Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Mahakuasa karena berkat
rahmat dan kasih-Nya, makalah yang berjudul “Karakteristik Fonem Bahasa Sumba
dalam Ciri Pembeda” dapat diselesaikan. Penyusunan makalah ini dilakukan untuk dimuat
terhormat Ketua Program Studi Sastra Indonesia yang memberikan surat tugas untuk
penyusunan makalah ini. Segala kekurangan makalah ini menjadi tanggung jawab penulis.
Sekali lagi terima kasih penulis sampaikan atas segala bantuan yang diberikan dan terima
kasih pula penulis sampaikan atas sumbangan pikiran dari berbagai pihak demi
terwujudnya makalah ringkas ini. Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih memberikan
kelimpahan kasih dan kemuliaan-Nya. Semoga pikiran baik datang dari segala arah.
iii
ABSTRAK
Persoalan ruas asal, baik segmental maupun suprasegmental, distribusi ruas asal, dan
suprasegmental, serta karakteristik ruas bahasa Sumba dalam ciri pembeda dibahas dalam
topik makalah yang berjudul “Karakteristik Ruas Asal Bahasa Sumba dalam Ciri Pembeda”
dikaji dengan menggunakan teori generatif, khususnya yang berkaitan dengan ketiga
persoalan di atas. Sasaran penelitian dan pengkajian karakteristik ruas asal bahasa Sumba ini
bertujuan untuk (1) mendeskripsikan dan menganalisis ruas asal, baik segmental maupun
suprasegmental; (2) mendeskripsikan distribusi ruas asal, baik segmental maupun
suprasegmental bahasa Sumba; dan (3) menganalisis karakteristik ruas asal dalam ciri
pembeda.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan realisasi fonetis 10 ruas vokoid, yakni [i, I, a,
à , u, U, o, , e, E], 29 realisasi ruas kontoid yang meliputi [p, t, c, k, ?, b, d, j, g, º, ë, ×, ©, mb,
n
d, ñj, ŋg, s, h, z, F, m, n, ñ, ŋ, l, r, w, y], dan vokoid yang bertekanan yang ditandai dengan
tanda [ ` ]. Dengan menerapkan prinsip penemuan ruas asal ditemukan 5 ruas asal segmen
vokal, yakni /i, a, u, e, o/, 29 ruas asal konsonan, yakni /p, t, c, k, ?, b, d, j, g, º, ë, ×, ©, mb, nd,
ñ ŋ
j, g, s, h, z, F, m, n, ñ, ŋ, l, r, w, y/, dan sebuah ruas asal suprasegmental yakni berupa ciri
tekanan [ ` ] yang bersifat distingtif (membedakan makna) pada ruas asal vokal, yakni
ditulis /ì, à, ù, è, ò/.
Kelima ruas asal vokal yang telah dibuktikan di atas memiliki distribusi yang
lengkap, yakni dapat menduduki posisi awal, tengah, dan posisi akhir. Ruas asal konsonan
dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu (1) ruas asal konsonan yang memiliki distribusi
lengkap, yakni dapat menduduki posisi awal, tengah dan akhir; (2) ruas asal konsonan yang
memiliki distribusi awal dan tengah; serta (3) ruas asal konsonan yang memiliki distribusi
tengah saja. Ruas asal konsonan yang memiliki distribusi lengkap, yakni dapat menduduki
posisi awal, tengah, dan akhir adalah fonem konsonan hambat takbersuara /p, t, k/, fonem
konsonan frikatif takbersuara /s, h/, ruas asal konsonan nasal /m, n, N/, dan ruas asal konsonan
likuida /l, r/; ruas asal konsonan yang hanya memiliki distribusi awal dan tengah adalah ruas
asal konsonan hambat bersuara /b, d, j, g/, ruas asal konsonan hambat implosif /º, ë, ×, ©/, f/
ruas asal konsonan nasal prahambat /mb, nd, ñj, Ng/, ruas asal konsonan hambat takbersuara /c/,
ruas asal frikatif bersuara /z, F/, ruas asal konsonan nasal /ñ/, dan ruas asal semivokal /w, y/;
serta ruas asal konsonan yang memiliki distribusi tengah saja adalah ruas asal konsonan
glotal /?/.
Ciri pembeda yang digunakan untuk menerangjelaskan karakterisasi ruas asal bahasa
Sumba dibagi atas enam kelompok dan berjumlah 18 ciri pembeda, seperti yang disarankan
oleh Schane, 1992 :28--34). Keenam kelompok pembagian dasar itu meliputi 1) ciri golongan
utama, 2) ciri tempat artikulasi, 3) cara artikulasi, 4) ciri batang lidah, 5) ciri tambahan, dan
6) ciri prosodi,
DAFTAR ISI
iv
JUDUL .......................................................................................................................i
UCAPAN TERIMA KASIH .....................................................................................ii
ABSTRAK ...............................................................................................................iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................iv
Hal yang melatari penulisan makalah yang berjudul “Karakteristik Fonem Bahasa
Sumba dalam Ciri Pembeda” adalah adanya hasil temuan yang berbeda-beda tentang
jumlah fonem dan jenis fonem dalam penelitian-penelitian sebelumnya. Hal itu tercermin
dari hasil-hasil penelitian dengan bahasa Sumba sebagai objek penelitian linguistik
(1982) dan Tata Bahasa Sumba Timur dalam Dialek Kambera (1983). Kedua buku
Sumba. Tata Bahasa Sumba Timur dalam Dialek Kambera terdiri atas empat bab, yakni
Bab I Ejaan Bahasa Sumba Timur; Bab II Tekanan Kata dan Kalimat; Bab III Bentuk
Kata; dan Bab IV Pembagian Kata dan terbagi atas 20 Pasal. Karya Kapita itu merupakan
sumbangan yang sangat besar artinya di antara kelangkaan kajian tentang BS. Pada awal
karya Kapita disebutkan bahwa bunyi [mb, nd, nj, ŋg] merupakan satu kesatuan bunyi yang
tidak boleh dipisahkan. Selain itu, bahasa Sumba, baik dialek Kambera di Sumba Timur
maupun dialek Wewewa di Sumba Barat bersifat vokalis. Artinya, setiap suku kata
dihidupkan oleh vokal dan tidak ada konsonan penutup suku kata yang tidak dihidupkan
oleh vokal. Disebutkannya pula bahwa BS memiliki konsonan penutup pada posisi akhir,
seperti [h, k, l, p, r, t, ŋ], tetapi konsonan-konsonan itu ditambahkan dengan vokal [u] pada
dialek Kambera dan [a atau o] pada dialek-dialek di Sumba Barat (1983:11—14). Kamus
telah dikerjakan, tetapi bahan-bahan itu disusun kembali pada tahun 1957 sampai tahun
1973 dan tahun 1981 baru dapat diterbitkan. Kamus itu terdiri atas 296 halaman dan ditulis
secara ortografis, belum disertakan lambang atau tulisan fonetisnya sehingga menyulitkan
pembaca.
1
2
op Het Eiland Soembanesch Spreekwijzen yang ditulis oleh Wielenga (1917) dan Kamus
sarjana (Strata 1) yang ditulis oleh mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Udayana sebagai
tugas akhir penyelesaian studinya, antara lain hasil penelitian dengan judul “Struktur
Bahasa Sumba Dialek Kambera di Pulau Sumba” oleh Simpen (1984); Penelitiannya
bersifat pendeskripsian bidang fonologi, morfologi, dan sintaksis yang bersifat umum
dengan menggunakan teori struktural. Hasil temuan bidang fonologi meliputi inventarisasi
fonem vokal dan konsonan, distribusi fonem, dan klasifikasi fonem BS. Ditemukan lima
Transformasi” ditulis oleh Sari (1998). Hasil temuannya berupa lima ruas vokal asal dan
dua puluh dua ruas konsonan asal dari sembilan ruas vokal dan dua puluh dua ruas
konsonan. Artinya, semua ruas konsonan dapat dibuktikan sebagai fonem. Ruas vokal asal
memiliki distribusi yang lengkap, yakni terdapat pada posisi awal, tengah, dan akhir,
sedangkan ruas konsonan asal hanya berdistribusi awal dan tengah morfem dengan catatan
ruas konsonan asal /g/ hanya berdistribusi awal morfem dan ruas konsonan asal /?/ hanya
dapat menempati posisi tengah. Ruas konsonan asal BS dialek Kambera tidak terdapat
pada posisi akhir morfem karena morfem-morfemnya selalu diakhiri oleh suku kata
terbuka (vokalis). Proses-proses fonologis yang ditemukan meliputi proses struktur suku
kata yang berupa penambahan semikonsonan, penambahan nasal, penambahan glotal, dan
pelemahan vokal.
3
Kajian Fonologi Generatif” dilakukan oleh Pada (2001). Penulis menyebutkan bahwa
objek penelitiannya dengan sebutan bahasa Sumba dialek Kambera (BSDK). Hasil
temuannya menunjukkan bahwa BSDK memiliki lima fonem vokal dan sembilan belas
Untuk membedakan ke-24 segmen asal itu diperlukan empat belas ciri pembeda. Temuan
lain, rangkaian vokal yang paling maksimal dalam sebuah morfem asal adalah VV[+sil]
[+sil] dan tidak ditemukan rangkaian konsonan. Rangkaian [mb, nd, nj, ŋg] merupakan unit
fonem kompleks yang dibuktikan dengan pasangan minimal. Di samping itu, dikatakan
bahwa kata-kata pinjaman dalam BSDK yang memiliki rangkaian fonem konsonan disisipi
vokal /a/ dan kata-kata pinjaman yang berakhir dengan konsonan selalu mendapat
Jika dicermati, ketiga hasil penelitian di atas, khususnya tentang temuan fonem
menemukan 22 fonem (5 fonem vokal dan 17 fonem konsonan); Sari (1998) menemukan
27 fonem (5 fonem vokal dan 22 fonem konsonan); dan Pada (2001) menemukan 24 fonem
(5 fonem vokal dan 19 fonem konsonan). Dengan temuan yang berbeda-beda itu
diperlukan ketekunan, ketelitian, dan penelaahan yang lebih cermat sehingga diperoleh
hasil yang akurat tentang “Karakteristik Fonem Bahasa Sumba dalam Ciri Pembeda”
lebih lanjut tentang identifikasi ruas asal yang meliputi bunyi-bunyi dan fonem-fonem
Pada bagian ini diuraikan tujuan dan manfaat penelitian. Kedua hal tersebut
Secara khusus penelitian ini memfokuskan kajian pada karakteristik ruas asal
bahasa Sumba yang didahului dengan pendeskripsian ruas asal segmental dan
suprasegmental, serta distribusi ruas asal, baik segmental maupun suprasegmental. Secara
bahasa Sumba;
Sumba;
3) menganalisis dan mendeskripsikan karakteristik ruas asal bahasa Sumba dalam ciri
pembeda.
Secara umum, manfaat penelitian ini dipilah menjadi dua, yaitu manfaat teoretis
dan manfaat praktis. Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
Manfaat praktis penelitian ini adalah hasil penelitian ini dapat digunakan dalam
upaya pembinaan dan pengembangan BS. Temuan dalam bidang fonologi dapat
dimanfaatkan sebagai upaya pembinaan BS khususnya dalam ejaan BS. Hasil temuan
tersebut dapat dijadikan dasar pijakan untuk menentukan kebijakan dalam usaha
Dalam penelitian ini digunakan teori generatif. Teori generatif merupakan gagasan
teori linguistik generatif, yakni teori Tata Bahasa Generatif Transformasional (TGT),
khususnya sesudah Teori Standar (Standard Theory) yang belakangan ini disebut Teori
Standar yang Diperluas (Extended Standard Theory) disingkat dengan TSD. Bagian teori
generatif yang diterapkan dalam penelitian berkaitan dengan topik yang dibahas yang
meliputi penemuan ruas asal (bentuk asal dan turunan) dan ciri pembeda.
Pemakaian ruas asal itu didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan: (a) jika suatu
morfem yang bervariasi digambarkan dengan suatu bentuk asal, seorang peneliti telah
memberikan suatu bentuk khas kepada satuan ruas yang khas pula dan (b) ruas turunanlah
1973:74-75).
Ciri pembeda adalah unsur-unsur terkecil fonetik, leksikal, dan suatu transkripsi
fonologis yang dibentuk oleh kombinasi dan rangkaian (band Chomsky, 1968:64).
Misalnya, ruas [a] ditandai dengan seperangkat ciri pembeda yang kompleks, yaitu [+
silabis, - konsonan, + rendah, + belakang, dan - bulat]. Dalam fonologi generatif fonem
Ciri-ciri pembeda dapat dipilah menjadi (1) golongan utama: a) silabis: [i, a, u, e,
n
d, nj, ŋg, s, z, F, l, r, m. n, ñ, ŋ; (2) ciri cara artikulasi, meliputi a) malar: [i, a, e, u, o, s, z,
F, l, r, h, w, y]; b) pelepasan tak segera: [c, j, nj, ñ]; nasal: [m, n, ñ, ŋ]; kasar (striden): [s, z,
c, j] dan lateral: [ l ]; (3) ciri daerah artikulasi, meliputi a) anterior: [p, b, s, z, l, r, m, n] dan
b) rendah: [a, ?, h]; c) belakang: [u, o, k, g, F, ŋ, w], dan d) ciri bentuk bibir : bulat: [u, o,
a:, e:, u:] (Schane,1992:28-35). Ciri pembeda itu disertai dengan ciri biner, yakni tanda
plus dan minus untuk memperlihatkan atribut itu hadir atau tidak. Contoh-contoh bunyi
yang disertai di atas menunjukkan ciri plus yang sesuai dengan ciri yang dimaksud.
Pada bagian metode penelitian ini diuraikan (1) jenis dan sumber data, (2) metode
dan teknik penyediaan data, (3) metode dan teknik penganalisisan data, dan (3) metode
penyajian hasil penganalisisan data. Ketiga hal tersebut dideskripsikan berikut ini.
Jenis data penelitian ini adalah data kualitatif. Kekualitativannya tercermin pada
kajian bunyi dan fonem, distribusi fonem, dan karakteristik fonem dalam ciri pembeda.
Aspek-aspek linguistik itu berupa ujaran-ujaran bahasa yang direkam, dicatat, dan
Sumber data mencakupi data fonologis bahasa Sumba. Sumber data itu merupakan
sumber lisan yang menyangkut cerita rakyat, kepercayaan, adat-istiadat, dan aspek
kehidupan sosial budaya masyarakat. Hal-hal itu diperoleh melalui para pemakai bahasa
Sumba yang disebut informan. Segala sesuatu yang menjadi pusat perhatian penelitian ini
dijajagi, ditelusuri, dicermati, dicatat, atau direkam dari informan. Dengan demikian,
7
sumber data yang berupa lek-lek BS yang dijaring melalui instrumen itu digali, diamati,
Penetapan informan merupakan hal yang sangat penting karena informan sebagai
sumber data dalam setiap penelitian lapangan. Di setiap titik pengamatan ditentukan
yang dipilih adalah informan yang memenuhi beberapa kriteria berikut: (1) lahir dan
dibesarkan di daerah titik pengamatan; (2) sehat jasmani dan rohani; (3) tidak pernah
meninggalkan titik pengamatan dalam jangka waktu lama; (4) memiliki cukup
menguasai bahasanya; (7) sabar dan jujur; (8) cedas dan kreatif; (9) berumur sekitar 35--55
tahun (band. Samarin, 1988:45—51). Lebih lanjut, menurut Samarin (1988:62), informan
dipilih karena kesanggupannya dapat memberi suatu korpus yang berlimpah, cermat, dan
Metode penyediaan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak
dan metode cakap. Metode simak atau penyimakan dilakukan dengan menyimak
pemakaian bahasa Sumba secara lisan dari informan. Penyimakan dilakukan dengan teknik
sadap sebagai teknik dasarnya serta teknik simak bebas libat cakap (SBLC), teknik catat,
dan teknik rekam sebagai teknik lanjutan. Teknik sadap diterapkan dengan penyadapan,
Sumba seseorang/beberapa orang untuk mendapatkan data. Di samping itu, teknik SBLC
diterapkan untuk “curi dengar” tentang tuturan informan. Penerapan teknik-teknik tersebut
ditunjang dengan teknik catat dan teknik rekam Sudaryanto, 1993: 131—1941).
Berbeda halnya dengan metode simak, metode cakap atau percakapan dilakukan
dengan mengadakan wawancara dengan informan. Metode cakap ini dilengkapi dengan
8
teknik pancing sebagai teknik dasar serta teknik cakap semuka (CS), teknik catat dan
teknik rekam sebagai teknik lanjutan. Teknik pancing diwujudkan dengan pemancingn.
Metode dan teknik penganalisisan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi
metode padan fonetis artikulatoris dengan teknik pilah unsur penentu sebagai teknik dasar
dan teknik lanjutannya berupa teknik hubung banding, baik hubung banding menyamakan
padan dengan teknik HBS dan HBB masing-masing digunakan untuk memilah unsur-unsur
kebahasaan BS.
Akhirnya, pada tahap penyajian hasil analisis data digunakan metode informal dan
metode formal. Metode informal adalah perumusan dengan kata-kata biasa, sedangkan
pemakaian tanda, lambang, tabel, dan bagan sebagai wujud pemakaian metode formal.
BAB II
KARAKTERISTIK RUAS ASAL BAHASA SUMBA DALAM CIRI PEMBEDA
Dalam proses penghasilan bunyi bahasa terdapat tiga hal yang sangat berperan.
Ketiga hal itu adalah arus udara, alat ucap yang bergerak (artikulator), dan titik artikulasi.
Bunyi-bunyi itu berlangsung dalam kontinuum sebagai suatu deretan kesatuan diskret
Satuan bahasa yang diabstraksikan dari suatu kontinum wicara (satuan bunyi)
semacam itu disebut ruas segmental yang meliputi ruas vokoid dan ruas kontoid. Di
samping terdapat bunyi segmental, ditemukan pula ruas suprasegmental yang berupa
tekanan yang dapat membedakan makna (distingtif) yang disimbolkan dengan [ ` ] di atas
Ruas vokoid dihasilkan ketika arus udara tidak mengalami hambatan di dalam
saluran suara, khususnya di dalam rongga mulut (Lapoliwa, 1988:30). Klasifikasi ruas
vokoid didasarkan atas posisi artikulator terhadap titik artikulasi yang meliputi maju
lidah. Berdasarkan maju mundurnya lidah dihasilkan ruas vokoid depan, pusat, dan ruas
vokoid belakang; membulattidaknya bibir menghasilkan ruas vokoid takbulat dan ruas
vokoid bulat; menegangkendurnya otot menghasilkan ruas vokoid tegang dan ruas vokoid
kendur; dan berdasarkan naik turunnya lidah dihasilkan ruas vokoid tinggi, tengah, dan
10
ruas vokoid rendah. Dalam penelitian yang telah dilakukan ditemukan ruas vokoid sebagai
ŋ
go.lr; ŋgo.lo.ro : 1,2; ŋge.lÃr; ŋge.la.ra: 4—8; liya.rÃŋ; liya.ra.ŋu : 23—25,27—30
`luas` (667)
Kesepuluh realisasi fonetis ruas vokoid sebagai ruas turunan, yakni [i, I, a, Ã , u, U,
o, , e, E] dapat digambarkan dalam Tabel 1, berikut ini.
Tabel 1: Ruas Segmental Vokoid BS
Membulattidaknya Bibir
Takbulat Takbulat Bulat
Menegangkendurnya Otot
Naik Turunnya Lidah
Kendur [Ã]
pembentukan bunyi itu. Arus udara mengalami hambatan di dalam saluran suara,
khususnya di dalam rongga mulut. Proses hambatan itu dapat disertai bergetartidaknya pita
suara. Klasifikasi bunyi kontoid didasarkan atas cara artikulasi, tempat artikulasi,
hubungan antara artikulator aktif dan pasif, dan bergetartidaknmya pita suara. Atas dasar
itu klasifikasi bunyi kontoid BS berdasarkan cara artikulasi, tempat artikulasi, hubungan
antara artikulator aktif dan pasif, serta bergetartidaknya pita suara dapat digambarkan pada
Tabel 2.
Tempat Artikulasi
Apiko Alveolar
Medio Palatal
Faringal
Bilabial
Glotal
Cara Artikulasi
B [z] [F]
Lateral B [l]
Tril/Getar B [r]
w, y].
Di samping temuan ruas segmental vokoid dan kontoid yang digambarkan dalam
Tabel 1 dan 2, ditemukan pula ruas asal suprasegmental yang berupa tekanan yang dapat
tuturan yang mencakup seluruh silabel. Artinya, silabel yang mendapat tekanan diucapkan
dengan energi otot yang lebih besar daripada suku kata yang tidak mendapat tekanan.
tekanan itu ditandai dengan tanda tekanan pada ruas vokal yang mendapat tekanan, seperti
Berdasarkan contoh data di atas terdapat ruas vokoid yang tidak mendapat tekanan
dan vokoid yang bertekanan. Vokoid-vokoid yang bertekanan itu ditandai dengan tanda
Penganalisisan temuan ruas segmental, yakni ruas segmental vokoid, kontoid dan
ruas suprasegmental di atas dilakukan dengan cara: kontras lingkungan sama (KLS),
13
kontras lingkungan mirip (KLM), dan distribusi komplementer (DK). Dalam prosedur KLS
hanya terdapat sepasang segmen yang berbeda dalam lingkungan yang sama, sedangkan
dalam prosedur KLM terdapat sepasang segmen yang berkontras dalam lingkungan mirip
dan sepasang segmen lain yang berbeda. Prosedur DK saling menyisihkan, yaitu sebuah
segmen selalu terdapat dalam lingkungan tertutup dan segmen lain yang berada dalam
lingkungan mirip selalu terdapat dalam lingkungan terbuka. Prosedur KLS dan KLM
memisahkan dua segmen sebagai ruas asal yang berbeda, sedangkan prosedur DK
mempersatukan dua ruas sebagai ruas asal yang sama. Berdasarkan hal tersebut dibahas
ruas asal segmental vokal, ruas asal segmental konsonan, dan ruas asal suprasegmental
dalam BS. Pembuktian kedua jenis vokoid itu dapat dilakukan dengan menerapkan proses
pembuktian ruas asal yang berupa distribusi komplementer, yakni ruas-ruas secara fonetis
mirip yang terdapat di dalam DK harus dimasuklkan ruas asal yang sama (Samsuri,
1) [i] dan [1] [ka.la.dIp; ka.la.di.pa] : 13; [ka.ni.nIk; ka.ni.ni.ku] : 19--22,26,27 `lalat
(551)
2) [a] dan [a] [ka.pi.lÃŋ; ka.pi.la.ŋu] : 10,14--30 `bekas luka` (484)
3) [u] dan [u] [ko.rUŋ; ko.ru.ŋu] : 10,14,15,16,18; [ku.rUŋ; ku.ru.ŋu] : 17,19--30 `bilik`
(333)
4) [e] dan [ε] [ma.ta.hà.dEh; ma.ta.hà.de.hu] : 18 `matahari` (234)
5) [o] dan []כ [ŋgo.lr; ŋgo.lo.ro] : 1,2 `luas` (667)
Berdasarkan data di atas, vokoid [i], [a], [u], [e], dan [o] selalu terdapat pada
silabel terbuka, sedangkan vokoid [I], [Ã], [U], [E], dan [] selalu terdapat dalam lingkungan
silabel tertutup. Karena pasangan segmen itu terdapat dalam distribusi komplementer,
pasangan vokoid-vokoid tersebut merupakan fonem yang sama dan salah satu vokoid itu
14
merupakan alofon sehingga dapat ditulis /i/ [i] dan [ I]; /a/ [a] dan [Ã]; /u/ [u]
dan [U]; /e/ [e] dan [E]; /o/ [o] dan []. Penetapan ruas vokoid tegang sebagai ruas
asal karena keluasan posisi silabel yang didudukinya. Ruas vokoid kendur hanya dapat
menempati posisi silabel ultima sebelum konsonan, sedangkan vokoid tegang dapat
7) [i] dan [u] pi.hu : 10,14,17--30; pi.tu : 1—14,27,30; pi.cu; 16 `tujuh` (891)
pu.hu : 1,2,9,10,13—30; pu.?u : 3—8,11,12 `jantung` (60)
10) [a] dan [u] ku.ra.ŋu : 10,14—17,19—30; ku.ra : 1—9,11,12 `udang` (561)
ku.ru.ŋu : 17,19—30; ko.ru.ŋu : 10,14—16,18; `bilik` (333).
13) [u] dan [e] ba.lu : 9—30 `panggilan saudara laki-laki kepada istri dari
saudara laki-lakinya` (180)
ba.le : 1,2,9,11,12 `bahu` (31)
14) [u] dan [o] ù.li : 10,13,14,17—30; ù.le : 1—9,11,12 `taring (22)
ò.li : 1,2,13,14,17; ò.le : 3—9,11,12 `sahabat/teman` (187)
merupakan ruas asal yang berbeda karena berada pada pasangan minimal. Oleh karena itu,
kelima ruas segmental vokoid [i, a, u, e, o] jelas terbukti sebagai ruas asal.
dibuktikan statusnya sebagai ruas asal dengan menggunakan prinsip penemuan ruas asal,
2) [p] dan [º] ù.pu : 27, 30; hù.pu : 1,2; ù.pu{-na] : 3 `pojok` (448)
ù.ºu : 9--12; ù.ºu.ku : 10,14`panggilan kakek pd cucunya`(182)
10) [k] dan [?] po.ku : 15,16 : po.ki : 17—30 `buta` (470)
po.?o : 3—8,11,12 `pipi` (13)
ka.ka : 1—12,14 `putih` (726)
ka.?a : 3—8,11,12 `kakak` (100)
12) [mb] dan [m] a.mbu : 1,2; u.mbu : 3—8 `cucu` (118)
a.mu : 1,2,13,15—30 `akar` (630)
m
ba.ra.ni : 1—8 `berani` (652)
ma.ri.Ni : 1,2 `(musim) dingin (271)
pasangan mirip. Oleh karena itu, pasangan-pasangan ruas kontoid tersebut merupakan ruas
asal yang berbeda sehingga dapat ditulis /p, t, c, k, ?, b, d, j, g, º, ë, ×, ©, mb, nd, ñj, ŋg, s, h,
yang bersifat distingtif (membedakan makna). Beberapa contoh data dapat diperhatikan
berikut ini. Contoh data di sebelah kiri tanpa tekanan, sedangkan contoh data di sebelah
distigtif. Oleh karena itu, tekanan berfungsi sebagai ruas asal dan dapat ditulis / ` /. Lebih
lanjut, jika dicermati secara saksama, tekanan itu terdapat pada semua ruas asal vokal
Distribusi ruas asal dapat dipilah menjadi tiga, yaitu (1) distribusi ruas asal vokal,
(2) distribusi ruas asal konsonan, dan (3) distribusi ruas asal suprasegmental. Ketiga jenis
Kelima ruas asal vokal yang telah dibuktikan di atas memiliki distribusi yang
lengkap, yakni dapat menduduki posisi awal, tengah, dan posisi akhir.
/i/ /i.na/ `ibu` (95) /pi.tu/ `tujuh` (891) /na.pi/ `sisik` (582)
/e/ /e.ta/ `lihat` (846) /ke.du/ `curi` (846) /nde.ke/ `ambil` (815)
/a/ /a.na/ `anak` (102) /ta.ma/ `masuk` (463) /a.ma/ `ayah` (94)
/o/ /o.ma/ `tegalan` (247) /lo.ko/ `sungai` (205) /la.ko/ `bahu` (31)
/u/ /u.mbu/ `cucu` (118) /kù.ra/ `udang` (561) /ma.nu/ `ayam` (509)
Secara umum, kedua puluh sembilan ruas asal konsonan yang telah dibuktikan di
atas memiliki distribusi awal dan tengah karena bahasa Sumba tergolong sebagai bahasa
vokalik. Namun, dalam bahasa sehari-hari ruas vokal yang mengakhiri suatu morfem
20
sering mengalami pelesapan sehingga dapat terjadi koda (pengakhir suku kata). Berikut
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu (1) ruas asal konsonan yang memiliki distribusi
22
lengkap, yakni dapat menduduki posisi awal, tengah dan akhir; (2) ruas asal konsonan
yang memiliki distribusi awal dan tengah; serta (3) ruas asal konsonan yang memiliki
distribusi tengah saja. Ruas asal konsonan yang memiliki distribusi lengkap, yakni dapat
menduduki posisi awal, tengah, dan akhir adalah fonem konsonan hambat takbersuara /p, t,
k/, ruas asal konsonan frikatif takbersuara /s, h/, ruas asal konsonan nasal /m, n, N/, dan ruas
asal konsonan likuida /l, r/; ruas asal konsonan yang hanya memiliki distribusi awal dan
tengah adalah ruas asal konsonan hambat bersuara /b, d, j, g/, ruas asal konsonan hambat
implosif /º, ë, ×, ©/, ruas asal konsonan nasal prahambat /mb, nd, ñj, Ng/, ruas asal konsonan
hambat takbersuara /c/, ruas asal frikatif bersuara /z, F/, ruas asal konsonan nasal /ñ/, dan
ruas asal semivokal /w, y/; serta ruas konsonan yang memiliki distribusi tengah saja adalah
dikatakan bahwa ruas asal bertekanan dapat menduduki posisi awal dan posisi tengah pada
umumnya, hanya dua contoh data ditemukan dapat menduduki posisi akhir. Untuk
pembeda. Ciri pembeda inilah yang membatasi sebuah segmen. Ciri pembeda yang
23
dan berjumlah 18 ciri pembeda, seperti yang disarankan oleh Schane, 1992 :28--34).
Keenam kelompok pembagian dasar itu meliputi 1) ciri golongan utama, 2) ciri tempat
artikulasi, 3) cara artikulasi, 4) ciri batang lidah, 5) ciri tambahan, dan 6) ciri prosodi,
seperti berikut.
[-silabis]: ruas asal hambat eksplosif /p, b, t, d, c, j, k, g, ?/; hambat implosif /º, ë, ×,
©/, nasal prahambat / mb, nd, ñj, ŋg/; frikatif /s, h, z, F/; nasal /m, n, ñ , ŋ/; likuida
(2) [+konsonantal]: ruas asal hambat eksplosif /p, b, t, d, c, j, k, g/; hambat implosif /º,
ë, ×, ©/, nasal prahambat / mb, nd, ñj, ŋg/; frikatif /s, h, z, F/; nasal /m, n, ñ , ŋ/;
[-konsonantal]: ruas asal vokal /i, a, u, e, o/; semivokal : /w, y/; glotal /?/; dan ruas
(3) [+sonoran]: ruas asal vokal /i, a, u, e, o/; nasal /m, n, ñ, ŋ/; likuida /l, r/; dan ruas
[-sonoran] : ruas asal hambat eksplosif /p, b, t, d, c, j, k, g/; hambat implosif /º, ë, ×,
(4) [+anterior]: ruas asal hambat eksplosif /p, b, t, d/; hambat implosif /º, ë/; nasal
prahambat /mb, nd/; frikatif /s, h, z, F/ ; nasal /m n/; dan ruas asal likuida /l, r/
[- anterior]: ruas asal hambat eksplosif /c, j, k, g, ?/; hambat implosif /×, ©/; nasal
prahambat /ñj, ŋg/; nasal /ñ, ŋ/; frikatif /h/; dan ruas asal semivokal /w, y/.
24
(5) [+koronal]: ruas asal hambat eksplosif /t, d, c, j/; hambat implosif /ë, ×/; nasal
prahambat /nd, ñj/; frikatif /s, z/; likuida /l, r/; dan ruas asal nasal /n, ñ/.
[-koronal]: ruas asal hambat eksplosif /p, b, k, g, ?/; hambat implosif /º, ©/; nasal
prahambat /mb, ŋg/; nasal /m, ŋ/; frikatif /h/; dan ruas asal semivokal / w, y/.
(6) [+malar]: ruas asal vokal /i, a, u, e, o/; frikatif /s, h, z, F/; likuida /l, r/, dan ruas asal
semivokal : /y, w/
[-malar]: bilabia : ruas asal hambat eksplosif /p, b, t, d, c, j, k, g, ?/; implosif /mb,
n
d, nj ŋg/; dan ruas asal nasal /m, n ñ ŋ/.
(7) [+pts]: ruas asal hambat mediopalatal /c, j/; hambat implosif /×/; nasal
[-pts]: ruas asal hambat eksplosif /p, b, t, d, k, g, ?/; hambat implosif º, ë, ©/; nasal
prahambat /mb, nd, ŋg/; dan ruas asal nasal /m, n, ŋ/.
(8) [+nasal: ruas asal nasal /m, n, ñ, ŋ/ dan nasal prahambat /mb, nd, ñj, ŋg/.
[-nasal]: ruas asal hambat eksplosif /p, b, t, d, c, j, k, g, ?/; hambat implosif /º, ë, ×,
©/; frikatif /s, h, z, F/; likuida /l, r/; dan ruas asal semivokal /w, y/.
(9) [+nasal prahambat]: ruas asal nasal prahambat /mb, nd, ñj, Ng/.
©/, nasal prahambat / mb, nd, ñj, ŋg/; nasal /m, n, ñ , ŋ/; dan ruas asal likuida /l, r/.
25
(12) [+tinggi]: ruas asal vokal /i, u/; hambat eksplosif /c, j, k, g/; hambat implosif / ñj,
ŋ
g/; frikatif /F/; fonem nasal /ñ ŋ/; dan ruas asal semivokal /w, y/.
[-tinggi]: ruas asal vokal /a, e, o/; hambat eksplosif /p, b, t, d, /; hambat implosif /º,
ë/; nasal prahambat /mb, nd/; frikatif /s, z/; nasal /m, n/; ruas asal likuida : /l, r/
(13) [+rendah]: ruas asal vokal : /a/; faringal : /h/; dan ruas asal glotal : /?/
[- rendah]: ruas asal vokal /i, u, e, o/; hambat /p, b, t, c, d, j,k, g/; hambat
implosif /º, ë, ×, ©/; nasal prahambat /mb, nd, ñj, ŋg/; frikatif /s, z, F/; nasal /m; n,
(14) [+bulat]: ruas asal vokal /o, u/; dan ruas asal semivokal /w/
[-bulat]: ruas asal vokal /i, a, e/; hambat p, b, t, d, c, j, k, g, ?/; hambat implosif /º,
ë, ×, ©/; nasal prahambat /mb, nd, ñj, ŋg/; nasal /m, n, ñ, ŋ/; frikatif /s, h, ;z/;
(15) [+belakang]: ruas asal vokal /o, u/; hambat /k, g/; hambat implosif / ŋg/; nasal /ŋ/;
[-belakang]: ruas asal vokal /i, a, e/; hambat /p, b, t, d, c, j/; hambat implosif / º, ë,
×/; nasal prahambat /mb, nd, ñj/; frikatif /s, h, z/; nasal /m, n, ñ/; likuida /l, r/;
5) Ciri Tambahan
(16) [+bersuara]: ruas asal vokal /i, a, u, e, o/; hambat bersuara /b, d, j, g/; hambat
implosif /º, ë, ×, ©/; nasal prahambat / mb, nd, ñj, ŋg/; frikatif bersuara /z, F/;
nasal /m, n, ñ, ŋ/; likuida /l, r/; dan ruas asal semivokal /w, y/.
[-bersuara]: ruas asal hambat takbersuara /p, t, c, k, ?/; dan ruas asal frikatif /s, h/
26
6) Ciri Prosodi
Ruas asal-ruas asal bahasa Sumba dan kedelapan belas ciri pembedanya didaftar
seperti berikut.
m
Segmen i e a ou p bº b m t d ë nd s z n r l c j × ñj ñ y k g © F ŋg ŋ w ? h
Ciri Pembeda
sil + + + + + - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
kons - - - - - + + + + + +++ + ++ + +++++ + + - +++ + + + - - -
son + + + + + - - - + + -- - + - - + ++ - - - + + + - - - - + + + - -
ting + - - - + - - - - - -- - - - - - - - +++ + + + +++ - + + + - -
bel - - + + + - - - - - -- - - - - - - - - - - - - - +++ - + + + - -
ren - - + - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - ++
ant +++ + + +++ + ++ +++ - - - - - - - - - - - - - - -
kor - - - - - +++ + ++ +++ +++ + + - - - - - - - - - -
impl - - + - - - -+ - - - -- - - -+ - - - - - + - - - - - -
bers + + + + + - + + + + -++ + -+ +++ - ++ + ++ -++ + + + + - -
mal + + + + + - - - - - - - - - ++ - ++ - - - - - + -- - + - - + - +
nas - - - - - - - - + +- - - + - - + - - - - - + + - -- - - + + - - -
nas praham - - - - - - - - + - - - - + - - - - - - - - + - - -- - - + - - - -
striden - - - - - - - - - ++ - - - - - - - - - -- - + - - - - -
p.t.s - - - - - - - - - - ++ + - - -- - - - - - -
bul - - - + + - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -- - - - - + - -
lateral -+
Tabel 3 di atas terdiri atas dua bagian, yaitu segmen yang merupakan ruas asal
vokal dan konsonan dan ciri pembeda. Ciri (+) atau (-) menyatakan apakah fonem itu
memiliki sifat atau ciri fonem yang dimaksud. Dengan demikian, Tabel 6 memuat semua
ciri yang dimiliki setiap ruas. Artinya, setiap ruas mempunyai nilai yang dinyatakan untuk
setiap ciri. Ciri-ciri itu tidak berdiri sendiri. Beberapa nilainya dapat diduga berdasarkan
27
nilai untuk ciri lain. Akibatnya terdapat nilai yang redundan. Misalnya, ciri pembeda untuk
vokal dapat dinyatakan seperti berikut : (a) ruas yang [+tinggi] selalu [-rendah]; (b) ruas
yang [+rendah] selalu [-tinggi]; (c) ruas yang [-belakang] selalu [-bulat]; (d) ruas yang
[+bulat] selalu [+belakang]; (e) ruas yang [+rendah] (hanya ada satu vokal rendah) juga
[+belakang] dan [-bulat]; (f) ruas yang [-belakang] selalu [-rendah]; dan (g) ruas yang
[-rendah] [+belakang]
[-tinggi] [+belakang]
[-bulat]
dengan menghilangkan ciri yang redundan sehingga (a) ruas asal /i/ yang awalnya
memiliki ciri [+silabis, +tinggi, -rendah, -belakang, dan –bulat menjadi hanya memiliki ciri
[+silabis, +tinggi, -belakang]; (b) ruas asal /e/ yang awalnya memiliki ciri +silabis, -tinggi,
-belakang, -bulat menjadi memiliki ciri [+silabis, -tinggi, -rendah]; (c) ruas asal /a/ yang
awalnya memiliki ciri [+silabis, -tinggi, +rendah, +belakang, -bulat] menjadi memiliki ciri
[+silabis, +rendah]; (d) ruas asal /o/ yang awalnya memiliki ciri [+silabis, -tinggi, -rendah,
+belakang, +bulat] menjadi memiliki ciri [+silabis, -tinggi, +bulat]; dan (e) ruas asal /u/
yang awalnya memiliki ciri [+silabis, +tinggi, -rendah, +belakang, +bulat] menjadi hanya
memiliki ciri [+silabis, +tinggi, +bulat]. Dengan menghilangkan ciri redundannya, jumlah
ciri pembeda setiap ruas lebih sederhana dan lebih mudah dikenali ciri-ciri pembedanya.
m n
Segmen i e a o u p b º bm t d ë d s z n r l c j × ñ j ñ y k g © F ŋg ŋ w ? h
Ciri Pembeda
sil + + + + + -
kons -++
son - - + + -
ting + - - + + +++++ +++ +
bel - - -+++++ + + - -
ren + ++
ant +++ + + + + + + ++ ++
kor - - - - - + + + + ++ ++ +
impl + + + +
bers -++ -+ + -+ -++ -+ + + - -
mal - - - - - - ++ + + - - - - + -+
nas + + + + + + + +
nas praham + + + + + + + +
strid - - - - ++ - -
pts +++
bul ++ +
lat -+
bertek + + + +
Ruas asal-ruas asal BS dan ciri pembedanya dihubungkan dengan garis yang
berwarna-warni untuk memudahkan penentuan ciri pembeda setiap ruas asal. Misalnya,
ruas asal /i/ yang memiliki ciri [+sil, +ting,-bel] dihubungkan dengan garis yang bewarna
merah; dan ruas asal /e/ yang memiliki ciri [+sil, -ting, -bel] dihubungkan dengan garis
hijau; ruas asal /a/ yang memiliki ciri [+sil, +ren] dihubungkan dengan garis hitam; ruas
asal /o/ yang memiliki ciri [+sil, -ting, +bul] dihubungkan dengan garis biru; ruas asal /u/
yang memiliki ciri [+sil, +ting, +bul] dihubungkan dengan garis ungu; ruas asal /p/ yang
29
memiliki ciri [+ant, -kor, -bers, -mal, -strid] dihubungkan dengan garis hitam, dan
+ sil i
- sil e
+ kons a
- kons o
+ son u
- son
+ ting p
- ting b
+ bel º
m
- bel b
m
+ ren
t
+ ant d
ë
+ kor
n
d
- kor
s
+ impl z
n
+ bers
- bers r
l
+ mal c
- mal j
+ nas ×
ñ
j
+ nas praham ñ
y
+ strid k
- strid g
+pts ©
+ bul F
30
N
+ lat N g
- lat h w
DAFTAR PUSTAKA
Chomsky, Noam. 2000. New Horizons in the Study of Language and Mind. Melbourne:
Cambridge University Press.
Chomsky, Noam. 2000. The New Horizons in the Study of Language and Mind:
Cakrawala Baru Kajian Bahasa dan Pikiran. Terjemahan oleh Freddy
Kirana. Jakarta: PT Logos Wacana IlmuAhmad,
Kapita, Oe H. 1982. Kamus Sumba/Kambera—Indonesia. Ende-Flores: Percetakan
Arnoldus.
Kapita, Oe H. 1983. Tatabahasa Sumba Timur dalam Dialek Kambera.Ende-Flores: Offset
Arnoldus.
Onvlee, L. 1984. Kamberaas (Oost-Soemba)-Nederlands Woordeboek. Dodrecht: Foris
Suchtelen van BCCMM. 1921. Endeh (Flores)-Weltervreden.
Pada, Hendrina. 2001. “Representasi Fonologis dan Fonetis Bahasa Sumba Dialek
Kambera: Kajian Fonologi Generatif”. Tesis S-2. Program Studi Magister
Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar.
Samarin, William J. 1988. Field Linguistics: A Guide to Linguistic Field Work. Ilmu
Bahasa Lapangan. Terjemahan oleh J.S. Badudu. Yogyakarta: Kanisius.
Sari, Ni Luh Siwi. 1998. “Fonologi Bahasa Sumba Timur: Analisis Generatif
Transformasi”. Skripsi S-1. Fakultas Sastra Universitas Udayana, Denpasar.
Schane, Sanford. 1993. Generative Phonology. Prentice Halle, Englewood Cliffs, New
Jersey.
Schane, Sanford.1992. Generative Phonology. Fonologi Generatif. Terjemahan oleh
Gunawan, Kentjanawati. Jakarta: Summer Institute of Linguistics.
Simpen, I Wayan. 1984. “Struktur Bahasa Sumba Dialek Kambera di Pulau Sumba”.
Skripsi S-1. Fakultas Sastra Universitas Udayana, Denpasar.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian
Wahana Kebudayaan secara Linguistik. Yogyakarta: Duta Wacana
University Press.
Wielenga, D.K. 1917. Verngelijkende Wordenlist der Verschitlende Dia Lecten op het
Eiland Soemba en eenige Soembaneesch Spreekwijzen. Verhandelingen van
het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen 61. Pt. 5.
31