Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Praktik Lapang (PL) merupakan suatu program pelaksanaan kegiatan yang
dilaksanakan oleh Program Studi Kesehatan Hewan, Jurusan Peternakan,
Politeknik Pertanian Negeri Kupang. Tujuan dari Praktik Lapang (PL) ini adalah
agar mahasiswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan tentang materi, teori
dan praktik yang berkaitan dengan mata kuliah pada Program Studi Kesehatan
Hewan yang di terapkan dalam lapangan dunia kerja, selain itu diharapkan
mahasiswa mampu mengimplementasikan ilmu yang sudah diperoleh dari
Kampus.
Mahasiswa D3 Program Studi Kesehatan Hewan, Jurusan Peternakan,
Politeknik Pertanian Negeri Kupang diwajibkan kuliah mengikuti Praktik Lapang
merupakan salah satu komponen tugas akhir semester V. Selama pelaksanaan
praktik di Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) Veteriner Oesapa, mahasiswa
diberikan beberapa pengetahuan teknis salah satunya yaitu dalam hal identifikasi
terhadap adanya cemara mikroba Escherichia coli pada daging sapi. Kegiatan ini
didukung oleh prosedur yang baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang ingin
dicapai. Metode yang digunakan dalam mengetahui cemaran mikroba E. coli pada
daging sapi adalah dengan menggunakan metode Most Probable Number (MPN).
Dengan pengujian ini mahasiswa dapat mengetahui adanya pencemaran bakteri
Escherichia coli pada daging sapi.
1.2. Tujuan dan Manfaat
1.2.1. Tujuan
Adapun tujuan diadakannya Praktik Lapang ( PL) di UPT Veteriner Oesapa
ini adalah sebagai berikut :
Untuk memberikan pemahaman dan aplikasi mengenai teknik penanganan
dan pengendalian penyakit hewan yang dilakukan oleh Laboratorium UPT
Veteriner Oesapa, sehingga mahasiswa tidak hanya mengetahui teori saja akan
tetapi juga dapat mengetahui secara langsung mengenai pengendalian cemaran
Mikroba Escherichia coli.

1
Adapun tujuan yang hendak dicapai dari Praktik Lapang ini antara lain
adalah :
1. Untuk mengatahui metode pengujian Most Probable Number (MPN).
2. Mengetahui apakah cemaran bakteri Eschrichia coli tersebut tidak melebihi
batas cemaran mikroba sesuai standar SNI 7388:2009.
3. Sebagai salah satu syarat akademik dalam menyelesaikan pendidikan D3
Kesehatan Hewan.
4. Memperkenalkan mahasiswa pada dunia kerja yang sesuai dengan latar
belakang studi yang ditempuh yaitu Kesehatan Hewan.
1.2.2. Manfaat
Manfaat dari Praktik Lapang di UPT Veteriner Oesapa ini adalah sebagai
berikut :
1. Mahasiswa mendapatkan ilmu pengetahuan baik secara teori maupun praktik
beserta aplikasinya khususnya Ilmu Penyakit Bakterial Mikal.
2. Mahasiswa mendapatkan bimbingan tentang dunia kerja yang akan digeluti
setelah menyelesaikan studi.
3. Mahasiswa mendapatkan pengalaman akademis yang berharga sebagai bekal
setelah lulus studi.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Umum Laboratorium UPT Veteriner Oesapa


2.1.1. Sejarah Berdirinya Laboratorium UPT Veteriner Oesapa
Unit Pelaksana Teknis (UPT) Veteriner Oesapa merupakan salah satu instansi
pemerintah yang memiliki tugas dan fungsi pokok yakni membangun dalam
tindakan pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan. Secara
garis organisasi UPT Veteriner Oesapa berdiri dibawah naungan Dinas
Peternakan Provinsi Nusa Ternggara Timur (NTT). Unit Pelaksana Teknis (UPT)
Veteriner Oesapa didirikan pada tahun 1994 yang dibangun dengan menggunakan
dana khas Daerah Tingkat I NTT dan pada saat itu diberi nama Laboratorium
Kesehatan Hewan tipe B. Laboratorium ini akan dikoordinasi dengan Balai Besar
Veteriner Denpasar. Sejak berdirinya Laboratorium UPT ini mulai digunakan
pada tahun 1995. Organisasi UPT Penyidik Penyakit Hewan (UPT P2H) terbentuk
berdasarkan Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2001 tentang pembentukan UPT,
merupakan Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) Dinas Peternakan Propinsi NTT yang
struktur organisasinya berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala
Dinas. Tugas pokok dan fungsinya adalah melakukan penyidikan penyakit hewan,
menyelenggarakan dan membina laboratorium kesehatan hewan berdasarkan
kebijakan yang ditetapkan oleh Gubernur NTT (Penjelasan atas Peraturan Daerah
No. 5 tahun 2006).
Sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur No. 36 Tahun 2010, Unit
Pelaksanaan Teknis Veteriner adalah salah satu Unit Pelaksanaan Teknis
Peternakan Provinsi dan mempunyai salah satu tugas pokok antara lain pemetaan
penyakit hewan, surveillans dan pembinaan laboratorium dalam wilayah kerjanya.
Pemetaan penyakit hewan selama tahun 2010 merupakan pemetaan lanjutan dari
pemetaan distribusi penyakit hewan sebelumnya. Laboratorium ini diakreditasi
pada tahun 2010.
2.1.2. Tugas Pokok dan Fungsi UPT Veteriner Oesapa
Berdasarkan Peraturan Daerah nomor 5 Tahun 2001, mengenai tugas pokok
dan fungsi UPT Veteriner adalah sebagai berikut :

3
1. Tugas pokok
Tugas pokok dari UPT Veteriner adalah melakukan penyidikan penyakit
hewan, menyelenggarakan dan membina laboratorium kesehatan hewan
berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Gubernur NTT.
2. Fungsi
Fungsi dari UPT Veteriner dijabarkan sebagai berikut :
a. Melakukan penyidikan dan pengamatan penyakit hewan.
b. Melakukan pembinaan pengamanan bioproduk hewan.
c. Melakukan pembinaan teknis dibidang laboratorium kesehatan hewan
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
d. Pelaksanaan administrasi ketatausahaan yang meliputi urusan umum,
perlengkapan, keuangan, kepegawaian dan pelaporan.
Berdasarkan SNI 01-3932-1995, yang dimaksud dengan karkas sapi adalah :
tubuh sapi sehat yang telah disembelih dan dikuliti, tanpa kepala, kaki bagian
bawah dan alat kelamin (pada sapi jantan) atau ambing (pada sapi betina),
dengan/atau tanpa ekor, isi perut dan rongga dada dikeluarkan, dan utuh atau
dibelah membujur sepanjang tulang belakangnya. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan untuk menjaga kualitas daging, terutama pada saat penyimpanan,
adalah: Karkas segar yang baru selesai diproses selama tidak lebih dari 6 jam dan
tidak mengalami perlakuan lebih lanjut. Karkas dingin segar: karkas segar yang
segera didinginkan setelah selesai di- proses sehingga suhu daging menjadi
4−5°C. Jika disimpan pada suhu 0°C, karkas masih layak dikonsumsi dalam
beberapa minggu. Karkas beku: karkas yang telah mengalami proses pembekuan
cepat atau lambat dengan suhu penyimpanan 12 − 18°C. Jika disimpan pada suhu
16,60 ─ 17,70°C maka karkas beku tahan selama 3 − 12 bulan.
Daging merupakan bahan pangan yang sangat baik untuk pertumbuhan
mikroba karena memiliki kadar air yang tinggi (68,75%), kaya akan zat yang
mengandung nitrogen, kaya akan mineral untuk pertumbuhan mikroba, dan
mengandung mikroba yang menguntungkan bagi mikroba lain. Perlakuan ternak
sebelum pemotongan akan berpengaruh terhadap jumlah mikroba yang terdapat
dalam daging. Ternak yang baru diangkut dari tempat lain hendaknya tidak
dipotong sebelum cukup istirahat, karena akan meningkatkan jumlah bakteri

4
dalam daging dibandingkan dengan ternak yang masa istirahatnya cukup. Daging
yang tercemar mikroba melebihi ambang batas akan menjadi berlendir, berjamur,
daya simpannya menurun, berbau busuk, rasa tidak enak, dan menyebabkan
gangguan kesehatan bila dikonsumsi. Mikroba yang dapat mencemari daging
antara lain adalah Salmonella sp, E. coli, Coliform, Staphylococcus sp (Djaafar
dan Rahayu, 2007).
Menurut Gustiani, (2009) daging merupakan bagian dari hewan yang dipotong
dan lazim dikonsumsi manusia, termasuk otak serta isi rongga dada dan rongga
perut. Hewan potong yang dimaksud adalah ternak ruminansia (sapi, kerbau,
domba, kambing), kuda, dan unggas (ayam, itik, entok, burung dara, kalkun,
angsa, burung puyuh, dan belibis). Pencemaran daging oleh mikroba dapat terjadi
sebelum dan setelah hewan dipotong. Sesaat setelah dipotong, darah masih
bersirkulasi ke seluruh anggota tubuh hewan sehingga penggunaan pisau yang
tidak bersih dapat menyebabkan mikroorganisme masuk ke dalam darah.
Pencemaran daging dapat dicegah jika proses pemotongan dilakukan secara
higienis. Pencemaran mikroba terjadi sejak di peternakan sampai ke meja makan.
Sumber pencemaran tersebut antara lain adalah: hewan (kulit, kuku, isi jeroan),
pekerja/manusia yang mencemari produk ternak melalui pakaian, rambut, hidung,
mulut, tangan, jari, kuku, alas kaki, peralatan (pisau, alat potong/talenan, pisau,
boks), bangunan (lantai), lingkungan (udara, air, tanah), dan kemasan.
2.2. Gambaran Umum Escherichia coli
Menurut Carter dan Wise, (2004) E. coli merupakan bakteri yang berasal dari
family Enterobacteriaceae dengan spesies habitat alami dalam saluran pencernaan
hewan maupun manusia. Escherichia coli pertama kali di isolasi oleh Theodor
Escherichia dari tinja seorang anak kecil pada tahun 1885. Escherichia coli tidak
memiliki nukleus, organel terbungkus membran maupun sitoskeleton. Escherichia
coli memiliki organel eksternal yaitu vili yang merupakan filament tipis untuk
menangkap substrat spesifik dan flagella yang merupakan filament tipis dan lebih
panjang untuk berenang (Berg, 2004).
2.2.1. Morfologi Escherichia coli
Bakteri E. coli memiliki ukuran sel dengan panjang 2,0 – 6,0 μm dan lebar
1,1 – 1,5 μm serta berat 2 x 10 ‒ 12 gram. Bakteri ini berbentuk batang, lurus,

5
tunggal, berpasangan atau rantai pendek, termasuk gram negatif dapat hidup
soliter maupun berkelompok, umumnya motil, tidak membentuk spora, serta
fakultatif anaerob (Carter dan Wise, 2004).
Klasifikasi dari Escherichia coli adalah sebagai berikut :
─ Kerajaan : Bacteri
─ Filum : Proteobakteria
─ Kelas : Gamma Proteobakteria
─ Ordo : Enterobakteriale
─ Famili : Enterobakteriaceae
─ Genus : Escherichia
─ Spesies : Escherichia coli
2.2.2. Etiologi
Menurut Tizard, (2004) struktur sel E. coli dikelilingi oleh membran sel,
terdiri dari sitoplasma yang mengandung nukleoprotein. Membran sel ditutupi
oleh dinding sel berlapis kapsul flagela dan fili menjulur dari permukaan sel.
Menurut Quinn, (2002) tiga struktur antigen utama permukaan yang digunakan
untuk membedakan serotipe golongan E. coli adalah dinding sel, kapsul dan
flagella. Escherichia coli mempunyai dinding sel yang kaku, berpori dan
memberikan bentuk serta proteksi pada permukaan luar yang terdiri dari
lipopolisakarida. Tiga dinding sel berupa polisakarida yang bersifat pirogen dan
menghasilkan endotoksin. Berdasarkan komposisi dinding sel dan pewarnaannya
E. coli termasuk golongan bakteri Gram Negatif.
2.2.3. Patogenitas
Menurut Brooks, dkk. (2005) bakteri E. coli merupakan mikroflora alami
yang terdapat pada saluran pencernaan Hewan dan Manusia. Beberapa galur
Escherichia coli yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia adalah
Enteropathogenic Enterotoxigenic Escherichia coli (EPEC), Enteroxigenic
Escherichia coli (ETEC), Enterohaemorhagic Escherichia coli (EHEC),
Enteroinvasive Escherichia coli (EIEC), dan Enteroaggregative Escherichia coli
(EAEC).

6
a. Enterotoxigenic Escherechia coli (ETEC).
Galur ETEC merupakan penyebab diare enterotoksigenik pada mamalia,
seperti anak sapi, anak babi, dan anak domba. Gejala klinis yang terjadi antara
lain diare, dehidrasi, asidosis, bahkan kematian. Faktor virulensi yang digunakan
untuk identifikasi ETEC adalah enterotoksin dan antigen pili (fimbriae).
Enterotoksin ETEC berupa toksin labil panas (heat labile toxins/LT) dan toksin
stabil panas (heat stabile toxins/ST). ETEC dapat menghasilkan satu atau dua
enterotoksin tergantung pada plasmid massa DNA ekstra kromosom (Salyers dan
Whitt, 1994).
b. Enteropathogenic Escherichia coli (EPEC)
Golongan EPEC merupakan penyebab penting diare pada bayi, khususnya di
negara berkembang.EPEC melekat pada sel mukosa usus kecil. Akibat dari infeksi
EPEC adalah diare yang cair, biasanya susah diatasi namun tidak kronis. ETEC
merupakan penyebab diare pada wisatawan yang mengunjungi negara yang
standar higienitas makanan dan air minum lebih rendah dari negara asalnya.Selain
itu juga merupakan penyebab penting diare pada pedet sapi di negara berkembang
(Brooks, 2005).
2.2.4. Gejala klinis
Menyebabkan gangguan pada sistem pencernaan yaitu Enteropatogenik
Escherichia coli (EPEC) menyebabkan diare berair dan berlendir pada pedet sapi,
kambing, dan domba. Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC) adalah bagian
dari pathogen Escherichia coli yang dapat menyebabkan diare atau kolitis
hemoragik pada hewan dan manusia. Hemorrhagic colitis kadang- kadang
berkembang menjadi Hemolitik Uremik Sindrom (HUS), sebagai penyebab
penting dari gagal ginjal akut pada anak-anak. Strain EHEC yang paling sering
dijumpai adalah Escherichia coli O157:H7 (Jawet, 1982).
2.2.5. Pemeriksaan
Ternak sapi yang diduga positif Escherichia coli maka pemeriksaan
dilakukan terhadap sampel serum darah. Menurut Martin, (1987) besaran sampel
diperoleh dengan memperhatikan jumlah penyakit.

7
2.2.6. Pencegahan terjadinya kontaminasi Escherichia coli
Menurut Murdiati dan Sendow, (2006) secara umum kejadian infeksi
Escherichia coli akibat mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi bakteri ini,
berbagai makanan pangan asal ternak sapi seperti daging, susu, dapat tercemar
Escherichia coli Penc0egahan dengan mengurangi penyebaran infeksi
Escherichia coli dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan mulai dari
peternakan, penyembelihan, pengolahan sampai dengan ke konsumen. Kesehatan
ternak selalu dimonitoring dengan efektif serta dilakukan tata laksana peternakan
yang baik. Penanganan makanan yang aman, dapat dilakukan dengan cara-cara
sebagai berikut :
1. Menjaga kebersihan, seperti mencuci tangan sebelum mengolah makanan,
mencuci tangan setelah dari toilet, cuci dan sanitasi tempat untuk
mengolah makan.
2. Memisahkan antara makanan mentah dan matang, seperti memisahkan
daging sapi, daging unggas dan seafood dari makanan lain, menggunakan
peralatan yang terpisah dan penyimpanan makanan dalam wadah yang
terpisah.
3. Memasak dengan benar, seperti memasak daging sampai matang dengan
suhu mencapai 100 ºC dan memanaskan kembali makanan dengan benar.
4. Menjaga makanan pada suhu yang aman, seperti tidak membiarkan
makanan matang pada suhu ruang lebih dari 2 jam, penyimpanan
makanan yang cepat rusak pada suhu 5 ºC, mempertahankan makanan
pada suhu 60 ºC sebelum penyajian dan tidak menyimpan makanan terlalu
lama di lemari pendingin serta membiarkan makanan beku mencair pada
suhu ruang.

8
BAB III
MATERI DAN METODE
3.1. Materi
3.1.1. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
 Tabung durham
 Cawan petri
 Tabung reaksi
 Pipet ukuran 1 mL, 5 mL, dan 10 mL
 Botol media
 Gunting
 Pinset
 Ose
 Stomacher
 Pembakar Bunsen
 PH meter
 Timbangan
 Magnetic stirrer
 Pengocok tabung
 Incubator
 Penangas air
 Autoklaf
 Lemari steril
 Lemari pendingin
 Freezer
3.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan untuk pengujiam Escherichia Coli adalah;
 BPW 0,1% (Buffered Pepton Water)
 BGLB (Brilliant Green Lactose Bile)
 LSTB (Lauryl Sulphat Tryptose Broth)
 ECB (Escherichia coli Broth)

9
 EMBA (Eosin Methylene Blue Agar)
 MR-VP (Metyl Red – Vogest Proskauler)
 PCA (Plate Caunt Agar)
 KCB (Koser Citrate Broth)
 SCA (Simon Citrate Agar)
 Reagen Kovas
 Reagen Voges-Proskauler (VP)
 Daging sapi
3.2. Pelaksanaan Kegiatan Praktik Lapang
3.2.1. Prosedur Most Probable Number (MPN) Escherichia Coli
Persiapan sampel daging sapi
 Daging sapi ditimbang sebanyak 10 gram, sampel daging sapi disimpan
pada kantong steriltambahkan Aquades sebanyak 25 mL
 Tambahkan 225 mL larutan BPW 0,1 % ke dalam kantong steril yang
berisi sampel daging sapi. Dengan stomacher homogenkan selama 1 -2
menit.
 Pengujian menggunakan seri 3 tabung, untuk uji isolasi, identifikasi
Cara Uji Pendugaan
 Pindahkan 1 mL larutan pengecer 10-1 tersebut dengan mikro pipet ke
dalam larutan 9 mL BPW 0,1% untuk mendapatkan pengenceran 10-1- 10-2
- 10-3
 Masing-masing 1 ml dari setiap pengenceran pindahkan kedalam 3 seri
tabung BGLB yang berisi tabung durham.
 Inkubasikan pada inkubator dengan suhu 35˚C selama 24 jam.
 Perhatikan adanya gas yang terbentuk di dalam tabung durham hasil uji
dinyatakan positif (+) apabila terbentuk gas.
Uji Konfirmasi (Peneguhan)
 Pengujian harus disertai dengan menggunakan kontrol positif.
 Pindahkan biakan positif dari uji pendugaan dengan menggunakan mikro
pipet. Dari setiap tabung BGLB 10-1 -10-2 - 10-3 kedalam tabung ECB yang
berisi tabung durham.

10
 Inkubasi ECB pada temnperatur 45,5 ˚C selama 24.
 Perhatikan adanya gas yang terbentuk dalam tabung durham hasil uji
dinyatakan positif apabila terbentuknya gas.
 Gunakan tabel Most Probable Number (MPN) untuk menentukan nilai.
IsolasiIdentifikasi
 Dari tabung ECB yang positif rekultur pada media LEMBA , inkubasi
pada incubator dengan suhu 35 ˚C selama 24 jam.
 Ambil koloni yang diduga dari masing-masing media LEMBA dengan
menggunakan ose dan pindahkan pada media PCA miring, inkubasi pada
incubator dengan sushu 35 ˚C 24 jam untuk Uji Biokimia.
Uji Uji IMVIC
Uji Produksi Indole
 Inokulasikan koloni dari media PCA pada TB dan inkubasi pada temperatur
35˚C selama 24 jam.
 Tambahkan 0,2 mL sampai dengan 0,3 mL reagen kovac
 Hasil reaksi positif ditambai dengan adanya bentuk cincin merah pada
lapisan atas media sedangkan hasil reaksi negative ditandai dengan
terbentuknya cincin kuning.
Uji VogesProstkaver (VP)
 Ambil biakan dari media PCA lalu inokulasikan ke tabung yang berisi 10 mL
media MRVP dan inkubasi pada temperatur 35 ˚C selama 48 jam ± 2 jam.
 Pindahkan 5 mL MRVP ke tabung reaksi dan tambahkan 0,6 mL larutan a-
naphthol dan 0,2 KOH 40% kemudian di homogenkan.
Hasil reaksi positif ditandai adanya warna merah dan hasil reaksi negatif
warna kuning.
Uji Methyl Red (MR)
 Ambil biakan dari media PCA lalu inokulasikan ke tabung yang berisi 10
mL media MRVP dan inkubasi pada temperatur 35 ˚C selama 48 jam ± 2
jam.
 Tambahkan 2 tetes  5 tetes indicator MR pada tabung.
 Hasil uji positif ditandai dengan warna merah dan hasil reaksi negative
ditandai warna kuning.

11
Uji Citrate
Inokulasikan koloni dari media agar miring PCA ke dalam media KCB lalu
inkubasikan pada temperatur 35 ˚C selama 96 jam.
Hasil uji positif ditandai dengan terbentuknya kekeruhan pada media.

12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHSAN
4.1. Hasil praktikum
Berdasarkan Praktik Lapang (PL) yang berlangsung sejak tanggal 4‒19
Oktober 2018 di Unit Pelaksanaan Teknis Veteriner Oesapa Kupang, salah satu
kegiatan yang dilakukan adalah melakukan identifikasi cemaran mikroba pada
daging sapi.
4.1.1. Pengambilan Sampel Daging Sapi
Sampel daging sapi yang diambil pada Pasar Oeba Kupang dan langsung
dilakukan pengujian pada Laboratorium Kesmavet Oesapa dengan metode Most
Probable Number (MPN) maka dilaporkan secara terperinci, disajikan dalam
bentuk tabel dan narasi.
4.1.2. Pengujian Most Problable Nomber (MPN)
Most Probable Number (MPN) adalah enumerasi mikroorganisme yang
menggunakan data dari hasil pertumbuhan mikroorganisme pada medium cair
spesifik dalam seri tabung yang ditanam dari sampel padat atau cair sehingga
dihasilkan kisaran jumlah mikroorgasnisme dalam jumlah perkiraan terdekat
(Harti, 2005).
Hasil perhitungan dilakukan sesuai dengan SNI: 01-6366-2000 yaitu 5 x 10¹
MPN/ml untuk standar batas maksimal cemaran Escherichia coli. Apabila
melebihi batas tersebut berarti cemaran mikroorganisme tinggi dan apabila kurang
dari batas tersebut berarti cemaran mikroorganisme rendah.
a. Pendugaan
Pindahkan 1 mL dari tabung pengencer 10-¹ dengan menggunakan micro pipet
kedalam 9 mL larutan BPW 0,1%, pindahkan lagi dari tabung 10-² kedalam 9 mL
larutan BPW 0,1% lakukan demikian pada tabung 10 -³. Untuk mendapatkan
pengenceran terendah, inkubasikan pada incubator pada suhu 35 0C selama 24 jam.

13
Gambar 1. Hasil Positif Coliform dengan Adanya Gas

Hasil ini diperoleh dari kombinasi tabung positif pada uji pendugaan
Coliform menggunakan media Brilliant Green Lactose Bile (BGLB) yang
berfungsi sebagai inhibitor atau penghambat pertumbuhan bakteri gram positif
menunjukkan hasil positif, yang ditandai dengan adanya gas pada tabung durham
dan perubahan warna media menjadi keruh.
b. Peneguhan
Uji konfirmasi selalu disertai dengan kontrol positif, biakan positif
diinkubasikan pada media ECB dalam incubator selama 48 jam dengan suhu
45,5oc. Hasil yang diperoleh positif dengan terbentuknya gas tabung durham dan
warna kekeruhan. Hasil identifikasi positif Coliform dapat dilihat pada (Gambar
2).

Gambar 2. Hasil Positif Coliform dengan adanya gas dan perubahan warna keruh

14
Tabel 1. Hasil identifikasi pada daging sapi
No Jenis sampel Kode sampel Nilai
MPN/10 ml

1. Daging sapi B3-DS 64

Gambar 3. perhitungan jumlah koloni

Rumus perhitungan koloni dengan metode MPN


1
MPN sampel =
pengenceran tabung tengah
Interpretasi hasil
1
1. MPN = 64 x
10ˉ ²
= 64 x10-2
= 6,4 x 10-3
Berdasarkan tabel 1. Hasil uji Most Probable Number (MPN) menunjukkan
bahwa sampel daging sapi yang diperiksa telah tercemar Escherichia coli dengan
nilai MPN yang melebihi standar. nilai tersebut melebihi batas yang telah
ditetapkan oleh SNI 01-6366-2000, yaitu sebesar 5x10¹ MPN/mL. Tingginya
cemaran Escherichia coli pada sampel daging sapi yang terdapat di pasar
tradisional Oeba Kupang. Selain itu, kontaminasi bakteri dapat terjadi pada saat
proses pemotongan ternak pada Rumah Potong Hewan (RPH), sebab proses

15
pemotongan khususnya pengulitan dan pengeluaran jeroan merupakan titik paling
rentan terhadap terjadinya kontaminasi dari bagian kulit dan isi saluran
pencernaan (Buckle, 1987).
Sampel daging sapi positif tercemar Escherichia coli. Hal ini dapat dilihat
dari permukaan koloni yang berwarna hijau metalik pada medium Eosin
Methylene Blue Agar (L-EMBA) adalah media selektif dan diferensial. Media ini
mengandung Eosin dan metilen blue, yang menghambat pertumbuhan bakteri
Gram positif, maka media ini dipilih untuk bakteri Gram negatif (-).
a. Isolasi dan identifikasi
Hasil isolasi dan identifikasi pada media NA kultur positif dapat dilihat pada
(Gambar 4).

Gambar 4. Media NA kultur positif

Hasil kultur koloni E. coli pada media L-EMBA yang diinkubasi pada suhu
35˚C selama 24 jam dapat dilihat pada (Gambar 5). Hasil kultur koloni E. coli
juga dapat dilihat pada (Gambar 6) dengan menggunakan media PCA miring.

o
Gambar 4. Koloni E. coli pada media L- EMB yang diinkubasi pada suhu 35 C selama 24 jam

16
Gambar 6. Escherichia coli pada media PCA miring

Media ini mengandung Eosin dan metilen biru, yang menghambat


pertumbuhan bakteri gram positif, maka media ini dipilih untuk bakteri Gram
negatif. Perubahan warna hijau metalik pada media L-EMB karena E. coli dapat
memfermentasi laktosa yang mengakibatkan peningkatan kadar asam dalam
media. Kadar asam yang tinggi dapat mengendapkan metylen blue dalam media
L-EMB (Soeparno, 2009).
b. Pewarnaan gram
Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa sampel daging sapi termasuk
ke dalam kelompok bakteri gram negatif. Hasil pewarnaan Gram memperlihatkan
bahwa Escherichia coli berwarna merah dan berbentuk batang pendek berwarna
pink dapat dilihat pada (gambar 7), hal ini disebabkan karena Escherichia coli
memiliki komposisi dinding sel mengandung lipopolisakarida yang lebih banyak
dibandingkan bakteri kelompok Gram positif sehingga bakteri tersebut tidak
mempertahankan zat kristal violet, namun saat diwarnai dengan safranin bakteri
tersebut akan mempertahankan warna safranin menjadi warna pink (Baehaqi, dkk.
2015).

17
Gambar 7. Bakteri E. Coli dibawah mikroskop pembesaran 100 x

c. Uji Biokimia (IMVIC)


Isolat Escherichia coli yang telah berhasil diisolasi selanjutnya diidentifikasi
dengan uji IMVIC. Hasil reaksi positif Escherichia coli dapat dilihat pada
(Gambar 8), reaksi positif yang mampu memproduksi indol ditandai dengan
adanya bentuk cincin merah pada lapisan atas media, sedangkan hasil yang negatif
ditandai dengan terbentuknya cincin kuning pada media. Reagen Kovac
merupakan larutan yang digunakan untuk uji indol.Warna cincin merah yang
dihasilkan Reagen Kovac pada media TB merupakan indikator keberadaan
Escherichia coli. Perubahan ini karena Reagen Kovac mengandung p-
dimetilbenzaldehid yang merupakan indikasi bakteri mampu memecah senyawa
asam amino triptofan menjadi senyawa para amino benzaldehid yang tidak larut
air (Soeparno, 2009).

Gambar 8. Uji Indol Pada Isolat E. col

18
a. Uji Methyl Red (MR)
Hasil uji MR yang positif ditandai dengan adanya warna merah setelah
diteteskan indicator, MR dan hasil reaksi negatif ditandai dengan adanya warna
kuning yang dapat dilihat pada (Gambar 9). Uji MR digunakan untuk mendeteksi
kemampuan suatu organisme untuk menghasilkan dan mempertahankan produk
asam yang stabil dari fermentasi glukosa MR adalah indikator pH, yang tetap
berwarna merah pada pH 4,4.

Gambar 9. Uji MR pada isolat E. coli

b. Uji Vogest Proskauler (VP)


Hasil uji VP akan terlihat setelah ditambahkannya 0,6 ml larutan naphthol
dan 0,2 mL KOH 40%. Hasil reaksi positif ditandai dengan adanya warna merah
muda selama 2 jam dapat dilihat pada (Gambar 10). Uji VP digunakan untuk
mendeteksi kemampuan organisme dalam menghasilkan glikon butilena. Asetil
metil karbinol (acetoin) adalah perantara dalam produksi butilen glikol. Untuk
mendeteksi Escherichia coli pada uji VP ditunjukkan pada hasil yang negatif
dengan warna kuning pada media VP (Harahap I and Elsie, 2016).

Gambar 10. Uji VP pada isolate Escherichia Coli

19
c. Uji Citrate
Hasil uji citrate akan terlihat setelah media diinkubasi selama 96 jam pada
suhu 35°C. Hasil uji yang positif dapat dilihat pada (Gambar 11), ditandai dengan
terbentuknya kekeruhan pada media. Hasil uji yang negatif tidak terbentuknya
kekeruhan pada media untuk mendeteksi Escherichia coli pada uji citrate
ditunjukkan pada hasil uji yang negatif tidak terbentuknya kekeruhan atau
berwarna bening.

Gambar 11. Uji Citrate pada isolat Escherichia coli

20
4.2. Pembahasan
Analisis mikroorganisme yang tercemar pada daging sapi dengan metode
Most Probable Number (MPN) pada metode ini menggunakan sampel daging sapi
yang dibeli dari Pasar Oeba dalam keadaan yang masih segar dan disimpan pada
plastik sampel steril, berdasarkan pengamatan terhadap penjual daging yang ada
di pasar tradisoanal Oeba bahwa daging-daging diletakan pada meja kayu dan
tanpa alas. Kebersihan meja tidak diperhatikan dan lokasi yang becek dikarenakan
berdekatan langsung dengan penjual lainnya. Hal ini diketahui berdasarkan survei
lokasi.
Berdasarkan pengamatan dan wawancara terhadap penjual daging bahwa
daging-daging yang dijual langsung di datangkan dari Rumah potong Hewan
(RPH). Situasi pasar tradisonal Oeba dengan segala kegiatan dan kondisi
lingkungannya memiliki potensi kontaminasi yang tinggi terhadap daging yang
diperdagangkan. Penjualan daging di pasar tradisional Oeba umumnya dilakukan
dalam keaadaan terbuka daging disajikan di lokasi yang kurang terjamin
kebersihannya pada kondisi tersebut mikroba patogen dapat tumbuh dengan
subur. Setelah melakukan pengamatan penulis langsung membawa sampel daging
untuk melakukan pengujian pada Laboratorium Kesmavet Oesapa dengam metode
Most Problable Number (MPN) menunjukan bahwa sampel daging sapi telah
tercemar oleh bakteri Escherichia Coli. Jumlah bakteri yang ditemukan telah
melampaui batas maksimum dengan nilai MPN yang tinggi ≥1100 bakteri
Escherichia Coli yang diperbolehkan oleh SNI (7388:2009).
Koloni Escherichia coli yang tumbuh pada media L-EMBA memperlihatkan
warna hijau metalik dengan titik hitam pada bagian tengahnya, koloni yang
menunjukkan hasil positif Escherichia coli pada media L-EMBA selanjutnya
distok ke dalam nutrient agar (NA). Setelah distok, dilakukan pewarnaan gram
untuk melihat jenis dan identifikasi morfologi bakteri Escherichia coli. Pewarnaan
Gram terhadap bakteri Escherichia coli menunjukan bahwa bakteri berbatang
pendek dan berwarna merah setelah proses pewarnaan. Hal ini disebabkan karena
konsentrasi lipid dan ketebalan lapisan peptidoglikan pada dinding sel bakteri.
Dengan kata lain bakteri Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif. Pada
sel Gram negatif, alkohol meningkatkan porositas dinding sel dengan melarutkan
lipid lapisan luar. Jadi, kompleks Kristal Violet (KV-I) dapat lebih mudah

21
dihilangkan dari lapisan peptidoglikan yang tidak tertaut silang dengan kuat
(Baehaqi, 2005).
Hasil bakteri gram negatif dilakukan uji Biokimia/IMVIC. Fecal coli
menunjukkan positif indol, positif methyl red, negatif voges proskauer, dan
negatif citrate. Bakteri yang positif Escherichia coli selanjutnya diseleksi dengan
penumbuhan pada Sorbitol Mac Conkey agar (SMAC) untuk mengidentifikasi
Escherichia coli. Media SMAC merupakan media standar untuk deteksi
Escherichia coli. Koloni Escherichia coli yang tumbuh pada media ini dicirikan
dengan koloni yang jernih/colourless yang disebabkan karena bakteri ini memiliki
sifat Non Sorbitol Fermenting (NSF) atau sorbitol negatif (Novicki, 2000).

22
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan diperoleh bahwa sampel daging
sapi yang berasal dari pasar Oeba memiliki nilai MPN sebesar >1100 MPN/g dan
nilai tersebut melebihi batas yang telah ditetapkan oleh SNI sebesar 5 x 10¹
MPN/gr. Sehingga dapat disimpulkan bahwa daging tersebut tidak layak
dikonsumsi oleh Manusia.
5.2. Saran
Diperlukan upaya pemerintah untuk melakukan pembinaan dan pengawasan
kepada para pedagang daging sapi untuk menjaga kebersihan daging sapi mulai
dari RPH sampai di jual di pasar, selain itu kondisi pasar harus sesuai dengan
kebijakan tata letak ruang yang ditetapkan oleh pengelola pasar. Hal ini agar
masyarakat mendapatkan daging sapi yang bekualitas baik, serta memperbaiki
fasilitas dan memaksimalkan peran distribusi daging sapi dengan menekankan
program higienis dan sanitasi agar kontaminasi daging sapi tidak melebihi standar
yang telah ditentukan.

23
DAFTAR PUSTAKA

Baehaqi, M. S., Riksma, A., Ridalti, N., Heryati, E. 2005. Psikiatri:Konsep Dasar
dan Gangguan-Gangguan. Bandung: PT. Refika Aditama.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2008. SNI 2897:2008. Metode Pengujian


Cemaran Mikroba dalam Daging, Telur, dan Susu, serta Hasil
Olahannya.Carter, G., D.J. Wise (2004). Esentials of Veterinary
Bacteriology and Mycology. Iowa Atate Press. 137-139.

Berg, Howard C. 2004. E. coli in Motion, Biological, and Medical Physics


Biomedical Engineering. New York:Springer Verlag AIP Press.

Brooks, G. F., Butel, J. S., Morse, S. A. 2005. Mikrobiologi kedokteran. Alih


Bahasa. Mudihardi, E. K.,Wasito, E. B. et al. Jakarta: Salemba Medika,
317-27.

Buckle, K. A., Edward, R. A., Fleet, G. H., Wooton, M. 1987. Ilmu Pangan. Purn
omo H, Adiono, penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Food
Science.
Carter, D. J., Wise. 2004. Esentials Of Veterinary Bacterology and Mycology.
Lowa Atate Press. 137-139.

Djaafar, T. F., Rahayu, S. 2007. Cemaran Mikroba Pada Produk Pertanian,


Penyakit yang Ditimbulkan dan Pencegahannya. Jurnal Litbang
Pertanian, 26(2):67-75.

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka.

Gustiani, E. 2009. Pengendalian Cemaran Mikroba pada Bahan Pangan Asal


Ternak (Daging dan Susu) Mulai dari Peternakan Sampai Dihidangkan.
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 28 (3) 96-100.

Harahap, I. and Elsie. (Oktober, 2016). Isolasi Escherichia coli Pada Daging Sapi
Segar Yang Diperoleh Dari Beberapa Pasar tradisional di Pekanbaru.
Jurnal Photon, Universitas Muhammadiyah Riau Vol. 7 No. 1.

Harti, A. S., (2005). Mikrobiologi Kesehatan. Yogyakarta: Andi Offiset.

Jawetz, E. J. L., Melnick, E. A., Adelberg, G. F., Brooks, J. S., Butel dan L. N.
Ornston, 1995, Mikrobiologi Kedokteran, ed. 20, University of California,
San Francisco.

Martin, S. W., Meek, A. H., Willberg, P., 1987. Veterinary Epidemiologi


Principles Methods. Lowa States University Press lowa. 23-40.

24
Murdiati, T. B., dan Indrawati S. 2006. Zoonosis yang Ditularkan Melalui Pangan.
Balai Penelitian Veteriner. Bogor.

Novicki, T. J., Daly, J. A., Mottice, S. L., Carroll, K. C, (February 2000).


"Comparison of sorbitol MacConkey agar and a two-step method which
utilizes enzyme- linked immunosorbent assay toxin testing and a
chromogenic agar to detect and isolate enterohemorrhagic Escherichia
coli". J. Clin. Microbiol. 38 (2): 547–51. PMC 86145. PMID 10655343.

Quinn, P. J., Markey, B. K., Carter, M. E., Donelly, W. J., Leonard, F. C. 2002.
Veterinary Microbiology and Microbial Disease. Iowa: Blackwell
Publishing.

Salyers, A. A., Whitt, D. D. 1994. Bacterial Pathogenesis a Molecular Approach.


USA: ASM Press.
Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging. Fakultas Peternakan Universitas
Gajah Mada. Yogyakarta: University Press.

Standar Nasional Indonesia. 2000. Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas
Maksimum Residu Dalam Bahan Makanan Asal Hewan. Badan
Standardisasi Nasional. Jakarta.

Tizard, I. R. 2004. Veterinary Immunology an Introduction. 7th Ed. USA:


Saunders.

25

Anda mungkin juga menyukai