas asal konsonan, yakni /p, t, c, k, ?, b, d, j, g, º, ë, ×, ©, mb, nd,
ñ ŋ
j, g, s, h, z, F, m, n, ñ, ŋ, l, r, w, y/, dan sebuah ruas asal suprasegmental yakni berupa ciri
tekanan [ ` ] yang bersifat distingtif (membedakan makna) pada ruas asal vokal, yakni
ditulis /ì, à, ù, è, ò/.
Kelima ruas asal vokal yang telah dibuktikan di atas memiliki distribusi yang
lengkap, yakni dapat menduduki posisi awal, tengah, dan posisi akhir. Ruas asal konsonan
dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu (1) ruas asal konsonan yang memiliki distribusi
lengkap, yakni dapat menduduki posisi awal, tengah dan akhir; (2) ruas asal konsonan yang
memiliki distribusi awal dan tengah; serta (3) ruas asal konsonan yang memiliki distribusi
tengah saja. Ruas asal konsonan yang memiliki distribusi lengkap, yakni dapat menduduki
posisi awal, tengah, dan akhir adalah fonem konsonan hambat takbersuara /p, t, k/, fonem
konsonan frikatif takbersuara /s, h/, ruas asal konsonan nasal /m, n, N/, dan ruas asal konsonan
likuida /l, r/; ruas asal konsonan yang hanya memiliki distribusi awal dan tengah adalah ruas
asal konsonan hambat bersuara /b, d, j, g/, ruas asal konsonan hambat implosif /º, ë, ×, ©/, f/
ruas asal konsonan nasal prahambat /mb, nd, ñj, Ng/, ruas asal konsonan hambat takbersuara /c/,
ruas asal frikatif bersuara /z, F/, ruas asal konsonan nasal /ñ/, dan ruas asal semivokal /w, y/;
serta ruas asal konsonan yang memiliki distribusi tengah saja adalah ruas asal konsonan
glotal /?/.
Ciri pembeda yang digunakan untuk menerangjelaskan karakterisasi ruas asal bahasa
Sumba dibagi atas enam kelompok dan berjumlah 18 ciri pembeda, seperti yang disarankan
oleh Schane, 1992 :28--34). Keenam kelompok pembagian dasar itu meliputi 1) ciri golongan
utama, 2) ciri tempat artikulasi, 3) cara artikulasi, 4) ciri batang lidah, 5) ciri tambahan, dan
6) ciri prosodi,

Kata kunci: karakteristik fonem, segmen ruas asal, ciri pembeda

DAFTAR ISI
iv

JUDUL .......................................................................................................................i
UCAPAN TERIMA KASIH .....................................................................................ii
ABSTRAK ...............................................................................................................iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1


1.1 Latar Belakang .....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ...............................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ...........................................................4
1.3.1 Tujuan Penelitian ..............................................................................................4
1.3.2 Manfaat Penelitian ............................................................................................4
1.4 Landasan Teori ....................................................................................................5
1.5 Metode Penelitian ................................................................................................6
1.5.1 Jenis dan Sumber Penelitian .............................................................................6
1.5.2 Metode dan Teknik Penyediaan Data ...............................................................7
1.5.3 Metode dan Teknik Penganalisisan Data ..........................................................8
1.5.4 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Penganalisisan Data ...............................8

BAB II KARAKTERISTIK RUAS ASAL BAHASA SUMBA DALAM


CIRI PEMBEDA ......................................................................................9
2.1 Ruas Segmental dan Ruas Suprasegmental .........................................................9
2.1.1 Ruas Segmental Vokoid ...................................................................................9
2.1.2 Ruas Segmental Kontoid ................................................................................11
2.1.3 Ruas Suprasegmental Tekanan........................................................................12
2.2 Ruas Asal Segmental dan Ruas Asal Suprasegmental ......................................12
2.2.1 Ruas Asal Segmental Vokal ...........................................................................13
2.2.2 Ruas Asal Segmental Konsonan .....................................................................15
2.2.3 Ruas Asal Suprasegmental Tekanan...............................................................18
2.3 Distribusi Ruas Asal Segmental dan Ruas Asal Suprasegmental ......................19
2.3.1 Distribusi Ruas Asal Vokal ............................................................................19
2.3.2 Distribusi Ruas Asal Konsonan ......................................................................20
2.3.3 Distribusi Ruas Asal Suprasegmental Tekanan ..............................................22
2.4 Karakteristik Ruas Asal dalam Ciri Pembeda ...................................................23
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hal yang melatari penulisan makalah yang berjudul “Karakteristik Fonem Bahasa

Sumba dalam Ciri Pembeda” adalah adanya hasil temuan yang berbeda-beda tentang

jumlah fonem dan jenis fonem dalam penelitian-penelitian sebelumnya. Hal itu tercermin

dari hasil-hasil penelitian dengan bahasa Sumba sebagai objek penelitian linguistik

dideskripsikan sebagai berikut ini. Kapita menulis Kamus Sumba/Kambera-Indonesia

(1982) dan Tata Bahasa Sumba Timur dalam Dialek Kambera (1983). Kedua buku

tersebut merupakan hasil terbitan Panitia Penerbit Naskah-Naskah Kebudayaan Daerah

Sumba. Tata Bahasa Sumba Timur dalam Dialek Kambera terdiri atas empat bab, yakni

Bab I Ejaan Bahasa Sumba Timur; Bab II Tekanan Kata dan Kalimat; Bab III Bentuk

Kata; dan Bab IV Pembagian Kata dan terbagi atas 20 Pasal. Karya Kapita itu merupakan

sumbangan yang sangat besar artinya di antara kelangkaan kajian tentang BS. Pada awal

karya Kapita disebutkan bahwa bunyi [mb, nd, nj, ŋg] merupakan satu kesatuan bunyi yang

tidak boleh dipisahkan. Selain itu, bahasa Sumba, baik dialek Kambera di Sumba Timur

maupun dialek Wewewa di Sumba Barat bersifat vokalis. Artinya, setiap suku kata

dihidupkan oleh vokal dan tidak ada konsonan penutup suku kata yang tidak dihidupkan

oleh vokal. Disebutkannya pula bahwa BS memiliki konsonan penutup pada posisi akhir,

seperti [h, k, l, p, r, t, ŋ], tetapi konsonan-konsonan itu ditambahkan dengan vokal [u] pada

dialek Kambera dan [a atau o] pada dialek-dialek di Sumba Barat (1983:11—14). Kamus

Sumba/Kambera-Indonesia (1982) merupakan naskah yang sejak sebelum Perang Dunia II

telah dikerjakan, tetapi bahan-bahan itu disusun kembali pada tahun 1957 sampai tahun

1973 dan tahun 1981 baru dapat diterbitkan. Kamus itu terdiri atas 296 halaman dan ditulis

secara ortografis, belum disertakan lambang atau tulisan fonetisnya sehingga menyulitkan

pembaca.

1
2

Tulisan lainnya berjudul Verngelijkende Wordenlist der Verschillende Dialecten

op Het Eiland Soembanesch Spreekwijzen yang ditulis oleh Wielenga (1917) dan Kamus

Kambera-Belanda dengan judul tulisan Kamberaas (Oost Soemba)-Nederlands

Woordenboeks ditulis oleh Onvlee (1921).

Kemudian, mulai tahun 1984 bermunculan hasil-hasil penelitian berupa skripsi

sarjana (Strata 1) yang ditulis oleh mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Udayana sebagai

tugas akhir penyelesaian studinya, antara lain hasil penelitian dengan judul “Struktur

Bahasa Sumba Dialek Kambera di Pulau Sumba” oleh Simpen (1984); Penelitiannya

bersifat pendeskripsian bidang fonologi, morfologi, dan sintaksis yang bersifat umum

dengan menggunakan teori struktural. Hasil temuan bidang fonologi meliputi inventarisasi

fonem vokal dan konsonan, distribusi fonem, dan klasifikasi fonem BS. Ditemukan lima

fonem vokal dan tujuh belas fonem konsonan.

“Fonologi Bahasa Sumba Dialek Kambera di Sumba Timur: Analisis Generatif

Transformasi” ditulis oleh Sari (1998). Hasil temuannya berupa lima ruas vokal asal dan

dua puluh dua ruas konsonan asal dari sembilan ruas vokal dan dua puluh dua ruas

konsonan. Artinya, semua ruas konsonan dapat dibuktikan sebagai fonem. Ruas vokal asal

memiliki distribusi yang lengkap, yakni terdapat pada posisi awal, tengah, dan akhir,

sedangkan ruas konsonan asal hanya berdistribusi awal dan tengah morfem dengan catatan

ruas konsonan asal /g/ hanya berdistribusi awal morfem dan ruas konsonan asal /?/ hanya

dapat menempati posisi tengah. Ruas konsonan asal BS dialek Kambera tidak terdapat

pada posisi akhir morfem karena morfem-morfemnya selalu diakhiri oleh suku kata

terbuka (vokalis). Proses-proses fonologis yang ditemukan meliputi proses struktur suku

kata yang berupa penambahan semikonsonan, penambahan nasal, penambahan glotal, dan

pelemahan vokal.
3

Penelitian “Representasi Fonologi dan Fonetis Bahasa Sumba Dialek Kambera:

Kajian Fonologi Generatif” dilakukan oleh Pada (2001). Penulis menyebutkan bahwa

objek penelitiannya dengan sebutan bahasa Sumba dialek Kambera (BSDK). Hasil

temuannya menunjukkan bahwa BSDK memiliki lima fonem vokal dan sembilan belas

bunyi konsonan, yakni [i, u, e, o, a, p, t, k, b, d, m, n, ŋ, ñ, mb, nd, nj, ŋg, j, l, h, r, w, y].

Untuk membedakan ke-24 segmen asal itu diperlukan empat belas ciri pembeda. Temuan

lain, rangkaian vokal yang paling maksimal dalam sebuah morfem asal adalah VV[+sil]

[+sil] dan tidak ditemukan rangkaian konsonan. Rangkaian [mb, nd, nj, ŋg] merupakan unit

fonem kompleks yang dibuktikan dengan pasangan minimal. Di samping itu, dikatakan

bahwa kata-kata pinjaman dalam BSDK yang memiliki rangkaian fonem konsonan disisipi

vokal /a/ dan kata-kata pinjaman yang berakhir dengan konsonan selalu mendapat

penambahan vokal /u/.

Jika dicermati, ketiga hasil penelitian di atas, khususnya tentang temuan fonem

vokal dan konsonan, menunjukkan inventarisasi yang berbeda-beda. Simpen (1984)

menemukan 22 fonem (5 fonem vokal dan 17 fonem konsonan); Sari (1998) menemukan

27 fonem (5 fonem vokal dan 22 fonem konsonan); dan Pada (2001) menemukan 24 fonem

(5 fonem vokal dan 19 fonem konsonan). Dengan temuan yang berbeda-beda itu

diperlukan ketekunan, ketelitian, dan penelaahan yang lebih cermat sehingga diperoleh

hasil yang akurat tentang “Karakteristik Fonem Bahasa Sumba dalam Ciri Pembeda”

melalui penelitian yang lebih mendalam dan tuntas.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dirumuskan di atas jelaslah diperlukan penelaah

lebih lanjut tentang identifikasi ruas asal yang meliputi bunyi-bunyi dan fonem-fonem

segmental dan suprasegmental bahasa Sumba. Pengidentifikasian tersebut dirumuskan

dalam permasalahan berikut ini.


4

1) Ruas asal apa saja yang ditemukan dalam bahasa Sumba?

2) Bagaimana distribusi ruas asal bahasa Sumba?

3) Bagaimanakah karakteristik ruas asal bahasa Sumba dalam ciri pembeda?

1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

Pada bagian ini diuraikan tujuan dan manfaat penelitian. Kedua hal tersebut

dideskripsikan berikut ini.

1.3.1 Tujuan Penelitian

Secara khusus penelitian ini memfokuskan kajian pada karakteristik ruas asal

bahasa Sumba yang didahului dengan pendeskripsian ruas asal segmental dan

suprasegmental, serta distribusi ruas asal, baik segmental maupun suprasegmental. Secara

rinci penelitian ini bertujuan:

1) menganalisis dan mendeskripsikan ruas asal, baik segmental maupun suprasegmental

bahasa Sumba;

2) mendeskripsikan distribusi ruas asal, baik segmental maupun suprasegmental bahasa

Sumba;

3) menganalisis dan mendeskripsikan karakteristik ruas asal bahasa Sumba dalam ciri

pembeda.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Secara umum, manfaat penelitian ini dipilah menjadi dua, yaitu manfaat teoretis

dan manfaat praktis. Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi

pengembangan teori linguistik, khususnya penerapan teori generatif dalam penelitian

fonologi bahasa-bahasa di Indonesia. Melalui teori generatif dapat dijelaskan ciri

karakteristik segmen secara lebih akurat dan mendalam.


5

Manfaat praktis penelitian ini adalah hasil penelitian ini dapat digunakan dalam

upaya pembinaan dan pengembangan BS. Temuan dalam bidang fonologi dapat

dimanfaatkan sebagai upaya pembinaan BS khususnya dalam ejaan BS. Hasil temuan

tersebut dapat dijadikan dasar pijakan untuk menentukan kebijakan dalam usaha

pembinaan dan pengembangan BS di Pulau Sumba.

1.4 Landasan Teori

Dalam penelitian ini digunakan teori generatif. Teori generatif merupakan gagasan

teori linguistik generatif, yakni teori Tata Bahasa Generatif Transformasional (TGT),

khususnya sesudah Teori Standar (Standard Theory) yang belakangan ini disebut Teori

Standar yang Diperluas (Extended Standard Theory) disingkat dengan TSD. Bagian teori

generatif yang diterapkan dalam penelitian berkaitan dengan topik yang dibahas yang

meliputi penemuan ruas asal (bentuk asal dan turunan) dan ciri pembeda.

Pemakaian ruas asal itu didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan: (a) jika suatu

morfem yang bervariasi digambarkan dengan suatu bentuk asal, seorang peneliti telah

memberikan suatu bentuk khas kepada satuan ruas yang khas pula dan (b) ruas turunanlah

yang langsung mengemukakan beberapa perwujudan morfem yang fonetis (Schane,

1973:74-75).

Ciri pembeda adalah unsur-unsur terkecil fonetik, leksikal, dan suatu transkripsi

fonologis yang dibentuk oleh kombinasi dan rangkaian (band Chomsky, 1968:64).

Misalnya, ruas [a] ditandai dengan seperangkat ciri pembeda yang kompleks, yaitu [+

silabis, - konsonan, + rendah, + belakang, dan - bulat]. Dalam fonologi generatif fonem

bukan merupakan satuan terkecil. Satuan terkecil adalah ciri pembeda.

Ciri-ciri pembeda dapat dipilah menjadi (1) golongan utama: a) silabis: [i, a, u, e,

o]; b) sonoran: [i, a, e, u, o; w, y; m, n, ŋ, ñ; l, r], dan c) konsonantal: [p, b, t, d, j, k, g, mb,


6

n
d, nj, ŋg, s, z, F, l, r, m. n, ñ, ŋ; (2) ciri cara artikulasi, meliputi a) malar: [i, a, e, u, o, s, z,

F, l, r, h, w, y]; b) pelepasan tak segera: [c, j, nj, ñ]; nasal: [m, n, ñ, ŋ]; kasar (striden): [s, z,

c, j] dan lateral: [ l ]; (3) ciri daerah artikulasi, meliputi a) anterior: [p, b, s, z, l, r, m, n] dan

b) koronal: [t, d, s, z, r, l, c, j, n, ñ; (4) ciri batang lidah: a) tinggi: [i, u, c, j, k, g, ñ, ŋ, w, y];

b) rendah: [a, ?, h]; c) belakang: [u, o, k, g, F, ŋ, w], dan d) ciri bentuk bibir : bulat: [u, o,

w]; (5) ciri tambahan : a) tegang: [i, a, e, u, o]; b) bersuara: [i, a, e, u, o, m, n, ñ, ŋ, l, r, w,

y, b, d, j, g, º, ë, ×, ©, z, F] dan (6) ciri prosodi: a) tekanan: [ì, à, è, ù, ò] dan b) panjang: [i:,

a:, e:, u:] (Schane,1992:28-35). Ciri pembeda itu disertai dengan ciri biner, yakni tanda

plus dan minus untuk memperlihatkan atribut itu hadir atau tidak. Contoh-contoh bunyi

yang disertai di atas menunjukkan ciri plus yang sesuai dengan ciri yang dimaksud.

1.5 Metode Penelitian

Pada bagian metode penelitian ini diuraikan (1) jenis dan sumber data, (2) metode

dan teknik penyediaan data, (3) metode dan teknik penganalisisan data, dan (3) metode

penyajian hasil penganalisisan data. Ketiga hal tersebut dideskripsikan berikut ini.

1.5.1 Jenis Data, Sumber Data, dan Informan

Jenis data penelitian ini adalah data kualitatif. Kekualitativannya tercermin pada

kajian bunyi dan fonem, distribusi fonem, dan karakteristik fonem dalam ciri pembeda.

Aspek-aspek linguistik itu berupa ujaran-ujaran bahasa yang direkam, dicatat, dan

dianalisis dengan teori generatif.

Sumber data mencakupi data fonologis bahasa Sumba. Sumber data itu merupakan

sumber lisan yang menyangkut cerita rakyat, kepercayaan, adat-istiadat, dan aspek

kehidupan sosial budaya masyarakat. Hal-hal itu diperoleh melalui para pemakai bahasa

Sumba yang disebut informan. Segala sesuatu yang menjadi pusat perhatian penelitian ini

dijajagi, ditelusuri, dicermati, dicatat, atau direkam dari informan. Dengan demikian,
7

sumber data yang berupa lek-lek BS yang dijaring melalui instrumen itu digali, diamati,

dicatat atau direkam melalui informan yang menjadi sumber informasi.

Penetapan informan merupakan hal yang sangat penting karena informan sebagai

sumber data dalam setiap penelitian lapangan. Di setiap titik pengamatan ditentukan

seorang orang informan sehingga keseluruhan informan berjumlah 30 orang. Informan

yang dipilih adalah informan yang memenuhi beberapa kriteria berikut: (1) lahir dan

dibesarkan di daerah titik pengamatan; (2) sehat jasmani dan rohani; (3) tidak pernah

meninggalkan titik pengamatan dalam jangka waktu lama; (4) memiliki cukup

kebanggaan terhadap bahasanya; (5) berpendidikan sekurang-kurangnya SD; (6)

menguasai bahasanya; (7) sabar dan jujur; (8) cedas dan kreatif; (9) berumur sekitar 35--55

tahun (band. Samarin, 1988:45—51). Lebih lanjut, menurut Samarin (1988:62), informan

dipilih karena kesanggupannya dapat memberi suatu korpus yang berlimpah, cermat, dan

benar-benar dianggap mewakili.kevaliditasan data.

1.5.2 Metode dan Teknik Penyediaan Data

Metode penyediaan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak

dan metode cakap. Metode simak atau penyimakan dilakukan dengan menyimak

pemakaian bahasa Sumba secara lisan dari informan. Penyimakan dilakukan dengan teknik

sadap sebagai teknik dasarnya serta teknik simak bebas libat cakap (SBLC), teknik catat,

dan teknik rekam sebagai teknik lanjutan. Teknik sadap diterapkan dengan penyadapan,

yakni dengan segenap kecerdikan dan kemauan disadap pembicaraan/pemakaian bahasa

Sumba seseorang/beberapa orang untuk mendapatkan data. Di samping itu, teknik SBLC

diterapkan untuk “curi dengar” tentang tuturan informan. Penerapan teknik-teknik tersebut

ditunjang dengan teknik catat dan teknik rekam Sudaryanto, 1993: 131—1941).

Berbeda halnya dengan metode simak, metode cakap atau percakapan dilakukan

dengan mengadakan wawancara dengan informan. Metode cakap ini dilengkapi dengan
8

teknik pancing sebagai teknik dasar serta teknik cakap semuka (CS), teknik catat dan

teknik rekam sebagai teknik lanjutan. Teknik pancing diwujudkan dengan pemancingn.

Artinya, si peneliti memancing informan agar mau berbicara. Teknik CS diwujudkan

dengan percakapan langsung tatap muka (bersemuka).

1.5.3 Metode dan Teknik Penganalisisan Data

Metode dan teknik penganalisisan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi

metode padan fonetis artikulatoris dengan teknik pilah unsur penentu sebagai teknik dasar

dan teknik lanjutannya berupa teknik hubung banding, baik hubung banding menyamakan

(HBS) maupun hubung banding membedakan (HBB) (Sudaryanto, 1993:13—30).

Penerapan metode padan dimungkinkan jika data kebahasaan yang akan

dihubungbandingkan telah tersedia melalui penelitian. Di dalam pelaksanaannya metode

padan dengan teknik HBS dan HBB masing-masing digunakan untuk memilah unsur-unsur

kebahasaan BS.

1.5.4 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Penganalisisan Data

Akhirnya, pada tahap penyajian hasil analisis data digunakan metode informal dan

metode formal. Metode informal adalah perumusan dengan kata-kata biasa, sedangkan

pemakaian tanda, lambang, tabel, dan bagan sebagai wujud pemakaian metode formal.

Metode formal diterapkan demi keefisienan dan kesistematisan penyajian, sedangkan

metode informal diterapkan untuk mempermudah dan memperjelas pemahaman (band.

Sudaryanto, 1982: 16).


9

BAB II
KARAKTERISTIK RUAS ASAL BAHASA SUMBA DALAM CIRI PEMBEDA

Dalam proses penghasilan bunyi bahasa terdapat tiga hal yang sangat berperan.

Ketiga hal itu adalah arus udara, alat ucap yang bergerak (artikulator), dan titik artikulasi.

Bunyi-bunyi itu berlangsung dalam kontinuum sebagai suatu deretan kesatuan diskret

(Parera, 1979:11; Schane, 1992:1).

2.1 Ruas Segmental dan Ruas Suprasegmental

Satuan bahasa yang diabstraksikan dari suatu kontinum wicara (satuan bunyi)

itulah yang disebut segmen (Kridalaksana, 1993:193) sehingga bunyi-bunyi bahasa

semacam itu disebut ruas segmental yang meliputi ruas vokoid dan ruas kontoid. Di

samping terdapat bunyi segmental, ditemukan pula ruas suprasegmental yang berupa

tekanan yang dapat membedakan makna (distingtif) yang disimbolkan dengan [ ` ] di atas

bunyi vokal yang mendapat tekanan.

2.1.1 Ruas Segmental Vokoid

Ruas vokoid dihasilkan ketika arus udara tidak mengalami hambatan di dalam

saluran suara, khususnya di dalam rongga mulut (Lapoliwa, 1988:30). Klasifikasi ruas

vokoid didasarkan atas posisi artikulator terhadap titik artikulasi yang meliputi maju

mundurnya lidah, membulattidaknya bibir, menegangkendurnya otot, dan naik turunnya

lidah. Berdasarkan maju mundurnya lidah dihasilkan ruas vokoid depan, pusat, dan ruas

vokoid belakang; membulattidaknya bibir menghasilkan ruas vokoid takbulat dan ruas

vokoid bulat; menegangkendurnya otot menghasilkan ruas vokoid tegang dan ruas vokoid

kendur; dan berdasarkan naik turunnya lidah dihasilkan ruas vokoid tinggi, tengah, dan
10

ruas vokoid rendah. Dalam penelitian yang telah dilakukan ditemukan ruas vokoid sebagai

ruas turunan, yakni [i, I, a, à , u, U, o, , e, E]. Perhatikan contoh data berikut.

piya.pÃk;piya.pa.ku : 15,17,22--26;piya.pÃŋ; piya.pa.ŋu : 16,19--21,27--30`alat dari kayu


untuk menggulung benang yang kering` (337)
ka.pi.lÃŋ; ka.pi.la.ŋu : 10,14—30 `bekas luka` (484)
ka.la.dIp; ka.la.di.pa : 13; ka.ni.nIk; ka.ni.ni.ku : 19—22,26,27 `lalat (551)
ma.ni.pIh; ma.ni.pi.ho : 1,2; ma.ni.pIh; ma.ni.pi.hu : 10,22,26; ma.ni.pÃh; ma.ni.pa.hu
: 14,16—30; ma.ni.pIs; ma.ni.pi.sa : 13 `tipis` (671)
ko.rUŋ; ko.ru.ŋu : 10,14,15,16,18; ku.rUŋ; ku.ru.ŋu : 17,19—30 `bilik `(333)
ba.kUl; ba.ku.lu : 10,14—26,28,29; bo.kl; bo.ko.lo : 1,2; [ba.kÃl; ba.ka.lu]: 27,30
`besar` (661)
ma.lUŋ; ma.lU.ŋu : 10,14,15,16,27,30; ma.lIŋ; ma.li.ŋu : 17,18—26,28,29 `sore` (273)
ma.Fe.ŋgEl; ma.Fe.ŋge.lo : 1,2,3; ma.Fe.ŋge.la : 3; ma.we.ŋ gÃl; ma.we.ŋgÃl `sejuk`
(719)
la.ma. dEk; la.ma.nde.ka : 4—8; la.ma.ndIk; la.ma.ndi.ka : 3,13 `lintah` (547)
n

ŋ
go.lr; ŋgo.lo.ro : 1,2; ŋge.lÃr; ŋge.la.ra: 4—8; liya.rÃŋ; liya.ra.ŋu : 23—25,27—30
`luas` (667)
Kesepuluh realisasi fonetis ruas vokoid sebagai ruas turunan, yakni [i, I, a, Ã , u, U,
o, , e, E] dapat digambarkan dalam Tabel 1, berikut ini.
Tabel 1: Ruas Segmental Vokoid BS

Maju Mundurnya Lidah Depan Belakang

Membulattidaknya Bibir
Takbulat Takbulat Bulat
Menegangkendurnya Otot
Naik Turunnya Lidah

Tinggi Tegang [i] [u]

Kendur [] [U]

Tengah Tegang [e] [o]

Kendur [E] []

Rendah Tegang [a]

Kendur [Ã]

2.1.2 Ruas Segmental Kontoid


11

Terbentuknya ruas segmental kontoid didasarkan atas adanya hambatan dalam

pembentukan bunyi itu. Arus udara mengalami hambatan di dalam saluran suara,

khususnya di dalam rongga mulut. Proses hambatan itu dapat disertai bergetartidaknya pita

suara. Klasifikasi bunyi kontoid didasarkan atas cara artikulasi, tempat artikulasi,

hubungan antara artikulator aktif dan pasif, dan bergetartidaknmya pita suara. Atas dasar

itu klasifikasi bunyi kontoid BS berdasarkan cara artikulasi, tempat artikulasi, hubungan

antara artikulator aktif dan pasif, serta bergetartidaknya pita suara dapat digambarkan pada

Tabel 2.

Tabel 2: Ruas Segmental Kontoid BS

Tempat Artikulasi
Apiko Alveolar

Medio Palatal

Bergetar tidaknya pita suara Dorso Velar

Faringal
Bilabial

Glotal
Cara Artikulasi

Hambat eksplosif T [p] [t] [c] [k] [?]

B [b] [d] [j] [g]

Hambat Implosif B [º] [ë] [×] [©]

Nasal Prahambat B [mb] [nd] [ñj] [ŋg]


Frikatif T [s] [h]

B [z] [F]

Nasal B [m] [n] [ñ] [N]

Lateral B [l]

Tril/Getar B [r]

Semi Vokal B [w] [y]


12

Berdasarkan tabel 2 di atas ditemukan 29 ruas segmental kontoid sebagai ruas

turunan yang meliputi [p, t, c, k, ?, b, d, j, g, º, ë, ×, ©, mb, nd, ñj, ŋg, s, h, z, F, m, n, ñ, ŋ, l, r,

w, y].

2.1.3 Ruas Suprasegmental Tekanan

Di samping temuan ruas segmental vokoid dan kontoid yang digambarkan dalam

Tabel 1 dan 2, ditemukan pula ruas asal suprasegmental yang berupa tekanan yang dapat

membedakan makna atau bersifat distingtif. Tekanan merupakan ciri suprasegmental

tuturan yang mencakup seluruh silabel. Artinya, silabel yang mendapat tekanan diucapkan

dengan energi otot yang lebih besar daripada suku kata yang tidak mendapat tekanan.

Penempatan tekanan sering disertai dengan perubahan struktur silabel. Penempatan

tekanan itu ditandai dengan tanda tekanan pada ruas vokal yang mendapat tekanan, seperti

contoh berikut ini.

u.mbuk; u.mbu.ku : 15—30 ù.ºuk; ù.ºu.ku : 10,14 `cucu` (118)


m
ka. ba.ya : 1—8,13,15—30 kà.ºa.ya : 9—12,14 `kebaya` (391)
m
ba.ni : 1,2,4—8,13,19—21,27,30 bà.ni : 9—12,14 `marahi` (768)
n
de.ha : 1,2,15—18,22—26,28,29 dè.ha: 9,10,14 `desa` (120)
n
pi. di : 17,19—30 pì.ëi : 10,11,12 `pilih` (806)
ñ
ja.ra : 13,15—30 ×à.ra : 9,10,14 `kuda` (508)
ñ
ju.ŋa : 13,15—30 ×u.ŋa : 10, 14 `duduk diam` (699)
ŋ
gu.ti : 1—8 gù.ti : 9,10,12,14] `gunting` 781)
ŋ
ka.le. go : 3—8 ka.lè.©o : 9,11,12 `bengkok` (681)

Berdasarkan contoh data di atas terdapat ruas vokoid yang tidak mendapat tekanan

dan vokoid yang bertekanan. Vokoid-vokoid yang bertekanan itu ditandai dengan tanda

[ ` ], seperti berikut [ì, à, ù, è, ò].

2.2 Ruas Asal Segmental dan Ruas Asal Suprasegmental

Penganalisisan temuan ruas segmental, yakni ruas segmental vokoid, kontoid dan

ruas suprasegmental di atas dilakukan dengan cara: kontras lingkungan sama (KLS),
13

kontras lingkungan mirip (KLM), dan distribusi komplementer (DK). Dalam prosedur KLS

hanya terdapat sepasang segmen yang berbeda dalam lingkungan yang sama, sedangkan

dalam prosedur KLM terdapat sepasang segmen yang berkontras dalam lingkungan mirip

dan sepasang segmen lain yang berbeda. Prosedur DK saling menyisihkan, yaitu sebuah

segmen selalu terdapat dalam lingkungan tertutup dan segmen lain yang berada dalam

lingkungan mirip selalu terdapat dalam lingkungan terbuka. Prosedur KLS dan KLM

memisahkan dua segmen sebagai ruas asal yang berbeda, sedangkan prosedur DK

mempersatukan dua ruas sebagai ruas asal yang sama. Berdasarkan hal tersebut dibahas

ruas asal segmental vokal, ruas asal segmental konsonan, dan ruas asal suprasegmental

yang berupa tekanan berikut ini.

2.2.1 Ruas Asal Segmental Vokal

Ruas vokoid tegang [i, a, u, e, o] dan vokoid kendur [ 1, a, u, ε, ‫ ]כ‬ditemukan

dalam BS. Pembuktian kedua jenis vokoid itu dapat dilakukan dengan menerapkan proses

pembuktian ruas asal yang berupa distribusi komplementer, yakni ruas-ruas secara fonetis

mirip yang terdapat di dalam DK harus dimasuklkan ruas asal yang sama (Samsuri,

1990:132). Perhatikan data berikut.

1) [i] dan [1] [ka.la.dIp; ka.la.di.pa] : 13; [ka.ni.nIk; ka.ni.ni.ku] : 19--22,26,27 `lalat
(551)
2) [a] dan [a] [ka.pi.lÃŋ; ka.pi.la.ŋu] : 10,14--30 `bekas luka` (484)
3) [u] dan [u] [ko.rUŋ; ko.ru.ŋu] : 10,14,15,16,18; [ku.rUŋ; ku.ru.ŋu] : 17,19--30 `bilik`
(333)
4) [e] dan [ε] [ma.ta.hà.dEh; ma.ta.hà.de.hu] : 18 `matahari` (234)
5) [o] dan [‫]כ‬ [ŋgo.lr; ŋgo.lo.ro] : 1,2 `luas` (667)

Berdasarkan data di atas, vokoid [i], [a], [u], [e], dan [o] selalu terdapat pada

silabel terbuka, sedangkan vokoid [I], [Ã], [U], [E], dan [] selalu terdapat dalam lingkungan

silabel tertutup. Karena pasangan segmen itu terdapat dalam distribusi komplementer,

pasangan vokoid-vokoid tersebut merupakan fonem yang sama dan salah satu vokoid itu
14

merupakan alofon sehingga dapat ditulis /i/ [i] dan [ I]; /a/ [a] dan [Ã]; /u/ [u]

dan [U]; /e/ [e] dan [E]; /o/ [o] dan []. Penetapan ruas vokoid tegang sebagai ruas

asal karena keluasan posisi silabel yang didudukinya. Ruas vokoid kendur hanya dapat

menempati posisi silabel ultima sebelum konsonan, sedangkan vokoid tegang dapat

menempati posisi silabel ultima, penultima, maupun antepenultima.

Berikut cermati pasangan-pasangan ruas vokoid yang berada dalam pasangan

minimal atau pasangan mirip, berikut ini.

6) [i] dan [a] lì.ma :1--12,14--30;lù.ma :13`tangan`(34)


là.ma :1,2,9,13--20; lò.ma : 4--8,11,12; lè.ma : 3,10 `lidah` (57)

i.na : 3--8,10--30; i. ña : 1,2,9 `ibu` (95)


a.na : 1--30 `anak` (102)

7) [i] dan [u] pi.hu : 10,14,17--30; pi.tu : 1—14,27,30; pi.cu; 16 `tujuh` (891)
pu.hu : 1,2,9,10,13—30; pu.?u : 3—8,11,12 `jantung` (60)

ai : 18,20—26,28,29; yai :17; ia : 27,30; yia : 15 `kayu` (638)


au : 19—21,27,30; a.wu : 15—18,22—26,28,29 `debu` (201)

8) [i] dan [e] hi.wa : 10, 14—30 `sembilan` (893)


he.wa : 9 `cerai` (157)

ì.ru : 1,2,10,16; ù.ru : 13,15,17—30 `hidung` (11)


e.ru `hampir

9) [i] dan [o] lì,ma : 1—12, 14--30 `tangan` (34)


lè.ma :3,10; là.ma :1,2,9,13—30; lòma :4—8,11,12`lidah` (57)

pi.hu : 10,14,17—30 `tujuh` (891)


po.hu : 19—30; po.ho : 2 `peras` (859)

10) [a] dan [u] ku.ra.ŋu : 10,14—17,19—30; ku.ra : 1—9,11,12 `udang` (561)
ku.ru.ŋu : 17,19—30; ko.ru.ŋu : 10,14—16,18; `bilik` (333).

a.ma : 1—30 `ayah` (94)


a.mu : 1,2,13,15—30 `akar` (630)

11) [a] dan [e] wa.i : 1,14--30 `air` (204)


wei : 17,22--26 `babi` (539)

ta.na : 1--30 `tanah` (200)


te.na `sampan, perahu`

12) [a] dan [o] ta.ma : 1--30 `masuk` (463)


15

tò.ma : 5, 11--13 `danau` 206

la.ko : 3—8 `bahu` (31)


lo.ko : 1—8,11,12; lo.ku : 10,13—16,18 `sungai` (205)

13) [u] dan [e] ba.lu : 9—30 `panggilan saudara laki-laki kepada istri dari
saudara laki-lakinya` (180)
ba.le : 1,2,9,11,12 `bahu` (31)

kù.ta : 2; kò.tu : 13,15—30 `otak` (4)


kè.ta : 13; kè.taŋ : 15,18—21 `pegang` (860)

14) [u] dan [o] ù.li : 10,13,14,17—30; ù.le : 1—9,11,12 `taring (22)
ò.li : 1,2,13,14,17; ò.le : 3—9,11,12 `sahabat/teman` (187)

hu.mba : 1,2,15—30 `(suku) sumba` (122)

ho.mba : 1,2; hò. ºa : 9,10; o.mba : 3—8 `danau` (206)

15) [e] dan [o] kè.ru : 3; kò.ru : 4—8,11,12 `hidung` (11)


kù.ru : 9—30 `dada` (42)

è.ri : 17,18,22—26,28,29; à.ri : 1,2,13,19—21, 27,30;


à.ru : 15,16 `adik` 101
o.ri : `rapat`

Berdasarkan contoh-contoh data di atas pasangan-pasangan ruas vokoid tersebut

merupakan ruas asal yang berbeda karena berada pada pasangan minimal. Oleh karena itu,

kelima ruas segmental vokoid [i, a, u, e, o] jelas terbukti sebagai ruas asal.

2.2.2 Ruas Asal Segmental Konsonan

Berdasarkan Tabel 2 ditemukan 29 ruas kontoid. Ke-29 ruas kontoid itu

dibuktikan statusnya sebagai ruas asal dengan menggunakan prinsip penemuan ruas asal,

yaitu dengan mencarikan pasangan minimal atau pasangan mirip, berikut.

1) [p] dan [b] pi.hu : 17—26; pi.tu : 1--14,27--30 `tujuh` (891)


bi.hu : 18,22—26; bi.nu : 17,19--30 `kupas` (803)
po.to : 1,2; pa.tu : 10,14--30 `empat`
bò.tu : 15,16; bù.ti : 19--30; bòti : 13, 17,18`monyet/kera` (526)

2) [p] dan [º] ù.pu : 27, 30; hù.pu : 1,2; ù.pu{-na] : 3 `pojok` (448)
ù.ºu : 9--12; ù.ºu.ku : 10,14`panggilan kakek pd cucunya`(182)

3) [t] dan [d] ñu.ta : 17—30 `kita : (193)


ñu.da : 17—30 `mereka` (195)
16

4) [t] dan [ë] tù.ëa : 11,12 `mengetuk (861)


tò.ëu : 3—8,11,12 `menjunjung` (di kepala) (862)
tè.ke : 3—9, 11,12 `otak` (4)
ëèke : 11,12 `ambil` (815)

5) [c] dan [j] wu.cu.ku : 15, 16 `bungkus` (804)


ŋu.ju.ku : 15—18 `cium` (801)
ma.cù.ru : 15, 16 `tidur` (813)
la.ju.ru : 30; la.ja.ru : 16—26 `hancur` (691)

6) [c} dan [×] pi.cu : 16; pu.cu : 15 `tujuh` (891)


li.×u : 14; li.nju : 15,17,18,22—26,28,29 `kencing` (795)

7) [k] dan [g] ko.ru.{-ŋu} : 15, 16, 19—30 `campur` (705)


go.ru `kerongkongan

8) [k] dan [©] wu.ku : 10,14,16,19; {ma-}u.ku : 15,17,18,20--30 `mabuk` (477)


wu.©u : 9,10,14 `genggam` (817)
ke.hu : 17,18; ki.hu : 19—30; ke.ho : 9 `pinggul` (50)
©e.hu : 10,14 `giling` (782)

9) [k] dan [F] ka.ka : 1—14 `putih` (726)


Fa.Fa : 1,2; ka.Fu : 13 `kakak` (100)
kò.ru : 4—8,11,12; kè.ru : 3; kà.ru : 9; kì.ru : 14 `hidung` (11)
Fo.ra : 3,5,7 `buaya` (531)

10) [k] dan [?] po.ku : 15,16 : po.ki : 17—30 `buta` (470)
po.?o : 3—8,11,12 `pipi` (13)
ka.ka : 1—12,14 `putih` (726)
ka.?a : 3—8,11,12 `kakak` (100)

11) [h] dan [?] po.hu : 19—30; po.ho : 2 `peras` (859)


pu.?u : 5,6,7,11,12 `jantung` (60)
ki.ha : 19—30 `kelingking` (37)
ki.?a : 3—9, 11—13 `panggilan anak kepada suami bibi`

12) [mb] dan [m] a.mbu : 1,2; u.mbu : 3—8 `cucu` (118)
a.mu : 1,2,13,15—30 `akar` (630)
m
ba.ra.ni : 1—8 `berani` (652)
ma.ri.Ni : 1,2 `(musim) dingin (271)

13) [nd] dan [n] a.nda : 17,19—30 `jalan` (231)


a.na : 1—30 `anak` (102)
n
da.ra : 1—8 `kuda` (508)
nà.ka : 3,5—8 `itu` (465)

14) [ñj] dan [ñ] ñ


ja.ra : 13,15--30 `kuda` 508
17

ña.ra : 20—30 `kejar` (777)


ñ
ju.ŋa : 13,15—30 `duduk diam` (699)
ñu.ma : 16—30 `kami` (192)

15) [ŋg] dan [ŋ] ŋ


go.ru : 15--30 `leher` 29
ŋo.ru : 15—30 ` mulut` (17)
ka.ru.ŋgu : 15—30 `kerikil` (260)
ka.ru.ŋu : 19—30 `kepiting` (571)

16) [s] dan [n] sa.pi : 11--13 `sapi` (514)


na.pi : 1—8,11—13,19—21,27,30 `sisik` (582)

me.si : 11, 12; ma.si : 13 `garam` (209)


me.ni : 18; ma.ni : 13; {ka-}ba.ni : 1—9,11,12 `laki-laki` (86)

17) [z] dan [n] zà.me : 3,5,7 `kami` (192)


nà.me `prakiraan yang belum pasti`
pa.zu : 4—8 `peras` (859)
pà.nu : 1,2,9,19—21,27,30; pò.nu : 3—8,11,12 `puncak` (259)

18) [m] dan [n] a.ma : 1--30 `ayah`` 94


a.na : 1--30 `anak` 102
ma.mu : 15--30 `bibi (97)
ma.nu : 1--30 `ayam` (509)

19) [m] dan [ñ] mu.ta : 1--30 `muntah` (810)


ñu.ta : 17--30 `kita` (193)
miyo : 19,25 `kucing` (520)
ñiyo : 9 `dia` (190)

20) [m] dan [ŋ] miyo : 19, 25 `kucing` (520)


ŋiyo : 1,2 `kelapa` (618)
a.mu : 1,2,13,15--30 `akar` (630)
a. ŋu : 17--30 `sahabat/teman` (187)

21) [n] dan [ñ] tù.na : 1—14,17—30 `belut` (562)


tu.ña : 24 `paman` (96)
nu.na : 17,18,20—30 `itu` (465)
ñu.na : 17—30 `dia` (190)

22) [n] dan [ŋ] ni.ha `asal`


ŋi.ha : 9,10,14--30 `gusi` (19)

23) [ñ] dan [ŋ] ña.ra : 22--30 `kejar` 777


ŋa.ru : 15--30 `mulut` (17)
ñi.ta : 16 `kita` (193)
ŋi.ta : 19,20; i.ta : 14—18, 21—30 `lihat` ( 791)
18

24) [l] dan [r] la.ra : 1—9,11--14 `jalan` (231)


ra.ra : 3—8,10—30 `merah` (727)
ñ
ja.la : 13,15--30 `salah` (656)
ñ
ja.ra : 13,15--30 `kuda` (508)

25) [w] dan [y] {ha-}wi.lu : 15,16 `setandan` (641)


{ma-}yi.lu : 14—18,22--30 `masam` (740)
wu.tu : 10,14,17--30 `kutu` (573)
yù.tu : 17,22—30 `menjinjing (dengan tangan)` (863)

Pasangan-pasangan ruas kontoid di atas terdapat dalam pasangan minimal atau

pasangan mirip. Oleh karena itu, pasangan-pasangan ruas kontoid tersebut merupakan ruas

asal yang berbeda sehingga dapat ditulis /p, t, c, k, ?, b, d, j, g, º, ë, ×, ©, mb, nd, ñj, ŋg, s, h,

z, F, m, n, ñ, ŋ, l, r, w, y/. Dengan demikian, dalam makalah ini ditemukan 29 ruas asal

konsonan bahasa Sumba.

2.2.3 Ruas Asal Suprasegmental Tekanan

Dalam BS ditemukan ruas asal suprasegmental yakni, berupa ciri tekanan [ ` ]

yang bersifat distingtif (membedakan makna). Beberapa contoh data dapat diperhatikan

berikut ini. Contoh data di sebelah kiri tanpa tekanan, sedangkan contoh data di sebelah

kanan dengan tekanan.

au `bambu` (144) aù `dapur` (306)


ai `kayu` (638 aì `sayang`
u.tu `untung` ù.tu `kutu` 573
yu.tu `jinjit yù.tu `menjinjing
o.ma `(tugu) kebun` (132) ò.ma `uang`
pai.ŋu `ikat` (824) paì.ŋu `payung`
ba.ta `siar (kan) bà.ta `jual` (831)
ta.ma ` masuk` (463) tà.ma `danau` (206)
tu.tu `cocok, cukup` 704 tù.tu `babak belur`
du.ka `tusuk` dù.ka `kuat`
ke.de `sangkal` kè.de `bangun` 80
ku.ra `cebok` kù.ra : `udang` 561
ko.ba `tempurung` 625 kò.ba `tawar` 236
ka.ra `koreng` 476 kà.ra : `hangus`
ka.lau `buncit` ka.laù `tikus` (519)
mau `hilang` (784) maù `bayangan` (188)
la.ŋga `langkah` là.ŋga `manis` (735)
li.ma `lima` (889) lì.ma `tangan` (34)
19

na.ka `pegang` (860) nà.ka : `itu` 465


ha.la `salah` (656) hà.la habis` (775)
wi.li `bulir (643) wì.li `bunyi batuk`
wa.no `cuci` wà.no `kampung` 130
wo.la `kejar` (777) wò.la `bunga` (635)
wo.pa `kumpulkan` (800) wò.pa `tangkap`

Data di atas menunjukkan bahwa tekanan membedakan makna atau bersifat

distigtif. Oleh karena itu, tekanan berfungsi sebagai ruas asal dan dapat ditulis / ` /. Lebih

lanjut, jika dicermati secara saksama, tekanan itu terdapat pada semua ruas asal vokal

sehingga dapat ditulis /ì, à, ù, è, ò/.

2.3 Distribusi Ruas Asal Segmental dan Ruas Asal Suprasegmental

Distribusi ruas asal dapat dipilah menjadi tiga, yaitu (1) distribusi ruas asal vokal,

(2) distribusi ruas asal konsonan, dan (3) distribusi ruas asal suprasegmental. Ketiga jenis

distribusi ruas asal itu dideskripsikan berikut ini.

2.3.1 Distribusi Ruas Asal Vokal

Kelima ruas asal vokal yang telah dibuktikan di atas memiliki distribusi yang

lengkap, yakni dapat menduduki posisi awal, tengah, dan posisi akhir.

Ruas Asal Distribusi

Awal Tengah Akhir

/i/ /i.na/ `ibu` (95) /pi.tu/ `tujuh` (891) /na.pi/ `sisik` (582)
/e/ /e.ta/ `lihat` (846) /ke.du/ `curi` (846) /nde.ke/ `ambil` (815)
/a/ /a.na/ `anak` (102) /ta.ma/ `masuk` (463) /a.ma/ `ayah` (94)
/o/ /o.ma/ `tegalan` (247) /lo.ko/ `sungai` (205) /la.ko/ `bahu` (31)
/u/ /u.mbu/ `cucu` (118) /kù.ra/ `udang` (561) /ma.nu/ `ayam` (509)

2.3.2 Distribusi Ruas Asal Konsonan

Secara umum, kedua puluh sembilan ruas asal konsonan yang telah dibuktikan di

atas memiliki distribusi awal dan tengah karena bahasa Sumba tergolong sebagai bahasa

vokalik. Namun, dalam bahasa sehari-hari ruas vokal yang mengakhiri suatu morfem
20

sering mengalami pelesapan sehingga dapat terjadi koda (pengakhir suku kata). Berikut

contoh distribusi konsonan yang memperkuat pernyataan di atas.

Ruas Asal Distribusi

Awal Tengah Akhir

/p/ /pi.tu/ `tujuh` /kà.pa/ `sayap` /ka.la.lUp/ `lalat`


n n
/pà. da, pò. da/ `nanas` /ka.pi.lÃN/ `bekas luka/

/b/ /bi.di, bu.di/ `baru` /tà.bu, tì.bu, tò.bu/ `tebu` -


/ba. li, ba.le/ `balik` /ka.ba, ko.ba/ `tempurung

/º/ /ºa.la.ru/ `lebar` /la.ºi.ku/ `musang` -


/ºe.ra/ `pecah` /la.ºa.ku/ `tupai`

/mb/ /mbe.ra/ `pecah` /u.mbUk/ `cucu` -


/mbi.hu/ `kenyang` /ka.le.mbi/ `baju`

/m/ /ma.nu/ `ayam` /a.mu/ `akar` /ñUm/ `kamu`


/ma.lUN, ma.le/ `sore` /lì.ma/ `tangan` /ñIm/ `kalian`

/t/ /ta.ma/ `masuk` /ma.ta/ `mata` /i.kIt/ `elang`


/ta.nai/ `usus` /wù.tu/ `kutu` /ma.NgIt, ma.NIt/ `rontal`

/d/ /dai, da.wa/ `jaga` /ka.du/ `tanduk`


/di.ta, de.ta/ `di atas` /ta.ndaN. nandiN, Nendang/ `pikir` -

/ë/ /ëe.ke/ `ambil` /Nu.ëu/ `gigi` -


/ëu.ŋa/ `duduk diam` /pi.ëi/ `pilih`

/nd/ /ndi.ha, ndi.za/ `desa` /Na.ndu, Nu.ndu/ `gigi` -


/ ndà.ha, ndà.za/ `baik` /pà.nda, pò.nda/ `nanas`

/s/ /si.lu/ `bahasa` /pa.su/ `peras` /ma.ni.pIs/ `tipis`


/sa.kù.ra/ `kencur` /me.si, ma.si/ `garam`

/z/ /zà.me/ `kami` /mou.zu/ `busuk` -


/zau.wa/ `saya` /lou.zo/ `keluar`

/n/ /a.na/ `anak` (102) /ta.na/ `tanah` (200) /yÃn/ `saya`


/na.pi/ `sisik` /tù.na/ `belut`

/r/ /ro.?o, ru :/ `daun` /kù.raN, kù.ra/ `udang` /wa.tÃr/ `jagung


/ra?a, ria, ra :/ `darah` /kà.ra/ `kerak (nasi)` /Ngo.lr/ `luas
21

/l/ /lì.ma/ `tangan` /ka.li.ta, ka.li.tu/ `kulit` /ba.kUl/ `besar`


/lai, la.?i, le/`suami` /ma.lai, malou/ `panjang` /ka.tukUl/ `berudu`

/c/ /ca.ma/ `bibi` /ka.wi.co/ `gurita` -


/cu.na/ `belut` /wi.cu/ `nanah`

/j/ /jà.ka `jika` /ŋu.ju.ku/ `cium` -


/ja.la/ `jala` /ko.ja/ `tikam`

/×/ /×a.ra/ `kuda` /li.×u/ `kencing` -


/×au.li/ `payah`

/ñj/ / ñjau.li, ñji.li/ `payah` /ka.njia.ku, ka.ñje.ku/ `sapu lidi` -


/ñjia.pa, ñjea.pa/ `tukar` /pa.ñjia.ju/ `tempat air di dapur`

/ñ/ /ñì.ta/ `kita` /iña/ `ibu` -


/ñù.da/ `mereka /mi.ña/ `lemak

/y/ /yì.da/ `kita /ma.yi.lu/ `masam` -


/yè.mi/ `kalian` /a.ya/ `kakak`

/k/ /ka.du/ `tanduk` /lo.ko, lu.ku/ `sungai` /ka.ni.nIk/ `lalat`


/kà.ra/ `kerak (nasi)` /tè.ke/ `otak` /pa.×i.lIk/ `gigi seri`

/©/ /©e.hu/ `giling` /ka.rà.©a/ `ranting` -


/©u.ru/ `guru` /ka.lò.©o/ `pisang`

/Ng/ /Nge.hu, Nge.zo/ `giling` /ka.raNga/ `ranting` -


/Nge.ri/ `jambak` /ka.lua.Nga/ `kendur`

/F/ /Fi.li/ ` kerja` /daFa/ `jaga` -


/Fù.da/ `usir` /la.Fu.Fu/ `ubun-ubun`

/N/ /Ni.ha, Nia/ `gusi` /mba.Na.ta/ `panas` /ku.rUN/ `bilik`


/Na.hu, Nou/ `lesung` /ma.ri.Nu/ `dingin` /ka.pi.lÃN/ `bekas luka`

/w/ /wu.lu/ `bulu` /la.wu.wu/ `ubun-ubun` -


/wà.la, wò.la/ `bunga` /la.wo.ra/ `biawak

/?/ - /ma.?u/ `asap` -


/ro.?o/ `daun`

/h/ /hi.Ngi, ha.Ngi/ `kain` /pi.hu/ `tujuh` /ma.ni.pIh/ `tipis`


/hì.da/ `mereka` /ma.hi,me.hi/ `garam` /ko.rÃh/ `pasir`

Berdasarkan distribusi konsonan di atas, ruas asal konsonan dapat

dikelompokkan menjadi tiga, yaitu (1) ruas asal konsonan yang memiliki distribusi
22

lengkap, yakni dapat menduduki posisi awal, tengah dan akhir; (2) ruas asal konsonan

yang memiliki distribusi awal dan tengah; serta (3) ruas asal konsonan yang memiliki

distribusi tengah saja. Ruas asal konsonan yang memiliki distribusi lengkap, yakni dapat

menduduki posisi awal, tengah, dan akhir adalah fonem konsonan hambat takbersuara /p, t,

k/, ruas asal konsonan frikatif takbersuara /s, h/, ruas asal konsonan nasal /m, n, N/, dan ruas

asal konsonan likuida /l, r/; ruas asal konsonan yang hanya memiliki distribusi awal dan

tengah adalah ruas asal konsonan hambat bersuara /b, d, j, g/, ruas asal konsonan hambat

implosif /º, ë, ×, ©/, ruas asal konsonan nasal prahambat /mb, nd, ñj, Ng/, ruas asal konsonan

hambat takbersuara /c/, ruas asal frikatif bersuara /z, F/, ruas asal konsonan nasal /ñ/, dan

ruas asal semivokal /w, y/; serta ruas konsonan yang memiliki distribusi tengah saja adalah

ruas asal konsonan glotal /?/.

2.3.3 Distribusi Ruas Asal Suprasegmental Tekanan

Berdasarkan contoh data dalam pembuktian ruas asal suprasegmental dapat

dikatakan bahwa ruas asal bertekanan dapat menduduki posisi awal dan posisi tengah pada

umumnya, hanya dua contoh data ditemukan dapat menduduki posisi akhir. Untuk

memperjelas hal itu berikut disajikan kembali data di atas.

Ruas Asal Distribusi

Awal Tengah Akhir


/ù/ /ù.tu/ `kutu` /kù.ra/ `udang` /kalaù/ `tikus`
/ò/ /ò.ma/ `uang` /wò.la/ `bunga` -
/ì/ /ì.na/ `ibu` /lì.ma/ `tangan` -
/à/ /à.li.ka/ `adik` /tà.ma/ `danau` -
/è/ /è.ne/ `enam` /kè.de/ `bangun/

2.4 Karakteristik Ruas Segmental BS dalam Ciri Pembeda

Karakteristik segmen BS dapat diterangjelaskan dengan menggunakan ciri

pembeda. Ciri pembeda inilah yang membatasi sebuah segmen. Ciri pembeda yang
23

digunakan untuk menerangjelaskan karakterisasi segmen BS dibagi atas enam kelompok

dan berjumlah 18 ciri pembeda, seperti yang disarankan oleh Schane, 1992 :28--34).

Keenam kelompok pembagian dasar itu meliputi 1) ciri golongan utama, 2) ciri tempat

artikulasi, 3) cara artikulasi, 4) ciri batang lidah, 5) ciri tambahan, dan 6) ciri prosodi,

seperti berikut.

1) Ciri Golongan Utama

(1) [+silabis]: ruas asal vokal : /i, a, u, e, o/

[-silabis]: ruas asal hambat eksplosif /p, b, t, d, c, j, k, g, ?/; hambat implosif /º, ë, ×,

©/, nasal prahambat / mb, nd, ñj, ŋg/; frikatif /s, h, z, F/; nasal /m, n, ñ , ŋ/; likuida

/l, r/; dan ruas asal semivokal /y, w/.

(2) [+konsonantal]: ruas asal hambat eksplosif /p, b, t, d, c, j, k, g/; hambat implosif /º,

ë, ×, ©/, nasal prahambat / mb, nd, ñj, ŋg/; frikatif /s, h, z, F/; nasal /m, n, ñ , ŋ/;

dan ruas asal likuida /l, r/.

[-konsonantal]: ruas asal vokal /i, a, u, e, o/; semivokal : /w, y/; glotal /?/; dan ruas

asal faringal /h/.

(3) [+sonoran]: ruas asal vokal /i, a, u, e, o/; nasal /m, n, ñ, ŋ/; likuida /l, r/; dan ruas

asal semivokal /w, y/

[-sonoran] : ruas asal hambat eksplosif /p, b, t, d, c, j, k, g/; hambat implosif /º, ë, ×,

©/, frikatif /s, h, z, F/, dan ruas asal glotal /?/

2) Ciri Tempat Artikulasi

(4) [+anterior]: ruas asal hambat eksplosif /p, b, t, d/; hambat implosif /º, ë/; nasal

prahambat /mb, nd/; frikatif /s, h, z, F/ ; nasal /m n/; dan ruas asal likuida /l, r/

[- anterior]: ruas asal hambat eksplosif /c, j, k, g, ?/; hambat implosif /×, ©/; nasal

prahambat /ñj, ŋg/; nasal /ñ, ŋ/; frikatif /h/; dan ruas asal semivokal /w, y/.
24

(5) [+koronal]: ruas asal hambat eksplosif /t, d, c, j/; hambat implosif /ë, ×/; nasal

prahambat /nd, ñj/; frikatif /s, z/; likuida /l, r/; dan ruas asal nasal /n, ñ/.

[-koronal]: ruas asal hambat eksplosif /p, b, k, g, ?/; hambat implosif /º, ©/; nasal

prahambat /mb, ŋg/; nasal /m, ŋ/; frikatif /h/; dan ruas asal semivokal / w, y/.

3) Ciri Cara Artikulasi

(6) [+malar]: ruas asal vokal /i, a, u, e, o/; frikatif /s, h, z, F/; likuida /l, r/, dan ruas asal

semivokal : /y, w/

[-malar]: bilabia : ruas asal hambat eksplosif /p, b, t, d, c, j, k, g, ?/; implosif /mb,

n
d, nj ŋg/; dan ruas asal nasal /m, n ñ ŋ/.

(7) [+pts]: ruas asal hambat mediopalatal /c, j/; hambat implosif /×/; nasal

prahambat /ñj/; dan ruas asal nasal /ñ/

[-pts]: ruas asal hambat eksplosif /p, b, t, d, k, g, ?/; hambat implosif º, ë, ©/; nasal

prahambat /mb, nd, ŋg/; dan ruas asal nasal /m, n, ŋ/.

(8) [+nasal: ruas asal nasal /m, n, ñ, ŋ/ dan nasal prahambat /mb, nd, ñj, ŋg/.

[-nasal]: ruas asal hambat eksplosif /p, b, t, d, c, j, k, g, ?/; hambat implosif /º, ë, ×,

©/; frikatif /s, h, z, F/; likuida /l, r/; dan ruas asal semivokal /w, y/.

(9) [+nasal prahambat]: ruas asal nasal prahambat /mb, nd, ñj, Ng/.

(10) [+implosif]: ruas asal hambat implosif /º, ë, ×, ©/.

(11) [+lateral : ruas asal lateral /l/.

[-lateral]: ruas asal getar /r/.

(12) [+striden]: ruas asal frikatif /s, h, z, F/.

{-striden]: ruas asal hambat eksplosif /p, b, t, d, c, j, k, g/; hambat implosif / º, ë, ×,

©/, nasal prahambat / mb, nd, ñj, ŋg/; nasal /m, n, ñ , ŋ/; dan ruas asal likuida /l, r/.
25

4) Ciri Batang Lidah

(12) [+tinggi]: ruas asal vokal /i, u/; hambat eksplosif /c, j, k, g/; hambat implosif / ñj,

ŋ
g/; frikatif /F/; fonem nasal /ñ ŋ/; dan ruas asal semivokal /w, y/.

[-tinggi]: ruas asal vokal /a, e, o/; hambat eksplosif /p, b, t, d, /; hambat implosif /º,

ë/; nasal prahambat /mb, nd/; frikatif /s, z/; nasal /m, n/; ruas asal likuida : /l, r/

(13) [+rendah]: ruas asal vokal : /a/; faringal : /h/; dan ruas asal glotal : /?/

[- rendah]: ruas asal vokal /i, u, e, o/; hambat /p, b, t, c, d, j,k, g/; hambat

implosif /º, ë, ×, ©/; nasal prahambat /mb, nd, ñj, ŋg/; frikatif /s, z, F/; nasal /m; n,

ñ; ŋ/; likuida /l, r/; ruas asal semivokal /w, y/.

(14) [+bulat]: ruas asal vokal /o, u/; dan ruas asal semivokal /w/

[-bulat]: ruas asal vokal /i, a, e/; hambat p, b, t, d, c, j, k, g, ?/; hambat implosif /º,

ë, ×, ©/; nasal prahambat /mb, nd, ñj, ŋg/; nasal /m, n, ñ, ŋ/; frikatif /s, h, ;z/;

likuida /l, r/; ruas asal semivokal : /y/

(15) [+belakang]: ruas asal vokal /o, u/; hambat /k, g/; hambat implosif / ŋg/; nasal /ŋ/;

dan ruas asal semivokal /w/

[-belakang]: ruas asal vokal /i, a, e/; hambat /p, b, t, d, c, j/; hambat implosif / º, ë,

×/; nasal prahambat /mb, nd, ñj/; frikatif /s, h, z/; nasal /m, n, ñ/; likuida /l, r/;

semivokal : /y/; faringal /h/; dan ruas asal glotal /?/.

5) Ciri Tambahan

(16) [+bersuara]: ruas asal vokal /i, a, u, e, o/; hambat bersuara /b, d, j, g/; hambat

implosif /º, ë, ×, ©/; nasal prahambat / mb, nd, ñj, ŋg/; frikatif bersuara /z, F/;

nasal /m, n, ñ, ŋ/; likuida /l, r/; dan ruas asal semivokal /w, y/.

[-bersuara]: ruas asal hambat takbersuara /p, t, c, k, ?/; dan ruas asal frikatif /s, h/
26

(17) [+tegang : ruas asal vokal tegang /a, i, u, e, o/

[-tegang]: ruas vokoid kendur /1,a, u, ε, /

6) Ciri Prosodi

(18) [+tekanan]: vokal asal vokal bertekanan /ì, à, ù, è, ò/

[-tekanan]: ruas asal vokal takbertekanan /i, a, u, e, o/.

Ruas asal-ruas asal bahasa Sumba dan kedelapan belas ciri pembedanya didaftar

dalam Tabel 3 untuk memudahkan menghubungkan fonem dengan ciri pembedanya,

seperti berikut.

Tabel 3. Ciri Pembeda Fonem BS

m
Segmen i e a ou p bº b m t d ë nd s z n r l c j × ñj ñ y k g © F ŋg ŋ w ? h

Ciri Pembeda

sil + + + + + - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
kons - - - - - + + + + + +++ + ++ + +++++ + + - +++ + + + - - -
son + + + + + - - - + + -- - + - - + ++ - - - + + + - - - - + + + - -
ting + - - - + - - - - - -- - - - - - - - +++ + + + +++ - + + + - -
bel - - + + + - - - - - -- - - - - - - - - - - - - - +++ - + + + - -
ren - - + - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - ++
ant +++ + + +++ + ++ +++ - - - - - - - - - - - - - - -
kor - - - - - +++ + ++ +++ +++ + + - - - - - - - - - -
impl - - + - - - -+ - - - -- - - -+ - - - - - + - - - - - -
bers + + + + + - + + + + -++ + -+ +++ - ++ + ++ -++ + + + + - -
mal + + + + + - - - - - - - - - ++ - ++ - - - - - + -- - + - - + - +
nas - - - - - - - - + +- - - + - - + - - - - - + + - -- - - + + - - -
nas praham - - - - - - - - + - - - - + - - - - - - - - + - - -- - - + - - - -
striden - - - - - - - - - ++ - - - - - - - - - -- - + - - - - -
p.t.s - - - - - - - - - - ++ + - - -- - - - - - -
bul - - - + + - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -- - - - - + - -
lateral -+

Tabel 3 di atas terdiri atas dua bagian, yaitu segmen yang merupakan ruas asal

vokal dan konsonan dan ciri pembeda. Ciri (+) atau (-) menyatakan apakah fonem itu

memiliki sifat atau ciri fonem yang dimaksud. Dengan demikian, Tabel 6 memuat semua

ciri yang dimiliki setiap ruas. Artinya, setiap ruas mempunyai nilai yang dinyatakan untuk

setiap ciri. Ciri-ciri itu tidak berdiri sendiri. Beberapa nilainya dapat diduga berdasarkan
27

nilai untuk ciri lain. Akibatnya terdapat nilai yang redundan. Misalnya, ciri pembeda untuk

vokal dapat dinyatakan seperti berikut : (a) ruas yang [+tinggi] selalu [-rendah]; (b) ruas

yang [+rendah] selalu [-tinggi]; (c) ruas yang [-belakang] selalu [-bulat]; (d) ruas yang

[+bulat] selalu [+belakang]; (e) ruas yang [+rendah] (hanya ada satu vokal rendah) juga

[+belakang] dan [-bulat]; (f) ruas yang [-belakang] selalu [-rendah]; dan (g) ruas yang

[+bulat] selalu [-rendah]. Secara sederhana dapat dirumuskan, berikut ini.

(a) [+tinggi] (d) [+bulat]

[-rendah] [+belakang]

(b) [+rendah] (e) [+rendah]

[-tinggi] [+belakang]
[-bulat]

(c) [-belakang] (f,g) [-belakang]


[+bulat]
[-bulat]
[-rendah]

Dengan mencermati nilai yang redundan, ciri pembedanya dapat disederhanakan

dengan menghilangkan ciri yang redundan sehingga (a) ruas asal /i/ yang awalnya

memiliki ciri [+silabis, +tinggi, -rendah, -belakang, dan –bulat menjadi hanya memiliki ciri

[+silabis, +tinggi, -belakang]; (b) ruas asal /e/ yang awalnya memiliki ciri +silabis, -tinggi,

-belakang, -bulat menjadi memiliki ciri [+silabis, -tinggi, -rendah]; (c) ruas asal /a/ yang

awalnya memiliki ciri [+silabis, -tinggi, +rendah, +belakang, -bulat] menjadi memiliki ciri

[+silabis, +rendah]; (d) ruas asal /o/ yang awalnya memiliki ciri [+silabis, -tinggi, -rendah,

+belakang, +bulat] menjadi memiliki ciri [+silabis, -tinggi, +bulat]; dan (e) ruas asal /u/

yang awalnya memiliki ciri [+silabis, +tinggi, -rendah, +belakang, +bulat] menjadi hanya

memiliki ciri [+silabis, +tinggi, +bulat]. Dengan menghilangkan ciri redundannya, jumlah

ciri pembeda setiap ruas lebih sederhana dan lebih mudah dikenali ciri-ciri pembedanya.

Untuk lebih jelasnya, perhatikan Tabel 4, di bawah ini.


28

Tabel 4. Ciri Pembeda Fonem BS (nonredundan)

m n
Segmen i e a o u p b º bm t d ë d s z n r l c j × ñ j ñ y k g © F ŋg ŋ w ? h

Ciri Pembeda

sil + + + + + -
kons -++
son - - + + -
ting + - - + + +++++ +++ +
bel - - -+++++ + + - -
ren + ++
ant +++ + + + + + + ++ ++
kor - - - - - + + + + ++ ++ +
impl + + + +
bers -++ -+ + -+ -++ -+ + + - -
mal - - - - - - ++ + + - - - - + -+
nas + + + + + + + +
nas praham + + + + + + + +
strid - - - - ++ - -
pts +++
bul ++ +
lat -+
bertek + + + +

Ruas asal-ruas asal BS dan ciri pembedanya dihubungkan dengan garis yang

berwarna-warni untuk memudahkan penentuan ciri pembeda setiap ruas asal. Misalnya,

ruas asal /i/ yang memiliki ciri [+sil, +ting,-bel] dihubungkan dengan garis yang bewarna

merah; dan ruas asal /e/ yang memiliki ciri [+sil, -ting, -bel] dihubungkan dengan garis

hijau; ruas asal /a/ yang memiliki ciri [+sil, +ren] dihubungkan dengan garis hitam; ruas

asal /o/ yang memiliki ciri [+sil, -ting, +bul] dihubungkan dengan garis biru; ruas asal /u/

yang memiliki ciri [+sil, +ting, +bul] dihubungkan dengan garis ungu; ruas asal /p/ yang
29

memiliki ciri [+ant, -kor, -bers, -mal, -strid] dihubungkan dengan garis hitam, dan

seterusnya, seperti yang digambarkan dalam bagan 1 berikut.

+ sil i
- sil e
+ kons a
- kons o
+ son u
- son

+ ting p

- ting b
+ bel º
m
- bel b
m
+ ren
t
+ ant d
ë
+ kor
n
d
- kor
s
+ impl z
n
+ bers

- bers r
l
+ mal c

- mal j

+ nas ×
ñ
j
+ nas praham ñ
y
+ strid k
- strid g
+pts ©
+ bul F
30

N
+ lat N g
- lat h  w

Bagan 1. Ciri Pembeda dan Ruas Asal BS

DAFTAR PUSTAKA

Chomsky, Noam. 2000. New Horizons in the Study of Language and Mind. Melbourne:
Cambridge University Press.
Chomsky, Noam. 2000. The New Horizons in the Study of Language and Mind:
Cakrawala Baru Kajian Bahasa dan Pikiran. Terjemahan oleh Freddy
Kirana. Jakarta: PT Logos Wacana IlmuAhmad,
Kapita, Oe H. 1982. Kamus Sumba/Kambera—Indonesia. Ende-Flores: Percetakan
Arnoldus.
Kapita, Oe H. 1983. Tatabahasa Sumba Timur dalam Dialek Kambera.Ende-Flores: Offset
Arnoldus.
Onvlee, L. 1984. Kamberaas (Oost-Soemba)-Nederlands Woordeboek. Dodrecht: Foris
Suchtelen van BCCMM. 1921. Endeh (Flores)-Weltervreden.
Pada, Hendrina. 2001. “Representasi Fonologis dan Fonetis Bahasa Sumba Dialek
Kambera: Kajian Fonologi Generatif”. Tesis S-2. Program Studi Magister
Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar.
Samarin, William J. 1988. Field Linguistics: A Guide to Linguistic Field Work. Ilmu
Bahasa Lapangan. Terjemahan oleh J.S. Badudu. Yogyakarta: Kanisius.
Sari, Ni Luh Siwi. 1998. “Fonologi Bahasa Sumba Timur: Analisis Generatif
Transformasi”. Skripsi S-1. Fakultas Sastra Universitas Udayana, Denpasar.
Schane, Sanford. 1993. Generative Phonology. Prentice Halle, Englewood Cliffs, New
Jersey.
Schane, Sanford.1992. Generative Phonology. Fonologi Generatif. Terjemahan oleh
Gunawan, Kentjanawati. Jakarta: Summer Institute of Linguistics.
Simpen, I Wayan. 1984. “Struktur Bahasa Sumba Dialek Kambera di Pulau Sumba”.
Skripsi S-1. Fakultas Sastra Universitas Udayana, Denpasar.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian
Wahana Kebudayaan secara Linguistik. Yogyakarta: Duta Wacana
University Press.
Wielenga, D.K. 1917. Verngelijkende Wordenlist der Verschitlende Dia Lecten op het
Eiland Soemba en eenige Soembaneesch Spreekwijzen. Verhandelingen van
het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen 61. Pt. 5.
31

Anda mungkin juga menyukai